KEPERAWATAN JIWA
(ISOLASI SOSIAL)
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Damayanti,
2012)
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Keliat, 2015).
Isolasi sosial atau menarik diri merupakan keadaan seorang individu yang
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Keliat dkk, 2015).
Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif
atau keadaan yang mengancam (Nurhaeni, 2011).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Towsend.M.C dan Carpenito L.J Isolasi sosial : menarik diri
sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang spontan,
apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan
makanan terganggu, retensi uriendan feses, aktivitas menurun, posisi baring
seperti feses, menolak berhubungan dengan orang lain. (Yusuf, 2015)
a. Data Subyektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subyektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak”,
“iya”, “tidak tahu”.
b. Data obyektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyindir), klien tampak dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/ perawat
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/ tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegatan sehari-hari. Artinya perawatn diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.
3. Rentang Respon
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial:
1. Respon adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normalketika menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap termasuk respon adaptif.
Menyendiri, respon yang dibutuh kan seseorang untuk merenungkan
apa yang terjadi di lingkungannya.
Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
Bekerja sama, kemmapuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladaptive
Adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di
suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif.
Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara trebuka dengan orang lain.
Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang
lain.
4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial (Yosep,I., & Sutini, T. 2014)
Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi
anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yng lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat
mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi
dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sitem nilai
yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
b. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dario berbagai stressor
antara lain:
Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas
unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat
menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri).
Stressor intelektual
Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan
dengan orang lain.
Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi
dengan orang lain.
Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang
lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada
gangguan berhubungan dengan orang lain.
Stressor fisik
Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain
Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
5. Mekanisme Koping
a. Perilaku curiga : regresi, proyeksi, represi.
b. Perilaku Dependen : regresic.
c. Perilaku Manipulatif : regresi, represid.
d. Isolasi atau menarik diri : regresi, repsesi. Isolasi
(Eko, 2014)
6. Proses Terjadinya Masalah
Salah satu gangguan berhubungan social diantanranya perilaku menarik
diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bias
dialamipasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.Perasaan tidak berharga menyebabkan
pasien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan orang lain.
Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktifitas dan kurangnya perhatian dan kebersihan diri. Pasien semakin
tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laki masa lalu
serta tingkah laku yang tidak sesuai dalam kenyataan, sehingga berakibat lanjut
halusinasi (Eko, 2014).
7. Pohon Masalah
Defisit Perawatan
Isolasi Sosial
Diri
Dx
Keperawat Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
an
Isolasi Sosial Pasien mampu : Setelah ….x pertemuan SP 1
- Menyadari klien mampu : 1. Identifikasi
penyebab isolasi - Membina penyebab
sosial hubungan saling - Siapa yang satu
- Berinteraksi percaya. rumah dengan
dengan orang lain - Menyadari pasien
penyebab isolasi - Siapa yang dekat
sosial, keuntungan dengan pasien
dan kerugian - Siapa yang tidak
berinteraksi dengan dekat dengan
orang lain. pasien
- Melakukan 2. Tanyakan
interaksi dengan keuntungan dan
orang lain secara kerugian berinteraksi
bertahap. dengan orang lain
- Tanyakan
pendapat pasien
tentang
kebiasaan
berinteraksi
dengan orang
lain
- Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien tidak
ingin berinteraksi
dengan orang
lain
- Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman
dan bergaul
akrab dengan
mereka
- Diskusikan
kerugian
kerugian bila
pasien hanya
mengurung diri
dan tidak bergaul
dengan orang
lain
- Jelaskan
pengaruh isolasi
sosial terhadap
kesehatan fisik
pasien
3. Latih berkenalan
- Jelaskan kepada
klien cara
berinteraksi
dengan orang
lain
- Berikan contoh
cara berinteraksi
dengan orang
lain
- Beri kesempatan
pasien
mempraktekan
cara berinteraksi
dengan orang
lain yang
dilakukan di
hadapan perawat
- Mulailah bantu
pasien
berinteraksi
dengan satu
orang
temen/anggota
keluarga
- Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan,
tingkatkan
jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4
orang dan
seterusnya
- Beri pujian untuk
setiap kemajuan
interaksi yang
telah dilakukan
oleh pasien
- Siap
mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi
dengan orang
lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya,
beri dorongan
terus menerus
agar pasien tetap
semangat
meningkatkan
interaksinya
4. Masukkan
jadwal kegiatan
pasien
SP 2
- Evaluasi SP1
- Latih
berhubungan sosial
secara bertahap
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi SP1
dan 2
- Latih cara
berkenalan dengan 2
orang atau lebih
- Masukkan
dalam jadwal kegiatan
pasien
D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini,
(Kusumawati dkk, 2012).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan akan terus menerus untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan yang telak dilaksanakan. Evaluasi
dalam asuhan keperawatan dibagi menjadi dua evaluasi secara formatif
(dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan) dan sumatif
(dilakukan dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan yang
ditentukan).
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M., & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Keliat, B. A. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. 2012. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CHMN (Basic Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Munith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Andi.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. 2018. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North Amercan Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC Jilid2. Jogjakarta : Medication.
O’Brien, dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Pskiatrik Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Yosep,I., & Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika