Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN 

TRAUMA KEPALA
SIKLUS KEPERAWATAN KGD

OLEH :
Vita Sari Rizki, S.Kep
1914901038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI
TA 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN 
TRAUMA KEPALA

A. Definisi
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah

cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, Cedera kepala

merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap

kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil.

2006). Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009),

cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera

kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi

baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat

menyebabkan kematiaan

B. Etiologi

Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

3. Cedera akibat kekerasan.


4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana

dapat merobek otak.

5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat

sifatnya.

6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

C. Macam-macam cedera kepala

Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam

yaitu: a. Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan

pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini

ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat

terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan

melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan,

cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung

ke otak. b. Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak didalam

tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu

yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan

tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar,

dan laserasi.

D. Klasifikasi cedera kepala

Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan

nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu :

a. Ringan

1.) GCS = 13 – 15
2.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

3.) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

b. Sedang

1.) GCS = 9 – 12

2.) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

3.) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

1.) GCS = 3 – 8

2.) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

3.) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

E. Anatomi & Fisiologi

1. Tengkorak

Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur

tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan

tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid dan

lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat

sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam

membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis,

fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior

berisi otak tengah dan sereblum.

2. Meningen

Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti

meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa pembulu
darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang

memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri

dari 3 lapisan yaitu:

a. Duramater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan

endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang

keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan

dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di

bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang subdural yang

terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai

perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluhpembuluh vena yang

berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis

tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan

menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan

darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari

sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat . Hematoma

subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis

biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya

pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa

mengantuk yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5)

kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri

meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium

ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan

laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.

Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang

terletak pada fosa media fosa temporalis. Hematoma epidural diatasi

sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak


untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan

penyumbatan sumber perdarahan.

b. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater

sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater

oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh

spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan

sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala

c. Pia Meter

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah

membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri

dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus

saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk

kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater

3. Otak

Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain

yaitu:

a. Cerebrum

b. Cereblum

c. Brainstem

F. Patofisiologi

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan

berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera

percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah

bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti

badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara

bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,

seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.

Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada

kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi

alba dan batang otak. Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua

macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder.

Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan

kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya

menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali

membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami

proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada

waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi

substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,

kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya

gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak

sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau

berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik

sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera

kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial

akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya


bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan

yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi

peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,

serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,

hipotensi (Soetomo, 2002). Namun bila trauma mengenai tulang kepala

akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala

intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan

jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama

motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,

2009).

G. Manifestasi klinik

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi

cedera otak.

1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah

laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa

minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma

ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)


a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan

kebinggungan atau hahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit

neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan.

3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera

terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area

tersebut.

H. Komplikasi

Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan

hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi

dari cedera kepala addalah:

1. Edema pulmonal

2. Peningkatan TIK

3. Kejang

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

I. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi

vasodilatasi.

3. Pemberian analgetik.

4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,

glukosa 40% atau gliserol.

5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole.

6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan

lunak.

7. Pembedahan.

J. Pemeriksaan Penunjang

a. Scan CT (tanpa/denga kontras) Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. MRI Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.

c. Angiografi serebral Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma

d. EEG

e. Sinar X Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),

pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya

fragmen tulang.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) Menentukan fungsi korteks

dan batang otak.

g. PET (Positron Emission Tomography) Menunjukan perubahan aktifitas

metabolisme pada otak.

h. Fungsi lumbal, CSS Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan

subarachnoid.

i. GDA (Gas Darah Artery) Mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

j. Kimia /elektrolit darah Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan

dalam peningkatan TIK/perubahan mental.

k. Pemeriksaan toksikologi Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran.

l. Kadar antikonvulsan darah Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup fektif untuk mengatasi kejang.

K. Diagnosa Keperawatan

a) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intrakranial

b) Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi

trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata

neuromaskuler

c) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan pengeluaran urine dan elektrolit meningkat

d) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan


e) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis,

DAFTAR PUSTAKA

  Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:

Interna Publishing.

Long, Barbara C. 2006. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan.

Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan

Morton G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC

 Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing

Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.

Jakarta : EGC

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.

Anda mungkin juga menyukai