Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH KOMBINASI LATIHAN FISIK: SENAM AEROBIC LOW


IMPACT DAN YOGA TERHADAP PENURUNAN GULA DARAH PADA
PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI LINGKUP WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PAMULANG.

PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

No Nama Nim
1. DENNI SEPTIAWAN 221030122558
2. DEPPY PUTRI ZAGOTO 221030122265
DOSEN
3. DEVI MARITA SARI SIHOTANG 221030122715
MATA
4. HAFILAH FIRDAUS 221030122651
KULIAH :
5. VIDA WAHYUNI 221030122298
ROHANAH, SKM,. M, Kes

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas proposal skripsi yang berjudul “PENGARUH KOMBINASI
LATIHAN FISIK: SENAM AEROBIC LOW IMPACT DAN YOGA TERHADAP
PENURUNAN GULA DARAH PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI LINGKUP WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG.” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari proposal ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Metode Penelitian. Selain itu, proposal ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
cara membuat proposal skripsi penelitian bagi para pembaca dan juga bagi tim penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Rohanah, SKM,. M, Kes selaku dosen Metode
Penelitian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini.

Kami menyadari, propoal yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pamulang, 08 desember 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komsep Penyakit Diabetes Melitus
1. Definisi...........................................................................................................6
2. Etiologi...........................................................................................................6
3. Manifestasi klinis...........................................................................................7
4. Patofisiologi...................................................................................................9
5. Pemeriksaan diagnostik.................................................................................10
6. Komplikasi.....................................................................................................10
7. Penatalaksanaan ............................................................................................10

B. Kadar Glukosa Darah


1. Penegrtian Kadar Glukosa Darah..................................................................12

C. Senam Aerobic Low Impact


1. Definisi...........................................................................................................13
2. Manfaat Senam Aerobic Low Impact.............................................................14
3. Indikasi dan kontraindikasi Senam Aerobic Low Impact...............................14
4. Efek fisiologis Senam Aerobic Low Impact...................................................14
5. Prosedur Senam Aerobic Low Impact............................................................16

D. Senam Yoga
1. Definisi............................................................................................................17
2. Manfaat yoga...................................................................................................17
3. Pengaruh yoga terjadap perubahan Kadar Glukosa Darah..............................19
BAB III KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori......................................................................................................20
B. Kerangka Konsep..................................................................................................21
C. Hipotesis................................................................................................................21
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian...................................................................................................22
B. Populasi dan sampel..............................................................................................22
C. Lokasi dan Waktu..................................................................................................23
D. Variabel dan Definisi Operasional........................................................................24
E. Alat dan Metode Pengumpulan Data.....................................................................25
F. Etika Penelitian......................................................................................................29
G. Teknik Pengolahan Data........................................................................................30
H. Teknik Analisa Data...............................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Hasdianah & Suprapto, 2014). Penderita diabetes melitus
semakin berkembang dan menjadi ancaman bagi masyarakat dunia. DM yang paling
banyak diderita oleh penduduk dunia adalah penyakit DM tipe 2 yaitu lebih dari 91%
orang penderita masuk klasifikasi DM tipe 2. Prevelensi diabetes melitus tipe II
sebanyak 420 juta orang dewasa pada tahun 2015 dan akan meningkat menjadi 577 juta
orang dewasa pada tahun 2040. Secara global 1,6 juta orang tidak menyadari penyakit
mereka dan kebanyakan dari kasus ini adalah DM tipe 2 (WHO, 2019).

Internasional of Diabetic Ferderation (2019) menyatakan jumlah kasus DM di dunia


meningkat setiap tahunnya, tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2017
sebesar 8,8% atau sebanyak 425 juta kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 464 juta
kasus dengan tingkat diabetes 9,0% pada wanita dan 9,6% pada pria. Pada tahun 2017
jumlah penderita diabetes berusia ≥65 tahun diperkirakan sebanyak 122,8 juta (sekitar
18% dari tingkat prevalensi), di antaranya 98 juta berusia <80 tahun (65-79 tahun).
Angka-angka ini diperkirakan akan dengan mudah melebihi 200 juta pada tahun 2045
(IDF, 2017).

Di Indonesia angka kejadian DM masih menunjukkan kecendungan meningkat.


Indonesia adalah negara yang menempati peringkat ke tujuh di dunia untuk prevalensi
penderita diabetes dengan jumlah estimasi penderita diabetes sebesar 10,7 juta (IDF,
2019). Prevalensi DM Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018 adalah 13,72% atau
245.105 orang. Jika dilihat dari data tahun 2017 penderita DM hanya mencapai 6%
lebih atau sekitar 6 ribu orang. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan (Dinkes, 2018). Menurut Dinas Kesehatan Kota Padang (2018), diabetes
melitus berada di posisi ke-6 dengan jumlah penderita sebanyak 60.854 orang dari
150.591 orang penduduk berusia ≥ 15 tahun. Sedangkan pada tahun 2019 ditemukan
penderita DM sebanyak 17.017 orang dari 171.594 orang penduduk berusia ≥ 15 tahun.
Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan (Dinkes, 2019).
Penyakit Diabetes Melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan
komplikasi jangka pendek berupa hipoglikemi/ hiperglikemi, penyakit makrovaskuler
yaitu mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung coroner, penyakit

1
mikrovaskuler yaitu mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati, neuropati
saraf sensorik yang berpengaruh pada ekstremitas, saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler dan komplikasi jangka panjang berupa neuropati
diabetic, retinopati diabetic, nefropati diabetic, proteinuria, dan kelainan coroner (Rendi
& Margareth, 2012). Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komplikasi
tersebut pada lansia yaitu karena lansia tidak melakukan aktivitas fisik (Musthakimah,
2019).

Penanganan DM dapat dilakukan dengan lima pilar yaitu; edukasi, perencanaan makan,
aktivitas fisik, intervensi farmalogis dan pemeriksaan gula darah. Latihan fisik atau
aktivitas fisik merupakan salah satu pilar dalam mengelola DM yang berfungsi untuk
memperbaiki sensitivitas insulin dan untuk menjaga kebugaran tubuh. Latihan fisik
berfungsi memasukkan glukosa kedalam tubuh tanpa menggunakan insulin, selain itu
juga bisa menurunkan berat badan pada pasien diabetes yang obesitas (PERKENI,
2015). Pada saat tubuh bergerak akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh
oleh otot yang aktif, juga terjadi reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi
metabolisme, pelepasan dan pengaturan hormonal dan susunan saraf otonom. Pada
keadaan istirahat, metabolisme otot sangat sedikit sekali memakai glukosa sebagai
sumber bahan bakar, sedangkan saat olahraga, glukosa dan lemak akan dijadikan
sebagai bahan bakar utama. Diharapkan dengan dijadikan glukosa sebagai bahan bakar
utama, kadar glukosa darah akan menurun (Azitha et al., 2018).

