Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


  

 
  
Dosen Pengampu :
Sri Atun Wahyunigsih, Ns.M Kep. Sp Kep J
Buntar Handayani, SKp M.Kep, MM

Disusun oleh:
Sulistya Ningrum
20037
 
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022
I. Kasus (masalah utama)
Isolasi sosial
II. Proses terjadinya masalah (tinjauan teori)
Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya secara wajar.

Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi Beberapa faktor predispoisi (pendukung ) terjadi gangguan
hubungan yaitu :
1) Faktor Perkembangan. Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari
pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki
tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari orang tua pengasuh akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa tidak percaya
(Muhith, 2015)
2) Faktor Biologis, genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak seperti atrofi, pembesaran vetrikel, penurunan berat dan volume
otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia (Muhith, 2015)
3) Faktor Sosial Budaya, faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga
yang tidak produktif diasingkan dari orang lain ( Lingkungan sosial) (Muhith, 2015)
4) faktor Lain
5) Faktor Genetik dianggap mempunyai transmin gangguan efektif melalui riwayat
keluarga dan keturunan.
Faktor presipitasi
1) Stresor Sosial Budaya, stresor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain. Misalnya anggota keluarga yang labil
yang dirawat dirumah sakit (Muhith, 2015)
2) Stresor Psikologis, tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Interaksi kecemasan yang
ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah diyakini untuk menimbulkan berbagai masalah gangguan hubungan (Muhith,
2015)

Tanda dan Gejala


1. Wajah murung
2. Sulit tidur
3. Gelisah
4. Lemah
5. Kurang bergairah
6. Malas beraktifitas
7. Menarik diri
8. Menjauhi orang lain
9. Tidak atau jarang melakukan komunikasi tidak ada kontak mata
10. Kehilangan minat
11. Malas melakukan kegiatan sehari-sehari atau aktivitas sosial
12. Berdiam diri di kamar
13. Menolak hubungan dengan orang lain
14. Tidak mau menjalin persahabatan
Rentang respon

ADAPTIF MALADAPTIF

1. Menyendiri 1. Merasa sendiri 1. Manipulasif


2. Otonomi 2. Menarik diri 2. Implusif
3. Bekerjasama 3. Ketergantungan 3. Narkisme
(mutualisme)
4. Saling tergantung
(inter dependen)

1. Respon adaptif
a. Solitude ; Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan
langkah selanjutnya.
b. Otonomi ; Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide
pikiran.
c. Kebersamaan ; Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan ; Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
e. Merasa Sendiri Biasanya disebut kesepian, dimanifestasikan dengan merasa tidak tahan
dan menganggap dirinya sendirian dalam menghadapi masalah, cenderung pemalu,
sering merasa tidak pede dan minder, kurang bisa bergaul.
f. Menarik Diri ; suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Tergantung (dependen) Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa
percaya diri atas kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Gambaran utama dari
gangguan ini adalah kesulitan dengan perpisahan, dimana gangguan ini beresiko
menjadi gangguan depresi dan cemas.
2. Respon Maladaptif
a. Manipulasi Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai obyek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan pada
orang lain. Individu tidak membina hubungan sosial secara mendalam.
b. Impulsif Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, mempunyai penilaian buruk dan memaksakan kehendak.
c. Narkisisme Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sifat egosentris, pencemburu dan marah jika orang
lain tidak mendukung

Mekanisme koping
A. Sumber koping
Merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping pada strategi seseorang.
Strategi seseorang yang digunakan seperti keterlibatan dalam hubungan yang lebih luas
seperti dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti kesenian, musik/tulisan.
(Stuart, 2006)
1. Personal ability : Kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
2. Sosial support : Dukungan dari lingkungan sekitar (misalnya keluarga, teman)
3. Material aset :Dukungan material yang dimiliki pasien (misalnya ekonomi,
pendidikan, asuransi, dan transportasi, jarak mencapai pelayanan kesehatan )
4. Positif belief : Keyakinan pasien akan kesembuhannya

B. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang
sering digunakan adalah regrasi, represi dan Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang
dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan
teman, hubungan dengan hewan periharaan menggunakan kreatifitas untuk mengekspresikan
stress interpersonal seperti kesenian musik atau tulisan (Duden, 2013).

III. Pohon masalah dan analisa data


A. Pohon masalah

Resiko gangguan Sensori


Persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan Utama: Isolasi Sosial
2. Data yang dikaji:
a. Identifikasi klien
b. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
c. Keluhan utama / alasan masuk
1) Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke RS, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
2) Tanyakan pada klien/ keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, kesepian atau ditolak oleh orang lain,
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain,
Klienmengatakanhubungan yang tidak berarti dengan orang lain, Respon
verbal kurang dan sangat singkat, Klien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu, Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat
keputusan, Klien merasa tidak berguna, Klien banyak diam dan tidak
mau bicara, Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat, Kurang spontan, Apatis (acuh terhadap lingkungan),
Ekspresi wajah kurang berseri, Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri, Tidak ada atau kurang komunikasi
verbal, Mengisolasi diri, Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
d. Psikologis: Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
e. Biologis: Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan
dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
f. Sosial Budaya: Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan,
kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang
menumpuk.
g. Aspek fisik / biologis: Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD,
nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji
fungsi organ kalau ada keluhan.
h. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit 3 generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait
dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
i. Status mental: Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan
klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir),
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.

IV. Diagnosa keperawatan (prioritas)


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Resiko gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

V. Rencana tindakan keperawatan

Diagnosis
Keperawatan SP PASIEN SP KELUARGA
ISOLASI Pasien Keluarga
SOSIAL SP I p
1. Mengidenfikasi kemampuan SP I k
dan aspek positif yang 1. Mendiskusikan masalah yang
dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Membantu pasien menilai pasien
kemampuan pasien yang 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
masih dapat digunakan gejala isolasi sosial yang dialami
3. Membantu pasien memilih pasien beserta proses terjadinya
kegiatan yang akan dilatih 3. Menjelaskan cara-cara merawat
sesuai dengan kemampuan pasien isolasi sosial
pasien
4. Melatih pasien sesuai
kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang
wajar terhadap keberhasilan
pasien
6. Menganjurkan pasien SP II k
memasukkan dalam jadwal 1. Melatih keluarga mempraktekkan
kegiatan harian cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
SP II p 2. Melatih keluarga melakukan cara
1. Mengevaluasi jadwal merawat langsung kepada pasien
kegiatan harian pasien isolasi sosial
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien SP III k
memasukkan dalam jadwal 1. Membantu keluarga membuat jadual
kegiatan harian aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN HALUSINASI
  

 
  
Dosen Pengampu :
Sri Atun Wahyunigsih, Ns.M Kep. Sp Kep J
Buntar Handayani, SKp M.Kep, MM

Disusun oleh:
Sulistya Ningrum
20037
 
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022
A. DEFINISI
Halusinasi adalah perasaan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas dari luar
diri klien terhadap panca indera pada saat klien dalam keadaan sadar atau bangun.
Halusinasi terbagi dalam 5 jenis, yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman,
halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan dan halusinasi pendengaran.(Agustina M &
Wijayanto, 2017).
Perubahan presepsi stimulasi baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon
yang berkurang, berlebihan atau terdistrosi.Dengan tanda dan gejala seperti mendengar suara
bisikan atau melihat bayangan,merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
perabaan, atau pengecapan,distorsi sensori,respons tidak sesuai,bersikap seolah melihat,
mendengar,mengecap,meraba,atau mencium sesuatu.(SDKI,2017).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi biasanya muncul pada
klien gangguan jiwa diakibatkan terjadinya perubahan orientasi realita,klien meraskan
stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Dampak yang muncul akibat gangguan halusinasi
adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan seseorang menjadi panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasi (Syahdi & Pardede, 2022).
B. ETIOLOGI
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebihmemilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien meganggap
bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual
Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.
3. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut (Pardede & Ramadia, 2021), beberapa jenis halusinasi antara lain:
a. Halusinasi Pendengaran ( auditory ) 70%
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatau (kadang- kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan
adanya gerakan tangan.
b. Halusinasi Pengihatan (visual) 20%
Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambar, orang atau panorama
yang luas dan kompleks, biasanya menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang
muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta
ketakutan pada objek yang dilihat.
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses,
kadang-kadang terhidu bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah
ekspresi wajah seperti mencium,mengarahkan hidung pada tempat tertentun dan
menutup hidung.
d. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan, seperti rasa darah,
urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti
gearakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.
e. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain, merasakan ada yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan mahluk halus. Perilaku yang
muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau merabaraba permukaan
kulit,terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien (Pardede & Ramadia, 2021) adalah sebagai berikut :
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai;menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan
suara;gerakan mata cepat;menutup telinga;respon verbal lambat atau diam;diam dan
dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan;terlihat bicara sendiri;menggerakkan bola mata
dengan cepat;bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu;duduk terpaku,
memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain;disorientasi (waktu, tempat,
orang);perubahan kemampuan dan memecahkan masalah;perubahan perilaku dan pola
komunikasi;gelisah, ketakutan, ansietas;peka rangsang;melaporkan adanya halusinasi.
5. Fase Halusinasi
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
a. Fase Pertama / Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinyabanyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah.
b. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya.
c. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain,
dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiet
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancamdengan datangnya
suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan
psikotik berat.
6. Rentang Respon Halusinasi
Keterangan :
Respon adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalamanahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
Respon maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupuntidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.;Halusinasi
merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yangtidak realita atau
tidak ada.
b. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
c. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
d. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
oranglain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatanuntuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
7. Mekanisme Koping
koping adalah ketika seseorang berhasil mengatasi kesukaran atau usaha meniadakan atau
membebaskan diri dari rasa tidak nyaman karena sters. Koping adalah upaya untuk
mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk memecahkan masalah-
masalah hidup dan berusaha mengatasi atau mengurangi stress. Koping adalah suatu
proses usaha untuk mempertemukan tuntutan yang berasal dari diri sendiri dari
lingkungan (Bakhtiar, 2015).
C. Pohon Masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip sebabdan akibat
yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria, 2012).

D. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Meliputi nama,umur,jenis kelamin,status perkawinan,agama,tanggal
MRS,informan,tanggal pengkajian,alamat klien.
b. Alasan dirawat
keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisitentang sebab klien atau
keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat
penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan
caraobservasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran.
d. Pengkajian psikososial
1) Genogram
Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
2) Konsep diri
Citra tubuh,harga diri,penampilan peran,identitas diri,ideal diri.
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya
duniakehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi
klien, mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam
hubungandengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu, komunitas
danlingkungan yang terpelihara.
e. Status mental
Pada pengkajian status mental pasien halusinasi ditemukan data berupa bicara
sendiri,senyum sendiri,menggerakkan bibir tanpa suara,marah,jengkel,denyut
jantung mengalami peningkatan.
E. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan PersepsiSensori :
Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.

F. Intervensi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan SP PASIEN SP KELUARGA

Gangguan Pasien Keluarga


Sensori SP I p SP I k
persepsi: 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
Halusinasi ... pasien dirasakan keluarga dalam merawat
(Spesifik) 2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
pasien yang dialami pasien beserta proses
4. Mengidentifikasi frekuensi terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien cara
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian

SP IIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP II k
harian pasien 1. Melatih keluarga mempraktekkan
2. Memberikan pendidikan kesehatan cara merawat pasien dengan
tentang penggunaan obat secara Halusinasi
teratur 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan pasien memasukkan merawat langsung kepada pasien
dalam jadwal kegiatan harian Halusinasi
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian SP III k
pasien 1. Membantu keluarga membuat jadual
2. Melatih pasien mengendalikan aktivitas di rumah termasuk minum
halusinasi dengan cara bercakap- obat (discharge planning)
cakap dengan orang lain 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian

SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
  

 
  
Dosen Pengampu :
Sri Atun Wahyunigsih, Ns.M Kep. Sp Kep J
Buntar Handayani, SKp M.Kep, MM

Disusun oleh:
Sulistya Ningrum
20037
 
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022
A. Kasus
Defisit Perawatan Diri merupakan suatu keadaan dimana seorang individu mengalami
suatu kelainan dalam kemampuannya untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas dalam
kehidupan sehari harinya secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaiannya kotor, badannya bau, napasnya bau, dan penampilannya
terlihat tidak rapi.
B. Proses Terjadinya Masalah
Menurut Depkes (2000) dalam Saputra (2017), penyebab deficit perawatan diri adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
Merupaka faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kondisi deficit perawatan diri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya deficit perawatan antara lain:
1) Faktor Psikologis
2) Faktor Biologis
3) Faktor Sosial
b. Faktor Presipitasi
Faktor presitipasi yang menyebabkan kondisi deficit perawatan diri antara lain:
1) Body Image
Gambaran Individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.
2) Praktik Sosial
Pada anak anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygine
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygine memerlukan alat dan bahan sehingga semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygine sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
5) Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
6) Kebiasaan seseorang
7) Kondisi fisik atau psikis
c. Mekanisme Koping
1) Mekanisme koping adaptif yaitu mekanisme yang mendukung fungsi integrasi
pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan.
2) Mekanisme koping maladaptive yaitu mekanisme yang menghambat fungsi integrasi,
memecahkan pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai ilmu.

d. Rentang Respon
Adaptif
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


Seimbang Kadang tidak perawatan diri pada saat
Stress

Keterangan :
1) Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri
2) Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stressor kadang kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3) Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stressor.
e. Jenis jenis Defisit Perawatan Diri
1) Mandi
2) Berpakaian
3) Makan
4) Toileting

C. Masalah Keperawatan
a. Pohon Masalah

Gangguan Pemeliharaan Kesehatan (Efek)

Defisit Perawatan Diri (Masalah utama)

Isolasi Sosial ( Penyebab)

Kehilangan fungsi tubuh, kurangnya motivasi


b. Masalah Keparawatan dan Data yang perlu di kaji
NO. DATA MASALAH

1. Data Subyektif : Defisit Perawatan


Klien mengatakan malas mandi, tidak mau menysiir Diri
rambur, tidak mau menggosok gigi, tidak mau memotong
kuku, tidak mau berhias atau berdandan, tidak bisa atau
tidak mau menggunakan alat mandi atau kebersihan diri,
tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan
dan minum, BAB dan BAK semabarangan, tidak
membersihkan diri dan tidak membersihkan tempat BAB
dan BAK, tidak mengetahui cara perawatan diri yang
benar

Data Objektif :
Badan klien bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor,
kuku kotor dan panjang, tidak menggunakan alat-alat
mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar,
rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi
serta tidak mampu berdandan

2. Data Subjektif : Isolasi Sosial


Ingin sendiri, merasa tidak nyaman ditempat umum,
merasa berbeda dengan orang lain, menolak berinteraksi
dengan orang lain, merasa sendirian, merasa tidak
diterima, mengungkapkan tidak punya teman.

Data Objektif :
Menarik diri, afek datar, afek sedih, menolak melakukan
interaksi, afek tumpul, tidak ada kontak mata, tidak
bergairah, menunjukkan permusuhan, tidak mampu
memenuhi harapan orang lain, adanya pengalaman ditolak
dalam masyarakat.
3. Data Subyektif : Ketidakefektifan
Tidak menunjukkan perilaku adaptif terhadap perubahan Pemeliharaan
lingkungan, tidak menunjukkan minat pada perilaku sehat, Kesehatan
ketidakmampuan bertanggung jawab untuk memenuhi
praktik kesehatan dasar.

Data Objektif :
Kurang pengetahuan mengenai praktik kesehatan dasar,
kurang adanya dukungan sosial, pola perilaku kurang
mencari bantuan kesehatan
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang muncul berdasarkan analisa data tersebut, antara lain:
1) Defisit Perawatan Diri
2) Isolasi Sosial
3) Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan
E. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa SP PASIEN SP KELUARGA
Keperawatan
Defisit Pasien Keluarga
Keperawatan Diri SP 1 : SP 1:
1) Mengkaji kemampuan klien 1) Mendiskusikan
melakukan perawatan diri masalah yang
meliputi mandi/kebersihan diri, dirasakan keluarga
berpakaian/ berhias, makan, serta dalam merawat klien.
BAB/BAK secara mandiri 2) Menjelaskan
2) Menganjurkan klien memasukan pengertian, tanda dan
dalam jadwal kegiatan harian. gejala defisit
SP 2 : perawatan diri, dan
1) Mengevaluasi jadwal harian jenis defisit perawatan
kegiatan klien. diri yang dialami
2) Memberikan latihan cara klien beserta proses
melakukan mandi/kebersihan diri terjadinya.
secara mandiri. 3) Menjelaskan cara-
3) Menganjurkan klien memasuakan cara merawat klien
dalam jadwal kegiatan harian. defisit perawatan diri.
SP 3 : SP 2 :
1) Mengevaluasi jadwal harian 1) Melatih keluarga
kegiatan klien. mempraktikan cara
2) Memberikan latihan cara merawat merawat
berpakian/berhias secara klien dengan defisit
mandiri. perawatan diri.
3) Menganjurkan klien memasukan 2) Melatih keluarga
dalam jadwal kegiatan harian. mempraktikan cara
merawat langsung
kepada klien deficit
perawatan diri.
SP 3 :
1) Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termasuk jadwal
minum obat
(discharge planning).
2) Menjelaskan follow
up pasien setelah
pulang.
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
  

 
  
Dosen Pengampu :
Sri Atun Wahyunigsih, Ns.M Kep. Sp Kep J
Buntar Handayani, SKp M.Kep, MM

Disusun oleh:
Sulistya Ningrum
20037
 
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022
A. Kasus (Masalah Utama)
Harga Diri Rendah
1. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat dkk, 2011 ; Pardede, 2019).
Harga diri rendah berasal dari pengalaman seseorang seiring dengan
pertumbuhannya, seperti : tidak ada kasih sayang, dorogan dan tantangan, tidak
terdapat cinta dan penerimaan, selalu mengalami kritikan, ejekan, sarkame dan
sinisme, adanya pemukulan fisik dan pelecehan tidak adanya pengakuan dan pujian
untuk prestasi, terdapat kelebihan dan keunikan yang selalu di abaikan (Pardede,
Hafizudin, & Sirait, 2021).

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi
1) Kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan/produktivitas menurun.
2) Trauma yang muncul secara tiba-tiba: misal harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara, dirawat di rumah sakit karena penyakit atau
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman.
c. Perilaku
1) Pengumpulan data oleh perawat meliputi perilaku objektif dengan
mengobservasi penampilan klien, misalnya kebersihan, dandanan pakaian.
Kemudian perawat mendiskusikan dengan klien untuk mendapat pandangan
klien tentang gambaran dirinya.
2) Perilaku subjektif HDR meliputi evaluasi diri yang negatif, membenci diri
sendiri dan menolak diri sendiri (Stuart, 2018).
2. Klasifikasi
a. Harga diri rendah situasional: evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini misal kehilangan
dan perubahan (SDKI, 2018).
b. Harga diri rendah kronis: evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang
berlangsung dalam waktu lama dan terus-menerus (SDKI, 2018).
3. Tanda dan Gejala
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
d. Menghindar dari orang lain atau menyendiri
e. Komunikasi kurang atau tidak ada
f. Tidak ada kontak mata, sering menunduk, pandangan hidup yang pesimis
g. Kurang mobilitas atau penurunan produktivitas
h. Menolak berhubungan dengan orang lain dan penolakan terhadap kemampuan
sendiri
i. Tidak atau jarang melakukan kegiatan sehari-hari (Keliat, 2018).
4. Rentang Respon

