Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS CVA BLEED + ICH DI RUANGAN SERUNI (ICU)
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR

OLEH KELOMPOK 12 :

Dwike Hertyana (P17212195060)


Rizki Ahmad Giantaka (P17212195061)
Murtin Ismail (P17212195017)
Primadanu Ishtibar (P17212195035)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN 2020

1
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CVA BLEED + ICH DI RUANG SERUNI (ICU)
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners


Departemen Kegawat Daruratan Dan Kritis

OLEH KELOMPOK 12 :
Dwike Hertyana (P17212195060)
Rizki Ahmad Giantaka (P17212195061)
Murtin Ismail (P17212195017)
Primadanu Ishtibar (P17212195035)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN 2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan seminar asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Diagnosa Medis Cva Bleed + Ich Di Ruang Seruni (Icu) Rsud
Mardi Waluyo Kota Blitar” sebagai salah satu syarat tugas akhir Praktik Klinik
Keperawatan Dasar Profesi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Program
Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Malang.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing Akademik Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang yang telah membimbing kami.
2. Perseptor Klinik Ruang Seruni (ICU) Rumah Sakit Mardi Waluyo yang
telah membimbing kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisanlaporan ini, sehingga kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaanlaporan ini.

Malang, 07 Februari 2020

Kelompok 12

3
DAFTAR ISI

Sampul Luar..................................................................................................................1

Sampul Dalam...............................................................................................................2

Kata Pengantar..............................................................................................................3

Daftar Isi.......................................................................................................................4

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................7
1.3 Tujuan............................................................................................................7
1.4 Manfaat .
8
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Penyakit............................................................................................9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................22
BAB III Laporan Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian...................................................................................................37
3.2 Analisis Data...............................................................................................46
3.3 Diagnosa Keperawatan................................................................................49
3.4 Rencana Keperawatan.................................................................................50
3.5 Implementasi dan Evaluasi..........................................................................59
BAB IV Review Jurnal
4.1 Jurnal Ilmiah................................................................................................72
4.2 Review Jurnal..............................................................................................73
BAB V Penutup
4.1 Kesimpulan..................................................................................................75
4.2 Saran............................................................................................................75
Daftar Pustaka

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2011).
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan
oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 20015).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2011).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah
salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan
kelumpuhan.
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan
stroke yang mendadak dapat mengkibatkan kematian, kecacatan fisik dan
mental baik pada usia produksi maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

5
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsetrasi glikoprotein, yang merupakan pencetetus
beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak (Riko dkk, 2010).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan disabilitas di
seluruh dunia. Di Amerika Serikat ± 700.000 kasus baru yang terkena
stroke iskemik muncul pada setiap tahunnya, lebih sepertiga penderita
tersebut mengalami stroke ulang. Secara global, pada 2020 stroke
diperkirakan akan menjadi penyebab keempat dari kematian pada usia
muda (Sacco et al. 2006).
Penanganan stroke harus dilakukan dengan segera karena jika tidak
segera ditangani maka dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Di intstalasi perawatan intensive penting dilakukan pengkajian dan
penatalaksanaan ABCDE dan pemeriksaan fisik yang meliputi B1-B6
agar dapat segera ditangani.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke
di indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas
(43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2%. Prevalensia stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-
laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat
tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan
dengan daerah pedesaan (5,7%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di indonesia tahun
2013, prevalensia kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis

6
memiliki gejala stroke. Prevalensia kasus stroke tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%),
sedangkan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari
tahun 2011 0,03%.
2.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Cva
Bleeding?
2. Apa saja diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Cva Bleeding?
3. Apa saja rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Cva Bleeding?
4. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Cva Bleeding?
5. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Cva Bleeding?
6. Apa saja dokumentasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Cva Bleeding?
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Cva Bleeding
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis
Cva Bleeding
2. Melakukan perumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Cva Bleeding
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Cva Bleeding
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Cva Bleeding

7
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Cva Bleeding
6. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Cva Bleeding
1.3 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan
dalam rangka peningkatan pengetahuan berkaitan dengan
penyakit Cva Bleeding
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Klien
Meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan
klien tentang penyakit Cva Bleeding.
b. Bagi Perawat
Sebagai salah satu tambahan pengetahuan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Cva Bleeding.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
A. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara
mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak
dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 20016 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan
oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2015).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
2014)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak
sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2012)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah
atau robek. Keadan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah.
Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen,
osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 2014).

9
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer
adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke
dalam substansi otak (Gilroy, 2011).

Gambar 1. Intracerebral Hemoragik (kanan atas)

B.Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau
disabilitas dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999).
Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke
Data Bank (SDB), (Caplan, 2000) menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari
10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi
dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan
orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang
tinggi terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per
tahun dan lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia
Afrika. Dalam suatu studi populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita
PIS, 50% pendarahan terjadi di subkortikal dalam, 35% di substansia

10
alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di batang otak. Angka kematian
PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai 35-52%. Dari jumlah
ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama setelah
serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan
intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut,
peningkatan TIK, serta peningkatan mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar,
dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh.
Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun
adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih
lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting
dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria
dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya
pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick,
2016).

C. Etiologi
 Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat
seseorang sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik
volunter karena perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri
cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna.
Gangguan yang terjadi pada PIS  biasanya adalah paralisis dan kerusakan
korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma

11
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan
terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
 Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan
stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang
atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca
perdarahan dini.
 Hiponatremia
 Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal
yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual,
dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian
(Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik

12
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
 Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah
maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari
satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah
kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 2015).
 Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat
anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak
pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis
dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika
interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi
oleh materi sklerotik tersebut.
 Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama
stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam
jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa
sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami
embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang
sempit.
 Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
 Kondisi hyperkoagulasi
 Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
 Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
 Miksoma atrium.

13
D. Klasifikasi
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala
kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema sekunder .
Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.

14
Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono,
1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka

15
nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

16
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

E.Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
- Nyeri kepala akut dan terasa berat,
- leher bagian belakang kaku,
- muntah,
- penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
- Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan
kontralateral
- 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini
70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan
karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus
temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan
karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997;
Smletzer & Bare, 2005).

17
F.Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga
terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik
dapat terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo,
2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang
berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim
otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis
dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik,
sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan
merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke
ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan
darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis,
karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik
akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk
jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh
astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah
kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai

18
ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah
ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina
interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil
yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat
terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya
satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya
aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi
atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya
ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang
mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang
cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi
sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa
hari.

19
G. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan

Riwayat merokok, konsumsi lemak tinggi

Hipertensi Aterosklerosis Penggunaan Factor resiko


tidak serebral obat-obatan
terkontrol narkotik, herediter
antikogulan Jenis kelamin laki2
oral
Penumpukan
Peningkatan
blood clotpada
tekanan pada
pembuluh
sistem vaskular
↑darah
kekakuan
dalam
serebral
vaskuler
jangka waktu
lama

Kelainan pada struktur


pembuluh darah otak

Ruptur pembuluh darah

Darah masuk ke dalam jaringan serebral

Hemoragik
vasospasme
Rembesan
darah
serebral
darah
mengenai
mengenailobus
lobus
motorik
speech
Metabolisme
↑ tahanan
otak terganggu
vaskuler

Gangguan
Gangguan
↑ tekanan intracranial
mobilitas
komunikasi
fisik
verbal

Deficit
ketidakefektifan perfusi
perawatan
jaringan serebral
diri

20 1
H. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang
terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan
otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor
risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
i. Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai
komplikasi dan pencetus stroke hemoragik
I. Penatalaksanaan Stroke
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

21
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.

J. Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
K. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah
kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan,
yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan. (Lismidar, 2011)

22
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang
status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,
sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu
mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak
kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

23
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes,
2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah
lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid,
spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes,
1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran

24
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara

25
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan
nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.

26
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan,
kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,
pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf
Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Laboratorium

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif


2. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko perfusi cerebral tidak efektif
6. Resiko defisit nutrisi
7. Resiko infeksi
8. Resiko luka tekan
9. Resiko jatuh

27
C. Rencana Keperawatan

N Diagnose Standar luaran keperawatan Indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia


o keperawatan
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan pola - Manajemen jalan nafas
efektif napas dengan ekspetasi membaik dengan kriteria hasil : Observasi

Bur Cukup Cukup Membai


1. Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria Sedan
Hasil
uk Buruk
g (3)
Memb k usaha napas)
(1) (2) aik (4) (5)
Frekuensi 2. Monitor bunyi napas tambahan
napas
3. Adanya sputum berlebihan
Kedalaman
napas
Terapeutik
Penggunaan 4. Posisi semi fowler
otot bantu
5. Lakukan penghisapan lender
napas

