Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks,

dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Pada proses

persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, dikarenakan oleh

factor malposisi janin, plasenta previa, diabetes pada ibu, dan disporsisi

sefalo pelvis janin-ibu Prawirohardjo, (2009) dalam Haniyah, Setyawati, &

Solikhah, (2016)

Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan

insisi melalui abdomen dan uterus. Saat ini sectio caesarea sudah menjadi

sesuatu yang umum. Indikasi dilakukan tindakan operasi sectio caesarea

antara lain adalah presentasi bokong, tunggal, letak lintang, gawat janin,

kehamilan kembar, HIV, herpes genital primer pada trimester ketiga, dan

plasenta previa derajat 3 dan 4 (Chapman, 2013 dalam Mulyani, 2016)

Menurut World Health Organization menetapkan standar rata-rata sectio

caesarea di sebuah negara adalah 10-15%, angka kejadian sectio caesarea

meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Dari semua

proses persalinan di Negara-negara berkembang, sekitar 19% wanita

kanada, 26% wanita Amerika Serikat, dan 22% wanita Britania

melahirkan melalui operasi section caesarea (WHO, 2015 dalam Triwindasari

1
2

2017).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010 dalam Haniyah, Setyawati, &

Sholikhah, 2016) Di Indonesia angka kejadian section caesarea juga terus

meningkat baik di rumah sakit pendidikan maupun di rumah sakit swasta.

Angka kejadian section caesarea di Indonesia menurut data survey nasional

pada tahun 2007 adalah 921.000 dri 4.039.000 persalinan.

Angka kelahiran dalam lima tahun terkhir di Kalimantan Selatan menunjukan

kenaikan jumlah persalinan melalui operasi section caesarea. Misalnya pada

tahun 2011 dari total angka kelahiran 65.447 kasus, 40% persalinan di

antaranya dilakukan melalui proses tidak alami atau sekitar 26 ribu kasus.

Padahal, angka standar yang dipatok Kementerian Kesehatan proses

persalinan melalui operasi section caesarea tidak lebih dari 20%. (Saputra D.

I., 2013 dalam Triwindasari 2017).

Data yang diperoleh di ruang Tulip II RSUD Ulin Banjarmasin ditemukan

angka kejadian sectio caesarea dari bulan januari 2015 sampai dengan bulan

februari 2018 disajikan dalam bentuk tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Ruang Tulip II RSUD Ulin
Banjarmasin Pada Tahun 2015-Bulan Februari 2018.
Jumlah Kasus Tahun
No
Kasus Jan-Feb
. 2015 2016 2017
2018
1. Delevery by 52 orang 75 orang 82 orang 8 orang
3

emergency
caesarean section
Delevery by
2. 19 orang 35 orang 65 orang 6 orang
elective caesarean
Jumlah 71 orang 110 orang 147 orang 14 orang

Data-data diatas menunjukan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir angka

kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan setiap tahunnya. RSUD Ulin

Banjarmasin merupakan rumah sakit rujukan di daerah Kalimantan Selatan

dan sekitarnya yang mempunyai angka kasus operasi yang cukup tinggi dari

tahun ke tahun.

Pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien karena

tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma pada jaringan yang dapat

menimbulkan nyeri. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang

mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama

menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu.

Nyeri dapat diatasi dengan intervensi manajemen nyeri terutama pada nyeri

post operasi yaitu dengan pemberian terapi farmakologi dan terapi non

farmakologi. Terapi farmakologi terkadang dapat menimbulkan efek samping

yang juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Banyak pilihan

terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri perawat dengan

berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek samping, simple

dan tidak berbiaya mahal. Terapi ini dapat dilakukan dengan cara tehnik

relaksasi, distraksi, stimulasi dan imajinasi terbimbing (Rosdalh & Kawalski,


4

2015 dalam Diah & Ani 2016 hal 149)

Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengurangi atau mengatasi

nyeri adalah distraksi. Distraksi merupakan pengalihan dari focus perhatian

terhadap nyeri ke stimulus yang lain (Tamsuri, 2007 dalam Mulyani, 2016).

Salah satu teknik distraksi yang efektif adalah terapi murottal (mendengarkan

bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an), yang dapat menurunkan nyeri fisiologis,

stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri

(Potter & Perry, 2006 dalam Mulyani, 2016)

Meskipun demikian, pelaksanaan manajemen nyeri nonfarmakologi

dilapangan belum sepenuhnya dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri.

Kebanyakan perawat melaksanakan program terapi hasil dari kolaborasi

dengan dokter yaitu terapi farmakologi (Rosdalh & Kawalski, 2015 dalam

Diah & Ani hal 149).

Berdasarkan hasil data-data di atas dan studi pendahuluan sebelumnya,

banyak tindakan Sectio caesarea yang dilakukan dan angka kejadian Sectio

caesarea dari tahun ketahun mengalami peningkatan, serta betapa tingginya

peranan nyeri mempengaruhi sistem tubuh lainnya maka peneliti merasa

tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh distraksi audio:

murottal al-quran (q.s ar-rahman) terhadap penurunan nyeri pasien post

operasi sectio caesarea di ruang Tulip II RSUD Ulin Banjarmasin.


5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah : “Apakah Ada Pengaruh Distraksi Audio: Murottal Terhadap

Penurunan Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Tulip II

RSUD Ulin Banjarmasin ? ’’.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Distraksi Audio: Murottal Terhadap

Penurunan Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di ruang Tulip

di RSUD Ulin Banjarmasin.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui intensitas nyeri dan perbedaan pada pasien post

operasi Sectio Caesarea perlakuan sebelum dan sesudah diberikan

distraksi audio: murottal di ruang Tulip II RSUD Ulin Banjarmasin.

1.4. Penelitian Terdahulu

1.4.1. Faradisi (2012) di Jawa Tengah menemukan bahwa terapi murottal

lebih efektif dibanding terapi musik dalam menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien pra-bedah.


6

1.4.2. Nurliana (2011) pada penelitian di Medan menemukan bahwa terapi

murottal berpengaruh pada penurunan nyeri pada ibu yang dilakukan

tindakan kuret.

1.4.3. Izzat dan Arif (2011) mengemukakan bahwa terapi murottal dapat

menurunkan tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai