Anda di halaman 1dari 68

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.

R
DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) ON HD
DI RUANG HEMODIALISA RS JUANDA KUNINGAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Program Studi Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah 3

Disusun Oleh :
TIM A KELOMPOK 9

Cintia Rindyantika, S.Kep JNR0230013


Firda Asri Nurdianti, S.Kep JNR0230036
Ineu Jumiati, S.Kep JNR0230049
Khamaludin, S.Kep JNR0230055
Riska Fatmawati S.Kep JNR0230087

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa

karena berkat Kebaikan-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini

dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa, tim penyusun atau kelompok sepuluh

ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Lia Mulyati S.Kep,M.Kep selaku

Koordinator Departemen Keperawatan Medikal Bedah atas tugas yang telah

diberikan. Dengan tugas ini, ada banyak hal yang bisa kami pelajari melalui

penelitian dalam makalah ini.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.Rdengan Chronic

Kidney Disease (Ckd) On Hd Ruang Hemodialisa Rs Juanda Kuningan ” disusun

oleh kami selaku kelompok sembilan Tim A untuk memenuhi tugas praktik klinik

mahasiswa departemen Keperawatan Medikal Bedah. Kami pun mengetahui jika

makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan sehingga

kami sangat berharap saran dan kritiknya kepada kami agar di kemudian hari kami

bisa membuat satu makalah yang lebih berkualitas.

Kelompok 9 Kuningan,

Febuari 2024

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan...........................................................................................................5

1. Tujuan Umum.....................................................................................................5
2. Tujuan Khusus....................................................................................................6
D. Manfaat.........................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7

2.1 Definisi Penyakit Gagal Ginjal Kronis......................................................7

2.2 Etiologi.........................................................................................................8

2.3 Patofisiologi..................................................................................................8

2.4 Anatomi & Fisiologi....................................................................................9

2.5 Klasifikasi..................................................................................................13

2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................14

2.7 Patway........................................................................................................17

2.9 Komplikasi.................................................................................................18

2.10 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19

2.11 Pengobatan................................................................................................19

2.12 Rencana Asuhan Keperawatan................................................................25

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN.......................................................38

3.1 Pengkajian...................................................................................................38

ii
3.2 Keluhan Utama...........................................................................................39

3.3 Riwayat Kesehatan Sekarang......................................................................39

3.4 Riwayat Kesehatan Terdahulu....................................................................39

3.5 Riwayat Kesehatan Keluarga......................................................................39

3.6 Kebutuhan Dasar.........................................................................................39

3.7 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................42

3.8 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................45

3.9 Terapi dan Penatalaksanaan Medis.............................................................46

3.10 Analisis Data Keperawatan.........................................................................47

3.11 Diagnosa Prioritas Keperawatan.................................................................49

3.12 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................49

3.13 Implementasi Keperawatan.........................................................................55

3.14 Catatan Perkembanagan..............................................................................59

BAB IV PENUTUP..............................................................................................62

4.1 Kesimpulan.................................................................................................62

4.2 Saran............................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................64

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai

dengan kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama

lebih dari 3 bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan

fungsi ginjal dapat menimbulkan gejala pada pasien PGK. Jika terjadi

kerusakan ginjal yang berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu

akhirnya produksi sel darah merah berkurang. Seiring dengan perdarahan,

defisiensi besi, kerusakan ginjal, dan diikuti dengan penurunan laju filtrasi

glomerulus, maka derajat anemia akan meningkat (Ulfah, 2021).

Salah satu gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami

anemia adalah pasien terlihat pucat (anemis), mudah lelah, lesu, badan lemah,

pusing, mata berkunangkunang, nafas sesak, dan penurunan kadar hemoglobin

dalam darah. Keluarga Pasien gagal ginjal kronik masih memiliki pengetahuan

yang kurang tentang anemia, sehingga masih banyak pasien yang mengalami

anemia. Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun 1995-2025

diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal 41,4% di

Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien GGK menurut World Health

Organizatin (WHO) (2020) adalah 84,5% dengan prevalensi pada pasien

dialysis kronis menjadi 100% dan 73% pada pasien pradialisis. Pada tahun

1
2

(2006), di Amerika serikat penyakit ginjal kronik menempati urutan ke-9

sebagai penyebab kematian 2 paling banyak. Menurut data URDS 2010 angka

kejadian anemia pada gagal ginjal kronik stadium 1-4 di Amerika yaitu

sebesar 51,8 dan kadar Hb rata-rata pada gagal ginjal kronik tahap akhir 9,9

g/dl (Akizawa, 2021).

Di Indonesia, insiden terjadinya penyakit ginjal kronik yaitu 100-150

per satu juta penduduk pada tahun (2020). Menurut data nasional berkisar

713.783 jiwa dan 2.850 yang melakukan pengobatan hemodialisa. Jumlah

penyakit gagal ginjal kronik di Jawa Barat mencapai 131.846 jiwa dan

menjadi provinsi tertinggi di Indonesia, Dalam uraian tersebut jumlah pada

laki-laki adalah 355.726 jiwa, sedangkan pada perempuan adalah 358.057

jiwa. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018

menunjukan bahwa penderita penyakit gagal ginjal di Indonesia sebesar 3,8 %

naik dari 2.0% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2019).

Ketidakmampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya menyebabkan

terjadinya akumulasi produk sisa metabolisme dan ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit dalam tubuh yang akan mempengaruhi keseimbangan seluruh

sistem tubuh. Banyak pasien hemodialisis dihadapkan pada problem kesehatan

yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, salah satu dan mayoritas

problem tersebut adalah anemia, yang berkembang sejak awal pasien terkena

gagal ginjal kronik dan berkontribusi pada penurunan kualitas hidup pasien.

Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kemungkinan efek samping yang

terjadi, termasuk komplikasi dan kematian karena penyakit kardiovaskuler.


3

Banyak pasien Gagal Ginjal Kronik yang mengalami anemia (Akizawa,

2021).

Kurangnya pengetahuan tentang sumber makanan juga dapat

mempengaruhi angka kejadian anemia, sehingga banyak pasien yang harus

menjalani transfusi darah. Keluarga merupakan mata rantai pertama dan utama

3 sebagai identifikasi awal anggota keluarga yang mengalami anemia.

Berbagai hambatan dalam merubah gaya hidup dapat terjadi dan

mempengaruhi pasien maupun keluarga dalam menghadapi anemia, keadaan

ini dapat mempengaruhi kondisi penderita yang semakin memburuk. Pasien

PGK yang melakukan hemodialisa seluruhnya mengalami anemia. Anemia

pada PGK akan berdampak pada penurunan fisik, peningkatan mortalitas serta

morbiditas, dan kualitas hidup, serta meningkatkan biaya dan lama rawat inap,

anemia juga merupakan faktor resiko terjadinya penurunan fungsi kognitif.

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab anemia, diantaranya yaitu

berkurangnya produksi eritropoetin, berkurangnya umur eritrosit, anemia

karena defisiensi besi terjadi karena kekurangan cadangan zat besi, zat besi

yang tidak adekuat mengakibatkan berkurangnya sintesis hemoglobin

sehingga menghambat proses pematangan eritrosit, perdarahan baik akut

maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah dalam

sirkulasi.

Hemodialisa adalah suatu terapi yang dilakukan untuk mengeluarkan

sisa metabolisme dan cairan yang berlebihan di dalam tubuh yang bertujuan

untuk menggantikan fungsi ginjal. Hemodialisa harus dilakukan oleh pasien


4

seumur hidup. Ketika menjalani hemodialisa, pasien akan mengalami berbagai

masalah kesehatan akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal ini akan menjadi

stresor fisik bagi pasien dan akan berpengaruh pada kehidupan pasien yang

meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual pasien (Hutagaol, 2023).

Dampak fisik dari hemodialisa yang akan dialami pasien meliputi

keluhan lelah, sesak, kesulitan beraktivitas, pusing, mual, oedema dan lainnya.

Selain itu, dampak fisik yang sering muncul pada pasien adalah penurunan

energi pada pasien, adanya ketidaknyamanan fisik ketika menjalani

hemodialisa, gangguan tidur dan terjadinya kelemahan fisik pada pasien.

Dampak psikososial pada pasien yang menjalani hemodialisa berupa gagalnya

pasien dalam beradaptasi dengan keadaannya sedang dialami pasien, seperti

ketidakmampuan pasien mengatasi konflik, merasa frustasi dan sulit

berhubungan dengan lingkungan sekitar. Terjadinya pembatasan interaksi

sosial dan lingkungan sekitar pada pasien dikarenakan jadwal hemodialisa

yang harus jalani dan kelemahan fisik yang terjadi pada pasien. Dampak

hemodialisa dari segi ekonomi, terapi hemodialisa telah menggunakan biaya

kesehatan yang sangat besar (Hutagaol, 2023).

Pada tahun 2012, total biaya yang telah ditanggung oleh PT Akses

maupun jaminan ansuransi lainnya sebesar 227 miliyar rupiah. Pada tahun

2015, pembiyaan pelayanan kesehatan untuk penyakit gagal ginjal kronik

yang diberikan oleh BPJS sebesar 2,68 triliun rupiah baik yang melakukan

rawat inap maupun rawat jalan. Pembiayaan ini terus meningkat sebesar 2,2

triliun rupiah dari tahun 2014. Pembiayaan penyakit gagal ginjal ini
5

merupakan pembiayaan terbesar kedua setelah penyakit jantung yang

diberikan oleh BPJS. Dilihat dari banyaknya dampak yang ditimbulkan pada

pasien selama hemodialisa, maka dukungan keluarga sangatlah penting dalam

membantu mengatasi masalah-masalah tersebut (Rustandi, 2018).

Berdasarkan hasil wawancara pada kepala ruangan jumlah pasien HD

(Hemodialisa) di Ruang Hemodialisa di Rumah Sakit Juanda Kuningan

Berjumlah 90 pasien dengan kunjungan 2x dalam seminggu. Tujuan dilakukan

hemodialisis adalah untuk mengeluarkan sisa metabolisme, protein, gangguan

keseimbangan air dan elektrolit antara kompartemen larutan dialisat memalui

membrane (selaput tipis) semipermiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan

atau biasa disebut dialyzer (Wahyuningsih, 2020). Hemodialisis (HD)

dilakukan 2-3 kali seminggu, dengan rentang waktu tiap tindakan

hemodialysis adalah 4-5 jam setiap kali terapi. Berdasarkan latar belakang

diatas kelompok 9 tertarik untuk membuat makalah tentang asuhan

keperawatan pada pasien CKD di Ruang Hemodialisis Rumah Sakit Juanda

Kuningan Tahun 2024.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam studi

kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.Rdengan

Chronic Kidney Disease (Ckd) On Hd Ruang Hemodialisa Rs Juanda

Kuningan.
6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan intensive pada klien dengan Chronic

Kidney Disease secara komprehensif di Rumah Sakit Juanda Kuningan

Tahun 2024.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien

Chronic Kidney Disease di Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit

Juanda Kuningan.

2. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada

klien Chronic Kidney Disease di Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit

Juanda Kuningan.

3. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi

masalah keperawatan yang timbul pada klien Chronic Kidney Disease

di Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit Juanda Kuningan.

4. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

pada klien Chronic Kidney Disease di Ruangan Hemodialisa Rumah

Sakit Juanda Kuningan.

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis

khususnya, maupun para pembaca. Manfaat Tersebut baik dari segi


7

pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai penyakit Chronic Kidney

Disease.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Gagal Ginjal Kronis

Secara definisi, gagal ginjal kronis (GGK) disebut juga sebagai Chronic

Kidney Disease (CKD). Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium

akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana

kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga menyebabkan uremia yaitu

retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Dwiatmojo, 2020).

Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada ginjal yang perisisten

(berlangsung lebih dari 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan

Glomerular Fitration Rate (GRF) dengan angka GRF lebih dari 60

ml/menit/1.73 m2 (Lolowang, 2021).

Gagal ginjal kronis yang juga disebut CKD atau Chronic Kidney

Disease ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang cukup besar, yaitu

biasanya hingga kurang dari 20% nilai GFR yang normal, dalam periode

waktu yang lama biasanya > 3 bulan. Penyakit ginjal kronis bisa berlangsung

tanpa keluhan dan gejala selama bertahun - tahun dengan peningkatan uremia

dan gejala yang menyertai ketika GFR sudah turun hingga di bawah 60

mL/menit. Penyebab gagal ginjal kronis yang semuanya berupa penyakit

kronis jangka panjang. Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan

menurunnya fungsi ginjal yang bersifat kronis akibat kerusakan progresif

8
9

sehingga terjadi uremia atau penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah

nitrogen di dalam darah (Idramsyah, 2023).

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa Gagal ginjal

kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir ditandai oleh penurunan

fungsi ginjal yang cukup besar, yaitu biasanya hingga kurang dari 20% nilai

GFR yang normal, dalam periode waktu yang lama biasanya > 3 bulan.

2.2 Etiologi

Menurut Septiana (2022) Gagal Ginjal kronis sering menjadi penyakit

kompliksi dari penyakit lainya, sehingga merupakan penyakit sekunder

atau secondary illness. Penyebab yang sering ditemukan adalah hipertensi

dan diabetes militus. Selain itu, ada beberapa penyebab lain gagal ginjal

kronis seperti :

a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)

b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)

c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)

d. Peyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)

e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)

f. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus)

g. Obat-obatan nefrotik (aminoglikosida)

2.3 Patofisiologi

Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal,

renal dan post renal. Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah
10

ke ginjal mengalami penurunan. Kondisi ini dipicu oleh hypovolemia,

vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini maka

GRF (Glomerular Filtation Rate) akan mengalami penurunan dan

meningkatnya reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya

kerusakan pada jaringan parenkin ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma

maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. Sedangkan faktor post

renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan

timbul stagnasi bahkan adanya refluks urine flow pada ginjal. Dengan

demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan meningkat dan akhirna

mengalami kegagalan (Ulfah, 2021).

Gagal ginjal terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak

massa nefron ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular

Filtration Rate (GFR) menurun. Dimana perjalanan klinis gagal ginjal kronik

dibagi dalam tiga stadium. Pertama, menurunnya cadangan ginjal,

Glomerular Filtration Rate (GRF) dapat menurun hingga 25% dari normal.

Kedua, insufisiensi ginjal, pada keadaan ini pasien mengalami poliuria dan

nokturia, GFR 10% sampai 25% dari normal, kadar keratin serum dan BUN

sedikit meningkat di atas normal. Ketiga, penyakit ginjal stadium akhir/End

Stage Renal Disease (ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai dengan

GFR kurang dari 5 atau 10 ml/menit, kadar serum keratin dan BUN

meningkat tajam. Terjadi kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala

yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem dalam tubuh

(Price & Wilson, 2020).


11

2.4 Anatomi & Fisiologi

1. Anatomi

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal / ruang

anatomi yang terletak pada permukaan media - lateral dinding posterior

abdomen. Ginjal organ yang letaknya setinggi T12 hingga L3. Ginjal

kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar

Setiap ginjal panjangnya 6 -7,5 cm, tebal 1,5-2,5 cm, dan beratnya pada

orang dewasa sekitar 140 gram. (Price, 2020).

Setiap ginjal dilapisi kapsul tipis dari jaringan fibrosa yang rapat

membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya

terdapat struktur - struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas

bagian korteks di sebelah luar, dan bagian medulla di sebelah dalam.

Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa

berbentuk piramida, yang disebut pyramid ginjal (nefron dan tubulus),

Puncak - puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises.

Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Price, 2020).

Di dalam piramida ginjal terdapat nefron, nefron adalah unit primer

yang melaksanakan fungsi ginjal yaitu menyaring darah, menyerap nutrisi,

dan mengalirkan zat buangan ke urine. Diperkirakan ada 1.000.000 nefron

dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari beberapa bagian, korpuskulum

renalis atau badan Malpighi, yang terdiri dari glomerulus dan kapsul

bowman. Selanjutnya selain nefron juga ada tubulus, yaitu kumpulan


12

tabung ini terdiri dari tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal

hingga ke tubulus kolektivus atau tubulus pengumpul (Price, 2020).

Gambar Anatomi Ginjal 2.1

Gambar Anatomi Ginjal 2.2


13

2. Fisiologi

Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam

darah keseimbangan asam basa darah, serta ekresi bahan buangan dan

kelebihan garam (Price, 2020). Uraian dari fungsi ginjal yaitu

diantaranya :

a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh

akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine yang encer dalam jumlah

besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang

diekresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat, sehingga susunan

dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.

b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan

ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila

terjadipemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat

pemasukan garam yang berlebihan / penyakit perdarahan (diare dan

muntah) ginjal akan meningkatkan ekresi ion-ion yang penting (Na,

K, Cl, fosfat).

c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, bergantung pada apa

yang dimakan. Campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat

asam, pH kurang dari 6, ini disebabkan hasil akhir metabolisme

protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat

basa. pH urine bervariasi 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai

dengan perubahan pH darah.


14

d. Ekresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum / urea, asam urat, kreatinin)

zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme haemoglobin dan bahan

kimia asing (Pestisida).

e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormone renin

yang memunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system

renin, angiotensin aldosterone) membentuk eritropoitin, mempunyai

peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah

(eritropoitin). Di samping itu ginjal juga membentuk hormone

dihidroksikolekalsiferol (Vitamin D Aktif) yang diperlukan untuk

absorbs ion kalsium di usus (Naryati, 2021).

2.5 Klasifikasi

Gagal ginjal kronis dibagi dalam 5 stadium, antara lain :

Stadium CKD merujuk pada tingkatan atau tahap perkembangan

Chronic Kidney Disease (CKD), yang dalam Bahasa Indonesia disebut

sebagai Penyakit Ginjal Kronis. CKD adalah kondisi di mana ginjal

mengalami kerusakan bertahap dan tidak dapat pulih sepenuhnya.

Stadium CKD dibagi menjadi lima tahap berdasarkan tingkat kerusakan

ginjal, yang dinilai berdasarkan tingkat filtrasi glomerulus (GFR), yaitu

seberapa baik ginjal menyaring limbah dan kelebihan cairan dari darah.

Berikut adalah penjelasan singkat untuk masing-masing stadium CKD:

1. Stadium 1 (GFR > 90 mL/min/1.73 m²): Kerusakan ringan,

mungkin tanpa gejala yang jelas.


15

2. Stadium 2 (GFR 60-89 mL/min/1.73 m²): Kerusakan sedang,

mungkin mulai muncul beberapa gejala.

3. Stadium 3 (GFR 30-59 mL/min/1.73 m²): Kerusakan moderat,

bisa menyebabkan peningkatan gejala dan risiko komplikasi.

4. Stadium 4 (GFR 15-29 mL/min/1.73 m²): Kerusakan parah,

membutuhkan perhatian medis intensif, mungkin melibatkan

pengelolaan komplikasi dan persiapan untuk penggantian fungsi

ginjal.

5. Stadium 5 (GFR < 15 mL/min/1.73 m²): Gagal ginjal akut atau

kronis yang memerlukan perawatan dialisis atau transplantasi

ginjal.

2.6 Manifestasi Klinis

Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala ; Keparahan kondisi

bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari,

dan usia pasien.

a. Sistem Kardiovaskuler

Hipertensi, retinopati (kerusakan retina mata) dan ensefalopati

hipertensif (suatu sindrom akibat dari peningkatan tekanan arteri

mendadak tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi otak), beban

sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestif (kegagalan jantung

dalam memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh), dan

distritmia (gangguan irama jantung).

b. Sistem Dermatologi
16

Pucat, pruritis atau gatal, Kristal uremia, kulit kering, dan memar.

c. Sistem Neurologi

Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, sistem saraf tepi : Penurunan

ketajaman mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma, otot

berkedut, kejang.

d. Sistem pernafasan

Dispnea yaitu kondisi yang terjadi akibat tidak terpenuhinya pasokan

oksigen ke paru – paru yang menyebabkan pernafasan menjadi cepat,

pendek, dan dangkal., edema paru, pneumonitis, kussmaul (pola

pernapasan yang sangat dalam).

e. Sistem Gastroinstestinal

Anoreksia, mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering,

pendarahan saluran cerna, diare, stomatitis atau sariawan, parotitis

atau infeksi virus yang menyebabkan pembengkakan pada kelenjar

parotis pada wajah.

f. Sistem Perkemihan

Poliuria (urine dikeluarkan sangat banyak dari normal), berlanjut

menuju oliguria (urine yang dihasilkan sangat sedikit), lalu anuria

(kegagalan ginjal sehingga tidak dapat membuat urine), nokturia

(buang air kecil di sela waktu tidur malam), proteinuria (Protein

didalam urine).

g. Hematologik
17

Anemia, hemolysis (kehancuran sel darah merah), kecenderungan

perdarahan, risiko infeksi.

h. Biokimia

Azotemia (penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN dan

kreatinin), hyperkalemia, Retensi Na, Hipermagnesia, Hiperrurisemia.

i. Sex

Libido hilang, Amenore (ketika seorang wanita usia subur tidak

mengalami haid), Impotensi dan sterilisasi

j. Metabolisme

Hiperglikemia kebutuhan insulin menurun, lemak peningkatan kadar

trigliserad, protein sintesis abnormal.

k. Gangguan kalsium

Hiperfosfatemia, hipokalsemia, konjungtivitis / ureamia mata merah.


18

2.7 Patway

2.8
Intra renal, Pre renal, vaskuler Intra renal ; zat toksik Post renal ; obstruksi
infeksi/peradang (HT,DM) saluran kemih

Reaksi antigen arteriosklerosis Tertimbun dalam Refluk


antibody ginjal

Suplai darah ginjal Hidronefrosis


turun

Peningkatan tekanan

GRF turun
Neuron rusak

CKD

Penurunan fungsi peningkatan retensi sekresi Sekresi


eksresi ginjal Na & H2O Renin
kalium Eritropoitin meningkat

Hipervolemia
Sindrom CES produksi Hb
Hiperkalemia Vasokontriksi
urenia
pembulu
Tidak mampu darah
Tek. Kapiler mengekresi asam
pruritus perfusi
(H) gangguan
perifer
kelistrikan
tidak efektif Tekanan
jantung
Vol.interstitial darah
Gangguan
integritas kulit Asidosis meningkat

Edema paru disritmia suplai O2


jaringan
Hiperventilasi
Ensefalopati Resiko
uremikrum Gangguan penurunan
pertukaran gas curah jantung
Intoleransi
Gangguan sirkulasi aktifitas
Penurunan spontan
kapasitas adaptif
intrakranial

intake
Nausea muntah Pola nafas tidak
menurun
efektif

Defisit nutrisi
19

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis

adalah :

a. Pada gagal ginjal kronis terjadi beban volume, ketidakseimbangan

elektrolit, asidosis metabolik (kondisi yang terjadi ketika kadar asam

di dalam tubuh sangat tinggi ditandai dengan beberapa gejala,

misalnya napas pendek, linglung, atau sakit kepala), azotemia

(peningkatan nitrogen urea darah /BUN referensi kisaran, 8-20 mg / dl

dan serum kreatinin nilai normal 0,7 – 1,4 mg/dl) , dan urea.

b. Penyakit kardiovaskuler

Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara

sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, ntoleransi glukosa, dan

kelainan hemodinamika (hipertropi ventrikel kiri).

c. Anemia

Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan

mengakibatkan penurunan hemoglobin.

d. Disfungsi seksual

Akibat gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami

penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat terjadi

hiperprolaktinemia.

e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif


20

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk

menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis :

a. Biokimiawi

Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan keratin

plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal

adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin).

b. Urinalisasi

Urinalisis dilakukan untuk penyaringan ada atau tidaknya infeksi pada

ginjal atau ada atau tidakanya perdarahan aktif akibat inflamasi atau

peradangan pada jaringan parenkim ginjal.

c. Ultrasonografi Ginjal

Memberikan informasi yang mendukung menegakkan diagnosis gagal

ginjal Ultrasonografi Ginjal. Pada pasien gagal ginjal biasanya

menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain

itu, ukurandari ginjal pun akan terlihat. (Prabowo & Pranata, 2014).

2.11 Pengobatan

Pengobatan gagal ginjal kronis dibagi menjadi 2 tahap, yaitu konservatif

dan dialysis/transplantasi ginjal.

a. Tindakan konservatif untuk meredakan atau memperlambat gangguan

fungsi ginjal progresif.

Pengobatan yang dilakukan ialah :

1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.


21

a) Pembatasan protein, jumlah kebutuhan protein dilonggarkan

sampai 60 – 80 g/hari, apabila penderita mendapatkan

pengobatan dislisis teratur. Makanan yang mengandung

tinggi protein yaitu susu, telur, hati, kacang - kacangan.

b) Diet rendah kalium, diet yang dianjurkan adalah 40 - 80

mEq/hari. Jika berlebih mengkonsumsi makanan yang

mengandung kalium dapat menyebabkan hyperkalemia.

Terlalu banyak kalium dalam tubuh dapat menyebabkan

terganggunya aktivitas listrik di dalam jantung yang ditandai

dengan melambatnya detak jantung bahkan pada

kasushiperkalemia berat, jantung dapat berhenti berdetak dan

menyebabkan kematian. Bahan makan yang tinggi kalium

diantaranya seperti pisang, jeruk, kentang, bayam dan tomat

sedangkan makanan yang rendah kalium adalah apel, kubis,

buncis, anggur, dan stroberi.

c) Diet rendah natrium, diet Na yang dianjurkan adalah 40 - 90

mEq/hari atau tidak lebih dari 2000 mg natrium atau setara

dengan 1 – 1,5 sendok teh/hari. Natrium (sodium) banyak

terkandung di dalam garam. Natrium dapat menahan cairan di

dalam tubuh dan meningkatkan tekanan darah. Pada

penderita gagal ginjal, hal ini akan membuat jantung dan

paru-paru bekerja lebih keras. Diet rendah natrium penting


22

untuk mencegah retensi cairan, edema perifer, edema paru,

hipertensi dan gagal jantung kongestif.

d) Pengaturan cairan, cairan yang diminum penderita gagal

ginjal tahap lanjut harus diawasi secara seksama. Parameter

yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran

cairan yang dicatat dengan tepat adalah berat badan harian.

Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir

ditambah IWL 500 ml.

2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi

a) Hipertensi, batasi konsumsi natrium, pemberian diuretik

(obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam

danair dari dalam tubuh melalui urine), pemberian

antihipertensi namun jika lagi hemodialisa diberhentikan

karena jika dilanjutkan dapat menyababkan hipotensi dan

syok.

b) Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia (gangguan yang

terjadi pada irama jantung) dan juga henti jantung.

Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan

insulin. Insulin dapat membantu mengembalikan kalium ke

dalam sel-sel tubuh. Kalium merupakan mineral didalam

tubuh.
23

c) Anemia dikarenakan terjadinya peurunan sekresi eritropoeitin

diginjal, terapi yang diberikan pemberian hormone

eritropoitin, tranfusi darah, dan vitamin.

d) Diet rendah fosfat. Fosfor adalah salah satu jenis mineral

yang banyak ditemukan pada makanan seperti susu, keju,

kacang kering, kacang-kacangan dan selai kacang. Kelebihan

jumlah fosfor dalam darah penderita akan melemahkan tulang

dan menyebabkan kulit gatal-gatal.

e) Pengobatan hiperurisemia dengan olopurinol (menghambat

sintesis asam urat).

3) Dialisis dan transplantasi

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan

dialysis yaitu Hemodialisa dan Peritoneal Dialysis selain itu juga

ada transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk

mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal

sampai tersedia donor ginjal.

Dialisis dapat dilakukan apabila kadar kreatinin serum

biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki – laki atau 4 ml/100 ml

pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit (Suharyanto,

2013).

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah

dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah

mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan


24

hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang

tersisa, rata - rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu,

sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga

sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi.

Terapi hemodialisa juga akan mempengaruhi keadaan

psikologis pasien. Pasien akan mengalami gangguan proses

berpikir dan konsentrasi serta gangguan dalam berhubungan

sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan menurunnya

kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa.

Kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisa sangat dipengaruhi oleh beberapa masalah yang

terjadi sebagai dampak dari terapi hemodialisa dan juga

dipengaruhi oleh gaya hidup pasien (Rustiandi, 2018).

Terapi pengganti ginjal berikutnya adalah Continous

Ambulatory Peritoneal Dialysis atau disingkat CAPD yang

merupakan salah satu bentuk dialysis peritoneal kronis untuk

pasien dengan gagal ginjal terminal, bentuk dialisisnya dengan

menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermiabel

sebagai membran dialisis dan prinsip dasarnya adalah proses

ultrafiltrasi antara cairan dialisis yang masuk kedalam rongga

peritoneum dengan plasma dalam darah. Continous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) dilakukan 3-5 kali per hari, 7 hari

perminggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum


25

peritoneum lebih dari 4 jam. Pada umumnya pada waktu siang 4-

6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam. Saat ini CAPD merupakan

salah satu bentuk dialisis pilihan bagi pasien yang usia muda, usia

lanjut dan penderita diabetes mellitus. Sisanya pemilihan antara

CAPD dan hemodialisa tergantung dari fasilitas dialisis,

kecocokan serta pilihan pasien. Kesederhanaan, tidak

membutuhkan mesin, perasaan nyaman, keadaan klinis yang baik,

kebebasan pasien merupakan daya tarik penggunaan CAPD bagi

dokter maupun pasien. Problem utama sampai saat ini yang

memerlukan perhatian adalah komplikasi peritonitis, meskipun

saat ini dengan kemajuan teknologi akan angka kejadian

peritonitis sudah dapat ditekan sekecil mungkin.

Saat ini CAPD merupakan salah satu bentuk dialisis pilihan

bagi pasien yang usia muda, usia lanjut dan penderita diabetes

mellitus. Sisanya pemilihan antara CAPD dan hemodialisa

tergantung dari fasilitas dialisis, kecocokan serta pilihan pasien.

Kesederhanaan, tidak membutuhkan mesin, perasaan nyaman,

keadaan klinis yang baik, kebebasan pasien merupakan daya tarik

penggunaan CAPD bagi dokter maupun pasien. Problem utama

sampai saat ini yang memerlukan perhatian adalah komplikasi

peritonitis, meskipun saat ini dengan kemajuan teknologi akan

angka kejadian peritonitis sudah dapat ditekan sekecil mungkin.


26

Transplantasi atau cangkok ginjal merupakan prosedur

operasi dengan dilakukan pemindahan ginjal yang sehat dan

berfungsi baik dari donor hidup atau yang mati batang otak dan

dicangkokkan pada pasien yang ginjalnya tidak berfungsi (Price,

2020).

2.12 Rencana Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.

a. Identitas Diri

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,

suku / bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

nomor rekam medis, diagnosis medis dan alamat.

b. Keluhan Utama

Biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat edema. Hal

yang perlu dikaji pada penderita gagal ginjal kronis adalah tanda atau

gejala seperti pucat, hiperpigmentasi, hipertensi, kardiomegali, edema,

nefropati perifer, mengantuk, bau nafas uremik. Dilihat dari

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) tanda dan gejala yang timbul

yaitu laju filtrasi glomerulus 60%, pasien masih belum merasakan


27

keluhan, namun sudah terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Kemudian pada LFG sebesar 30%, pasien mulai mengalami nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan

(Rustandi,2018).

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan pernapasan,

anemia, hiperkalemia, anoreksia, turgor pada kulit jelek, gatal-gatal

pada kulit, asidosis metabolik.

d. Riwayat kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, dan prostattektomi.

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes militus, dan penyakit

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi

penyebab. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-

obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit vascular hipertensif,

penyakit metabolik, riwayat keluarga mempunyai penyakit gagal

ginjal kronis, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran

kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-

lain.
28

f. Aktivitas Sehari-hari

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis terjadi kelelahan ekstrim,

kelemahan, malaise. Kaji adanya kelemahan otot, kehilangan tonus,

dan biasanya terjadi penurunan rentang gerak.

g. Pola Nutrisi

Kaji adakah pantangan dalam makan, kaji peningkatan berat badan

(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), kaji adakah rasa mual,

muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.

h. Pola Eleminasi

Kaji ada penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen

kembung. Kaji adanya konstipasi atau diare. Kaji adakah perubahan

warna urine atau tidak.

i. Pola Aktivitas

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis terjadi kelelahan ekstrim,

kelemahan, malaise. Kaji adanya kelemahan otot, kehilangan tonus,

dan biasanya terjadi penurunan rentang gerak.

j. Pola Istirahat Tidur

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis mengalami gangguan pola

tidur (insomnia / gelisah / somnolen), gelisah karena adanya nyeri

panggul, sakit kepala dan kram otot kaki.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala
29

Apakah pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma

atau riwayat operasi.

b. Mata

Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus

(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),

gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam

menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).

c. Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus

olfatorius

d. Mulut

Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus

adanya kesulitan dalam menelan.

e. Dada

Inspeksi kesimetrisan bentuk, dan kembang kempis dada, palpasi ada

tidaknya nyeri tekan dan massa, perkusi mendengar bunyi hasil

perkusi, auskultasi untuk mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.

f. Abdomen

Inspeksi bentuk, ada tidaknya pembesaran, auskultasi bising usus,

perkusi dengar bunyi hasil perkusi, palpasi ada tidaknya nyeri tekan

pasca operasi.

g. Ekstermitas

a) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.


30

b) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada

sendi.

c) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan

gravitasi.

d) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan

e) tekanan pemeriksaan.

f) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi

g) kekuatanya berkurang.

h) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan

penuh.

3. Diagnosa Keperawatan

1. Hipervolemia

2. Defisit nutrisi

3. Nausea

4. Gangguan integritas kulit/jaringan

5. Gangguan pertukaran gas

6. Intoleransi aktivitas

7. Pola nafas tidak efektif

8. Perfusi perifer tidak efektif

9. Defisit Pengetahuan

10. Ansietas

11. Resiko Infeksi

12. Resiko Syok


31

13. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif

4. Perencanaan Keperawatan

No. Kode (SDKI)/ Rencana Keperawatan


Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. D.0022 Keseimbangan cairan I.03114 Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia (L.05020)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
keseimbangan cairan hipervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan kriteria suara napas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Asupan cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
tercukupi Terapeutik
2. Keluaran urin
meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
3. Edema menurun Tinggikan kepala tempat tidur
4. Tekanan darah Edukasi
membaik 5. Jelaskan tujuan dan prosedur
5. Turgor kulit pemantauan cairan
membaik Kolaborasi
6. Kolaborasai pemberian diuretik
7. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat deuretik
8. Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2. D.0019 Setelah dilakukan tindakan I.03119 Manajemen Nutrisi
Defisit Nutrisi keperawatan selama 3x8 jam
diharapkan pemenuhan Observasi

kebutuhan nutrisi pasien 1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
hasil: 4. Monitor berat badan
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi
2. asupan makanan dan 1. Lakukan oral hygiene sebelum
cairan tercukupi makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat
32

untuk mencegah konstipasi


Edukasi
4. Anjurkan posisi duduk, jikamampu
5. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori
3. D.0076 Setelah dilakukan tindakan I.03117 Manajemen Mual
Nausea
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi pengalaman mual
2. Monitor mual (mis.
dengan kriteria hasil: Frekuensi,durasi, dan tingkat
1. Nafsu makan membaik keparahan)
2. Keluhan mual menurun Terapeutik
3. Pucat membaik 3. Kendalikan faktor lingkungan
4. Takikardia membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) suara, dan rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
5. penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
6. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
7. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsangmual
8. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian antiemetik
jika perlu
4. D.0129 Setelah dilakukan tindakan I.11353 Perawatan integritas kulit
Gangguan keperawatan selama 3x8 Obsevasi
integritas kulit jam diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis. Perubahan
kulit dapat terjaga dengan sirkulasi, perubahan status nutrisi)
kriteria hasil: Terapeutik

1. Integritas kulit yang 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika


baik tirahbaring
33

2. bisa dipertahankan 3. Lakukan pemijataan pada area


3. Perfusi jaringan baik 4. tulang, jika perlu
4. Mampu melindungi 5. Hindari produk berbahan dasar
kulit dan 6. alkohol pada kulit kering
mempertahankan 7. Bersihkan perineal dengan air
kelembapan kulit hangat
Edukasi
8. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion atau serum)
9. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
10. Anjurkan minum air yang cukup
11. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
5. D.0003 Setelah dilakukan tindakan I.01014 Pemantauan respirasi
Gangguan keperawatan selama 3x8 Observasi
pertukaran gas jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
gas tidak terganggu dengak 2. Monitor pola napas
kriteria hasil: 3. Monitor saturasi oksigen.
4. Auskultasi bunyi napas
1. Tanda-tanda vital dalam Terapeutik
2. rentang normal
3. Tidak terdapat otot 5. Atur interval pemantauan respirasi
bantu napas sesuai kondisi pasien
4. Memlihara kebersihan 6. Bersihkan sekret pada mulut dan
paru dan bebas dari hidung, jika perlu
tanda-tanda distress 7. Berikan oksigen tambahan, jika
pernapasan perlu
8. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
Oksigen
6. D.0056 Setelah dilakukan tindakan 05178 Manajemen Energi
Intoleransi keperawatan selama 3x8 Observasi
Aktivitas jam toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik
2. Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteria Terapeutik
34

hasil: 3. Lakukan latihan rentang gerak


pasif/aktif
1. Keluhan lelah menurun 4. Libatkan keluarga dalam
2. Saturasi oksigen dalam melakukan aktifitas, jika perlu
rentang normal Edukasi
(95%100%)
3. Frekuensi nadi dalam 5. Anjurkan melakukan aktifitas
rentang normal (60-100 secara bertahap
kali/menit) 6. Anjurkan keluarga untuk
4. Dispnea saat memberikan penguatan positif
beraktifitas dan setelah Kolaborasi
beraktifitas menurun
(16-20 kali/menit) 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
7 D.0005 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan nafas (I.01011)
Pola Nafas keperawatan selama 3 x 24
Tidak efektif jam, maka pola napas Observasi
membaik, dengan kriteria
1. Monitor pola napas
hasil:
(frekuensi, kedalaman, usaha
1. Dispnea menurun napas)
2. Penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas
bantu napas tambahan (misalnya:
menurun gurgling, mengi, wheezing,
3. Pemanjangan fase ronchi kering)
ekspirasi menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
4. Frekuensi napas warna, aroma)
membaik Terapeutik
5. Kedalaman napas
membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur
servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
35

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

8. D.0009 Setelah dilakukan tindakan I.02079 Perawatan sirkulasi


Perfusi perifer perawatan selama 3x8 jam Observasi
tidak efektif maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.Nadi
perifer, edema, pengisiankapiler,
meningkat dengan kriteria warna, suhu)
hasil: 2. Monitor perubahan kulit
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
1. denyut nadi perifer atau bengkak
meningkat 4. Identifikasi faktor risiko gangguan
2. Warna kulit pucat sirkulasi
menurun Terapeutik
3. Kelemahan otot
menurun 5. Hindari pemasangan infus atau
4. Pengisian kapiler pengambilan darah di area
Membaik keterbatasan perfusi
5. Akral membaik 6. Hindari pengukuran tekanan darah
6. Turgor kulit membaik pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10. Anjurkan berolahraga rutin
11. Anjurkan mengecek air mandi
untun menghindari kulit terbakar
12. Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
36

9. Defisisit Setelah dilakukan tindakan Observasi (I.12369)


pengetahuan keperawatan 3x Pertemuan 1. Identifikasi kemampuan pasien
(D.0111). di harapkan pengetahuan dan keluarga menerima
meningkat, dengan Kriteria informasi
Hasil: 2. Identifikasi tingkat
(L.12111) pengetahuan saat ini
1. Kemampuan Terapeutik
menjelaskan 1. Jadwalkan waktu yang tepat
pengetahuan tentang untuk memberikan pendidikan
suatu topik kesehatan
meningkat 2. Berikan kesempatan pasien dan
2. Perilaku sesuai keluarga bertanya
dengan pengetahuan Edukasi
meningkat 1. Informasikan terkait therapi
yang akan di berikan (HD)

10 Resiko Setelah dilakukan intervensi


Penurunan keperawatan selama 3 x 24 Perawatan Jantung (I.02075)
Curah Jantung jam, maka curah jantung
Observasi
(D.0011) meningkat, dengan kriteria
hasil: 1. Identifikasi tanda/gejala
primer penurunan curah
1. Gambaran aritmia
jantung (meliputi: dispnea,
menurun
kelelahan, edema, ortopnea,
2. Lelah menurun
PND, peningkatan CVP).
3. Dispnea menurun
2. Identifikasi tanda/gejala
4. Tekanan darah
sekunder penurunan curah
membaik
jantung (meliputi:
peningkatan berat badan,
hepatomegaly, distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
37

9. Monitor aritmia (kelainan


irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit,
enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik

1. Posisikan pasien semi-fowler


atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermitten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
38

3. Anjurkan berhenti merokok


4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Ny.R

Umur : 41 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Status Marital : Menikah

Tanggal Masuk : 22 Febuari 2024

Tanggal Pengkajian : 22 Febuari 2024

Diagnosa Medis : CKD on HD

No. Medrec : 34563

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn.A

Jenis Kelamin : Laki-lak

Hubungan dengan Klien : Suami

Alamat :Dusun Margahayu Rt005/Rw005

Rambatan Ciniru Kuningan

3.2 Keluhan Utama

Berat badan bertambah

39
40

3.3 Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat di anamnesa pasien mengatakan berat badan bertambah dan merasa

lemas, pasien menderita gagal ginjal kronis selama 5 tahun yang lalu

dilanjutkan dengan Tindakan hemodialisa 2 kali seminggu pada hari senin

dan kamis pasien sudah melakukan HD sebanyak 392 kali

3.4 Riwayat Kesehatan Terdahulu

Pasien mempunyai Riwayat Hipertensi.sejak 13 tahun yang lalu saat

kehamilan anak ke- 1

3.5 Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien.

3.6 Kebutuhan Dasar

1 oksigenasi

Pasien bernafas Spontan RR = 20 x/menit

2 cairan elektrolit

Pasien dibatasi cairannya 600cc/hari

3 nutrisi

Makanan asin buah dan umbi umbian di larang

4 eliminasi

BAB normal , kuning, Lembek

BAK output < 2-3 kali/hari


41

5 rasa nyaman dan kebersihan

Pasien saat HD nampak rileks penampilan rapih

6 aktivitas dan istirahat

Aktivitas pasien terganggu karena lemas

7 keselamatan

Roda bad terkunci dengan baik, terdapat handrail dan penunggu pasien

8 Peran Seksual

Klien mengatakan Ibu dari anaknya dan Istri dari suaminya

9 psikososial

Tidak ada gangguan psikososial, dan pasien mempunyai hubungan baik

dengan perawat di ruangan dan dengan pasien lainnya. Pasien tampak

tenang dan tidak gelisah.

9.1 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Kesadaran Compos Mentis

2. Tanda-tanda Vital

TD : 140/100 mmhg

Nadi : 88 x/m

RR : 20 x/m

Suhu : 36,0° C

BB Kering : 46,5 kg

BB Pre HD : 48.5 kg
42

BB Post HD : 46,4 kg

3. Pemfis head do Toe/ persistem

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Kulit kepala
bersih, bentuk Tidak ada
Kepala Tidak ada data Tidak ada data
kepala bulat, benjolan/edema
rambut bersih

Lengkap,
simetris, tidak
ada edema, Tidak ada nyeri
Mata sklera mata tekan pada kelopak Tidak ada data Tidak ada data
putih, mata
Konjunctiva
tidak anemis

Tidak ada
pernafasan
Tidak ada masalah
Hidung cuping hidung, Tidak ada data Tidak ada data
pada tulang hidung
tidak ada secret,
simetris

Tidak ada
cyanosis, tidak
Mulut ada luka, Tidak ada edema Tidak ada data Tidak ada data
mukosa bibir
lembab

Leher - Tidak ada - Tidak ada Tidak ada data Tidak ada data
43

pembesaran
pada kelenjar
pembesaran
tiroid
pada kelenjar
- Denyut nadi
tiroid
karotis teraba
kuat

Dada

a. Suara nafas
Bentuk thorax vesikuler
Ekspansi paru
simetris kiri dan b. Suara
a. Paru-paru simetris,
kanan tidak Tidak dikaji ucapan jelas
pengembangan
tampak otot c. Tidak ada
dada simetris,
bantu napas suara napas
tidak ada kelainan
tambahan
Abdomen Bentuk abdomen - Tidak terdapat - Tidak dikaji Tidak dikaji
bulat, tidak ada edema/ asites
lesi - Tidak terdapat
nyeri tekan
Perkemihan Tidak terpasang - Tidak ada nyeri Tidak ada data Tidak ada data
kateter urine tekan pada
kandung kemih
Ekstremitas

a. Atas - Lengkap - Tidak ada nyeri Tidak ada data Tidak ada data
- Terpasang AV tekan
fistulla pada - Tidak ada edema
tangan kiri - CRT < 3 detik
b. Bawah - Tidak ada - Tidak ada edema Tidak ada data Tidak ada data
edema - Tidak ada nyeri
44

