Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau
merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama
orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006).

2. Rentang Respon Sosial


Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart &
Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerjasama Tergantung Narcissisme
Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon
adaptif meliputi :
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau
dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk interdependen dan
pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima
dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-
cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Sujono
& Teguh (2009) respon maladaptif tersebut adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek,
hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan
sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat
untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga
diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada rentang respon
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan dengan
orang lain.
b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung dengan orang lain, individu
gagal mengembangkan rasa percaya diri.
c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, orang lain hanya
sebagai objek.
d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor
predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang
maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1) Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan seseorang
akan mempunyai masalah respon maladaptif.
2) BiologicAdanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum yang
Lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter
dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih perlu penelitian.
3) Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang berbeda dari
kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat perkembangan usia, kecacatan,
penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain.
4) Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a) Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik sosial
budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya.
b) Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan cemas yang
mengambang, merasa terancam.
4. Tanda dan Gejala
Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan ditemukan
(data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari orang lain
(menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat
makan, komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
atau perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di
kamar/tempat terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang
lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data subjektif sukar didapat
jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan
kata-kata singkat dengan kata-kata “tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005) isolasi sosial memiliki
batasan karakteristik meliputi:
Data Obyektif :
1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)
2) Perilaku permusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7) Senang dengan pikirannya sendiri
8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:
1) Mengekpresikan perasaan kesendirian
2) Mengekpresikan perasaan penolakan
3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok kultur
dominant
7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9) Tidak merasa aman di masyarakat
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Klien Dengan Menarik Diri
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang : nama klien, nama
panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik pembicaraan.
1) Usia
2) Nomor rekam medik
3) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini
dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini
dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu
yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik
e. Aspek psikososial
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan fisik,
misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e. Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.
2). Konsep diri, meliputi :
Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan singkat,
meliputi :
a). Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai dan tidak disukai.
b). Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja,
kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-laki.
c). Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga/kelompok,
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran.
d). Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran dan
harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,
masyarakat).
e). Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan orang
lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan penilaian/penghargaan orang
lain terhadap diri dan kehidupannya.
3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti dalam
kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau sokongan.
b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat.
c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien terlibat dalam
kelompok di masyarakat.
4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan jiwa
sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.

Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
0). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
1). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau
tidak dapat memulai pembicaraan.
2). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan, agitasi,
tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.
3). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
4). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
5). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata
kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
6). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
7). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada
tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai pada
tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada
hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang
meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan
eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang
diulang berkali-kali).
8). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi tertentu),
hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam tubuh yang
sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri,
orang lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap
kejadian yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya),
pikiran magis dan waham.
9). Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan
orang.
10). Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat
jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
11). Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan,
tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
12). Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan kemampuan
penilaian bermakna.
13). Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan
hal-hal di luar dirinya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat
dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar
rumah
h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan
keadaan yang tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon
memisahkan diri dari lingkungan sosial).
i. Aspek medik
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.

Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif
dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui
observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data
yang disampaikan oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui
wawancara perawat kepada klien dan keluarga.
2. Pohon Masalah
Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:
Risiko perilaku
kekerasan terhadap Akibat
diri sendiri

Gangguan Gangguan
sensori/persepsi: Penyebab
pemeliharaan
halusinasi pendengaran kesehatan

Ketidakefektifan
penatalaksanaan Defisit perawatan
Isolasi sosial: menarik diri
program terapeutik Masalah utama diri: Mandi dan
berhias

Gangguan konsep diri:


Ketidakefektifan Harga diri rendah kronis
koping keluarga: Penyebab
ketidakmampuan
keluarga merawat klien
di rumah Isolasi Sosial

Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005)
3. Diagnosa Keperawatan
Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut :
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Defisit perawatan diri
f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

4. Rencana Keperawatan
Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr.
Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan menggunakan
SP, yaitu :
a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial
Tujuan:
Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
I. Pasien
SP 1 (pasien) :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
f. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.

SP 2 (pasien) :
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang.
c. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP 3 (pasien) :
g. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
h. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau
lebih.
i. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
II. Keluarga
SP 1 (keluarga) :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 (keluarga) :
a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial.
b. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial.
SP 3 (keluarga) :
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning).
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

Anda mungkin juga menyukai