Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

I. Kasus (Isolasi Sosial)


Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain ( Keliat, 2011).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Twondsend, 1998).
 Isolasi sosial atau menarik diri merupakan kondisi ketika individu
atau kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan
untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu
mewujudkannya (Carpenito, 2009).

II. Proses terjadinya masalah


A. Faktor predisposisi
Terjadinya gangguan isolasi sosial dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yaitu dapat terjadi karena faktor perkembangan yang
tidak terpenuhi. Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-
tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut
tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial,
misalnya anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian, dan
kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan
menghambat rasa percaya. genetik merupakan faktor biologis
pendukung gangguan jiwa dan dapat mempengaruhi terjadinya
gangguan hubungan sosial, misalnya kelainan struktur otak dan
struktur limbik diduga menyebabkan skizofrenia. Selain itu faktor
sosial budaya dapat menyebabkan gangguan isolasi sosial karena
norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan sosial.
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Gangguan
komunikasi dalam keluarga merupakan faktor  pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga, menimbulkan
ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga
yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.

B. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan
fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar
dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
Faktor presipitasi pada klien dengan gangguan isolasi sosial dapat
terjadi karena adanya stressor sosial budaya yang ditimbulkan oleh
sosial dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam
kehidupan sosial budaya memicu kesulitan berhubungan dengan
orang lain dan cara berperilaku. Sedangkan stresor psikologi
adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang
berkepanjangan dan individu tidak mempunyai kemampuan
mengatasinya. Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus
skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu,
lingkungan maupun biologis.
C. Rentang respon

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

o Menyendi (interdepe  Tergantun


ri/solitude nden) g
o Otonomi (dependen
o Bekerjasa )

ma
(mutualis  Merasa

ma) sendiri

o Saling (loneless) o Manipulat

tergantung  Menarik ive


diri o Impulsive
o Narcissi

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah yang masih dapat diterima oleh norma social dan budaya yang
umum berlaku. Respon ini meliputi:

1. Menyendiri/solitude: respon seseorang untuk merenungkan apa yang


telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Otonomi: kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan: kondisi hubungan interpersonal dimana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen): suatu hubungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma social dan budaya lingkungannya.
Respon yang sering ditemukan:

a. Manipulasi: orang lain diberlakukan sebagai obyek, hubungan terpusat


pada masalah pengendalian orang lain, orientasi diri sendiri atau
tujuan bukan pada orang lain.
b. Impulsive: tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
Narkisisme: harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah bila orang lain
tidak mendukung

D. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan
adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber
koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam
hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan
hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau
tulisan (Stuart and Sundeen,1998:349).
Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada oranglain karena kesalahan yang
dilakukan sendiri. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan
dengan menampilkan perilaku kembali seperti pada perkembangan
anak. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang
menyakitkan atau konflik atau ingatan dari kesadaran yang
cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.

III. A. Pohon masalah


Resiko tinggi gangguan sensori persepsi halusinasi

Isolasi social (core problem)

Harga diri rendah

Sumber: (Keliat,2006, hal. 4)

B. Masalah keperawatan
Isolasi sosial

Data Subjektif :
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
4. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

Data Objektif :

Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :

1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.


2. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak
memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
3. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan klien lain / perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang
mobilitasnya.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri
dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

C. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial

D. Rencana tindakan keperawatan


Terlampir

Sumber :

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2010. Keperawatan Jiwa; Konsep


dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Keliat Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas


CMHN (basic course). Jakarta : EGC
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Proses Keperawatan

Kondisi Klien

Pasien mengatakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


dan pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain. Pasien merasa
bosan dan lambat menghabiskan waktu. Pasien tidak mampu
berkonsentrasi dan membuat keputusan.

Pasien terlihat ekspresi sedih, menghindari orang lain


(menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya
pada saat makan. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak
bercakap-cakap dengan klien lain / perawat. Tidak ada kontak mata, klien
lebih sering menunduk. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien
kurang mobilitasnya. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap. Tidak
melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

Diagnose keperawatan
Isolasi sosial

Tujuan khusus
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
3. Klien dapat berdiskusi tentang keuntungan berinteraksi dan
kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain.
4. klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan
saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang saudara sukai, serta tanyakan nama dan
nama panggilan pasien
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Buat kontrak asuhan: apa yang saudara akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, tempatnya
dimana.
e. Jelaskan bahwa saudara akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f. Setiap saat menunjukkan sikap empati terhadap pasien
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2. Bantu pasien mengenal penyebab isolasi social
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah
sebagai berikut :
a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
3. Bantu pasien mengenal keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka
4. Bantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
Dilakukan dengan cara :
a. Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain
b. Menjelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik
pasien
5. Bantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat kita lakukan
sebagai berikut:
a. Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat
b. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
(pasien, perawat atau keluarga)
c. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan
jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan
seterusnya.
d. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien
e. Siap mendengarkan ekspresi perasaan psien setelah
berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya beri
dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangatmeningkatkan interaksinya

Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


Fase orientasi (perkenalan) :

a. Salam terapeutik : “assalamualaikum”/ selamat pagi


Ibu/Bapak.”
“saya Putri Amelia, saya senang di
panggil Amel…,
Saya mahasiswa STIKes
PERTAMEDIKA saya akan
merawat ibu mulai hari ini sampai
6 hari kedepan mulai tanggal 10-16
april 2014 dari jam 07.00 sampai
jam 14.00.” Siapa nama mbak?
Senang dipanggil siapa?”.
b. Evaluasi/validasi : “bagaimana perasaan ibu/bapak
hari ini?”.

c. Kontrak
Topik : bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang kondisi ibu/bapak selama dalam perawatan ?”
Waktu : “ibu/bapak kita akan bercakap-cakap jam
berapa? Dan berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”
Tempat : “ibu/bapak kita mau bercakap-cakap
dimana?”
Tujuan interaksi: “kita bercakap-cakap untuk saling
mengenal”.
Fase kerja :
(jika pasien baru)
“siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat
dengan ibu/bapak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan
ibu/bapak? Apa yang membuat ibu/bapak jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(jika pasien sudah lama di rawat)
“apa saja yang ibu/bapak rasakan selama ibu/bapak di rawat
disini? O… ibu/bapak merasa sendirian? Siapa saja
yangibu/bapak kenal di ruangan ini”
“apa saja kegiatan yang biasa ibu/bapak lakukan dengan teman
yang ibu/bapak kenal?”
“menurut ibu/bapak apa saja keuntungannya kalau kita
mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap.
Apalagi?(sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
“nah kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa ya
ibu/bapak? Ya, apalagi? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa)
“jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalo begitu
inginkah ibu/bapak belajar bergaul dengan orang lain?
“bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan
dengan orang lain”
“begini loh ibu/bapak, untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka, asal
kita dan hobi. Contoh : nama saya S, senang dipanggil S. Asal
saya dari Bireun, hobi memasak”
“selanjutnya ibu/bapak menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini : nama ibu/bapak siapa? Senang di
panggil apa? Asal dari mana / hobinya apa?”
“ayo ibu/bapak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan
ibu/bapak. Coba berkenalan dengan saya!”.
“iya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“setelah ibu/bapak berkenalan dengan orang tersebut, Susi bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Susi
bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.

Fase terminasi :
1. Evaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi Subyektif
“bagaimana perasaan setelah kita latihan berkenalan?”
“Susi tadi sudah mempraktekan cara berkenalan dengan
baik!
b. Evaluasi Objektif
“selanjutnya Susi dapat mengingat ingat apa yang kita
pelajari tadi selama saya tidak ada.”
1) Rencana Tindak Lanjut
“saya harap ibu/bapak nanti latihan berkenalan
dengan teman yang lain dan jangan lupa masukkan
dalam kegiat mari kita masukan pada jadwal
hariannya.”
2) Kontrak Topik Yang Akan Datang
Topik : “bagaimana kalo besok kita bertemu lagi
dan bercakap-cakap tentang cara berkenalan dengan
orang lain dan langsung mempraktikkannya”.
Waktu : “Besok pagi jam 10 saya akan datang ke
sini untuk mengajak ibu/bapak berkenalan dengan
orang lain yang belum dikenal. Bagaimana, ibu/bapak
mau kan?”.
Tempat : “mau dimana besok kita bercakap-cakap,
bagaimana kalau ditempat ini lagi? “baiklah, sampai
jumpa” assalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai