Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN “NW” DENGAN

ISOLASI SOSIAL DI RUANG TERPADU RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

OLEH:
AGUSTINA DEWI ASTUTI
(P07120014012)

TINGKAT 3.1 SEMESTER V


D III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan
negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak
sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap
usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna.
Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain.
Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang
banyak.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 2002). Menurut
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (2002) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha
menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa
kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan,
berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut
(Townsend, M.C,2002). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S,J (2002). Isolasi sosial
disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah. Gangguan konsep diri: harga
diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2002)

2. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di
sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.

2) Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya.
3) Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih,
afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang
peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti
janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak
mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.
Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah kurang
asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung
pada orang lain.

4) Rentang Respon Sosial


Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart &
Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerjasama Tergantung Narcissisme
Saling tergantung

Gambar 1. Rentang Respon Sosial

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang
dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009)
respon adaptif meliputi :
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau
dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima
dalam hubungan interpersonal.

d. Interdependen atau saling ketergantungan


Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan


cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut
Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek,
hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan
sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk
berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga
diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada rentang respon
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan dengan
orang lain.
b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung dengan orang lain, individu
gagal mengembangkan rasa percaya diri.
c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, orang lain hanya
sebagai objek.
d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan.

3. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (2002). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.

Pattern of Parenting Inefectieve coping Lack of Develop Stressor internal and


(Pola Asuh Keluarga) (Koping individu ment Task external (stress
tidak efektif) (Gangguan Tugas internal dan
Perkembangan) eksternal)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan menjalin Stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi hubungan intim ansietas yang
dikehendaki (unwanted kegagalan dengan sesame jenis berkepanjangan dan
child) akibat kegagalan mengalahkan atau lawan jenis, tidak terjadi bersamaan
KB, hamil diluar nikah, orang lain, mampu mandiri dengan keterbatasan
jenis kelamin yang ketidakberdayaan kemampuan individu
tidak diinginkan, mengangkat tidak untuk mengatasi.
bentuk fisik kurang mampu Ansietas terjadi akibat
menawan menyebabkan menghadapi berpisah dengan orang
keluarga mengeluarkan kenyataan dan terdekat, hilang
komentar-komentar menarik diri dari pekerjaan atau orang
negative, merendahkan, lingkungan. yang dicintai.
menyalahkan anak

4. Pohon Masalah

Sumber: (Keliat, 2006)

5. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan Gejala
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005-2006) isolasi sosial
memiliki batasan karakteristik meliputi:

Data Obyektif :
- Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)
- Perilaku permusuhan
- Menarik diri
- Tidak komunikatif
- Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
- Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
- Senang dengan pikirannya sendiri
- Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
- Kontak mata tidak ada
- Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
- Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
- Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:
- Mengekpresikan perasaan kesendirian
- Mengekpresikan perasaan penolakan
- Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
- Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok
kultur dominant
- Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
- Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
- Tidak merasa aman di masyarakat
Menurut diagnosa keperawatan Lynda Jual Capernito-Moyet, isolasi sosial
memliki batasan karakteristik;
Mayor
 Mengekspresikan perasaan kesepian, penolakan.

 Keinginan untuk kontak lebih banyak dengan orang

 Mengatakan ketidakpercayaan diri dalam situasi sosial

 Menjelaskan kurangnya hubungan yang berarti

Minor
 Waktu berlalu dengan lambat (“Hari Senin sangat lama bagi saya”)

 Ketidakmampuan unutk berkomunikasi dan membuat keputusan

 Perasaan tak berguna

 Perasaan penolakan

 Kurang aktivitas (fisik atau verbal)

 Tampak depresi, cemas, atau marah

 Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain di dekatnya

 Sedih, afek tumpul

 Tidak komunikatif

 Menarik diri

 Kurang kontak mata

 Asyik dengan pikiran dan memori sendiri

2) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan
dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik.
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi
orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.

3) Sumber Koping
Sumber koping berhubungan dengan respon social mal-adaptif meliputi keterlibatan
dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan
dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya
kesenian, music atau tulisan.

6. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri.

7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam
menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau
salah.
2) Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi
fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3) Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4) Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.

8. Penatalaksanaan
1) Therapy Farmakologi
a. Clorpromazine (CPZ)
- Indikasi : Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental:
waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
- Efek samping : Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.

b. Haloperidol (HLD)
- Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
- Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).

c. Trihexy phenidyl (THP)


- Indikasi : Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin
dan fenotiazine.
- Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung)

2) Electro Convulsive Therapi


Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama
kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada
tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang
dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan
mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih
belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologis.

3) Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal
4) Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang
(Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang : nama klien,
nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik pembicaraan.
2) Usia
3) Nomor rekam medik
4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat

b. Keluhan utama/alasan masuk


Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini
dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini
dan bagaimana hasilnya.

c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal, baik itu yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak
menyenangkan.

d. Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan
fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.

e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.
2) Konsep diri, meliputi :
Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan singkat,
meliputi :
a) Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja,
kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-laki.
c) Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga/kelompok,
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran.
d) Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran dan
harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,
masyarakat).
e) Harga diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan
orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.

3) Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)


a) Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti dalam
kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau
sokongan.
b) Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat.
c) Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien terlibat
dalam kelompok di masyarakat.

4) Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan


jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
di rumah.

f. Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
1) Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau
tidak dapat memulai pembicaraan.
3) Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan, agitasi,
tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.
4) Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
5) Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
6) Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata
kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
7) Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
8) Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada
tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai pada
tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada
hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang
meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan
eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang
diulang berkali-kali).
9) Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi
tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam
tubuh yang sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri
sendiri, orang lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien
terhadap kejadian yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada
dirinya), pikiran magis dan waham.
10) Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan
orang.
11) Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat
jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan,
tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
13) Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan kemampuan
penilaian bermakna.
14) Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan
hal-hal di luar dirinya.

g. Kebutuhan persiapan pulang


Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan
di luar rumah.

h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan keadaan
yang tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri
dari lingkungan sosial).

i. Aspek medik
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif dan
subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui observasi
atau pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data yang
disampaikan oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui wawancara
perawat kepada klien dan keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri berhubungan dengan deficit
perawatan diri.
2) Isolasi Sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3) Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK b/d isolasi
sosial.

3. Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus:

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat..


Kriterai Hasil : Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada
perawat; wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, menerima
kehadiran perawat, dan bersedia menceritakan perasaannya.
Rasional : Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan
klien.
Intervensi :
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien..
TUK 2 : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriterai Hasil : Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali
pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti
mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Rasional : Membantu klien agar mengerti apa itu kebersihan diri dengan
penjelasan-penjelasan yang singkat dan mudah dimengerti.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK 3 : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.


Kriteria Hasil : Klien mau melakukan pemeliharaan kebersihan diri seperti mandi
pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–
hari, dan merapikan penampilan.
Rasional : Mengetahui seberapa besar kemampuan klien dalam
memperaktekkan cara memelihara kebersihan diri.
Intervensi :
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK 4 : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Kriteria Hasil : Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan
diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju
setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Rasional : Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam merawat dirinya.
Intervensi :
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK 5 : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Kriteria Hasil : Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Rasional : Meningkatkan harga diri klien.
Intervensi :
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri

TUK 6 : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan


diri.
Kriteria Hasil : Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga
kebersihan diri.
Rasional : Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya oleh keluarga
dalam merawat klien.
Intervensi :
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

2) Diagnosa 2 : Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri


rendah.
Tujuan Umum : Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus:

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Kriteria Hasil : Setelah 2 x interaksi klien menunjukan tanda-tanda percaya
kepada atau terhadap perawat; wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak
mata, bersedia menceritakan perasaan, dan bersedia mengungkapkan masalahnya.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan langkah awal untuk
melakukan interaksi.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.


Kriteria Hasil : Setelah 2 kali interaksi klien dapat menyebutkan minimal satu
penyebab menarik diri; diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Rasional : Dengan mengetahui penyebab menarik diri, kita dapat
menentukan langkah intervensi selanjutnya.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang


lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Hasil : Setelah 2 X interaksi dengan klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, misalnya; banyak teman, tidak kesepian, dan
saling menolong. Dengan kerugian menarik diri misalnya; sendiri, kesepian, tidak
bisa diskusi.
Rasional : Reinforcement dpat meningkatkan harga diri klie
Intervensi :
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain.
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Berireinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain.
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial.


Kriteria Hasil : Setelah 2 X interaksi klien dapat melaksanakan hubungan soosial
secara bertahaap dengan; perawat, perawat lain, dan kelompok.
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang berhubungan
dengan orang lain.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan


dengan orang lain.
Kriteria Hasil : Setelah 2X interaksi klien dapat menyebutkan perasaanya setelah
berhubungan sosial dengan; orang lain dan kelompok.
Rasional : Agar klien lebih percaya diri untuk berhungan dengan orang lain.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

3) Diangosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus:

TUK 1 : Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri


Kriteria Hasil : Klien dapat melakukan kebersihan diri secara baik
Intervensi :
Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri;
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

TUK 2 : Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik


Kriteria Hasil : Klien dapat berhias secara baik
Intervensi :
Melatih pasien berdandan/berhias;
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias

TUK 3 : Pasien mampu melakukan makan dengan baik.


Kriteria Hasil : Klien mampu makan secara mandiri
Intervensi :
Melatih pasien makan secara mandiri;
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

TUK 4 : Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.


Kriteria Hasil : Klien mampu BAB/BAK secara mandiri
Intervensi :
Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri;
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

4. Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi

5. Evaluasi Keperawatan
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.86).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Carpenito, 2002, Proses keperawatan jiwa, Jakarta : EGC

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama

Melati, Devi Tias. 2013. Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/123600998/Askep-Isolasi-Sosial pada tanggal 13 September
2016

Nursing Diagnosis. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 : Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika

Simbolon, Rola Mesrani. 2013. Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/133836690/LP-ISOLASI-SOSIAL pada tanggal 13
September 2016.

Stuart dan Sundeen, 2002. Buku Saku Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Stuart dan Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Sulistiyowati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC

Townsend, M. C, 2002, Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatti, Edisi 3
Jakarta : EGC
Bangli, 30 November 2016

Pembimbing/CI Mahasiswa

………………………………………… Agustina Dewi Astuti


NIP………………………………….. NIM. P07120014012

Pembimbing Akademik/CT

I Nengah Sumirta, SST., S.Kep., Ns., M.Kes


NIP. 19650225 198603 1002

Anda mungkin juga menyukai