tekan

9.2 Pemeriksaan Penunjang

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Keterangan

Pemeriksaan Lab tgl 29/01/2024

Hemoglobin 8.1 gr/dl 11.7 - 15.2 Menurun

Trombosit 309.000 /mm3 150 -440 Normal

Hematokrit 22.2 % 35 – 47 Menurun

Monosit 5 % 2–8 Normal

Lymposit 21 % 20 – 40 Normal

N. Segmen 74 % 35 – 70 Meningkat

N. Staff 0 % 3–5 Menurun

Eosinophil 0 % 1–3 Menurun

Basophil 0 % 0–1 Normal

Eritrosit 2.63 /mm6 3.8 – 5.2 Menurun

Leukosit 5.500 /mm3 3.6 – 11.0 Normal

Urea 161 g/dl 17-41 Meningkat

Pemeriksaan tgl 12-02-2024

Albumin 4.2 g/dl 3.4-4.8 Normal

9.3 Terapi dan Penatalaksanaan Medis

1. Bicnat
45

Obat untuk mengatasi asidosis metabolic, urin yang terlalu asam, dan
asam lambung yang berlebih, diberikan 1 x 1
2. B12
B12 untuk pembentukan sel darah merah yang sehat, mengoptimalkan
fungsi syaraf, menghasilkan energy, diberikan 1x1
3. Calos
Membantu pencegahan gangguan metabolism, diberikan 1x1
4. Asam folat
Asam folat untuk memperlambat kerusakan ginjal, diberikan 1x1
5. Omeprazole
Omeprazole untuk menangani asam lambung, diberikan 1x1
6. Saat ini pasien diprogramkan HD setiap minggu 2x (Senin dan Kamis)

9.4 Analisis Data Keperawatan

No Data Fokus Etiologi Masalah

1 DS : Px mengatakan BB naik CKD Hypervolemia


berhubungan
Peningkatan retensi dengan kelebihan
BB Kering : 46,5 kg Na dan H2O volume cairan

BB Pre HD : 48.5 kg (D.0022)


Tekanan kapiler
BB Post HD : 46,4 kg meningkat

Volume intoleransi
TTV : meningkat

Pre HD
Kelebihan volume
TD : 140/100 mmHg cairan

Nadi : 88 x/m
46

RR : 20 x/m Hypervolemia

S : 36,0 C

Intra HD

TD : 149/86

Nadi : 86

RR : 20

S : 36,0

Post HD

TD : 130/80

Nadi : 85

RR : 20

S : 36,0

2 CKD Perfusi Perifer


DS : Px mengatakan lemas
tidak efektif b.d
penurunan
Sekresi Eritropitin konsentrasi
DO : - Px tampak lemas
hemoglobin
- Nilai HB menurun
Produksi HB (D.0009)
(8,1 mg/dl)
menurun

Perfusi Perifer tidak


efektif
47

3 DS : Px mengatakan memiliki CKD Resiko penurunan


Riwayat hipertensi curah jantung b.d
Renin meningkat perubahan preload
Do :
(D.0011)
TTV :
Vasokontriksi
Pre HD pembuluh darah

TD : 140/100 mmHg
Tekanan darah
Nadi : 88 x/m meningkat

RR : 20 x/m
Resiko penurunan
S : 36,0 C curah jantuh

Intra HD

TD : 149/86

Nadi : 86

RR : 20

S : 36,0

Post HD

TD : 130/80

Nadi : 85

RR : 20

S : 36,0
48

9.5 Diagnosa Prioritas Keperawatan

1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan volume cairan (D.0022)


2. Perfusi Perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
(D.0009)
3. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload (D.0011)

9.6 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


TT
Tgl Keperawata Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan D
n Hasil

22/02/2024 Hypervolemi Keseimbangan cairan Manajemen hypervolemia


Pukul a bd (L.05020) (I.15506)
06.30 WIB kelebihan Setelah dilakukan Observasi
volume asuhan keperawatan 1 x 1. Periksa tanda dan gejala
cairan 24 diharapkan hypervolemia
(D.0022) keseimbangan cairan 2. Identifikasi penyebab
meningkat dengan hypervolemia
kriteria hasil: 3. Monitor TTV
1. Asupan cairan 4. Monitor intake dan
tercukupi output cairan
2. Keluaran urin 5. Monitor tanda
meningkat hemokonsentrasi
3. Edema menurun Terapeutik
4. Tekanan darah
1. Timbang BB pada
membaik
waktu yang sama setiap
5. Turgor kulit
hari
membaik
2. Batasi asupan cairan
dan garam
3. Tinggikan kepala 30 ͦ -
49

40 ͦ .
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
keluaran urin <0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1kg
dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuretik.

22/02/2024 Perfusi Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


Pukul Perifer Tidak tindakan (I.02079) SIKI hal.345
06.30 WIB
Efektif keperawatan selama 1
Observasi
(D.0009) x24 jam diharapkan
masalah perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi
tidak efektif pada pasien perifer (mis: nadi
dapat teratasi dengan perifer, edema,
kriteria hasil : pengisian
kapiler, warna,
Perfusi Perifer suhu, ankle-
(L.02011) SLKI hal.86 brachial index)
1. Kulit pucat menurun 2. Identifikasi
2. Nilai hemoglobin faktor risiko
dalam batas normal gangguan
1. Akral Hangat sirkulasi (mis:
diabetes,
perokok, orang
tua, hipertensi,
dan kadar
50

kolesterol tinggi)
3. Monitor panas,
kemerahan,
nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik

1. Hindari
pemasangan
infus, atau
pengambilan
darah di area
keterbatasan
perfusi

Edukasi

1. Anjurkan
menggunakan
obat penurun
tekanan darah,
antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika
perlu
2. Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang
harus dilaporkan
(mis: rasa sakit
yang tidak hilang
51

saat istirahat,
luka tidak
sembuh,
hilangnya rasa).

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
Transfusi darah
1.

22/02/2024 Resiko Setelah dilakukan


Perawatan Jantung
Pukul Penurunan intervensi keperawatan
(I.02075)
06.30 WIB Curah selama 1 x 24 jam, maka
Jantung curah jantung Observasi
(D.0011) meningkat, dengan
kriteria hasil: 1. Identifikasi
tanda/gejala primer
1. Gambaran penurunan curah
aritmia menurun jantung (meliputi:
2. Lelah menurun dispnea, kelelahan,
3. Dispnea edema, ortopnea,
menurun PND, peningkatan
4. Tekanan darah CVP).
membaik 2. Identifikasi
tanda/gejala sekunder
penurunan curah
jantung (meliputi:
peningkatan berat
badan, hepatomegaly,
distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
52

perlu)
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Monitor berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada (mis: intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presipitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12
sadapan
9. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
10. Monitor nilai
laboratorium jantung
(mis: elektrolit, enzim
jantung, BNP, NTpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat
pacu jantung
12. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas
13. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian
obat (mis: beta
blocker, ACE
Inhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin)
Terapeutik

1. Posisikan pasien semi-


53

fowler atau fowler


dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai (mis: batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
3. Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermitten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stress, jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
54

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

9.7 Implementasi Keperawatan

No Tanggal Diagnosa Implementasi


Keperawatan

1 22/02/2024 Hypervolemia bd T : Memeriksa tanda dan gejala


kelebihan volume hypervolemi
cairan (D.0022)
R : Pasien mengalami kenaikan BB

T : Mengidentifikasi penyebab
hypervolemia

R : Hipervolemia diakibatan oleh CKD

T : Memonitor intake dan output cairan

R : Minum 1 hari kurang lebih 600 ml


dan BAK -

T : Meninggikan kepala 30 ͦ -40 ͦ

R : Pasien sudah diposisikan semi-


fowler

T : Mengidentifiksai kesiapan
hemodialisa

R:
55

BB Kering : 46,5 kg

BB Pre HD : 48.5 kg

BB Post HD : 46,4 kg

T : Memonitor TTV

R:

Pre HD

TD : 140/100 mmHg

Nadi : 88 x/m

RR : 20 x/m

S : 36,0 C

Intra HD

TD : 149/86

Nadi : 86

RR : 20

S : 36,0

Post HD

TD : 130/80

Nadi : 85

RR : 20

S : 36,0

T : Mengidentifikasi kemungkinan
alergi
56

R : Pasien tidak ada alergi obat

2 22/02/2024 Perfusi perifer T : Memperiksa sirkulasi perifer


tidak efektif (D. R : Nadi perifer teraba lemah, dengan
0009) frekuensi 88 x/menit
T : Mengidentifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi
R : Pasien memiliki Riwayat penyakit
Hipertensi
T : Memonitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
R : Tidak ada kemerahan nyeri dan
bengkak di ekstermitas
T : Menghindari pemasangan infus,
atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
R : Tidak terpasang infus
T :Menginformasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan (mis:
rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
R : Pasien memahami informasi yang
diberikan
3. 22/02/2024 Resiko Penurunan T : Mengidentifikasi tanda/gejala
Curah Jantung primer penurunan curah jantung
(D.0011)
(meliputi: dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, PND,
peningkatan CVP).
R : Nafas normal, tidak terdapat
57

edema.
T : Mengidentifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah jantung
R : Terdapat kenaikan berat badan
T : Monitor tekanan darah
R:
- Pre HD
TD : 140/100 mmHg
- Intra HD
TD : 149/86
- Post HD
TD : 130/80
T : Memonitor intake dan output cairan
R : intake 600 cc Output 0
T : Monitor saturasi oksigen
R : Spo2 : 98 %
T : Memonitor keluhan nyeri dada
R : Tidak ada nyeri dada
T : Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
T : Mengajarkan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress
R : Pasien memahami terapi yang d
ajarkan
T : Memberikan dukungan emosional
dan spiritual
R : Pasien tampak tenang
58

9.8 Catatan Perkembanagan

Diagnosa
Tanggal SOAP TTD
Keperawatan

22/02/2024 Hypervolemia bd S : Pasien mengatakan berat badan sudah


kelebihan volume menurun 2.1 kg
Jam 11.00
cairan (D.0022)
O:

- Tekanan darah menurun


- Penurunan BB
BB Kering : 46,5 kg

BB Pre HD : 48.5 kg

BB Post HD : 46,4 kg

TTV :

Pre HD

TD : 140/100 mmHg

Nadi : 88 x/m

RR : 20 x/m

S : 36,0 C

Intra HD

TD : 149/86

Nadi : 86

RR : 20

S : 36,0

Post HD
59

TD : 130/80

Nadi : 85

RR : 20

S : 36,0

A : Masalah hypervolemi teratasi sebagian

P : Intervensi dihentikan

(proses hemodialisa di lanjutkan hari senin)

22/02/2024 Perfusi Perifer S : Pasien mengatakan lemas berkurang dan


tidak efektif b.d memiliki Riwayat penyakit Hipertensi
Jam 11.00
penurunan O:
konsentrasi - Pasien tampak lemas
hemoglobin  Nilai HB : 8.1g/dl
(D.0009)  Terpasang AV fistula di tangan kiri
A : Masalah perfusi perifer tidak efektif
teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan

(proses hemodialisa di lanjutkan hari senin)


22/02/2024 Resiko S : Pasien mengatakan berat badan
penurunan curah menurun, belum BAK dan keluarga selalu
Jam 11.00
jantung b.d mendukung dan memberi support.
perubahan
O:
preload (D.0011)
- Pasien tampak tenang

- Tekanan darah :

Pre HD
TD : 140/100 mmH/g
Intra HD
60

TD : 149/86
Post HD
TD : 130/80
- Spo 2 : 98 %

A : Masalah resiko penurunan curah jantung


teratasi sebagian

P : Intervensi dihentikan

(proses hemodialisa di lanjutkan hari senin)


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Desease (CKD) di ruang Hemodialisa peneliti dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian didapatkan. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi
sejak 13 tahun lalu saat kehamilan anak ke 1 dengan keluhan berat badan
meningkat sudah melakukan hemodialisa sebanyak 392x dengan pola
eliminasi.
2. Diagnosis keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dan intervensi yang dilakukan pada Ny.R ,
di dapat diagnosa keperawatan, Hipervolemia, Perfusi perifer tidak efektif
dan Resiko penurnan curah jantung.
3. Intervensi
Intervensi SIKI di ambil berdasarkan diagnosa yang sudah di tentukan
yaitu manajemen Hipervolemi (I.15506), Perawatan Sirkulasi (I.02079)
dan Perawatan Jantung (I.02075)
4. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang sudah di ambil dan
dilakukan selama satu hari yaitu kamis, 22/02/2024
5. Evaluasi
Evaluasi menggunakan SOAP dilakukan setalah pasien selesai
Hemodialisa, dengan hasil berat badan pasien menurun 2.1 kg, lemas
berkurang dan TTV membaik TD : 130/80 Nadi : 85 RR : 20 S : 36,0

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi perawat ruangan diharapkan dapat melanjutkan rencana tindak lanjut

61
62

pada pasien penderita CKD di ruangan hemodialisis Rumah Sakit Juanda


Kuninga.
2. Bagi klien diharapkan dapat mengikuti program pengobatan sesuai
dengan yang dianjurkan dan mematuhi diit yang telah ditentukan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan peneliti dapat menggunakan atau
memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kideney Desease (CKD).
4. Bagi Mahasiswa diharapkan makalah ini dapat dipahami dan dijadikan
acuan untuk mempelajari masalah keperawatan khususnya di keperawatan
medikal bedah 3 pada penyakit CKD.
5. Pendidikan : supaya meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas,
professional, bermutu, terampail, cekatan dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA

Akizawa (2021). A Phase 3 Study of Enarodustat (JTZ-951) IN Japanese


Hemodialisist Patients for Treatment of Anemia in Chronic Kidney
Disease.

Brunner and Suddarth. (2000). Texbook of Medical Surgical Nursing.(Penerjemah


Agung W). Philadelphia, Lipincott – Raven Publishers. (Sumber Asli
diterbitkan tahun1987).

Dwiatmojo (2020). Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik


Terhadap Tekanan Darah Intradialisis Pada Pasien CKD Stage V yang
Menjalani Hemodialisa.

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit :Pathophysiology. Clinical Concepts of DeseaseProcesses / Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCartyWilson : Alih Bahasa, Peter Anugerah ;
Editor,Caroline Wijaya, - Ed.4 –Jakarta : EGC, 1995

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta : Media Action.

Hutagaol (2023). Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa Dengan Status Depresi


Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia.

Idramsyah (2023). Pengembangan Intervensi Manajemen Hemodialisa Untuk


Mengatasi Hipervolemia Pada Pasien CKD.

LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5.
Alih bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.

Litbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Litbang.

Lolowang (2021). Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Dengan Terapi
Hemodialisa.

63
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.

Naryati (2021). Gagal Ginjal Kronik Melalui Terapi Hemodialisis : Associated


Factors with Dietary Adherence in Patients With CKD Trought
Hemodialisist Therapy.

Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta:
EGC.

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2020.

Rustandi (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien CKD


yang Menjalani Hemodialisa.

Septiana (2022). Gambaran Kualitas Hidup Pasien CKD Dengan Hemodialisa di


RSUP dr Kariadi Semarang.

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.,
3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing 2015 :
1035-1040.

Ulfah (2021). Pelaksanaan Discharge Planning dengan Tingkat Kepatuhan Diet


Pada Pasien CKD ON HD di Ruang Hemodialisis RSUD Pambalah Batung
Amuntai.

64

Anda mungkin juga menyukai