Keterangan:
a. Respon adaptif: aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat
membangun atau konstruktif dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
b. Respon malah adaptif: aktualisasi dan konsep diri yang negatif serta bersifat
merusak atau destruktif dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
c. Aktualisasi diri: respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
d. Konsep diri positif: individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahannya secara jujur dan menilai suatu masalah individu berpikir secara
positif dan realistis.
e. Harga diri rendah: transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
f. Kerancuan identitas: suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi kanak-kanak adalah kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
g. Depersonalisasi: suatu perasaan yang tidak realistis dan keasinan dirinya dari
lingkungan
5. Mekanisme Koping
a. Jangka Pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari kritis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok sosial, keagamaan,
politik.
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara: kompetisi oleh olahraga,
kontes popularitas.
4) Kegiatan mencoba menghilangkan arti identitas sementara: penyalahgunaan
obat-obatan.
b. Jangka Panjang
1) Menutup identitas: terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari
orang-orang yang berarti, tanpa memindahkan hasrat, aspirasi atau potensi
diri sendiri.
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan: fantasi, disasosiasi, isolasi,
proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain (Pardede,
2019).

C. Pohon Masalah
D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan Utama: Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
2. Data yang dikaji:
a. Identifikasi klien
b. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
c. Keluhan utama / alasan masuk
1) Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke RS, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang dicapai.
2) Tanyakan pada klien/ keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
d. Psikologis: Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
e. Biologis: Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
f. Sosial Budaya: Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan,
kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
g. Aspek fisik / biologis: Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi,
suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
h. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit 3 generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
i. Status mental: Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan
daya tilik diri.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi
3. Isolasi Sosial
4. Harga Diri Rendah
5. Koping individu tidak efektif

F. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosis
Keperawatan SP PASIEN SP KELUARGA

Harga Diri Rendah Pasien Keluarga


SP I p
7. Mengidenfikasi kemampuan SP I k
dan aspek positif yang dimiliki
4. Mendiskusikan masalah yang
pasien
dirasakan keluarga dalam merawat
8. Membantu pasien menilai
pasien
kemampuan pasien yang
5. Menjelaskan pengertian, tanda dan
masih dapat digunakan
gejala harga diri rendah yang dialami
9. Membantu pasien memilih
pasien beserta proses terjadinya
kegiatan yang akan dilatih
6. Menjelaskan cara-cara merawat
sesuai dengan kemampuan
pasien harga diri rendah
pasien
10. Melatih pasien sesuai
kemampuan yang dipilih
11. Memberikan pujian yang
wajar terhadap keberhasilan
pasien
12. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP II p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 3. Melatih keluarga mempraktekkan
harian pasien cara merawat pasien dengan harga
2. Melatih kemampuan kedua diri rendah
3. Menganjurkan pasien 4. Melatih keluarga melakukan cara
memasukkan dalam jadwal merawat langsung kepada pasien
kegiatan harian harga diri rendah

SP III k
3. Membantu keluarga membuat jadual
aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
4. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang

LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN RISIKO PRILAKU KEKERASAN
  
 
  
Dosen Pengampu :
Sri Atun Wahyunigsih, Ns.M Kep. Sp Kep J
Buntar Handayani, SKp M.Kep, MM