Dispnea
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
7. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan

28
bronkodilator
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan bersihan - Penghisapan Jalan Napas
napas tidak efektif jalan napas (L.01001) dengan ekspetasi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
2. Auskultasi suara napas sebelum dan setelah
Kriteria Cukup
Menin Cukup Menuru dilakukan penghisapan
Hasil meningk Sedan
gkat menur n
at g (3) 3. Monitor status oksigen, status neurologis dan status
(1) un (4) (5)
(2)
Produksi hemodinamik
sputum Terapeutik
Kriteria Cukup
Memb Cukup Membai 4. Gunakan tehnik aseptik
Hasil membur Sedan
uruk memb k
uk g (3) 5. Gunakan tehnik penghisapan lendir, sesuai indikasi
(1) aik (4) (5)
(2)
Frekuens 6. Lakukan penghisapan lendir lebih dari 15 detik
i napas
7. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
Pola
Kolaborasi
nafas
8. Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator, jika
perlu

29
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik mobilitas fisik dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : 1. Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakkan
hasil menurun meningat at
1 3 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
2 4 5
sebelum memulai mobilisasi dan sesudah
Pergerakan
eksremitas mobilisasi
Kekuatan 4. Monitor kondisi umum selama mobilisasi
otot
Terapeutik
Rentan
gerak 5. Fasilitasi dukungan mobilisasi dengan alat bantu
(ROM)
(mis, pagar tempat tidur)
Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru
hasil t meningka menurun n 6. Fasilitasi melakukan pergerakkan, jika perlu
t 3
1 4 5 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
2

Kaku meningkatkan pergerakkan


sendi Edukasi
Gerakkan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
tidak
terkoordin 9. Ajarkan mobilisasi sederhana (mis, miring kiri dan
asi
kanan)

30
4 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Dukungan perawatan diri
diri perawatan diri dengan ekspetasi meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi kebiasaan
aktivitas perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat
Cukup
Kriteria
Menur Cukup
Sedan menin
Meningk kemandirian
un menurun at
Hasil
(1) (2)
g (3) gkat
(5)
3. Identifikasi kebutuhan alat
(4)
Mempert bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
ahankan
makan
kebersiha
n diri Terapeutik
Mempert 4. Sediakan lingkungan yang
ahankan
kebersiha
terapeutik
n mulut 5. Siapkan keperluan pribadi
6. Bantu klien dalam
melakukan perawatan diri
Edukasi
7. Anjurkan keluarga melakukan perawatan diri
secara berkala

31
5 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Pemantauan peningkatan tekanan intrakranial
cerebral tidak perawatan diri dengan ekspetasi meningkat dengan Observasi
efektif kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab dan gejala peningkatan
TIK ( mis. Lesi, edema serebral)
2. Monitor tanda/ gejala peningkatan TIK ( mis.
Cukup Cukup Membai
Kriteria Buruk
Buruk
Sedan
Memb k
Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
Hasil (1) g (3)
(2) aik (4) (5) melebar, bradikardia, pola nafas irreguler,
Tingkat
kesadara kesadaran menurun)
n
3. Monitor MAP ( Mean Arterial Pressure)
Sakit
kepala
4. Monitor status pernapasan
Tekanan 5. monitor intake dan output
arteri
Terapeutik
rata-rata
6. Minimalkan stimulus dengan memberikan
Tekanan
intra lingkungan yang aman dan nyaman
kranial
7. Berikan posisi semi fowler
8. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
Konvulsan , jika perlu

32
6 Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan status - Manajemen Nutrisi
nutrisi nutrisi dengan ekspetasi membaik dengan kriteria hasil : Observasi

Cukup
1. Identifikasi status nutrisi
Memburu Cukup Membai
memburu Sedang
Kriteria k
k
membaik k 2. Identifikasi perlunya penggunaan selang
hasil 3
1 4 5
2 nasogatrik
Berat Terapeutik
badan
3. Hentikan pemberian makan melalui selang
Indeks
masa nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
tubuh
Kolaborasi
(IMT)

Frekuensi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
makan menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
Nafsu
yang dibutuhkan.
makan

Bising
usus

33
7 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan tingkat - Pencegahan infeksi
infeksi dengan ekspetasi menurun dengan kriteria hasil : Observasi

Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru


1. Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil t meningka menurun n
t 3 Terapeutik
1 4 5
2 2. Batasi jumlah pengunjung
Demam 3. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
Kemeraha 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
n
dengan pasien dan lingkungan pasien
Nyeri
5. Pertahankan tehnik aseptik
Bengkak
Edukasi
Kadar sel
darah
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
putih 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

34
8 Resiko luka tekan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Pencegahan luka tekan
integritas kulit dengan ekspetasi meningkat dengan Obeservasi
kriteria hasil : 1. Periksa luka tekan dengan

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


menggunakan skala
hasil menurun meningat at
1 3 2. Periksa adanya luka tekan
2 4 5
sebelumnya
Elastisitas
3. Monitor suhu kulit yang
Hidrasi
tertekan
Perfusi
jaringan 4. Monitor berat badan dan
Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru perubahannya
hasil t meningka menurun n
t 3 5. Monitor mobilisasi dan
1 4 5
2
aktivitas
Kerusakan
jaringan
Terapeutik
Kerusakan 6. Keringkan daerah kulit yang
lapisan
lembab akibat keringat
kulit
7. Ubah posisi dengan hati-hati
setiap 1-2 jam
8. Berikan bantalan pada titik
tertekan atau tonjongan tulang

35
Edukasi
9. Jelaskan tanda-tanda kerusakan kulit
10. Ajarkan cara merawat kulit

36
9 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan tingkat - Pecegahan jatuh
jatuh dengan ekspetasi menurun dengan kriteria hasil : Observasi

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


1. Identifikasi faktor resiko
hasil menurun meningat at
1 3 jatuh (mis usia ≥ 65 tahun, penurunan tingkat
2 4 5
kesadaran)
Jatuh dari
tempat 2. Identifikasi faktor
tidur
lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
Jatuh saat
berdiri
(mis lantai licin, penerangan kurang)
Jatuh saat 3. Monitor kemampuan
duduk
berpindah dari tempat tidur
Jatuh saat
berjalan Terapeutik
4. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
5. Pasang handrail tempat tidur
6. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan pemantauan perawat
dari nurse station
Edukasi
7. Anjurkan memanggil

37
perawat jika membutuhkan bantuan

38
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS

Tanggal MRS :30-01-2020 Jam Masuk :21.00 WIB

Tanggal Pengkajian :30-01-2020 No. RM :7101xxx

Jam Pengkajian :22.00 WIB Diagnosa Masuk:CVA ICH

Hari rawat ke :0

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Ny.H
2. Umur: 50th
3. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Pedagang
7. Alamat : Ponggok Blitar
8. Sumber Biaya : BPJS

INDIKASI MASUK ICU

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama:
Penurunan Kesadaran

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga mengatakan pasien mengeluh pusing pada hari Kamis 30-01-2020, pukul 04.00 WIB.
Setelah sholat subuh pasien muntah-muntah sebanyak 2x (munthan air), setelah muntah pasien
mengeluh badannya lemas, oleh suami disuruh untuk istirahat tidur, pukul 06.30 WIB pasien
sempat kejang, setelah kejang badan pasien lemah dan tidak ada respon, pukul 07.30 WIB
pasien di bawa ke IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar. Sampai di IGD pukul 10.30 WIB. Oleh
dokter di sarankan untuk CT-Scan kepala di klinik veteran, hasilnya menunjukkan bahwa CVA
ICH. Dokter menyarankan segera melakukan oprasi trepanasi, pada pukul 18.30 WIB pasien
berangkat dari IGD menuju Kamar oprasi, pukul 20.00 WIB oprasi selesai. Pukul 20.30 WIB
pasien dibawa ke ICU RSUD Mardi Waluyo Blitar.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak
Riwayat kontrol : Tidak

Riwayat penggunaan obat :Tidak

37
3. Riwayat alergi:
Obat ya tidak

Makanan ya tidak

Lain-lain ya tidak

4. Riwayat operasi: ya tidak


RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ya tidak

- Jenis :Hipertensi
- Genogram :

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan:

Alkohol ya tidak

Merokok ya tidak

Obat ya tidak

Olah raga ya tidak

Keterangan: pasien tidak pernah olahraga

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda tanda vital
S : 36,6 N : 110x/menit TD : 160/96 RR : 14(ventilator mode
SIMV)

Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma

38
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. RR: 14
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
Masalah Keperawatan :
Sekret:Ada Konsistensi : kental
-Bersihan jalan nafas tidak
Warna: putih Bau : khas efektif
c. Penggunaan otot bantu nafas: tidak terkaji -Pola nafas tidak efektif
d. PCH ya tidak
e. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Pleural Friction rub: tidak terkaji
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Cracles Ronki Wheezing
i. Alat bantu napas ya tidak

Jenis.ETT + ventilator Flow Fio2 80%

j. Penggunaan WSD: tidak ada

k. Tracheostomy: ya tidak
Lain-lain: terpasang ETT+ventilator mode SIMV, frekuensi 14, tidal volume 440
peak flow 1:2, PSV 20, PEEP 5, Fio2 80%

3. Sistem Kardio vaskuler (B2)


a. TD : 160/96
b. N Keperawatan
Masalah : 110 :
c. Keluhan nyeri dada: ya tidak
tidak ada masalah
d. Irama jantung: reguler ireguler
e. Suara jantung: normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain.....

f. Ictus Cordis: Tidak tampak


g. CRT :< 2.detik
Akral: hangat kering merah basah pucat
panas dingin
h. Sikulasi perifer: normal menurun
i. JVP : tidak tampak
j. CVP : tidak tampak
k. CTR : 51%
l. ECG & Interpretasinya:
Sinus tachycardia
4. Sistem Persyarafan (B3)
a. GCS :212
b. Refleks fisiologis patella triceps biceps Masalah Keperawatan :
c. Refleks patologis(tidak terkaji) babinsky brudzinsky kernig
Lain-lain Resiko perfusi cerebral
tidak efektif
d. Keluhan pusing ya tidak

e. Pemeriksaan saraf kranial:


N1 : normal tidak Ket.: tidak dapat dinilai
N2 : normal tidak Ket.: tidak dapat dinilai
N3 : normal tidak Ket.: tidak dapat dinilai

39
N4 : normal tidak Ket.: tidak dapat dinilai
N5 : normal tidak Ket.: tidak mampu mengunyah
N6 : normal tidak Ket.: tidak dapat dinilai
N7 : normal tidak Ket.: tidak dapat berekspresi
N8 : normal tidak Ket.: tidaak merespon
N9 : normal tidak Ket.: refelks muntaah ada, menelan(-)
N10 : normal tidak Ket.: tidak dapat berbicara , terpasang ETT
N11 : normal tidak Ket.: tidak mampu
N12 : normal tidak Ket.: mampu menggerakan lidah

f. Pupil anisokor isokor Diameter: 3


mm/3 mm
g. Sclera anikterus ikterus
h. Konjunctiva ananemis anemis
i. Isitrahat/Tidur :................. Jam/Hari Gangguan tidur : pasien penurunan
kesadaran

5. Sistem perkemihan (B4)


Masalah Keperawatan
a. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
b. Sekret: Ada Tidak Resiko Infeksi
c. Ulkus: Ada Tidak
d. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada Tidak

f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: Cateter
Jenis : Dowor Cateter
Ukuran : 18
Hari ke :0
g. Produksi urine : 450 ml/8jam
Warna : kuning jernih
Bau : Amoniak
Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan ya tidak
i. Intake cairan oral : - cc/hari parenteral : 2000 cc/hari
j. Balance Cairan (input-output):
2000-1700=300
6. Sistem pencernaan (B5)
a. TB :155 BB : 80 Kg Masalah Keperawatan :
b. IMT :34 Interpretasi : Obesitas
Resiko defisit nutrisi
c. Mulut: bersih kotor berbau
d. Membran mukosa: lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen: tegang kembung ascites
g. Nyeri tekan: ya tidak
h. Luka operasi: ada tidak
-
i. Peristaltik 18 x/menit
j. BAB:belum BAB Terakhir tanggal : 29-01-2020
k. Konsistensi: keras lunak cair lendir/darah

40
l. Diet: sementara puasa retensi hitam(nanti diet cair 3x 50cc)
m. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi:.......x/hari
n. Porsi makan: habis tidak Keterangan: memakai
NGT

7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Tidak dilakukan pengkajian Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah

OD OS
Visus
Palpebra
Conjunctiva
Kornea
BMD
Pupil
Iris
Lensa
TIO

b. Keluhan nyeri ya tidak


c. Luka operasi: ada tidak

8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
Tidak dilakukan pengkajian
Tidak ada masalah

OD OS
Aurcicula
MAE
Membran
Tymphani
Rinne
Weber
Swabach

b. Tes Audiometri
Tidak dilakukan
c. Keluhan nyeri ya tidak
d. Luka operasi: ada tidak

