Disusun Oleh :
DHANIAL RAYMIRAZD DARMAWAN
433131440119050
A. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin
merasa di tolak, tidak di terima kesepian , dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006). Gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindar
interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam. Isolasi sosial
adalah individu yang mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang
tidak realistis. Menarik diri merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat
berupa reaksi fisik maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari
stressor. Sedangkan reaksi psikologis yaitu individu menunjukan perilaku apatis mengisolasi
diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan permusuhan (Rasmun, 2001).
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain. Penarikan
diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap.
1. Etiologi
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut.
Menurut Stuart & Sundeen, Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama
proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang
harus dilalui individu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini
tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi
kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, faktor genetik
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukri terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini
namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan dalm
membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak
produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam
ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang
negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
2) Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan indifidu untuk brhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri dari dimensi
bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh karena itu meskipun stressor presipitasi yang
sama tetapi apakah berdampak pada gangguan jiwa atau kondisi psikososial
tertentu yang maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan holistic
individu tersebut.
b. Faktor Origin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan factor sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal
yang berdampak pada psikososial seseorang. Hal ini karena manusia bersifat
unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis seseorang yang
berimplikasi pada gangguan jiwa sangat ditentukan oleh kapan terjadinya
stressor, berapa lama dan frekuensi stressor.
d. Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa
sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya,
baru saja suami meninggal, seminggu kemudian anak mengalami cacad
permanen karena kecelakaan lalu lintas, lalu sebulan kemudian ibu kena PHK
dari tempat kerjanya (Suryani, 2005).
e. Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan presipitasi yang dialami
sangat tergantung pada:
1) Faktor kognitif: Berhubungan dengan tingkat pendidikan, luasnya pengetahuan
dan pengalaman.
2) Faktor Afektif: Berhubungan dengan tipe kepribadian seseorang. Tipe
kepribadian introvert bersifat: Tertutup, suka memikirkan diri sendiri, tidak
terpengaruh pujian, banyak fantasi, tidak tahan keritik, mudah tersinggung,
menahan ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain,
suka membesarkan kesalahannya dan suka keritik terhadap diri sendiri.Tipe
kepribadian extrovert bersifat: Terbuka, licah dalam pergaulan, riang,
ramah, mudah berhubungan dengan orang lain, melihat realitas dan
keharusan, kebal terhadap keritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu
merasakan kegagalan dan tidak banyak mengeritik diri sendiri. Tipe
kepribadian ambivert dimana seseorang memiliki kedua tipe kepribadian
dasar tersebut sehingga sulit untuk menggolongkan dalam salah satu tipe.
f. Faktor Physiological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor kecacadan atau
kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaian seseorang terhadap
stressor predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai, keyakinan, sikap
dan keputusannya. Oleh karena itu, factor perilaku turut berperan pada seseorang
dalam menilai factor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya,
seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih emosional dalam
menghadapi stressor.Demikian juga dengan perokok atau penjudi, dalam menilai
stressor berbeda dengan seseorang yang taat beribadah.
h. Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling bergantung antara
satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani (2005), kehidupan kolektif atau
kebersamaan berperan dalam pengambilan keputusan, adopsi nilai,
pembelajaran, pertukaran pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan
demikian, dapat diasumsikan bahwa factor kolektifitas atau kebersamaan
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan presipitasi.
2. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dan interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan
maladaptip sebagai berikut:
ISOLASI SOSIAL.
6. Tanda dan gejala
1. Gejala Subjektif:
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e. Klien lambat menghabiskan waktu.
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
h. Klien merasa ditolak.
i. Menggunakan kata - kata simbolik
2. Gejala Objektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Banyak berdiam diri di kamar.
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
f. Kontak mata kurang.
g. Kurang spontan.
h. Apatis (acuh terhadap Iingkungan).
i. Ekspresi wajah kurang berseri.