Disusun oleh:
Sulistya Ningrum
20037
 
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022
I. Kasus (masalah utama)
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang yang dihadapi oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku kekerasan baik
pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non-
verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa amuk, bermusuhan yang
berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa,
2020 dalam (Sahputra, 2021).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam dua bentuk yaitu saat berlangsung
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon
maladaptif dari marah akibat tidak mampu klien untuk mengatasi strssor lingkungan
yang dialaminya (Estika, 2021 dalam (Sahputra, 2021)).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf (2015) dalam (Sahputra, 2021), terdapat faktor predisposisi yang
memengaruhi terjadinya resiko perilaku kekerasan, yaitu:
1. Teori Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan hasil dorongan dari
sebuah insting
2. Teori Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan tidak trecapai dapat menyebabkan frustasi
berekepanjangan.
a) Teori Agresif Frustasi
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
b) Teori Perilaku Kemarahan adalah proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang
diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam
maupun di luar rumah.
c) Teori Eksistensi
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif,
maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3. Teori Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai
berikut : (Stuart, 2016).
1) Sistem Limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi
serta perilaku seperti makan, agresif dan respons seksual.Selain itu,
mengatur, mengatur sistem informasi dan memori.
2) Lobus Temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan
interpretasi pendengaran.
3) Lobus Frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
4) Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah
serotonin, Dopamin, Neropineprin, Acetylcholine dan GABA
4. Teori Perilaku
a) Kerusakan organ otak, retardasi mental dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespon positif terhadap
frustasi.
b) Penekanan emosi berlebihan pada anak-anak atau godaan orang tua
memengaruhi kepercayaan dan percaya diri individu.
c) Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengarduhi penggunaan
kekerasan sebagai koping.
5. Teori Sosio Kultural
a) Teori Lingkungan
Lingkungan sosial akan memengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan diterima.
b) Teori Belajar Sosial
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosial.
B. Faktor Presipitasi
Factor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik, berbeda
satu orang dengan yang lain. Stressor tersebut dapat merupakan penyebab yang berasal
dari dalam maupun luar individu.
Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan
orang yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, dan kematian), kehilangan
rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan factor luar individu
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu rebut, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, tindakan kekerasan.
C. Jenis
Respon terhadap marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu
1. Mengungkapkan secara verbal
2. Menekan
3. Menentang
Dari ketiga cara ini, cara yang pertama adalah konstruktif, sedang cara kedua lainnya
destruktif. Dengan melarikan diri atau menentang akan menimbulkan rasa bermusuhan
dan bila cara ini dipakai secara terus menerus, maka kemarahan akan diekspresikan
pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau
agresi dan mengamuk.

D. Fase-fase
Lima fase siklus agresif menurut Videbeck,2008
1. Pemicu
Peristiwa terjadi atau keadaan dilingkungan memunculkan respons klien, yang
sering kali dalam bentuk kemarahan atau permusuhan
Tanda gejala perilaku :
Gelisah, ansietas, iritabilitas, berjalan mondar-mandir, otot tegang, pernapasan
cepat, berkeringat, suara cepat, marah.
2. Eskalasi
Respon klien memperlihatkan peningkatan perilaku yang mengindikasikan
pergerakan menuju kehilangan kembali
Tanda gejala perilaku :
Wajah pucat atau kemerahan, berteriak, bersumpah, agitasi, mengancam,
menuntut, mengepal tangan, menunjukan sikap bermusuhan, kehilangan
kemampuan untuk meyelesaikan masalah atau berpikiran jernih
3. Krisis
Periode krisis emosional dan fisik ketika klien kehilangan kendali
Tanda gejala perilaku :
Kehilangan kendali fisik dan emotional, melemparkan benda-benda, menggigit,
mencakar, menjerit, memekik, tidak mampu berkomunikasi dengan jelas
4. Pemulihan
Klien memperoleh kembali kendali fisik dan emotional
Tanda gejala perilaku :
Merendahkan suara, ketegangan otot berkurang, komunikasi lebih jelas dan
rasional, relaksasi fisik
5. Pancakrisis
Klien berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan kembali ketingkat
fungsi sebelum insiden agresi dan kembali seperti semula.
Tanda gejala perilaku :
Menyesal, meminta maaf, menangis, perilaku menarik diri.
E. Rentang Respons
Marah yang dialami setiap individu memiliki rentang dimulai dari respon adaptif
sampai maladaptive.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Keterangan
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat
Pasif : Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol

F. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego menerut Yosep (2011), seperti:
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada
mulanya yang membangkitkan emosi.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
3. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran
yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
4. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang
benar- benar dilakukan orang lain.

