Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TRAUMA KEPALA

DOSEN PENGAMPU :

SAHRIR RAMADHAN, M.KEP

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

ANNIDA SETYA TAHIRA (P07120421002)


DINDA DWI CAHYANI (P07120421007)
GHINA AULIA SYAFIATUN (P07120421013)
IHTISYAMUDDIN (P07120421017)
LUH KETUT SOVIA WULANDARI (P07120421025)
SAIDATUL FITRIANI (P07120421037)
TIWI ANDRIANA (P07120421042)
WINDA OKTAVIA LESTARI (P07120421044)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat-Nya sehingga makalah mengenai “Trauma Kepala” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Pak Angga selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan tugas ini sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 16 September 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

CDC mendefinisikan TBI (Traumatic Brain Injury) sebagai


gangguan pada fungsi normal otak yang bisa disebabkan oleh benturan,
pukulan atau sentakan ke kepala atau cedera kepala yang tembus (Frieden
et al., 2015). Kejadian cedera kepala di seluruh dunia terus mengalami
peningkatan, terutama karena adanya peningkatan penggunaan kendaraan
bermotor, khususnya di negara negara berkembang.

Menurut Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (2013)


proporsi cedera kepala di Indonesia sebesar 14,9 % dari total cedera yang
dialami oleh masyarakat akibat mengalami kecelakaan lalu lintas. WHO
memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan
menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia (Maas,
Engel & Lingsma, 2008; Roozenbeek et al., 2013).

Cedera kepala merupakan suatu cedera pada jaringan scalp. tulang


tengkorak, atau jaringan otak. Trauma kepala dibagi menjadi trauma
kepala ringan, sedang, dan berat menurut Glasgow Coma Scale,
dikategorikan trauma kepala ringan apabila GCS 13-15. sedang bila GCS
9-12 dan berat bila GCS ≤8. Semakin berat suatu trauma kepala, semakin
tinggi risiko kematian pada pasien (Andriessen, Jacobs, & Vos, 2010; Atci
et al., 2015).

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
disusun rumusan masalah makalah ini yaitu :
1. Apa itu trauma kepala?
2. Bagaimana etiologi dari trauma kepala?
3. Bagaimana patofisologi dari trauma kepala?
4. Bagaimana klasifikasi dari trauma kepala?
5. Bagaimana tanda dan gejala terjadinya trauma kepala?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari trauma kepala?
7. Bagaimana penatalaksaan dari trauma kepala?
8. Bagaimana konsep askep dari trauma kepala?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai tranfusi darah.
2. Untuk mengetahui indikasi mengenai transfuse darah.
3. Untuk mengetahui kontra indikasi mengenai transfuse darah.
D. Manfaat Penulisan
Memperkaya ilmu keperawatan mengenai trauma kepala.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep penyakit

1. Pengertian Trauma Kepala


Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Trauma kepala adalah
suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Tarwoto dkk, 2007).
2. Etiologi Trauma Kepala
Trauma kepala dapat disebabkan oleh :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Terjatuh
c. Kecelakaan industry
d. Kecelakaan olahraga
e. Cidera akibat kekerasan
f. Cidera akibat terbentur
3. Patofisiologi Trauma Kepala
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah.

Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau


kerusakan struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan
pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosin. tripospat dalam mitokondria, perubahan
permeabilitas vaskuler.

Patofisologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses


yaitu cedera kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera
kepala otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera
jaringan otak. Pada cedera kepala sekuder terjadi akibat cedera primer
misalnya adanya hipoksia, iskemia, perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada
epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum
tengkorak dengan duramater, subdural hematom diakibatkan
berkumpulnya darah pada ruang antara dura mater dengan subarahnoid
dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan
serebral.