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukan makanan dan minuman terganggu
n. Aktivitas menurun
o. Kurang energi (tenaga)
p. Postur tubuh berubah, misatnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
Menurut Townsend & Carpenito, isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya
tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Data subjektif:
a. Mengungkapkan perasaan penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
2. Data objektif:
1. Tampak menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri
3. Tidak melakukan kontak mata
4. Tampak sedih, afek datar
5. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
6. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
7. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
8. Kurang aktivitas fisik dan verbal
9. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
10. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
Proses Keperawatan
7. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis, psikologis, social dan spiritual. Isolasi sosial adalah keadaan seorang
individual yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi social dapat menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga. Pertanyaan berikut dapat ditanyakan pada waktu wawancara
untuk mendapatkan data subjektif:
a) Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitar (keluarga atau tetangga)?
b) Apakah pasien punya teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
c) Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat dengannya?
d) Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e) Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f) Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan orang-orang di
sekitarnya?
g) Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu?
h) Apakah pernah ada perasaan ragu untuk melanjutkan kehidupan?
2. Pohon Masalah
Resiko Halusinasi → (efek)
3. Diagnosa Keperawatan
1) Isolasi sosial
2) Harga diri rendah kronis
3) Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
4) Koping individu tidak efektif
5) Intoleran aktivitas
6) Defisit perawatan diri
Perencanaan
Tujuan kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan umum: .
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain
Perencanaan
Tujuan kriteria hasil Intervensi Rasional
TUK I: Kriteria evaluasi: 1.1 Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Klien dapat Klien dapat percaya dengan merupakan langkah awal
membina hubungan mengungkapkan menggunakan prinsip untuk menentukan
saling percaya. perasaan dan komunikasi keberhasilan rencana
keberadaannya secara terapeutik. selanjutnya.
verbal. a. Sapa klien dengan
- Klien mau menjawab ramah, baik verbal
salam. maupun non
- Klien mau berjabat verbal.
tangan. b. Perkenalkan diri
- Klien mau menjawab dengan sopan.
pertanyaan. c. Tanya nama
- Ada kontak mata. lengkap klien dan
- Klien mau duduk nama panggilan
berdampingan yang disukai klien.
dengan perawat. d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. jujur dan
menepati janji.
f. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
g. Beri perhatian
pada klien.
TUK 2: Kriteria evaluasi: a. Kaji pengetahuan Dengan mengetahui
Klien dapat Klien dapat menyebutkan klien tentang perilaku tanda-tanda dan gejala
menyebutkan penyebab menarik diri menarik diri dan menarik diri akan
penyebab yang berasal dari: tanda-tandanya. menentukan langkah
menarik diri. a. Diri sendiri b. Beri kesempatan intervensi selanjutnya.
b. Orang lain klien untuk
c. Lingkungan mengungkapkan
perasaan penyebab
menarik diri atau
tidak mau bergaul.
c. Diskusikan bersama
klien tentang perilaku
menarik diri, tanda
dan gejala.
d. Berikan pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya.
Perencanaan
Tujuan kriteria hasil Intervensi Rasional
TUK 3: Kriteria evaluasi: 3.1 Kaji pengetahuan Reinforcemen dapat
Klien dapat · Klien dapat klien tentang meningkatkan harga
menyebutkan menyebutkan keuntungan dan diri.
keuntungan keuntungan manfaat bergaul
berhubungan berhubungan dengan dengan orang lain.
dengan orang orang lain, misal 3.2 Beri kesempatan
lain dan kerugian banyak teman, tidak klien untuk
tidak sendiri, bisa diskusi, mengungkapkan
berhubungan dll. perasaannya tentang
dengan orang · Klien dapat keuntungan
lain. menyebutkan berhubungan dengan
kerugian tidak orang lain.
berhubungan 3.3 Diskusikan bersama
dengan orang lain klien tentang manfaat
misal: sendiri tidak berhubungan dengan
punya teman, sepi, orang lain.
dll 3.4 Kaji pengetahuan
klien tentang kerugian
bila tidak
berhubungan dengan
orag lain.
3.5 Beri kesmpatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian bila tidak
berhubungan dngan
orang lain.
