Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

I. Konsep Dasar Teori


A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat
dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya
(Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart
& Sundeen, 2006).

B. Rentang Respon Sosial


Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung Narcissisme

Saling tergantung

Gambar 1. Rentang respon sosial

1
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan
cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono &
Teguh (2009) respon adaptif meliputi :

a. Solitude atau menyendiri


Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah
terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan
rencana-rencana.
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan
untuk interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama
dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut
adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi
dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
2
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan,
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.

c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain.

Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada


rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam
membina hubungan dengan orang lain.
b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung dengan
orang lain, individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.
c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain,
orang lain hanya sebagai objek.
d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan
lingkungan.

C. Penyebab
Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya
gangguan jiwa.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan

3
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan
seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif.

2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum yang
lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih perlu
penelitian.

3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat
perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan
dan lain-lain.

b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1). Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik sosial
budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya.

2). Stressor Psikologik


Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.

D. Tanda dan Gejala


4
Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri
akan ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul,
menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada, klien
tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada kontak
mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat terpisah, klien
kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data subjektif
sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata “tidak”, “ya”,
atau “tidak tahu”.

Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005) isolasi


sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:
Data Obyektif :
1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,
kelompok)
2) Perilaku permusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7) Senang dengan pikirannya sendiri
8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul

5
Data Subyektif:
1) Mengekpresikan perasaan kesendirian
2) Mengekpresikan perasaan penolakan
3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultur dominant
7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9) Tidak merasa aman di masyarakat

E. Psikopatologi (pohon masalah)


Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Klien Dengan


Menarik Diri

6
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
A. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien
tentang : nama klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan
perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.
2) Usia
3) Nomor rekam medik
4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
b. Keluhan utama/alasan
masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah
sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal, baik itu yang dilakukan, dialami ,
disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya
keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e. Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang terkait
dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan
individu dan keluarga.
7
2). Konsep diri, meliputi :
Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan
singkat, meliputi :
a). Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya,
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b). Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum
dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya
(sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien sebagai
perempuan atau laki-laki.
c). Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam
keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan
tugas / peran.
d). Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status,
tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan (keluarga,
sekolah, tempat kerja, masyarakat).
e). Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien
dengan orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya.
3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang
paling berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat
bicara, minta bantuan atau sokongan.
8
b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja
yang diikuti dalam masyarakat.
c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh
mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat.
4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap
gangguan jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah
yang biasa dilakukan di rumah.

f. Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
1). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan,
kegelisahan, agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen
(gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol
klien), tremor atau kompulsif.
4). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
6). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak
mata kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
7). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
8). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai
pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit
tidak sampai pada tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi
(pembicaraan yang tidak ada hubungan satu dengan yang lainnya),
flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat), blocking
(pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal, kemudian
dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-
kali).

9
9). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada
objek / situasi tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya
gangguan organ di dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada),
depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang lain atau
lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian
yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya),
pikiran magis dan waham.
10).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat
dan orang.
11). Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan
daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
12).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah
dialihkan, tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
13).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan
kemampuan penilaian bermakna.
14).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita,
menyalahkan hal-hal di luar dirinya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di
dalam dan di luar rumah
h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan
klien dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat
perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang kurang matang),
represi (koping yang menekan keadaan yang tidak menyenangkan ke
alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari lingkungan
sosial).
i. Aspek medik

10
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi
lainnya.

Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data


objektif dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan data
subjektif merupakan data yang disampaikan oleh klien secara lisan dan
keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut :
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Defisit perawatan diri
f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa
RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan menggunakan SP, yaitu :
a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial
Tujuan:
Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
I. Pasien
SP 1 (pasien) :
1.1. Membina hubungan saling percaya
1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.
11
1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.
1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP 2 (pasien) :
2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang.
2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP 3 (pasien) :
3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua
orang atau lebih.
3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
II. Keluarga
SP 1 (keluarga) :
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2 (keluarga) :
2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.

12
2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial.
SP 3 (keluarga) :
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
b. Diagnosa 2. Perubahan konsep diri : harga
diri rendah
Tujuan:
Pasien mempunyai konsep diri yang positif
I. Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien.
1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan pasien.
1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.
1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
1 Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
13
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (Discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

c. Diagnosa 3. Perubahan persepsi sensori :


halusinasi
Tujuan :
Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
I. Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan
orang lain
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 (Pasien)
14
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan pasien).
3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat
(prinsip 5 benar minum obat)
4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
II. Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien halusinasi

SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
d. Diagnosa 4. Koping individu tidak efektif
Tujuan :
Koping individu kembali efektif
I. Pasien
15
SP 1 (Pasien)
1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.
1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.
1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.
1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta, menolak,
dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara baik).
1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 2 (Pasien)
2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih koping: beraktivitas.
2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 3 (Pasien)
3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih koping: olah raga.
3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 4 (Pasien)
4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Melatih koping: relaksasi.
4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
II. Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu
inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu inefektif
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping
individu inefektif
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien
koping individu inefektif
16
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat
3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga
e. Diagnosa 5. Defisit perawatan diri
Tujuan:
Pasien dapat mandiri melakukan perawatan diri
I. Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Menjelaskan cara makan yang baik
2.3. Melatih pasien cara makan yang baik
2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3.3. Melatih cara eliminasi yang baik.
3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 4 (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara berdandan
4.3. Melatih pasien cara berdandan
4.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
II. Keluarga
SP 1 (Keluarga)
17
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
defisit perawatan diri
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien defisit perawatan diri
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (Discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
f. Diagnosa 6. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan:
Pasien dapat mengontrol resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
I. Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi penyebab PK
1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
1.4. Mengidentifikasi akibat PK
1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK
1.6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).
1.7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
18
2.2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukul bantal / kasur /
konversi energi).
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta, menolak
dan mengungkapkan marah secara baik).
3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4 (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat).
4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 5 (Pasien)
5.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
5.2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5 benar
minum obat).
5.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
II. Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya PK.
1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
PK.
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien PK.
SP 3 (Keluarga)
19
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi penulisan. Laporan


Pendahuluan dan strategi Palkasanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP). Jakarta: Salemba Medika.

Keliat A. Budi Akemat. 2009. Model keperawatan Profesional Jiwa,


Jakarta

Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

20

Anda mungkin juga menyukai