Kematian pada cerdera kepala banyak disebabkan karena hipotensi


karena gangguan pada outoregulasi. Ketika terjadi gangguan outoregulasi
akan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada
iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitif terhadap oksigen dan
glukosa.
4. Klasifikasi Trauma Kepala
1) Berdasarkan kerusakan jaringan otak
a. Komosio serebri (gegar otak): Gangguan fungsi neurologik
ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa
disertai amnesia retrograd, mual, muntah, nyeri kepala.

b. Kontusio serebri (memar): Gangguan fungsi neurologik


disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak
masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.

c. Laserasio serebri Gangguan fungsi neurologik disertai ru


kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka. Massa otak terkelupas ke luar dari rongga
intrakranial.

2) Berdasarkan berat ringannya cedera kepala


a. Cedera kepala ringan: Jika GCS antara 15-13, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat
fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.

b. Cedera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12, hilang


kesadaran antara 30 menit sampai dengan 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.moming

c. Cedera kepala berat Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran


lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau
adanya hematom, edema serebral.

5. Tanda dan Gejala Trauma Kepala


Secara umum tanda dan gejala pada cedera kepala meliputi ada atau
tidaknya fraktur tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
1) Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat melukai pembuluh darah dan saraf-saraf
otak, merobek duramater yang mengakibatkan perebesan cairan
serebrospinalis. Jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang
terjadi adalah:
a. keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rhinorrhoe) dan telinga (Ottorhoe)
b. kerusakan saraf kranial
c. perdarahan di belakang membran timpani
d. ekimosis pada periorbital

Jika terjadi fraktur basiler, kemungkinan adanya gangguan pada


saraf kranial dan kerusakan bagian dalam telinga. Sehingga kemungkinan
tanda dan gejalanya :

a. Perubahan tajam penglihatan karena kerusakan nervus


optikus.
b. Kehilangan pendengaran karena kerusakan pada nervus
auditorius.
c. Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakan
beberapa ssle otot mata karena kerusakan nervus
okulomotorius.
d. Paresis wajah karena kerusakan nervus fasialis.
e. Vertigo karena kerusakan otolith dalam telinga bagian dalam.
f. Nistagmus karena kerusakan pada sistem vestibular.
g. Warna kebiruan di belakang telinga di atas mastoid (Battle
sign).
2) Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, ada atau tidaknya amnesia retrograt, mual dan muntah.

3) Kerusakan jaringan otak


Manifestasi klinik kerusakan jaringan otak bervariasi tergantung
dari cedera kepala. Untuk melihat adanya kerusakan cedera kepala perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.

6. Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala


1) Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2) Rotgen Foto: mengetahui adanya fraktur tengkorak, fragmen
tulang.
3) CT Scan: kemungkinan adanya subdural hematom, intraserebral
hematom, keadaan ventrikel.
4) MRI: sama dengan CT Scan
5) Serum alcohol: mendeteksi penggunaan alcohol sebelum cedera
kepala, dilakukan terutama pada cedera kepala akibat kecelakaan
lalu lintas.
6) Serum obat: mengetahui penyalahgunaan obat sebelum cedera
kepala.
7) Serum human chorionic gonadotropin: mendeteksi kehamilan.
7. Penatalaksanaan Trauma Kepala
1) Penatalaksanaan umum :
a. Monitor respirasi : Bebaskan jalan napas, monitor keadaan
ventilasi, periksaan AGD, berikan oksigen jika perlu.
b. Monitor tekanan intrakranial (TIK).
c. Atasi syok bila ada.
d. Kontrol tanda vital.
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit.

2) Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral,
debridemen luka, kranioplasti, prosedur shunting pada hidrocepalus,
kraniotomi.

3) Pengobatan
a. Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20
%, furosemid (lasik).
b. Antikonvulsan : Untuk menghentikan kejang misalnya dengan
dilantin, tegretol, valium.
c. Kortokosteroid : untuk menghambat pembentukan edema misalnya
dengan deksametason.
d. Antagonis histamin : mencegah terjadinya iritasi lambung karena
hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin,
ranitidin.
e. Antibiotik jika terjadi luka yang besar.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Fraktur


1. Data biografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
penanggungjawab, status perkawinan.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala
c. Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot,hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
  Kesadaran  GCS.
  Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke
batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
  Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal,
nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia,
hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
  Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks
menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien
sadar  tanyakan pola makan?
  Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan
cairan.
  Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik 
hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan 
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
h. Fraktur tengkorak: jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan
konjungtiva, rihinorrea, otorhea, ekhimosisis periorbital,gangguan
pendengaran.
i. Tingkat kesadaran Adanya perubahan mental seperti lebih sensistif,
gelisah, stupor, koma.
j. Saraf kranial: Adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot
mata, vertigo.
k. Kognitif: Amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt,
gangguan bahasa dan kemampuan matematika.
l. Rangsangan meningeal: Kaku kuduk, kernig, brudzinskhi.
Jantung: Disritmia jantung. Respirasi : Roles, rhonkhi, napas cepat
dan pendek, takhipnea,gangguan pola napas.
m. Fungsi sensori Lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi,
gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba.

1. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan
aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom.
Data Pendukung
- Penurunan kesadaran
- Perubahan tanda vital
- Perubahan pola napas, bradikardia
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Kelemahan motoric
- Kerusakan pada nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII
- Refleks patologis
- Perubahan nilai AGD
- Hasil pemeriksaan CT Scan adanya serebri, hematom
- Pandangan kabur
Kriteria hasil
- Tingkat kesadaran compos mentis : orientasi orang, tempat dan
memori baik
- Tekanan perfusi serebral kurang dari 60 mmHg, tekanan
intracranial kuramg dari 15 mmHg
- Fungsi sensori utuh/normal
Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji tingkat kesadaran 1. Tingkat kesadaran
dengan GCS merupakan indikator
2. Kaji pupil, ukuran, terbaik adanya perubahan
respon terhadap cahaya, neurologi
gerakan mata 2. Mengetahui fungsi N.II dan
3. Kaji reflex kornea dan III
reflex gag 3. Menurunnya reflex kornea
4. Evaluasi keadaan motoric dan reflex gag indikasi
dan sensori pasien kerusakan pada batang otak
5. Monitor tanda vital setiap 4. Ganguan motoric dan
1 jam sensori dapat terjadi akibat
6. Observasi adanya edema edema otak
periorbita, ekomosis 5. Adanya perubahan tanda
diatas osmatoid, vital seperti respirasi
rhinorrhea, otorrhea menunjukan kerusakan
7. Perthankan kepala tempat pada batang otak
tidur 30-45 derajat 6. Indikasi adanya fraktur
dengan posisi leher tidak basilar
menekuk 7. Memfasilitasi drainasi vena
8. Anjurkan pasien untuk dari otak
tidak menekuk 8. Suhu tubuh yang meningkat
lututnya/fleksi, batuk, akan meningkat aliran
bersin. Feses yang keras darah ke otak sehingga
9. Pertahankan suhu normal meningkatkan TIK.
10. Monitoring kejang dan 9. Kejang dapat terjadi akibat
berikan obat anti kejang iritasi serebral dan keadaan
11. Lakukan aktivitas kejang dan keadaan kejang
keperawatan dan aktivitas memerlukan banyak
pasien seminimal oksigen
mungkin 10. Meminimalkan stimulus
12. Pertahankan kepatenan sehingga menurunkan TIK
jalan napas,suction jika 11. Mempertahankan adekuat
perlu, berikan oksigen oksigen. Suction dapat
100% sebelum suction meningkatkan TIK.
tidak dari 15 detik 12. Karbondioksida
13. Monitor AGD, PaCO2 menimbulkan vasodilatasi,
antara 35-45 mmHg dan adekuat oksigen sangat
PaO2 kurang dari 80 penting dalam
mmHg mempertahankan
14. Berikan obat sesuai metabolism otak
program dan monitor 13. Mencegah komplikasi lebih
efek samping dini.
Anni massaniaddhurru waanta arhamurrahimin

Anda mungkin juga menyukai