III.
A. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Akibat

Risiko perilaku kekerasan Core

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Penyebab


(Sumber : Keliat, 2006 )

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan Utama: Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
2. Data yang dikaji:
a. Identifikasi klien
b. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalandan kontrak dengan klien tentang:
Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktupertemuan, topik pembicaraan.
c. Keluhan utama / alasan masuk
1) Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke RS,
yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasimasalah dan perkembangan yang dicapai.
2) Tanyakan pada klien/ keluarga, apakah klienpernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaanfisik, seksual, penolakan dari lingkungan
, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
d. Psikologis: Keluarga, pengasuh dan lingkungan kliensangat mempengaruhi respon psikologis dar
i klien.
e. Biologis: Gangguan perkembangan dan fungsi otakatau SSP, pertumbuhan dan perkembangan in
dividupada prenatal, neonatus dan anak-anak.
f. Sosial Budaya: Seperti kemiskinan, konflik sosialbudaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), ke
hidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
g. Aspek fisik / biologis: Mengukur dan mengobservasitanda-tanda vital:
TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukurtinggi badan
dan berat badan, kalau perlu kaji fungsiorgan kalau ada keluhan.
h. Aspek psikososial
1) Membuat genogram
yang memuat paling sedikit 3 generasi yang dapat menggambarkan hubunganklien dan keluarga, 
masalah yang terkait dengankomunikasi, pengambilan keputusan dan polaasuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadaptubuhnya, bagian yang disukai dan tidakdisukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelumdirawat, kepuasan klien terhadap status
dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluargakelompok dan masyarakat dan kemampuanklien dala
m melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang
lain terhadapdirinya, biasanya terjadi pengungkapankekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud
harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain
yang terdekatdalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalammasyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
i. Status mental:
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam per
asaan klien (sedih, takut, khawatir), afekklien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.

IV. Diagnosa keperawatan


1. Risiko perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

V. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa Keperawatan SP Pasien SP Keluarga
Risiko perilaku kekerasan Pasien Keluarga
SP Ip SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan keluarga
PK dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yang2. Menjelaskan pengertian PK,
dilakukan tanda dan gejala, serta
4. Mengidentifikasi akibat PK proses terjadinya PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat
6. Membantu pasien mempraktekkan pasien dengan PK
latihan cara fisik I : Nafas Dalam  
7. Menganjurkan pasien memasukkan  
dalam kegiatan harian  
   
SP IIp  
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP II k
harian pasien 1. Melatih keluarga
2. Menjelaskan  cara mengontrol PK mempraktekkancara
dengan memanfaatkan/minum merawat pasien dengan PK
obat 2. Melatih keluarga melakukan
3. Menganjurkan pasien memasukkan cara merawat langsung
dalam jadwal kegiatan harian kepada pasien PK
   
SP IIIp  
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan  
harian pasien  
2. Melatih pasien  mengontrol PK SP III k
dengan cara fisik II : Pukul1. Membantu keluarga
Bantal/Kasur membuat jadual aktivitas di
3. Menganjurkan pasien memasukkan rumah termasuk minum
dalam jadwal kegiatan harian obat  (discharge planning)
SP IVp Menjelaskan  follow up
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien setelah pulang
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal :
Meminta/menolak/mengungkapkan
dengan asertif
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
 
SP Vp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

Anda mungkin juga menyukai