Disusun Oleh:
2016
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu benda
atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh
pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan
akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006).
Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal karena
trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan
lalulintas. (Arif Mansjoer, dkk. 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera atau
trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu benda
atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis
karena menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia
produktif.
B. ETIOLOGI
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
2. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan
terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi
diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn
otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
1. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan durameter.
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa
jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi:
a) Penurunan kesadaran
b) Nyeri kepala
c) Muntah
d) Hemaparesis
e) Dilatasi pupil ipsilateral
f) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
g) Penurunan nadi
h) Peningkatan suhu
2. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid.
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat
terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri kepala
b) Bingung
c) Mengantuk
d) Menarik diri
e) Berpikir lambat
f) Kejang
g) Odem perut
3. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan piameter.
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah
dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri
b) Penurunan kesadaran
c) Hemiparese
d) Dilatasi pupil ipsilateral
e) Kaku kuduk
4. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena. Gejala yang terjadi yaitu :
a) Nyeri kepala
b) Penurunan kesadaran
c) Perubahan tanda-tanda vital
E. PATOFISOLOGI
1. CEDERA KEPALA RINGAN
Cedera kulit kepala: Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh
darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala
juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat
menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
2. CEDERA KEPALA SEDANG
Fraktur tengkorak: Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang
tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan
dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan
terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup
dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar
fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa
pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas
sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang
temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau
telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak
dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
F. KOMPLIKASI
1. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK
2. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
3. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
4. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi
gangguan strukrutal
2. MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
3. X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur
4. AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi
5. Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
6. Lumbal fungsi : untuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS.
7. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
9. EEG: untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
10. BAER (Brain Auditory Evoked Respon: menentukan fungsi korteks
dan batang otak.
11. PET (Positron Emission Tomography: menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak
12. Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin
bertanggungjawab terhadap penurunan kesadaran.
H. PENATALAKSANAAN
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral
adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas
darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.
1. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
a) Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien
cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus
diintubasi.
b) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau
tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien
bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti
pneumotorak. Pasang oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan
menjaga saturasi oksigen minimun 95%.
c) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan
secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan
EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk
meperiksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan
analisa gas darah arteri.
d) Menilai tingkat kesadaran : Cedera kepala ringan (GCS13-15), Cedera
kepala sedang (GCS 9-12), Cedera kepala berat (GCS 3-8).
e) Mengontrol TIK pada cedera kepala : Tinggikan kepala tempat tidur
sampai 30 derajat, pertahankan kepala dan leher pasien dalam
kesejajaran sentral (tidak memutar), memberikan medikasi yang
diserarkan untuk menurunkan TIK (misal : diuretik, kortikosteroid),
mempertahankan suhu tubuh normal, hiperventilasi pasien pada
ventilasi mekanik : memberikan O2, mempertahankan pembatasan
cairan, memberikan sedasi untuk menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau
diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
b) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat
bertahan, susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih)
tetapi tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
c) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal angkat tangan
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa
posisi fleksi abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi
tangan mengepal (postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan
biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.
A. PENGKAJIAN
Data fokus yang perlu dikaji:
a) Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi,
penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu,
dan riwayat kesehatan keluarga.
b) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
2) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara,
pupil, orientasi waktu dan tempat)
3) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan
kepatenan jalan nafas)
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan
frekuensi)
5) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/
minum, peristaltik, eliminasi)
6) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
7) Sistem reproduksi
8) Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
3. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah
kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing,
kelelahan, dan kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stress
9) Pola seksual dan reproduktif
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera
kepala adalah sebagai berikut:
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan
batang otak)
4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
7. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
9. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik.
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
4 PK: peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
intrakranial b.d proses keperawatan selama .x 24 jam - Kaji respon membuka mata, respon motorik,
desak ruang akibat dapat mencegah atau meminimalkan dan verbal, (GCS)
penumpukan cairan / komplikasi dari peningkatan TIK, - Kaji perubahan tanda-tanda vital
darah di dalam otak dengan kriteria : - Kaji respon pupil
(Carpenito, 1999) - Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit
Kesadaran stabil (orien-asi baik)
kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan
Batasan karakteristik :
Pupil isokor, diameter 1mm tak bertujuan, perubahan mental
- Penurunan kesadar- 2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra
Reflek baik
an (gelisah, disori- indikasi
entasi) Tidak mual 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
- Perubahan motorik - Masase karotis
dan persepsi sensasi Tidak muntah - Fleksi dan rotasi leher berlebihan
- Perubahan tanda vi- - Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas,
tal (TD meningkat, dan mengejan
nadi kuat dan lambat) - Perubahan posisi yang cepat
- Pupil melebar, re-flek 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan
pupil menurun posisi
- Muntah 5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak
- Klien mengeluh mual faeces, jika perlu
- Klien mengeluh 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
pandangan kabur dan 7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang
diplopia dapat meningkatkan TIK (misal: batuk,
penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu
hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian
lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi
yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau
kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang
mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema
serebral)
17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan
keluar)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.