Anda di halaman 1dari 16

6

LAPORAN PENDAULUAN
TANGGAL : 07 DESEMBER 2020

Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :
DHANIAL RAYMIRAZD DARMAWAN
433131440119050
7
BAB I

KONSEP DASAR

A Pengertian
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok
hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan
menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga
menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin
memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui
permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau
diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan
cairan karena dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat
ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau peritonitis
purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan
kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi
yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung
pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler
berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-
organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang
lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi perubahan-perubahan
hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH,
dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan
akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan
dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi
syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan
interstitial. Bila deficit volume intravascular hanya dikoreksi dengan
memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit interstistial, dengan
akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin
yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya
8
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.
Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan/ atau intraselular (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

B Penyebab

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan

oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir

keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik

terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan

500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml

perdarahan.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan

protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis


C Patofisiologi
Menurut Guyton 1997, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah
hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek
syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari
aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan.

3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea
D. Pathway
Kekurangan volume cairan Menurun volume intravascular

Menurunnya tekanan Menurunnya aliran balik


` pengisian sirkulasi sistemik vena ke jantung

Penurunan curah jantung

Perubahan perfusi jaringan Perubahan perfusi


tidak efektif

Pengalihan Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan


metabolisme perfusi ke perfusi ke perfusi ke perfusi ke
selular menjadi otak ginjal paru-paru hati
anaerob

Produksi Gangguan Peningkatan Gang Gang Penurunan


asam laktat metabolism reabsorsi guan guan fungsi
meningkat otak Na dan air proses proses fagositosis
oleh tubulus difusi oksige sel kuffer
PK asidosis Penurunan ginjal O2 da nasi di hati
metabolik kesadaran n CO2
Oliguri
Resiko Kerusakan Kerusakan Memicu
cedera mobilitas Gangguan pertukaran hipertensi
fisik eliminasi gas
urine Pola nafas
tidak efektif

Resiko infeksi

5
E. Manifestasi Klinik
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri
bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat
sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki
hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan
untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan
vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari
pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.

2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer.


Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.
a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia,
golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.

3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan
ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan
osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm
pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi
komponen darah.

4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat


kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan


hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan.

6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan


memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit,
volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.

3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-


tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG,
hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk
mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang
parameter ini; analisis kecenderungan menytakan perbaikan atau
5
pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi
pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti
dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh- Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.- Hilangkan nyeri
dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.- Pertahankan
suhu tubuh.
1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme
kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran
karena perspirasi.

2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.

G. Komplikasi
Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.

Efek Dari Syok Seluler


Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka
kemampuan metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme
terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan disimpan
dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan
energy ini untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif,
kontraksi otot, sintesa biokimia dan melakukan fungsi seluler khusus
seperti konduksi impuls listrik.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat

5
dan kekurangan oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn
energy melalui anaerob dan nutrient, karena sel- sel harus menghasilkan
energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energy
yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang
bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel
membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel, sehingga
memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel.
Pompa kalium- natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan
lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel

Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan
dibawa ke sel-sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke
sel-sel bergantung pada aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi
oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali melalui paru- paru
untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir
metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan
pompa yang dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang
dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi dan
berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan local.
Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi
vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme
pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan
vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia yang
dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan
oksigen dan nutrient.

Pengaturan Tekanan Darah


Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa
jantung, dn vaskulatur harus berespon secara efektif terhadap kompleks
system umpan balik neural, kimiawi, dan hormonal untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan
perfusi jaringan.

5
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor
(tekanan darah) terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor
tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf simpatik yang terletak di
medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan
demikian memulihkan tekanan darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa
jantung yang efektif dan vaskulatur yang efektif penting untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Jika salah satu dari
ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan
meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi
tidak mampu lagi mengkompensasi system yang gagal, maka jaringan
tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome syok
dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan
menyebabkan kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001).

BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal
(baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi.
Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan.

5
1. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,

memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.

Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan

langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment)

dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau

ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.

Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang

diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan

perdarahan internal.  

3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat

kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan

kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf

sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi

otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari

cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita

5
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian

dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah

hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada

anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak

dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang

berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada

penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi

lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut

melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk

mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik,

masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya

hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine.

Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak

tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan

keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

2. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan

memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum

dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat

kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille).

5
Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan

cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah

atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu

darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis,

jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik

seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat

ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat

tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena

itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus

diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan

dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada

penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil. Pada anak-anak dibawah 6

tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan

jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau

caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan

tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus

dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada

vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan

penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

3. Tersieri survey

Terapi awal cairan

5
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi

intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan

cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan

intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis

adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan

terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik.

Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi


Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik

mOsm/L
Ringer 130 4 109 3 28* 273

Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273

Asetat
NaCl 154 - 154 - - 308

0.9%
* sebagai laktat

: sebagai asetat

B. Diagnosa

1. Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

5
3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.

C. Intervensi

Intervensi yang diberikan tergangtung masalah keperawatan yang

muncul pada pasien.

D. Rasional

Setelah diberikan implementasi oleh perawat diharapkan pasien dalam

3x24 jam masalah keperawatannya membaik atau hilang.

Daftar Pustaka
Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.
Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).

5
Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www.
Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC,
Jakarta. Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002.
Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai