Oleh :
Kelompok 3 (A11-B)
DENPASAR
2020
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya
adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara
15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48 %-53% dari insiden
cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya dise babkan
tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah
sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat
60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal.
3. Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
a) Oedema otak
b) Hipoksia otak
c) Kelainan metabolic
d) Kelainan saluran nafas
e) Syok
4. Pathway
Terlampir
5. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan
orientatif.Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran
misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.Klien
biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi,
laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12,
tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah,
amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea
cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma.Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif.Tanda neurologis
fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami
amnesia > 24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala adalah
sebagai berikut:
1. Hematoma epidural
Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas,
disebabkan oleh perluasan hematoma.Biasanya terlihat adanya kehilangan
kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara
perlahan-lahan.Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin
menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese
kontra lateral.Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas
tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen)
yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena
proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya
pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.
2. Hematoma subdural
Pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi
perdarahan vena.Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih
sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil
yang menjembatani ruang subdural.Hematoma subdural dapat terjadi akut,
subakut atau kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada.
1) Hematoma subdural akut
Sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala
klinis: sakit kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat
dan gelisah. Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan
pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
2) Hematoma subdural sub akut
Biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan
kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama
seperti pada hematoma subdural akut. Tekanan serebral yang terus menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam.Angka kematian
pasien hematoma subdural akut dan subakut tinggi, karena sering
dihubungkan dengan kerusakan otak.
3) Hematoma subdural kronik
Terjadi karena cedera kepala minor.Mulanya perdarahan kecil
memasuki di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas.Gejala klinis
mungkin tidak terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini
pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik, lansia
cenderung yang paling sering mengalami cedera kepala tipe ini sekunder
akibat atropi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan. Cedera kepala
minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak
secara abnormal dengan sekuela negatif.
4) Hematoma intraserebral
Perdarahan ke dalam substansi otak.Hemoragi ini biasanya terjadi pada
cedera kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera
peluru atau luka tembak, cedera tumpul).Hemoragi ini di dalam otak
mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisma, anomali
vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan
otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik tergantung dari
ukuran dan lokasi perdarahan.
6. Manifestasi Klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
kacau mental → koma
gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
perluasan massa lesi
peningkatan TIK
sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala hebat
Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi
hasil yang cukup.
2. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
3. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
4. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang
tengkorak yang akan meningkat TIK
5. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan / perubahan mental
8. Penatalaksanaan
a. Umum
Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
Breathing :
- Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
Circulation :
- Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis
pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output
b. Khusus
Konservatif :Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
Operatif :Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
Monitoring tekanan intrakranial: yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema ,Pemberian diet/nutrisi,Rehabilitasi,
fisioterapi.
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan diagnosa
medis.
2. Alasan masuk
subjektif yang sering muncul, selain itu dapat diperkuat dengan data objektif.
1. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS
pasien
jantung.
16. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan
persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan tidak semua
Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa kekamar
mandi, karena lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas. Dengan adanya
eliminasi.
4. Pola aktivitas
Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran atau tidak
mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga
Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu
Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti penyakitnya, akan
mengalami stres.
Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan ibadah,
maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalanka pula sebagai
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri
dan atau vena terputus
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik di tandai dengan pasien tampak
meringis.
3. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan
fisik dan nyeri di tandai dengan px tidak mampu mandi/berpakaian secara
mandiri.
E. RENCANA PERAWATAN
3. Tingkat kenyamanan,
dengan indicator :
- Klien melaporkan
kebutuhan tidur dan
istirahat tercukupi
3. Defisit perawatan diri: NOC: NIC: Membantu perawatan diri
makan/ mandi, toileting Perawatan diri : klien Mandi dan toiletting
berhubungan dengan (mandi, Makan Toiletting, Aktifitas:
kelemahan fisik dan nyeri berpakaian) 1. Tempatkan alat-alat mandi di
ditandai dengan px tidak Setelah diberi motivasi tempat yang mudah dikenali dan
mampu mandi/berpakaian perawatan selama 3x24 jam, mudah dijangkau klien
secara mandiri. ps mengerti cara memenuhi 2. Libatkan klien dan damping
- Kemampuan mandi ADL secara bertahap sesuai 3. Berikan bantuan selama klien
- Kemampuan kemam-puan, dengan kriteria : masih mampu mengerjakan
mengenakan pakaian - Mengerti secara sendiri
- Verbalisasi keinginan seder-hana cara
melakukan perawatan mandi, makan,
diri toileting, dan
- Minat melakukan berpakaian serta mau
perawatan diri mencoba se-cara
- Mempertahankan aman tanpa cemas
kebersihan diri - Klien mau
berpartisipasi dengan
senang hati tanpa
keluhan dalam
memenuhi ADL
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
G. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas
keperawatan.
objektif.
Saferi Wijaya, Andra & Mariza Putri, Yessie. 2013. Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori). Nuha Medika: Yogyakarta
Pathway
CideraKepala
Ekstrakranial Tulangkranial
Terputusny
akontinuita
sjaringantu
lang
-Perdarahan Gangguansuplaidarah
Nyeri
-Hematoma Akut
Iskemia Hipoksia
Perubahansirkulasi CSS
Mesesenfalontertekan
GangguanKesadaran Imobilisasi