Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS HEAD INJURY

Oleh :

Kelompok 3 (A11-B)

1. Alldo Wijaya Kusuma 17.321.2712


2. I Gst.A.A Sridana Suryadewi 17.321.2721
3. Luh Putu Novianti 17.321.2725
4. Ni Komang Linda Rahmayanti 17.321.2732
5. Ni Luh Febri Suryanthi 17.321.2738
6. Ni Luh Gede Srinadi 17.321.2739
7. Ni Luh Putu Meita Premasuari 17.321.2741
8. Putu Bagus Warsa Wardana 17.321.2758

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.

2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya
adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara
15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48 %-53% dari insiden
cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya dise babkan
tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah
sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat
60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal.
3. Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
a) Oedema otak
b) Hipoksia otak
c) Kelainan metabolic
d) Kelainan saluran nafas
e) Syok

4. Pathway
Terlampir

5. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan
orientatif.Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran
misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.Klien
biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi,
laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12,
tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah,
amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea
cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma.Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif.Tanda neurologis
fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami
amnesia > 24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala adalah
sebagai berikut:
1. Hematoma epidural
Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas,
disebabkan oleh perluasan hematoma.Biasanya terlihat adanya kehilangan
kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara
perlahan-lahan.Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin
menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese
kontra lateral.Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas
tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen)
yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena
proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya
pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.
2. Hematoma subdural
Pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi
perdarahan vena.Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih
sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil
yang menjembatani ruang subdural.Hematoma subdural dapat terjadi akut,
subakut atau kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada.
1) Hematoma subdural akut
Sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala
klinis: sakit kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat
dan gelisah. Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan
pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
2) Hematoma subdural sub akut
Biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan
kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama
seperti pada hematoma subdural akut. Tekanan serebral yang terus menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam.Angka kematian
pasien hematoma subdural akut dan subakut tinggi, karena sering
dihubungkan dengan kerusakan otak.
3) Hematoma subdural kronik
Terjadi karena cedera kepala minor.Mulanya perdarahan kecil
memasuki di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas.Gejala klinis
mungkin tidak terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini
pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik, lansia
cenderung yang paling sering mengalami cedera kepala tipe ini sekunder
akibat atropi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan. Cedera kepala
minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak
secara abnormal dengan sekuela negatif.
4) Hematoma intraserebral
Perdarahan ke dalam substansi otak.Hemoragi ini biasanya terjadi pada
cedera kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera
peluru atau luka tembak, cedera tumpul).Hemoragi ini di dalam otak
mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisma, anomali
vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan
otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik tergantung dari
ukuran dan lokasi perdarahan.

6. Manifestasi Klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor

b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi
hasil yang cukup.
2. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
3. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
4. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang
tengkorak yang akan meningkat TIK
5. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan / perubahan mental

8. Penatalaksanaan
a. Umum
 Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
 Breathing :
- Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
 Circulation :
- Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis
pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output
b. Khusus
Konservatif :Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
Operatif :Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
Monitoring tekanan intrakranial: yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema ,Pemberian diet/nutrisi,Rehabilitasi,
fisioterapi.
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

A. Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan diagnosa

medis.

2. Alasan masuk

B. Berisi tentang alasan masuk ke rumah sakit. Kaji kronologi yang

menyebabkan cedera kepala. Keluhan-keluhan yang biasa muncul.

3. Riwayat kesehatan sekarang

C. Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian. Data

subjektif yang sering muncul, selain itu dapat diperkuat dengan data objektif.

4. Riwayat kesehatan dahulu

D. Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang menunjang ke

penyakit yang dialami oleh pasien saat ini.

5. Riwayat kesehatan keluarga

E. Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai penyakit.


B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS

pasien

2. TTV : mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan

3. Kepala : bagaimana keadaan kepala, dan kulit kepala.

4. Rambut : perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut

5. Mata : perhatikan keadaan konjunctiva, dan perhatikan keadaan

sklera, perhatikan apakah ada hematom atau tidak

6. Telinga : perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan

pendengaran atau tidak, apakah keluar darah atau tidak

7. Hidung : perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada

penggunaan alat bantu nafas.

8. Mulut : perhatikan keadaan mukosa bibir

9. Gigi : perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada

caries atau tida, perhatikan kelengkapan gigi

10. Lidah : perhatikan keadaan lidah, kebersihan lidah, dan apakah

ada lesi pada lidah atau tidak.

