Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SENSORIK PERSEPSI

RESIKO BUNUH DIRI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh iri
kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri,
kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman
bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, mis., dengan mengatakan Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!
atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki idw untuk mengakhiri hidpnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan pervobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah putus asa/ tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2

. Klasifikasi/Penilaian Bunuh Diri


Variabel
Sifat Dermografik dan

Resiko Tinggi

Resiko Rendah

social

Lebih dari 45

Di bawah 45

Usia

Laki-laki

Wanita

Jenis kelamin

Cerai atau janda

Menikah

Status marital

Pengangguran

Bekerja

Pekerjaan

Konflik

Stabil

Hubungan interpersonal

Kacau atau konflik

Stabil

Penyakit kronis

Kesehatan baik

Latar belakang keluarga

Kesehatan

hipokondriak

merasa sehat

Fisik

Pemakaian obat yang

Penggunaan zat

Mental

berlebihan

rendah

Depresi berat

Depresi ringan

Psikosis

Kepribadian ringan

Gangguan kepribadian

Peminum sosial

berat

Optimisme

Penyalahgunaan zat
Putus asa
Aktivitas bunuh diri

Sering, kuat,

Jarang, intensitas

Ide bunuh diri

berkepanjangan

rendah

Usaha bunuh diri

Berulang kali

Pertama kali

Direncanakan

Impulsi

Penyelamatan tidak

Penyelamatan tak

mungkin

terhindarkan

Keinginan yang tidak

Keinginan utama

ragu-ragu untuk mati

untuk berubah

Komunikasi

Komunikasi

diinternalisasikan

diinternaslisasikan

(menyatakan diri sendiri)

(kemarahan)

Metode mematikan dan

Metode dengan

tersedia

letalitas rendah dan


tidak mudah didapat

Sarana

Pencapaian buruk

Pencapaian baik

Pribadi

Tilikan buruk

Penuh tilikan

Afek tidak ada atau

Afek tersedia dan

terkendali buruk

terkendali dengan
semestinya

Sosial

Support buruk

Support baik

Terisolasi sosial

Terintegrasi secara

Keluarga tidak

sosial

responsive

Keluarga yang
memperhatikan

3 Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan),
etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
a.

Faktor Predisposisi

Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri


sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1.

Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2.

Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi
3.

Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman


kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.

4.

Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang
dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5.

Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).
b.

Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c.

Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d.

Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang


berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Respon adaptif
Peningkatan
Beresiko

Destruktif diri

Respon maladaptif
Pencederaan
Bunuh

diri

tidak langsung

diri

destruktif

diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan
koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

4. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk
bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada
mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan
bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat
suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
Pohon masalah
Bunuh diri
Resikobunuh
bunuhdiri
diri
Resiko
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis

5 Tanda dan gejala


Isyarat Bunuh Diri

Klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri
Data Subyektif :
Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan
lebih baik tanpa saya.
Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak
berdaya.
Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah
Data Obyektif :
Sedih, Murung, Marah, Nangis, Banyak diam, Kontak mata kurang, Emosi labil, Tidur
kurang.
Ancaman Bunuh Diri
Data Subyektif :
Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati
Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan
Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Data Obyektif :
Banyak melamun, Menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri, Gelisah, Mudah
emosi, Sedih, Murung, Menangis, Jalan mondar-mandir.
Percobaan Bunuh Diri
Data Subyektif :
Mau mati, Jangan tolong saya, Biarkan saya, Saya tidak mau ditolong, Emosi labil.
Data Obyektif :
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, membenturkan kepala.
6

Pemeriksaan penunjang

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi


resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen
suicide.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok

yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika
dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
7. Penatalaksanaan
1. penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obatobatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa,
anhibitormmonoamin oksodasi (MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini
menyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia meliputi:
a.

Antihistamin

Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat


membantu dalam menghilangkan tremor.
b.

Terapi antikolinergik

Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk


mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam
kombinasi dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem
saraf pusat. Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam
pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau
ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien dengan glaucoma meskipun
glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien dengan hyperplasia prostatic
dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine.

c.

Amantadin hidrokhlorida

Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal


pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan
bradikinesia. Agen ini diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah
penyimpanan didalam saraf. Reksi efek samping terdiri atas gangguan psikiatrik
(perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada
epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.

d.

Terapi levodopa

Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling
efektif untuk pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa
menjadi dopamine pada basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan
konsentrasi normal yang terdapat didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang
pada klien dengan penyakit Parkinson. Gejala yang hilang juga dapat terjadi
akibat kadar dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian levodopa.
e.

Derivate Ergoet-Agonis Dopamin

Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor


dopamine. Agen ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien
yang mengalami reaksi on-off terhadap fruktuasi klinis yang ringan.
f.

Inhibitor MAO

Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson.


Obat iniu menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah
dopamine tercapai, tidak seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata
memperlambat kemajuan penyakit.
g.

Antidepresen

Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa
terjadi pada penyakit Parkinson.
h.

Intervensi pembedahan

Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan


terhadap penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial.
Pada beberapa klien yang cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat,
pembedahan dapat dilakukan. Walaupun pembedahan dapat mengurangi gejala
pada klien tertentu, namun hal ini menunjukkan adanya perubahan perjalanan
penyakit atau perkembangan kearah permanen. Prosedur pembedahan stereotaktik
dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia
dalam upanya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf
pada medulla adrenal klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada
sebagian kecil klien. Transplantasi sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah
dicoba, bagaimanapun prosedur ini masih diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini
dan pembedahan lain pendekatan yang tidak melaui pembedahan lain serta
pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan.

2. penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a.

Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk

mencederai diri sendiri atau orang lain.


b.

Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan

terkunci.
c.

Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah

dipantau oleh petugas kesehatan.


d.

Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.

e.

Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.

f.

Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.

g.

Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa

pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan


keperawatan atau kegiatan medis lainnya, menerima pasien apa adanya tidak
engejek atau merendahkan, meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan
meningkatkan hubungan social secara bertahap, membantu pasien dalam
berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana asuhan
keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama. (Yosep, 2010).

B.KONSEP KEPERAWATAN ASUHAN JIWA


1. Data pengkajian
NO

MASALAH

KEPERAWATAN
Resiko
Bunuh -Mengungkapkan
Diri

DATA SABJEKTIF

keinginan bunuh diri


-Mengungkapkan
keinginan untuk mati

DATA OBJEKTIF
Impulsif ,
Ada riwayat
penyakit mental
Adanya riwayat

-Mengungkapkan adanya penyakit fisik.


Status
konflik interpersonal
-Mengungkapkan telah
perkawinan yang
menjadi korban perilaku

tidak harmonis

kekerasan saat kecil

Umur

15-19

tahun atau >45


tahun

Analisa data
Masalah Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

Data Yang Perlu Dikaji


Subjectif:
Mengungkapkan keinginan bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasan saat kecil
Objectif:

Impulsif
Ada riwayat penyakit mental
Adanya riwayat penyakit fisik.
Status perkawinan yang tidak harmonis
Umur 15-19 tahun atau >45 tahun

2 Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri
3 Rencana tindakan keperawatan
Menurut Abdul Muhith, 2015.
N
O

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI

1. Ancaman/

Pasien tetap 1. Menemani

Percobaan
Bunuh

aman

dan

Diri selamat

pasien

trus-

menerus sampai dia dapat


dipindahkan ke tempat yang

dengan

aman

Diagnosa

2. Menjauhkan semua

Keperawatan:

benda

Risiko

(misalnya pisau, silet, gelas,

Bunuh

Diri

yang

berbahaya

tali pinggang)

3. Meriksa

apakah

pasien

benar-benar telah meminum


obatnya,

jika

pasien

mendapatkan obat
4. Dengan lembut menjelaskan
pasien bahwa saudara akan
melindungi

pasien

sampai

tidak ada keinginan bunu diri


2

Tindakan

Keluarga

1. Menganjurkan keluarga untuk

keperawatan untuk berperan

ikut mengawasi pasien serta

keluarga

jangan pernah meninggalkan

pasien

dengan serta
percobaan melindungi

bunuh diri

pasien sendirian

anggota

2. Menganjurkan keluarga untuk

keluarga

membantu perawat menjauhi

yang

barang-barang berbahaya di

mengancam

sekitar pasien

atau

3. Mendiskusikan

dengan

mencoba

keluarga untuk menjaga agar

bunuh diri

tidak sering melamun sendiri


4. Menjelaskan kepada keluarga
pentingnya

pasien

obat secara teratur

minum

Anda mungkin juga menyukai