3.6 Diskusikan bersama
klien tentang kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain.
3.7 Beri reinforcement
positif terhadap
kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.
TUK 4: Kriteria evaluasi: 4.1 Kaji kemampuan klien Mengetahui sejauh mana
Klien dapat . Klien dapat membina hubungan pengetahuan klien
melaksanankan mendemonstrasikan dengan orang lain. tentang berhubungan
hubungan sosial hubungan sosial secara 4.2 Dorong dan bantu dengan orang lain.
secara bertahap. bertahap: klien untuk
berhubungan dengan
orang lain melalui:
Perencanaan
Tujuan kriteria hasil Intervensi Rasional
a) Klien-perawat · Klien-perawat
b) Klien-perawat- · Klien-perawat-
perawat lain perawat lain
c) Klien-perawat- · Klien-perawat-
perawat lain-klien perawat lain-klien
lain lain.
d) Klien-kelompok kecil · Klien-kelompok
Klien-keluarga/ kecil
kelompok/masyarakat · Klien-keluarga/
kelompok/
masyarakat
4.3 Beri reinforcement
terhadap
keberhasilan yang
yang telah dicapai
dirumah nanti.
4.4 Bantu klien untuk
menevaluasi manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
4.5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam mengisi
waktu.
4.6 Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan
Terapi Aktivitas
Kelompok sosialisasi.
4.7 Beri reinforcement
atas kegiatan klien
dalam kegiatan
ruangan.
TUK 5: Kriteria evaluasi: 5.1 Dorong klien untuk Agar klien lebih percaya
Klien dapat Klien dapat mengungkapkan diri berhubungan
mengungkapkan mengungkapkan perasaanya bila dengan orang lain.
perasaanya perasaan setelah berhubungan dengan Mengetahui sejauh mana
setelah berhubungan dengan orang lain. pengetahuan klien
berhubungan orang lain untuk: 5.2 Diskusikan dengan tentang kerugian bila
dengan orang · Diri sendiri klien manfaat tidak berhubungan dengan
lain. · Orang lain berhubungan dengan orang lain.
orang lain.
5.3 Beri reinforcement
positif atas
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaan manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
Perencanaan
Tujuan kriteria hasil Intervensi Rasional
TUK 6: Kriteria evaluasi: 1.1 BHSP dengan Agar klien lebih percaya
Klien dapat Keluarga dapat: keluarga. diri dan tahu akibat tidak
memberdayakan a) Menjelaskan · Salam, perkenalan berhubungan dengan
sistem pendukung perasaannya. diri. orang lain.
atau keluarga atau b) Menjelaskan cara · Sampaikan
keluarga mampu merawat klien tujuan. Mengetahui sejauh mana
mengembangkan menarik diri. · Membuat pengetahuan klien
kemampuan klien c) Mendemonstrasikan kontrak. tentang membina
untuk cara perawatan klien · Exsplorasi hubungan dengan orang
berhubungan menarik diri. perasaan lain.
dengan orang lain. d) Berpartisipasi dalam keluarga.
perawatan klien 1.2 Diskusikan dengan
menarik diri. anggota keluarga
tentang:
a. Perilaku menarik
diri.
b. Penyebab
perilaku menarik
diri.
c. Cara keluarga
menghadapi klien
yang sedang
menarik diri.
1.3 Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan
dukungan kepada
klien berkomunikasi
dengan orang lain.
1.4 Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin dan bergantian
mengunjungi klien
minimal 1x seminggu
1.5 Beri reinforcement
atas hal-hal yang
telah dicapai oleh
keluarga.
6. Implementasi
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan
1. Fase PraInteraksi
Kondisi: Klien tampak menghindar dari orang lain, tidak mau bicara, klien
lebih sering menunduk, wajah tampak sedih dan sering menyendiri dikamar
dalam posisi meringkuk
Diagnosa Kep: Isolasi
Sosial Tujuan Khusus:
TUK 1, 2, 3, 4
2. Fase Orientasi:
“Selamat pagi ”
“Saya H …, Saya senang dipanggil ………, Saya yang akan
merawat Ibu.” “Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman- teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”
3. Fase Kerja
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang
bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya,
apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S,
senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari
mana/Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan
dengan saya!” “Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
4. Fase Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Selamat pagi
DAFTAR PUSTAKA
Teori dan Aplikasi Praktik Klinik— Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011) .Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta.
Graha Ilmu
Burns, Alistair; Lawlor, Brian; Craig, Sarah. (1999). Assessment Scales in Old Age Psychiatry.
Martin Dunitz Ltd. London
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, Alih Bahasa
Monica Ester. Jakarta: Penerbit EGC.
Dalami, Ernawati. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta : TIM
Deborah, Otong. (1995). Psychiatric Nursing Biological and Behavior Concept. WB.
aunders
Company. Philadelphia Pensylvania
Ebersole, Neil and Hess, Young. (2001). Geriatric Nursing and Healthy Aging. Mosby. Inc. St.
Louise. Missouri
Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Fortinash & Worret, (1996), Psychiatric Mental Health Nursing, CV Mosby, St. Louise
Missouri. Gail Williams, Mark Soucy. (2013). Course Overview - Role of the Advanced
Practice Nurse & Primary Care Issues of Mental Health/Therapeutic Use of Self . School
of Nursing, The
University of Texas Health Science Center at San Antonio
Glanz, Martin; Scott, David; Sain, Smith. (2008). Health Behavior and Health Education,
John Willey & Sons, San Francisco.
Hamid, Achir.(2008). Aspek Spiritual dalam Keperawatan, EGC, Jakarta
Hawari, Dadang. (1996). Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. PT. Dana
Bhakti Prima Yasa. Jakarta
Iyus Yosep, 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Rafika Aditama
Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatri edisi 3. Jakarta :EGC
Kaplan, Sadock. (2007). Synopsis of Psychiatry, jilid 1. Alih bahasa Widjaja Kusuma.
Binarupa Aksara. Jakarta
Keliat, Budi Anna, dkk. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Editor Yasmin Asih, Skp.
Jakarta: Penerbit EGC.
Keliat dan Akemat (2004). Keperawatan Jiwa; Terapi Aktifitas Kelompok, Jakarta: Penerbit EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas: CMHN (basic course).
Jakarta : EGC.
Kozier, Barbara. (2004). Fundamental of Nursing; Concept, Process, and Practice. Jew Jersey,
Philladelphia
Maramis, Willy F. (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya: University Airlangga Press.
Marry Ann Boyd.(2002).Psychiatric Nursing Contemporary Practice, second edition.
Nanda. (2005). Nursing Diagnosis’ definition & Clasificatian. Nanda International.
Noren Cavan Frisch & Lawrence E Frisch.(2007).Psychiatric Mental Health Nursing, third
edition.New York:Thomson Delmar Learning.
Notosoedirdjo dan Latipun. (2005). Kesehatan Mental ; konsep dan penerapan. UMM Press.
Malang
Rawlin & Heacock, (2003), Clinical Manual of Psychiatric Nursing, CV. Mosby, St. Louise
Missouri
Sadavoy et al. (2004). Comprehensive Textbook of Geriatric Psychiatry. W.W. Norton & Co.
New York
Sheila L. Videbeck.(2011). Psychiatric Mental Health Nursing, fifth edition.Philadelphia:
Wolters Kluwer, Lippincot William & Wilkins.
Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3,
Alih Bahasa Achir Yani S Hamid, DNSc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart, G. W.,T. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing (9thEd.). St.Louis, MO:
Mosby.
Taylor, Barbara. (1997). Fundamental of Nursing; the art and science of nursing care.
Lippincott- Raven. Philadelphia
Twosend, Mary C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care in Evidance
Based Practise (6thEd). F.A. Davis Company.
Vena Benner Carson & Elizabeth Nolan Arnold.(1996).Mental Health Nursing, The nurse
patient Journey, W.B Saunder Company, Philadelphia.