DISUSUN OLEH ;
IKROMAH Y
MEIDIA DWI S
SOLEH
TINTIN Y
DEFI ANGGARA P
SALMA NABILLA
JURUSAN KEPERWATAN
PROGRAM REGULER B S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Masalah Utama
Isolasi Sosial
B. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat
dan Kemat, 2009, hlm. 93).
b. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap
mengancam dan menjelek –jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua
atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele,
sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu
mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh :Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah
kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit)
dapat menyebabkan isolasi sosial.
4) Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden
tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga
menderita skizofrenia.
c. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal
maupun eksternal meliputi.
a) Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
b) Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d) Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuanindividu
untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stres.
d. Rentang Respon
Rentang respon menurut Prabowo (2014) pada klien isolasi sosial sebagai berikut ;
Respon AdaptifRespon Maladaptif
Menyendiri, Otonomi, kebersamaan, saling ketergantungan
Kesepian, menarik diri, ketergantungan
Manipulas
i, impulsif,
narsisme
1) Respon Adaptif
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku. Dengan kata
lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut adalah sikap yang
termasuk respon adaptif:
Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.
Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan interpersonal yang saling
membutuhkan satu sama lain.
Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling ketergantungan
antara individu dengan orang lain
2) Respon Maladaptif
Menurut Sutejo (2017) respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari
norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respon maladaptif:
Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya dan tidak mampu
melakukan penilaian secara objektif.
Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh, dan mudah marah.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi ansietas yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang
sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah), dan isolasi.Proyeksi
merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi
kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splitting adalah kegagalan individu
dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik dan buruk. Sementara itu
isolasi merupakan perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun lingkungan.
(sutejo, 2018).
C. Pohon Masalah
Menurut Sutejo (2017) adapun daftar masalah keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial sebagai berikut:
1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
Pohon Masalah
ISOLASI SOSIAL
(core problem)
D. Diagnosa Keperawatan
Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan
gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala
isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pasien bernama Ny S, umur 35 tahun dan belum menikah, pendidkan terakhir SMA, pasien
masuk pada tanggal 1 Mei 2012 dan didiagnosa Isolasi Sosial. Penanggung jawab pasien
adalah Tn. F (adik ipar) yang berusia 27 tahun.
2. Kondisi klien
Berdasarkan catatan rekam medis, pada tanggal 1 Mei 2016 pasien di bawa ke RSJ
Provinsi Banten oleh keluarganya dengan alasan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
suka dibuli karena belum menikah dan pasien merasa malu terhadap dirinya sendiri yang
belum menikah.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 Mei 2016 pasien mengatakan
dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit dengan alasan pasien tidak suka melihat tetangganya
yang suka membuli dirinya, pasien akan mengurung diri jika orang tersebut membulinya,
sehingga pasien mengisolasi diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit.
3. Diagnosa Keperawatan
Isoalsi Sosial
4. Tujuan Khusus
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Menyadari penyebab isolasi social
3. Berinteraksi dengan orang lain
5. Tindakan Keperawatan
SP I
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala isolasi sosial
3. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
4. Berdiskusi dengan klien tentang kentungan dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
5. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang lain
6. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain
kedalam kegaiatan harian.
1. Orientasi :
“Selamat pagi!”
“Saya suster H…, Saya senang dipanggil suster H…, Saya perawat dipuskesmas yang
akan merawat ibu.”
“Bagaimana perasaan S hari ini? ”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? Mau diamana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang
tamu? Mau berapa lama S? Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Kerja :
“Siapa saja yang tinggal serumah?. Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan klien lain?”
“Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai klien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau
kerugiannya tidak mempunyai teman apa ya S? Ya, apa lagi? (sampai klien dapat
menyebutkan beberapa). Jadi banyak juga ruginya kalau tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain?”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka, asal kita dan hobi. Contoh : Nama saya S, senang di
panggil S. Asal saya dari tangerang, hobi memasak.”
3. Terminasi :
“Coba S praktikkan kembali cara berkenalan seperti yang telah kita praktikkan tadi!” “ya
bagus, S sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali” {evaluasi
obyektif}
“Selanjutnya, S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikkan
langsung ke orang lain? {rencana tindak lanjut}
“Mau pukul berapa mencobanya? Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan harian S”.
“Besok pagi pukul 10 saya akan datang ke sini untuk mengajak S berkenalan dengan
dua orang teman saya, perawat K dan L Bagaimana S bersedia? (Kontrak)
Issacs (2004) panduan belajar keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatri, edisi 3 (praty
rahayuningsih, penerjemah), EGC jakarta.
Anonim, (2020). Asuhan keperawatan pada klien isolasi sosial. Diakses pada tanggal 30
maret 2022