Olahraga merupakan kebutuhan setiap manusia, agar kondisi fisik dan kesehatannya
tetap terjaga. Pada dasarnya semua olahraga baik untuk dilakukan oleh semua usia dan
jenis kelamin, akan tetapi jenis olahraga yang dilakukan harus sesuai dengan usia agar
tujuan dalam melakukan gerakan olahraga tersebut dapat tercapai (Prasetyo, 2013).
Terutama bagi lansia olahraga yang di lakukan harus sesuai dengan intensitasnya,
dikarenakan lansia sudah mengalami penurunan massa otot, perubahan distribusi darah
ke otot, otot menjadi kaku dan penurunan kekuatan otot (Ambardini, 2010).

Senam diabetes aerobic berpengaruh terhadap penurunan kadar gula darah karena
dalam melakukan senam diabetes melitus aerobic tersebut menggerakkan otot-otot
yang menggunakan oksigen dan penggunaan energi yang meningkat sehingga terjadi
penurunan kadar gula darah. Senam aerobic juga dapat meningkatkan glukosa ketika
tubuh bergerak aktif, otot-otot yang digunakan untuk menggerakan badanpun
menggunakan lebih banyak glukosa dibadingkan otot yang sedang beristirahat (Safira,
2018). Namun pada lansia senam aerobic dengan intensitas berat tidak dapat dilakukan
2
karena perubahan fisik yang dialami lanjut usia. Untuk itu dilakukan senam aerobic low
impact dengan intensitas gerakan yang rendah sehingga cocok untuk lansia karena
mempunyai gerakan ringan seperti jalan ditempat, menekuk siku, dan menyerongkan
badan, diiringi alunan musik yang tidak terlampau keras namun bersemangat, senam
aerobic low impact inilah yang tepat digunakan untuk lansia (Tangkudung, 2014).

Pelaksanaan senam aerobic low impact dalam menurunkan kadar gula darah memiliki
pengaruh yang relatif rendah sehingga perlu dibantu dengan aktivitas lain. Dalam hal
ini senam yoga merupakan alternatif lain yang bisa dilakukan oleh lansia. Senam yoga
merupakan suatu kombinasi antara gerakan fisik dalam teknik bernapas, relaksasi dan
meditasi serta latihan peregangan (Jain, 2011). Yoga ialah olahraga yang baik buat
melatih respirasi sehingga jantung dan paru-paru menjadi lebih sehat. Yoga merupakan
salah satu olahraga yang disarankan pada lansia karena dapat mengurangi kalori tanpa
memberi tekanan yang terlalu berat pada tubuh (Mirza, 2019). Selain itu melakukan
yoga secara teratur dapat membantu meningkatkan kadar insulin dan yoga juga dapat
berdampak positif pada tekanan darah, dimana tekanan darah yang stabil merupakan
aspek penting dalam mengurangi tingkat keparahan diabetes mellitus serta
komplikasinya (Mirza, 2019).

Telles dkk (2020) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ada 3 efek samping umum
yang terjadi dalam melakukan yoga, salah satunya yaitu nyeri. Nyeri yang dirasakan
umumnya pada bagian tungkai bawah, nyeri pada otot dan sendi. Berbagai gerakan
dalam latihan yoga berfungsi sebagai latihan kekuatan yang membangun kekuatan
tubuh bagian atas dan beberapa gerakan juga akan menguatkan otot otot hamstring dan
juga abdominal (Hick, 2013). Sehingga nyeri yang ditimbulkan karena melakukan yoga
bisa saja terjadi dikarenakan kurangnya gerakan fisik pada tungkai bawah. Dalam hal
ini senam aerobic low impact merupakan olahraga lain yang bisa dilakukan,
gerakannya yang dimulai dari kepala sampai ujung kaki dapat memberikan kelenturan,
kekuatan dan peningkatan otot secara mudah dengan gerakan yang bersemangat dan
tidak terlampau keras (Indriani, 2010).

Dengan kombinasi kedua senam ini dapat meningkatkan kualitas aktivitas fisik yang
dilakukan, dimana senam aerobic low impact dapat meningkatkan kekuatan otot dan
sendi serta yoga dapat meningkatkan kualitas pernapasan serta membantu mengurangi
tekanan dari gerakan fisik tersebut. Sehingga memberikan kenyamanan dalam
melakukan aktivitas fisik dan akan menjadi lebih efektif dalam menurunkan kadar gula
darah pada pasien diabetes mellitus.
3
Berdasarkan data di atas peneliti ingin meneliti dan mengetahui apakah benar ada
pengaruh pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact dan yoga
terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan
diteliti yaitu apakah ada pengaruh pelaksanaan “kombinasi latihan fisik: senam aerobic
low impact dan yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact
dan yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gula darah sebelum pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam
aerobic low impact dan yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.
b. Diketahui gula darah sesudah pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam
aerobic low impact dan yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.
c. Diketahui Perbedaan kadar gula darah pasien sebelum dan sesudah pelaksanaan
kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact dan yoga terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai data dan masukan untuk memberikan informasi kepada petugas kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk pengobatan non farmakologis dalam
upaya peningkatan kesehatan pada pasien diabetes melitus tipe 2.

2. Bagi Institusi Pendidikan


4
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam melakukan penelitian serta dapat
mengetahui pengaruh pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam aerobic low
impact dan yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Sebagai bahan informasi dan pedoman untuk peneliti lain yang ingin meneliti
permasalahan yang sama dan menjadi pendukung untuk melakukan penelitian
keperawatan selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh pelaksanaan kombinasi
latihan fisik: senam aerobic low impact dan yoga terhadap penurunan kadar gula
darah pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komsep Penyakit Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes Melitus atau sering disebut sebagai penyakit kencing manis merupakan
penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin
karena tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh
pancreas. Hiperglikemia atau meningkatnya kadar glukosa darah merupakan efek
yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus. Kadar glukosa darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu dapatmenyebabkan kerusakan serius pada banyak
system tubuh. Khususnya saraf dan pembuluh darah (World Health Organization,
2013).

Diabetes Melitus adalah kondisi kronis yang terjadi karena tubuh tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin, dan diamati dari
tingkat kadar glukosa dalam darah. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
pankreas hal ini diperlukan sebagai transportasi glukosa dari aliran darah masuk
kedalam sel-sel tubuh yang mana digunakan sebagai energi. Kekurangan atau
ketidakefektifan insulin pada orang dengan Diabetes Melitus berarti glukosanya
masih beredar didalam darah. Seiring waktu kadar glukosa didalam darah akan
tinggi (hiperglikemia) menyebabkan banyak kerusakan didalam tubuh, mengarah
kepengembangan kompilkasi dan mengancam jiwa (IDF, 2015). Diabetes melitus
merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemi) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya (Smeltzer, 2015).

2. Etiologi
a. Obesitas
Menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh sehingga
insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek
metabolic (Wijaya & Yessie, 2013). Retensi insulin paling sering dihubungkan
dengan kegemukanatau obesitas. Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak
juga ikut gemuk dan sel seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang
digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan
pada waktu tidak gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan resistensi terhadap
insulin (Hartini, 2009).

6
b. Usia
Diabetes melitus lebih sering dijumpai pada umur diatas 65 tahun (Wijaya &
Yessie, 2013). Orang yang memiliki usia yang tua akan mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik secara progresif, yang disebabkan oleh penurunan
elastisitas pembuluh darah, fibrosis pembuluh darah dan penurunan pengisian
dalam vaskular (Valliyot et all, 2013).

c. Riwayat keluarga
Seseorang yang memiliki keturunan penderita penyakit diabetes melitus akan
lebih beresiko untuk terkena penyakit diabetes melitus juga (Wijaya & Yessie,
2013). Orang yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita diabetes akan
memiliki resiko sebesar 3 kali dibanding dengan pasien yang tidak memiliki
riwayat diabetes dalam keluarga (Valliyot et all, 2013).

d. Aktivitas Fisik
Orang yang kerja berat akan memiliki risiko 89% lebih kecil dibanding orang
yang kerja ringan. Tetapi pekerjaan yang dilakukan juga harus didukung oleh
aktivitas fisik yang dilakukan pada waktu luang. Misalnya orang yang
menggunakan waktu luang tersebut dengan pesta makan dan dengan orang yang
berolahraga (Valliyot et all, 2013).

e. Kelompok etnik
Beberapa kelompok memiliki suatu adat untuk mengkomsumsi makanan-
makanan yang berpotensi menyebabkan munculnya faktor resiko terjadinya
diabetes mellitus (Wijaya & Yessie, 2013).

Selain itu terdapat faktor-faktor pencetus diabetes diantaranya kurang gerak, olah
raga, makanan berlebihan dan penyakit hormonal yang kerjanya berlawanan dengan
insulin (Suryono & Subekti, 2009).

3. Manifestasi klinis
a. Keluhan klasik
1) Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
7
2) Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang
berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.

3) Banyak makan (polifagia)


Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes
Melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga
timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu
penderita biasanya akan banyak makan.

4) Penurunan berat badan dan rasa lemah


Penurunan berat badan yang berlangung dalam relatif singkat akan
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan oleh glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa
diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Keluhan lain
1) Gangguan saraf tepi
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu
malam hari, sehingga menganggu tidur.

2) Gangguan penglihatan (Retinopati)

3) Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan pada


penderita yang menggunakan kacamata beresep untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.

4) Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan dan daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan bawah payudara pada wanita. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.Luka ini dapat

8
timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
peniti.

5) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang sikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks,
apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

6) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. (Wijaya
& Yessie, 2013).

4. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulinlah yang terjadi pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibatnya konsentrasi glukosa
darah dalam jaringan meningkat (Hiperglikemia). Sehingga energi yang dipakai
untuk metabolisme adalah hasil dari pemecahan lemak di otot, pemecahan lemak
yang berlebihan menyebabkan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Pada hiperglikemi yang parah melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi


glukosa darah sebesar 160-180 mg/ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa dalam darah.
Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan
poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi (rasa lapar yang semakin besar). Akibat
yang lain adalah asthenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
9
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, menyebabkan awitan


diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama untuk sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit diabetes membuat
gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini sudah tergolong kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskuler) disebut makroangiopati, dan padapembuluh
darah halus (mikrovaskuler) disebut mikroangiopati.

5. Pemeriksaan diagnostik
a. Kadar Gula Darah
Menurut Wijaya dan Yessie (2013) yang terdiagnosis Diabetes melitus apabila:
1) Terdapat gejala DM dengan salah satu dari gula darah (puasa > 140mg/dl, 2
jam PP > 200mg/dl, random > 200mg/dl).
2) Tidak terdapat gejala DM tetapi terdapat 2 hasil dari gula darah (puasa >
140mg/dl, 2 jam PP > 200mg/dl, random > 200mg/dl).
b. Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan terakhir.
Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada
penderita diabetes.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar HBA1C (ADA, 2014)

Klasifikasi HBA1C Kadar

Normal <5,7%

Prediabetes 5,7 –6,4 %

Diabetes ≥6,5%

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes melitus adalah :
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia

10
2) Penyakit makrovaskuler, mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.

b. Komplikasi kronis
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik
3) Nefropati diabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner (Wijaya &Yessie, 2013)

7. Penatalaksanaan
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia, terdapat beberapa penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu (Perkeni,
2011):
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi dibutuhkan untuk
memberikan pengetahuan mengenai kondisi pasien dan untuk mencapai
perubahan perilaku. Pengetahuan tentang pemantauanglukosa darah mandiri,
tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien.

b. Terapi nutrisi medis


Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Prinsip pengaturan makanan penyandang diabetes hamper sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
pasien diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Diet pasien diabetes
melitus yang utama adalah pembatasan karbohidrat kompleks dan lemak serta
peningkatan asupan serat.

c. Latihan Jasmani
11
Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga secara teratur 3-4
kali seminggu selama 30 menit. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobic
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani
disesuaikan dengan usia dan status kesehatan.

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3- 4 kaliseminggu
selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15 menit danpendinginan
±15 menit), merupakan salah satu cara untuk mencegah diabetes melitus. Kegiatan
sehari-hari seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan dan menghindari aktivitas sedenter misalnya
menonton televisi, main game komputer, dan lainnya (PERKENI, 2011).

B. Kadar Glukosa Darah


1. Penegrtian Kadar Glukosa Darah
Glukosa darah merupakan kadar gula yang terkandung dalam darah yang terbentuk
dari karbohidrat dan disimpan di hati dan otot rangkadalam bentuk glikogen.
Glukosa adalah sumber energi untuk sel manusia (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, 2015).
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Tujuan dilakukannya pemeriksaan kadar gula darah bagi penderita DM adalah
untuk mengetahui apakah pengobatan yang dilakukan telah tercapai atau jika
belum tercapai dilakukan kembali penyesuaian obat yang cocok bagi penderita
DM.

Waktu yang tepat dalam melaksanakan pemeriksaan kadar gula darah dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Pemeriksaan kadar gula darah puasa, yaitu pemeriksaan yang dilakukan8
jam setelah tidak makan kecuali minum air putih (GDP).
2) Pemeriksaan kadar gula darah 2 jam postprandial yang dilakukan 2 jam
setelah makan (GD2PP)
3) Pemeriksaan kadar gula darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai
dengan kebutuhan (sewaktu/GDS) (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
2015)

12
Menurut WHO ada berbagai cara yang biasa dilakukan dalam memeriksa
kadar glukosa darah diantaranya:

Tabel 2.2. Kriteria Kadar Glukosa Darah

Jenis Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Normal < 100 mg/dl


Tes Glukosa Darah Puasa Prediabetes 100 – 125 mg/dlDiabetes > 126
mg/dl
Tes Glukosa Darah Sewaktu Normal < 200 mg/dl
Normal < 140 mg/dl Prediabetes 140 –
Uji Toleransi Glukosa oral 199 mg/d
Diabetes > 200 mg/dl

Normal < 5.7 %


Uji HBA1C
Pre Diabetes 5.7 % - 6,4%

Diabetes> 6,4 %

C. Senam Aerobic Low Impact


1. Definisi
Senam Aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara
mengikuti irama musik yang juga dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis,
kontinuitas dan durasi tertentu. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
jantung dan paru-paru serta pembentukan tubuh dan juga olahraga untuk
peningkatan kesegaran jasmani bukan olahraga prestasi, akan tetapi olahraga
preventif yang dapat dilakukan secara masal (Hitachisulandari, 2008).
Low-impact Aerobics yaitu, olahraga aerobik yang cenderung santai dan
meningkatkan denyut jantung secara perlahan-lahan, contohnya jalan kaki, joging
dan renang. Sesuai namanya, low-impact tidak mencakup kegiatan yang dapat
membahayakan tulang dan sendi seperti melompat dan terpental. Gerakan yang
dilakukan memiliki intensitas yang lebih rendah, sehingga mengurangi risiko
cedera. Dalam olahraga ini, satu atau kedua kaki harus selalu menyentuh lantai.
Dengan olahraga low-impact, tidak perlu langsung memulainya pada tingkat yang
tinggi. Senam ini bisa mulai melakukannya di tingkat yang lebih lambat dan akan

13
meningkat secara bertahap. Aerobik low-impactsangat ideal untuk manula,
penderita obesitas dan kelebihan berat badan serta wanita hamil (Lynne, 2004).

Menurut Giriwijoyo (2012) aerobic low impact merupakan pelatihan otot atau
kelompok otot tertentu secara bergiliran dengan menerapkan prinsip latihan
pliometrik (latihan peningkatan kontraksi otot) sehingga seluruh otot mendapatkan
gilirannya. Menurut Norman (2010) aerobic low impact adalah kegiatan latihan
fisik yang diarahkan.

2. Manfaat Senam Aerobic Low Impact


Beberapa manfaat senam aerobik yaitu: meningkatkan fungsi jantung,
meningkatkan kinerja paru-paru dan meningkatkan stamina serta kekuatannya,
meningkatkan koordinasi tubuh, khususnya yang sudah memasuki usia renta,
meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah berbagai penyakit, termasuk diabetes,
kolesterol, tekanan darah dan lainnya, melawan depresi, karena olahraga mampu
meningkatkan perasaan menyenangkan pada seseorang, membantu menurunkan
berat badan, aerobik membantu membentuk tubuh lebih sempurna (Yanuaristya,
2012).

3. Indikasi dan kontraindikasi Senam Aerobic Low Impact


Indikasi senam aerobic untuk penderita DM tipe 2 dapat diberikan kepada diabetisi
yang kadar glukosanya tidak melebihi dari 250 mg/dl dan menunjukkan adanya
benda keton didalam urin tidak dapat melakukan latihan atau senam. Sebelum
memulai senam para diabetisi harus diperiksa kadar gula darah selama dan sesudah
periode senam tersebut. Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan
meningkatkan sekresi glucagon, growth hormone, dan katekolamin. Peningkatan
hormone ini membuat hati lebih banyak melepas glukosa mengakibatkan kenaikan
kadar glukosa darah. (Brunner & Suddarth, 2013).

4. Efek fisiologis Senam Aerobic Low Impact


Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami resisten terhadap insulin yang
mampu mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah, meski telah dibantu dengan
terapi insulin kadar gula darah sulit untuk turun karena sel yang resisten insulin atau
sensitivitas sel terhadap insulin itu telah rusak. Dalam hal ini olahraga mampu
membantu memperbaiki kondisi sensitivitas sel terhadap insulin. Efek dari olah
raga dapat terasa jelas dari latihan yang rutin dan long term (jangka lama) serta

14
memperhatikan hal – hal terpenting dalam olahraga seperti durasi dan intensitas
olah raga yang dilaksanakan.

Pada kondisi normal respon tubuh pada awal olah raga, ototnya menggunakan
energy didalam otot (ATP) dan glikogen. Ketika glikogen tersebut habis maka otot
naikkan asupannya dengan menarik glukosa dari sirkulasi darah. Kemudian proses
glikogenolisis meningkat agar mampu memacu peningkatan glikoneogenesis
sepanjang durasi latihan/olahraga meningkat. Saat olahraga kebutuhan glukosa
meningkat kemudian insulin dilepaskan untuk mentransportasikan glukosa masuk
ke dalam sel, sedangkan pada istirahat tubuh menghasilkan hormone katekolami
glukagon, kortisol, dan hormone pertumbuhan agar mampumendorong produksi
gula oleh hati. Untuk menyeimbangkan kerja insulin menyerap glukosa kedalam
sel, maka kadar gula darah kembali normal (euglikemia). Glukosa masuk ke dalam
sel melalui suatu proses, proses tersebut adalah melalui GLUT– 4 GLUT– 4
merupakan isoform utama dalam mengatur kadar otot melalui kerja insulin dan
kontraksi. insulin memberi respon dengan mengaktifkan 5 AMP
protein kinase (Adenosin Monofosfat) untuk mengaktifkan GLUT– 4 kemudian
memicu terjadinya perpindahan lokasi GLUT– 4 ke permukaan sel dan membawa
glukosa ke dalam sel.

Insulin diibaratkan sebagai sebuah kunci dan GLUT – 4 sebagai pintu. Insulin
menempel ke reseptor insulin untuk membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel
GLUT – 4. Pada orang normal system endokrin akan meningkat bila kadar gula
darah meningkat dan menghasilkan insulin dari pancreas untuk menjaga kestabilan
gula darah. Insulin menempel di reseptor insulin pada permukaan sel, kemudian
reseptor insulin akan memberikan sinyal terhadap GLUT – 4 akan berpindah dari
dalam sel ke permukaan sel untuk memasukkan glukosa.

Proses penghantaran atau transduksi sinyal dari reseptor insulin ke wadah GLUT– 4
terbagi 3 yaitu penerimaan, transduksi dan respon. Tahap pertama penerimaan yaitu
sel mendeteksi adanya sinyal dari molekul lain dari luar sel. Tahap Transduksi
adalah saat zat kimia pembawa sinyal atau disebut ligan sudah mengikat reseptor
maka reseptor tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan ini memulai
terjadinya proses perpindahan. Dan tahap respon sel target dapat memberi stimulasi
pada GLUT – 4 untuk berpindah ke permukaan sel dan membawa masuk glukosa.
Pada penderita DM tipe II stimulasi insulin terhadap GLUT– 4 lemah, sehingga
olahraga atau aktifitas fisik dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Senam
15
aerobic dan pembebanan meningkatkan stimulasi terhadap GLUT– 4 dan asupan
gula darah. Olah raga dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui
meningkatnya asupan glukosa otot, sensitivitas resptor, transportasi glukosa.
Latihan meningkatkan transportasi glukosa melalui kontraksi otot. Kontraksi otot
menimbulkan kebutuhan glukosa didalam otot yang lebih lanjut melalui mekanisme
kerja insulin, dengan memberi sinyal terhadap GLUT– 4 berpindah ke permukaan
sel untuk membawa masuk glukosa, selain dengan mekanisme ini juga bisa terjadi
tanpa tergantung pada kerja insulin yaitu melalui mekanisme Ca++ selama
kontraksi otot, mekanisme ini mengeluarkan protein 5 AMP kinase yang berfungsi
sebagai aktifator untuk perpindahan GLUT– 4 ke permukaan sel. Dan olahraga juga
dapat berfungsi mirip seperti insulin tidak hanya melalui Ca++ tetap kontraksi otot
juga 5 AMP kinase, reactive Oxygen Species, NO (Nitric Oxide) untuk memberi
sinyal pada GLUT–4. Selain berperan dalam meningkatkan translokasi GLUT– 4,
terutama efek latihan meningkatkan jumlah mitokondria yang dipengaruh oleh nitrit
oksid, membuat oksidasi lemak dipemukaan sel mningkat sehingga meningkatkan
sensitivitas respon terhadap insulin. (Morrison, Colberg, Mariano, Parson, & Vinik,
2010).

5. Prosedur Senam Aerobic Low Impact


Prosedur dari Senam Aerobik Low Impact adalah: (Soempono, 2010).
a. Fase I Latihan Pemanasan
Pemanasan (warming up) merupakan tahap awal sebelum melakukan senam
aerobik. Fase ini diawali dengan kegiatan stretching, yaitu penguluran otot-otot
tubuh dan dilanjutkan dengan gerakan dinamis pemanasan selama 10 menit.
Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkatkan elastisitas otot dan ligamen
di sekitar persendian, sehingga dapat mencegah kemungkinan cedera yang
berbahaya. Selain itu, pemanasan juga dapat meningkatkan suhu tubuh dan
denyut nadi, untuk menyiapkan tubuh menghadapai latihan yang lebih intensif.

b. Fase II Latihan Inti


Latihan ini merupakan tahap utama dari keseluruhan senam aerobik. Intensitas
latihan pada fase ini cukup tinggi dengan durasi 25 hingga 55 menit. Pada fase
inilah sasaran latihan harus tercapai, yaitu dengan mengetahui bahwa latihan
telah mencapai training zone. Training zone merupakan daerah ideal denyut
nadi dalam fase latihan. Jangkauan training zone ini 60%-90% dari denyut nadi

16
maksimal seseorang (DNM). Oleh karena tingkat usia manusia berbeda, berarti
denyut nadi yang dimiliki juga berbeda.

c. Fase III Pendinginan


Pendinginan (cooling down) merupakan usaha untuk menurunkan kondisi tubuh
dari kerja dengan intensitas yang tinggi secara bertahap dan teratur, agar
kembali ke keadaan semula. Fase ini dilakukan selama 5 - 10 menit tergantung
kebutuhan tiap individu. Cara melakukannya dengan tetap melakukan kegiatan
fisik dan intensitas yang paling rendah, dengan diiringi musik yang nyaman.
D. Senam Yoga
1. Definisi
Yoga adalah sebuah gaya hidup, suatu sistem pendidikan yang terpaduantara tubuh,
pikiran dan jiwa. Yoga adalah olahraga yang bisa dilakukan oleh wanita dan pria di
segala usia: anak-anak, remaja, dewasa, lansia yangberumur diatas 50 tahun (Widya
2015). Yoga merupakan salah satu bentuklatihan fisik yang efektif mengontrol
kadar gula darah. Yoga dibutuhkan untuk membakar kelebihan glukosa di dalam
tubuh, olahraga yoga memacu badan untuk lebih efektif menggunakan karbohidrat.
Menurut Widya (2015) berlatih yoga secara teratur sangat berguna untuk para
penderita diabetes. Latihan yoga menyebabkan otot-otot untuk menyerap kelebihan
glukosa dalam darah, sehingga mengurangi tingkat gula darah. Yoga membantu
pankreas dan hati untuk berfungsi secaraefektif, dengan jalan mengatur kadar gula.
Gerakan gerakan yoga dilakukan adalah gerakan gerakan yoga yang bertujuan
untuk merangsang fungsi kerja pankreas. Fungsi gerakan gerakan tersebut akan
meningkatkanaliran darah ke pankreas, meremajakan sel-sel organ dan
meningkatkan kemampuan pancreas untuk memproduksi insulin.

Yoga sebagai salah satu bantuk latihan fisik yang efektif mengontrol kadar gula
darah. Pada DM tipe II pankreas menghasilkan insulin tetapi sedikit, kurangnya
produksi insulin membuat gula darah tidak bisa masuk kedalam sel, sehingga kadar
gula darah menjadi meningkat. Pernapasan yoga yang membuat gerakan turun-naik
perut dengan gerakan-gerakan yoga sendiri akan menekan kerja pancreas. Hal ini
membuat hormon insulin menjadi aktif dan kerusakan pankreas lambat laun di
perbaiki. Akibat positifnya, tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Yoga
dibutuhkan untuk membakar kelebihan glukosa di dalam tubuh. Olahraga ini juga
memacu badan untuk lebih efektif menggunakan karbohidrat. Yoga yang dilakukan
secara teratur membantu penurunan berat badan (Surya & Harlinawati, 2006).

17
2. Manfaat yoga
Menurut Hicks (2013), manfaat senam yoga adalah sebagai berikut:
a. Fleksibelitas
Pada gerakan inti merupakan salah satu bagian dari aliran yoga yang
mempunyai peran untuk melepaskan asam laktat. Sehingga dapat
menghilangkan kekakuan dan ketegangan pada anggota tubuh yang memang
ditimbulkan oleh asam laktat.

b. Kekuatan
Berbagai gaya di dalam latihan yoga yang berfungsi sebagai latihan kekuatan
yang berfungsi untuk membangun kekuatan tubuh bagian atas. Dan beberapa
gerakan yoga lainnya jika dilakukan secara benar akan menguatkan otot-otot
hamstring dan abdominal.

c. Postur
Seseorang yang melakukan yoga secara teratur akan memiliki postur tubuh
yang lebih baik, akibatnya dari adanya peningkatan fleksibilitas dan kekuatan.

d. Perbaikan sirkulasi
Pose-pose yoga akan memperbaiki sirkulasi darah kelenjar getah bening pada
seluruh tubuh serta tekanan dari abdomen terdapat diafragma yang dapat
melatih otot-otot diafragma dan jantung. Selain itu dapat meningkatkan kualitas
tidur karena terjadi proses relaksasi pada pose istirahat atai rilex sehingga pada
system saraf simpatik membuat respon relaksasi untuk masuk.

e. Mengurangi stress
Selain karena efek relaksasi, orang yang melakukan yoga kan mengalami
penurunan kadar ketokolamin yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal karna
adanya kadar ketokolamin dalam menanggapi stress. Ketokolamin merupakan
hormone yang dihasilkan saat seseorang mengalami stress.

f. Menyehatkan jantung
Efek yoga terhadap jantung adalah berupa penurunan tekanan darah
memperlambat denyut jantung. Hal ini tentu saja sangat bermanfaat pada
penderita hipertensi dan stroke.

g. Mencegah osteoporosis
18
Dengan melakukan yoga dapat membantu untuk menguatkan pada daerah
tulang lengan yang rentan terkena osteoporosis.

h. Menurunkan gula darah dan kolestrol


Pada penderita Diabetes, gerakan yoga dapat menurunkan berat badan, kadar
hormone adrenalin dan juga kortisol sehingga dapat memperbaiki sensitivitas
pada insulin. Pada otot, ketika melakukan gerakan dapat menyerap kelebihan
glukosa di dalam darah, yoga membantu pankreas dan hati untuk berfungsi
secara efektif, gerakan- gerakan yoga ini dapat merangsang fungsi pada kerja
pancreas sehingga akan meningkatkan aliran darah ke pankreas, lalu
meremajakan sel-sel organ serta meningkatkan kemampuan pankreas
memproduksi insulin (Widya 2015).

3. Pengaruh yoga terjadap perubahan Kadar Glukosa Darah


Berlatih yoga sudah lama diketahui sangat bermanfaat untuk kesehatan, baik mental
maupun fisik. Manfaat ini juga tak luput dapat dirasakan oleh diabetesi. Bahkan,
sebuah artikel di Indian Journal of Endocrinology and Metabolism menyatakan
bahwa yoga dinyatakan sebagai terapi yang efektif untuk mengendalikan gejala-
gejala diabetes (Novita, 2019).

Pada dasarnya, yoga adalah latihan yang menggabungkan kerja fisik, teknik
pernapasan, relaksasi, serta menyelaraskan tubuh, mental, dan holistik kita. Selama
yoga, pikiran kita pun akan berhenti sejenak agar tetap fokus dan tenang untuk
melihat gambaran besar dari masalah kita sebenarnya. Ini membuat kita lebih
mampu mawas diri dan bertindak atas dasar kesadaran penuh, bukannya kepanikan
semu.

Melakukan yoga secara teratur dapat membantu mengurangi resiko bahkan


membantu kesembuhan penderita diabetes melitus. Melakukan yoga secara teratur
dapat membantu meningkatkan kadar insulin, terutama jika pose-pose yoga yang
dilakukan mengakibatkan pankreas teregang serta terstimulasi sehingga
menghasilkan lebih banyak insulin. Selain itu, hormon stres dipercaya dapat
meningkatkan sekresi glukagon dalam darah, dan manfaat pereda stres dari yoga
berguna untuk mengurangi sekresi tersebut (Novita, 2019).

Selain itu, bila dikombinasikan dengan olahraga yang lebih keras seperti lari dan
senam aerobik, yoga dapat meningkatkan kualitas pernapasan serta membantu
19
mengurangi tekanan akibat olah fisik keras tersebut. Semua hal tersebut baik
dilakukan untuk orang yang memiliki diabetes (Novita, 2019).

BAB III

KERANGKA TEORI

A. Kerangka Teori
Diabetes melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya (Smeltzer, 2015). Menurut Wijaya & Yessie
(2013) terjadinya diabetes mellitus memiliki beberapa penyebab seperti; obesitas,
factor usia, riwayat penyakit keluarga dan kelompok etnik. Selain itu terdapat faktor-
faktorpencetus diabetes diantaranya obesitas, kurang gerak, olah raga, makanan
berlebihan dan penyakit hormonal yang kerjanya berlawanan dengan insulin (Suryono
& Subekti, 2009).

Penanganan DM dapat dilakukan dengan lima pilar yaitu: edukasi, perencanaan makan,
aktivitas fisik, intervensi farmalogis dan pemeriksaan gula darah. Latihan fisik atau
aktivitas fisik merupakan salah satu pilar dalam mengelola DM yang berfungsi untuk
memperbaiki sensitivitas insulin dan untuk menjaga kebugaran tubuh (PERKENI,
2015).

Olahraga merupakan kebutuhan setiap manusia, agar kondisi fisik dan kesehatannya
tetap terjaga. Pada dasarnya semua olahraga baik untuk dilakukan oleh semua usia dan
jenis kelamin, akan tetapi jenis olahraga yang dilakukan harus sesuai dengan usia, agar
tujuan dalam melakukan gerakan olahraga tersebut dapat tercapai (Prasetyo, 2013).
Terutama bagi lansia olahraga yang di lakukan harus sesuai dengan intensitasnya,
dikarenakan lansia sudah mengalami penurunan massa otot, perubahan distribusi darah
ke otot, otot menjadi kaku dan penurunan kekuatan otot (Ambardini, 2010). Pada saat
tubuh bergerak akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang
aktif, juga terjadi reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi metabolisme,
pelepasan dan pengaturan hormonal dan susunan saraf otonom. Pada keadaan istirahat,
metabolism otot sangat sedikit sekali memakai glukosa sebagai sumber bahan bakar,
sedangkan saat olahraga, glukosa dan lemak akan dijadikan sebagai bahan bakar utama.

20
Diharapkan dengan dijadikan glukosa sebagai bahan bakar utama, kadar glukosa darah
akan menurun (Azitha et al., 2018).
Penyebab Diabetes Melitus

Obesitas Pengendalian DM ( 5 pilar )


kurang gerak/olah raga Edukasi
makanan berlebihan Perencanaan makan
penyakit hormonal yang kerjanya Aktivitas fisik
berlawanan dengan insulin Intervensi farmalogis
Pemeriksaan gula darah.

Aktifitas Fisik
Senam aerobic low
impact
Senam yoga

Kadar Gula Darah Menurun

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini dengan variabel dependen adalah kadar gula darah
sedangkan variabel independennya adalah pelaksanaan kombinasi latihan fisik senam
aerobic low impact dan yoga pada pasien dengan diabtese melitus 2.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pelaksanaan Kombinasi
latihan fisik senam aerobic Kadar Gula Darah
low impact dan yoga pada
pasien diabetes melitus 2

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

21
C. Hipotesis
Menurut (Notoatmodjo, 2018) hipotesis merupakan suatu asumsi atau anggapan atau
dugaan sementara yang digunakan peneliti untuk menguji tingkat kebenaran hubungan
antara variabel penelitiannya, sehingga hipotesis penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact
dan yoga terhadap perubahan kadar gula darah pada lansia dengan diabetes
melitus DM tipe 2 di lingkup wilayah kerja Puskesmas Andalas Padang

Ho : Tidak ada pengaruh pelaksanaan kombinasi latihan fisik: senam aerobic low
impact dan yoga terhadap perubahan kadar gula darah pada lansia dengan
diabetes melitus DM tipe 2 di lingkup wilayah kerja Puskesmas Andalas Padang

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experiment
Design dengan pendekatan One Group Pre Test – Post Test. Penelitian ini mengukur
pengaruh perlakuan (intervensi) sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada
kelompok intervensi (Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini mengukur pengaruh
pemberian kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact dan yoga terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang.

Tabel 4.1 Desain Penelitian

Subjek Pretest Intervensi Posttest

K1 O1 X O2

Keterangan :

K1 = Responden

O1 = Pengukuran Pertama

Responden O2 = Pengukuran Kedua

Responden X = Pemberian Intervensi

B. Populasi dan sampel


1. Populasi
Populasi adalah golongan yang termasuk menjadi sasaran penelitian (Notoatmodjo,
2018). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan DM tipe 2 yang berobat
di Puskesmas Andalas Kota Padang dengan jumlah data yang di dapatkan dalam 3
bulan terakhir sebanyak 171 orang.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi, makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan
23
generalisasi semakin kecil dan sebaliknya (Notoatmodjo, 2018). Tehnik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah non- probability sampling, yaitu
purposive sampling. Menurut Nursalam (2017) purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel sesuai yang dikehendaki peneliti.
Menurut (Suhaerah, 2014) untuk penelitian eksperimental secara sederhana dapat
dirumuskan menggunakan rumus federer berikut ini :
(t-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan Rumus :
t : jumlah intervensi r : sampel/kelompok

Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah:
(t-1) (r-1) ≥ 15

(1-1) (r-1) ≥ 15

(r-1) ≥ 15

r ≥ 15+1

r ≥ 16

r = 16 orang

Hasil yang didapatkan adalah 16 orang. Maka jumlah sampel minimal yang harus
didapatkan oleh peneliti adalah 16 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi
dan eklusi.

Kriteria Inklusi:
a. Partisipan berumur 60 tahun keatas dengan diabetes melitus tipe 2
b. Partisipan bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi:
a. Partisipan mengalami luka terbuka.
b. Partisipan mempunyai penyakit jantung.
c. Partisipan mempunyai penyakit asma
d. Partisipan dengan gangguan muskuloskeletal

24
C. Lokasi dan Waktu
Penelitian Penelitian dilakukan lingkup wilayah kerja Puskesmas Andalas Padang dari
bulan September 2022 sampai dengan Desember 2022. Waktu pengumpulan data
dilakukan pada Oktober 2022 sampai dengan Desember 2022.

D. Variabel dan Definisi Operasional


1. Variabel
Variabel adalah suatu objek yang menjadi sasaran dalam penelitian dan
karakteristik yang bervariasi melekat pada populasi yang akan diteliti antara satu
orang dengan yang lainnya, misalnya jenis kelamin, berat badan, indeks massa
tubuh dan kadar hemoglobin (Dharma, 2017).
a. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah karakteristik subjek yang akan dilteliti dimana
keberadaannya menyebabkan perubahan pada variabel lainnnya (Dharma,
2017). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kombinasi
latihan fisik senam aerobic low impact dan yoga.

b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)


Variabel dependen adalah variabel yang akan berubah akibat pengaruh yang
diberikan oleh variabel independen (Dharma, 2017). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kadar gula darah terhadap pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah variabel operasional yang dilakukan penelitian
berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional ditentukan berdasarkan
parameter ukuran dalam penelitian. Definisi operasional mengungkapkan variabel
dari skala pengukuran masing-masing variabel tersebut (Donsu, 2016)

Tabel 4.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Car Hasil Skala


Operasio a Pengukur
nal Uku an
r
Gula Jumlah Glucomete Pretes Hasil Rasio
darah kandungan r t angka
sewaktu glukosa Postte gula
st darah
dalam plasma dalam
darah. satuan
mg/dL
yang
25
dilakukan
sesuai
dengan
kebutuhan
(sewaktu)
Senam Suatu
Aerob kegiatan SOP Observas Melakukan
ic senam Senam i Senam
Low Aerobic Aerobic
Impac yang dilakukan Low Low
t dengan gerakan Impact Impact
santai selama sesuai SOP
30-45 menit
yang terdiri dari
fase pemanasan
10 menit, fase
Inti 25 menit,
dan fase
pendinginan
5
menit.
Dilakukan 3x
dalam 2
minggu.
Sena Suatu SOP Observas Melakuk
m kegiatan Sena i an
Yoga senam m Senam
Yoga Yoga
yang dilakukan
dengan gerakan sesuai SOP
yang lebih
terpadu antara
pikiran dan
tubuh dengan
gerakan santai
selama 30-45
menit yang
terdiri dari
fase
pemanasan
10
menit, fase Inti
25 menit, dan
fase
pendinginan
5
menit.
Dilakukan
3x dalam 2

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data


1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
a. Formulir informed consent sampel

26
b. Glucometer (alat ukur untuk gula darah)

2. Metode Pengumpulan Data


a. Data
Data tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan responden diperoleh dengan
wawancara saat anamnesis, lembar observasi dan pengukuran kadar gula darah.
Pada penelitian yang akan dilakukan data yang paling diperlukan adalah data
gula darah responden yang akan di ukur menggunakan glucometer sebelum dan
sesudah dilakukan senam aerobic low impact dan yoga.

b. Prosedur Penelitian
1) Persiapan Penelitian
a) Mengurus surat perizinan dan persetujuan tempat penelitian dari
pimpinan Fakultas Keperawatan kepada Dinas Kesehatan Kota
Tanggerang Selatan dan Kepala Puskesmas Pamulang.
b) Melakukan study pendahuluan di Puskesmas Pamulang Untuk
memperoleh data yang mendukung.
c) Menentukan dan menyaring jumlah responden yang akan menjadi
responden penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
d) Penelitian ini dibantu dengan 1 orang petugas puskesmas yang akan
mengkoordinir responden dan 2 orang enumerator yang akan menjadi
fasilitator selama kegiatan senam berlangsung.

2) Pelaksanaan Penelitian
Setelah didapatkan responden sesesuai kriteria, penelitian dilaksanakan
dengan responden diberikan senam aerobic low impact dan senam yoga
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Responden sesesuai kriteria yang telah ditetapkan diberikan informed
concent sebagai kesediaan untuk menjadi responden.
b) Menyiapkan instrument dan alat penelitian
c) Dilakukan pengukuran kadar gula darah sewaktu (GDS) menggunakan
glucometer sebelum diberikan intervensi
d) Diberikan intervensi selama 3x dalam seminggu selama 2 minggu,
dimana senam aerobic low impact dan senam yoga dilakukan dengan
selang seling. Dilakukan sebanyak 3x senam aerobic low impact dan 3x
senam yoga. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 08.00
wib.
27
Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Intervensi
Hari Intervensi
Durasi
Pelaksanaan Aerobic Low Impact Yoga

28
Hari I ✓
Hari II ✓

Hari III ✓

Hari IV ✓

Hari V ✓

Hari VI ✓

e) Setelah selesai melakukan intervensi tersebut selama 2 minggu, akan


dilakukan pengecekan gula darah ulang (post test) dengan
menggunakan glucometer. Pengecekan gula darah sewaktu dilakukan
setelah 5 menit selesai melakukan senam.
f) Hasil yang didapatkan di catat di lembar observasi dan kemudian
dilakukan pengolahan data dengan komputerisasi menggunakan SPSS

Pengumpulan Data

Populasi

Sampel Kriteria Inklusi

Pengecekan gula darah sewaktu (pre test)

Senam aerobic low impact dan senam yoga dilakukan


3x dalam 1 minggu selama 2 minggu

Minggu ke-1 dilakukan 2x senam Minggu ke-2 dilakukan 2x senam


aerobic low impact dan 1x senam yoga dan 1x senam aerobic low
yoga impact

29
Pengecekan gula darah sewaktu (post test)

Analisis Data

Bagan 4.1 Kerangka Operasional Penelitian

F. Etika Penelitian
Menurut (Notoatmodjo, 2018) masalah etika yang harus diperhatikan diantaranya:
1. Informed Consent (Format persetujuan)
Sebelum peneliti memberikan lembar persetujuan responden, peniliti lebih dahulu
menjelaskan tujuan penelitian, berapa lama penelitian berlangsung dan
keuntungan responden mengikuti penelitian ini. Kemudian lembar persetujuan
diberikan kepada responden dengan kriteria inklusi.
2. Anonymity
Peneliti hanya menggunakan inisial responden dalam lembar hasil penelitian,
untuk menjaga kerahasiaan responden. Apabila terjadi masalah dikemudian hari,
peneliti meminta nama asli, umur dan pengodean pada data absen responden.
Dimana tujuannya agar tidak tertukar antara hasil kuisioner pre dan post pada
responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti menjanjikan kerahasiaan lembar pengisian responden, disimpan dengan
baik dan tidak menyebarkan kepada orang lain.
4. Justice (Keadilan)
Peneliti mempertimbangkan aspek keadilan yang mana peneliti selalu
menjelaskan prosedur penelitian dan menjamin bahwa semua subjek penelitian
mendapatkan keuntungan dan perlakuan yang sama dalam satu kelompok.
5. Honesty
Saat penelitian dilakukan , peneliti berusaha menjalin komunikasi yang baik, dan
membangun rasa saling percaya antara peneliti dan respon. Serta jujur dalam

30
pengumpulan daftar pustaka, pengumpulan data, penerapan metode dan prosedur
penelitian hingga publikasi hasil.

G. Teknik Pengolahan Data


Data yang terkumpul dalam tahap pengumpulan data harus diolah dahulu dengan
tujuan untuk menyederhanakan semua data yang terkumpul, menyajikan dalam
susunan yang rapi kemudian menganalisanya. Pengolahan data dilakukan dengan
komputerisasi menggunakan IBM SPSS versi 22. Langkah-langkah dalam pengolahan
data antara lain:
1. Editing (Penyuntingan Data)
Hasil wawancara yang diperoleh melalui kuesioner disunting (edit) terlebih
dahulu. Kemudian dimasukan ke dalam table data observasi.
2. Coding (Pengkodean)
Setelah semua kuesioner di edit atau di sunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan.
3. Tabulating (Tabulasi)
Membuat table-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan
oleh peneliti.
4. Cleaning
Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada
kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan terjadi pada saat kita
mengentri data ke komputer.

H. Teknik Analisa Data


1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel penelitian. Analisis univariat digunakan untuk
menggambarkan seluruh data yang telah diperoleh sebagaimana mestinya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang digenerilisasikan (Notoatmodjo, 2018).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesa dari hubungan atau perbedaan
antara variabel Independen dengan variabel dependen, yaitu untuk melihat
pengaruh kombinasi latihan fisik: senam aerobic low impact dan yoga terhadap

31
penurunan gula darah pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2. Sebelum
melakukan pengolahan data dilakukan uji normalitas data menggunakan uji
Shapiro-willk (sampel<50). Kriteria hasil uji normalitas di dapatkan data
berdistribusi normal. Selanjutnya data diolah dengan uji paired-test. Data
dikatakan bermakna apabila nilai (p)<0,05.

32
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2014). Recommendation: Report of the Commite on the diagnosis and clasification of
Diabetes Melitus Diabetes Care. USA.

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.

Azhita, et al. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien
Diabetes Melitus yang Datang Ke Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil
Padang. Jurnal Keseatan Andalas: Di akses pada tanggal 10 November 2021
melalui http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/893

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.
2. Jakarta: EGC.

Dahlan, Sopiyudin M. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi Kelima. Jakarta:
Salemba Medika

Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 Edisi I. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Diakses pada tanggal 11 Agustus
2021

Dharma. (2017). Keperawatan: Panduan Pelaksanaan dan Menerapkan Hasil Penelitian.


Jakarta

Donsu, J, D, T. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru


Press. Cetakan I.

Elliot, E (2013). Yoga for older adults. https://www.dementiability.com/. Diakses 19


November 2021.

Gordon. (2016). Updates in Diabetic Peripheral Neuropathydi akses melalui


http://www.ncbi.nlm.nih.gov pada 12 Desember 2021.

Harber, P.M., & Scoot, T. (2009). Aerobic Exercise Training Improves Whole Muscle And
Single Myofiber Size And Function In Older Woman. Journal Physical Regular Integral
Company Physical. Diakses pada 12 Oktober 2021 melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3774188/

Hasdianah & Suprapto, S. I. ( 2014). Patologi & Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta


33
:Nuha Medika

Indriyani, P. (2010). Pengaruh Latihan Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Pada Penderita Dm Tipe 2 Di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga. Nurse
Media: Journal of Nursing, 1(2), 89–99. https://doi.org/10.14710/nmjn.v1i2.717

Indriyani, P. (2010). Pengaruh Latihan Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Pada Penderita Dm Tipe 2 Di Wilayah Puskesmas

Merdawati L, dkk. (2019). Pengaruh Latihan Yoga terhadap Kadar Gula Darah Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Fkep Unand. Diakses melalui
http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/view/202

Mirawati, et al. (2018). Efektivitas Senam Aerobik Terhadap Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Mamajang Kota Makassar.

Mirza, M. Puguh. (2019). Pengaruh Terapi Yoga Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lansia di Pukesmas I Kembaran.

Notoatmodjo, S (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho,


W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: Balai

Penerbit EGC.

Nuryanti, I., & Bantas, K. (2014). Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes mellitus pada
wanita dewasa di indonesia. Jurnal Universitas Indonesia.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1111/j.1541-1338.2011.00508.x

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PERKENI

PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


Jakarta: PERKENI

34

Anda mungkin juga menyukai