11. Leher : perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan

pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening

12. Integumen : perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas

13. Thorax : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi. Perhatikan apakah dada simetris atau

tidak, atau apakah ada penggunaan otot bantu nafas atau

tidak, nilai bagaimana suara nafas pasien.


14. Jantung : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, dan

auskultasi. Perhatikan iktus, dan dengarkan bunyi

jantung.

15. Abdomen : mencakup pemeriksaan secara inpeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi. Lihat keadaan abdomen, kesimetrisan,

adanya nyeri tekan atau nyeri lepas, adanya jejas dan

dengarkan bising usus.

16. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan

pasien terkait genitalia

17. Ekstremitas : periksa bagaimana keadan ekstremitas pasien mencakup

kekuatan otot pasien.

C. POLA FUNGSIONAL GORDON

1. Pola persepsi sehat

Adanyan tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi

persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan tidak semua

pasien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah

persepsi dalam pemeliharaan kesehatan.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan

anoreksia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga

pasien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.


3. Pola eliminasi

Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa kekamar

mandi, karena lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas. Dengan adanya

perubahan tersebut pasien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu pola

eliminasi.

4. Pola aktivitas

Sehubungan dengan adanya intoleransi aktivitas, akan menyebabkan pasien

membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan

aktivitas fisik tersebut.

5. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan

menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

6. Pola hubungan dan peran

Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran atau tidak

mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga

ataupun masyarakat. Hal tersebutberdampak terganggunya hubungan interpersonal.

7. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien dengan CK seringkali merasa cemas dengan keadaannya

8. Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien mungkin terganggu apabila terjadi CK yang

menyebabkan pendarahan hebat.


9. Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu

sementara waktu, karena dirumah sakit,

10. Pola koping

Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti penyakitnya, akan

mengalami stres.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan ibadah,

maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan

kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalanka pula sebagai

penanggulangan stres dengan percaya pada Tuhannya.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri
dan atau vena terputus
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik di tandai dengan pasien tampak
meringis.
3. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan
fisik dan nyeri di tandai dengan px tidak mampu mandi/berpakaian secara
mandiri.
E. RENCANA PERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


. KEPERAWATAN HASIL
1. Perfusi jaringan tak efektif NOC: Monitor Tekanan Intra Kranial
(spesifik sere-bral) b.d aliran 1. Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien
arteri dan atau vena terputus 2. Perfusi jaringan serebral terhadap stimu-lus / rangsangan
ditandai dengan , dengan 2. Monitor TIK klien dan respon
batasan karakteristik: Setelah dilakukan tindakan neurologis terhadap aktivitas
- Perubahan respon keperawatan selama 3x 24 jam, 3. Monitor intake dan output
motoric klien mampu men-capai : 4. Pasang restrain, jika perlu
- Perubahan status 1. Status sirkulasi dengan 5. Monitor suhu dan angka
mental indikator: leukosit
- Perubahan respon - Tekanan darah sis- 6. Kaji adanya kaku kuduk
pupil tolik dan diastolik 7. Kelola pemberian antibiotic
- Amnesia retrograde dalam rentang yang 8. Berikan posisi dengan kepala
(gang-guan memori) diharapkan elevasi 30-40O dengan leher
- Tidak ada ortostatik dalam posisi netral
hipotensi 9. Minimalkan stimulus dari
- Tidak ada tanda lingkungan
tannda PTIK 10. Beri jarak antar tindakan
2. Perfusi jaringan serebral, keperawatan untuk
dengan indicator : meminimalkan peningkatan TIK
- Klien mampu berko- 11. Kelola obat obat untuk
munikasi dengan je- mempertahankan TIK dalam
las dan sesuai ke- batas spesifik
mampuan
- Klien menunjukkan
perhatian, konsen-
trasi, dan orientasi
- Klien mampu mem-
proses informasi
- Klien mampu mem-
buat keputusan de-
ngan benar
- Tingkat kesadaran
klien membaik

2. Nyeri akut b.d dengan agen NOC: Manajemen nyeri (1400)


injuri fisik ditandai dengan 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
pasien tampak meringis, 2. Tingkat Nyeri karakteristik, onset/durasi,
dengan batasan karakteristik: 3. Tingkat kenyamanan frekuensi, kualitas, dan beratnya
- Laporan nyeri ke- nyeri.
pala secara verbal Setelah dilakukan asuhan 2. Observasi respon
atau non verbal keperawatan selama 3x 24 jam, ketidaknyamanan secara verbal
- Respon autonom klien dapat : dan non verbal.
(perubahan vital sign, 1. Mengontrol nyeri, de-ngan 3. Pastikan klien menerima
dilatasi pupil) indikator: perawatan analgetik dg tepat.
- Tingkah laku eks- - Mengenal faktor- 4. Gunakan strategi komunikasi
presif (gelisah, me- faktor penyebab yang efektif untuk mengetahui
nangis, merintih) - Mengenal onset nyeri respon penerimaan klien
- Fakta dari observasi - Tindakan pertolong- terhadap nyeri.
- Gangguan tidur (mata an non farmakologi 5. Evaluasi keefektifan
sayu, menye-ringai, - Menggunakan anal- penggunaan kontrol nyeri
dll) getik 6. Monitoring perubahan nyeri
- Melaporkan gejala- baik aktual maupun potensial.
gejala nyeri kepada 7. Sediakan lingkungan yang
tim kesehatan. nyaman.
- Nyeri terkontrol 8. Kurangi faktor-faktor yang
2. Menunjukkan tingkat dapat menambah ungkapan
nyeri, dengan indikator: nyeri.
- Melaporkan nyeri 9. Ajarkan penggunaan tehnik
- Frekuensi nyeri relaksasi sebelum atau sesudah
- Lamanya episode nyeri berlangsung.
nyeri 10. Kolaborasi dengan tim
- Ekspresi nyeri; wajah kesehatan lain untuk memilih
- Perubahan respirasi tindakan selain obat untuk
rate meringankan nyeri.
- Perubahan tekanan 11. Tingkatkan istirahat yang
darah adekuat untuk meringankan
- Kehilangan nafsu nyeri.
makan

3. Tingkat kenyamanan,
dengan indicator :
- Klien melaporkan
kebutuhan tidur dan
istirahat tercukupi
3. Defisit perawatan diri: NOC: NIC: Membantu perawatan diri
makan/ mandi, toileting Perawatan diri : klien Mandi  dan toiletting
berhubungan dengan (mandi, Makan Toiletting, Aktifitas:
kelemahan fisik dan nyeri berpakaian) 1. Tempatkan alat-alat mandi di
ditandai dengan px tidak Setelah diberi motivasi tempat yang mudah dikenali dan
mampu mandi/berpakaian perawatan selama 3x24  jam, mudah dijangkau klien
secara mandiri. ps mengerti cara memenuhi 2. Libatkan klien dan damping
- Kemampuan mandi ADL secara bertahap sesuai 3. Berikan bantuan selama klien
- Kemampuan kemam-puan, dengan kriteria : masih mampu mengerjakan
mengenakan pakaian - Mengerti secara sendiri
- Verbalisasi keinginan seder-hana cara 
melakukan perawatan mandi, makan,
diri toileting, dan
- Minat melakukan berpakaian serta mau
perawatan diri mencoba se-cara
- Mempertahankan aman tanpa cemas
kebersihan diri - Klien mau
berpartisipasi dengan
senang hati tanpa
keluhan dalam
memenuhi ADL
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang

berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk

membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria

hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

G. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa

jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses

menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,

diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.

F. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas

proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:

- S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara

G. subjektif oleh      keluarga setelah diberikan implementasi

keperawatan.

- O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan   pengamatan yang objektif.

- A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan

objektif.

- P :  Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

NIC. 2016. “ Klasifikasi Intervensi Keperawatan”. Edisi keenam. CV. Mocomedia

NOC. 2016. “Pengukuran Outcomes Kesehatan”. Edisi lima. CV. Mocomedia

Saferi Wijaya, Andra & Mariza Putri, Yessie. 2013. Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori). Nuha Medika: Yogyakarta
Pathway

CideraKepala

Ekstrakranial Tulangkranial

Terputusny
akontinuita
sjaringantu
lang

-Perdarahan Gangguansuplaidarah
Nyeri
-Hematoma Akut

Iskemia Hipoksia

Perubahansirkulasi CSS

Perfusi Jaringan Tidak


Efektif
Peningkatan TIK

Girusmedialislobus temporalis tergeser Herniasiunkus

Mesesenfalontertekan

GangguanKesadaran Imobilisasi

Defisit Perawatan Diri

Anda mungkin juga menyukai