41
e. Alat bantu dengar: Tidak ada

8. Sistem muskuloskeletal (B6)


a. Pergerakan sendi: bebas terbatas
b. Kekuatan otot: 3 3 Masalah Keperawatan :
3 3
-Gangguan mobilitas fisik
c. Kelainan ekstremitas: ya tidak
d. Kelainan tulang belakang: ya tidak -Resiko jatuh

e. Fraktur: ya tidak
f. Traksi: ya tidak
g. Penggunaan spalk/gips: ya tidak
h. Keluhan nyeri: ya tidak
i. Sirkulasi perifer: ..............................................
j. Kompartemen syndrome ya tidak
k. Kulit: ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor baik kurang jelek
m. Luka operasi: ada tidak
n. ROM : ROM pasif

o. Lain-lain:
Terpasang restrain di kedua tangan serta kedua kaki
10. Sistem Integumen
a. Penilaian resiko decubitus
Aspek Yang Kriteria Penilaian Nilai
Dinilai
1 2 3 4

Persepsi Sensori Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak Ada 2


Sepenuhnya Terbatas Ringan Gangguan

Kelembaban Terus Menerus Sangat Lembab Kadang2 Basah Jarang Basah 1


Basah

Aktifitas Bedfast Chairfast Kadang2 Jalan Lebih Sering 1


jalan

Mobilisasi Immobile Sangat Keterbatasan Tidak Ada 2


Sepenuhnya Terbatas Ringan Keterbatasan

Nutrisi Sangat Buruk Kemungkinan Adekuat Sangat Baik 2


Tidak Adekuat

Gesekan & Bermasalah Potensial Tidak 1


Pergeseran Bermasalah Menimbulkan
Masalah

NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien beresiko Total Nilai 9
mengalami dekubisus (pressure ulcers)
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderate risk, 12 or less = high risk)

b. Warna
c. Pitting edema: - grade: - Masalah Keperawatan :
d. Ekskoriasis: ya tidak
e. Psoriasis: ya tidak Resiko luka tekan
f. Pruritus: ya tidak
g. Urtikaria: ya tidak

4. Sistem Endokrin
Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah

42
a. Pembesaran tyroid: ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening: ya tidak
c. Hipoglikemia: ya tidak
d. Hiperglikemia: ya tidak
e. Kondisi kaki DM
- Luka gangren ya tidak

Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya: Tidak ada masalah
Klien tidak bisa dikaji akibat penurunan kesdaran

b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya


(Klien tidak bisa dikaji akibat penurunan kesdaran)

Murung/diam gelisah tegang marah/menangis

c. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga


d. Gangguan konsep diri:
Tidak dapat dikaji

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


Masalah Keperawatan :
Jelaskan :
Defisit perawatan diri
Pasien total care

PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah Tidak ada masalah

b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:


Tidak dilakukan klien belum mampu

HASIL LABORATORIUM

Tgl : 30/01/2020

Nama : Ny. H

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 14,1 Perempuan = 11,3- 16 g/dl

43
Laki-laki = 13-17 g/dl

Leukosit 21.200 General 4.000-11.000 /cmm

Trombosit 329.000 General 150.000-450.000/cmm

CBS - Laki-laki = 0-15 /jam

Perempuan= 0-20/ jam

PCV 44.4 Perempuan 35-47 %

Laki-laki 40 -54 %

Diff. couting General

1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7

MCV 90.9 General 80-97 FL

MCH 29.0 General 27-91 pg

MCHC 31.9 General 32-36 %

Eritrosit 4.880.000 Perempuan 3000.000-6000.000

Laki-laki 4500.000-6500.000

HASIL LABORATORIUM

Tgl : 30/01/2020

Nama : Ny. H

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


PPT

PPT 13.2 General 9.7 – 13.1 detik

44
INR 1.22

APTT 22.6 General 23.9 – 38.9 detik

HIV (PACK TEST) NON REAKTIF General NON REAKTIF

HbsAg (Strip Test) NON REAKTIF General NON REAKTIF

Anti HCV (Strip) NON REAKTIF General NON REAKTIF

HASIL CT SCAN

Kesimpulan :

Intracerebral hematoma di nc.candatus kiri sekitar 2cc disertai


perdarahan intra ventricle lateralis kiri, cornu posterior ventricle lateralis
kanan, ventricle III dan IV dan kecurigaan non communicating hydrocephalus
ringan dan sedikit pergeseran struktur mid line, 2mm ke kanan dengan oedema
cerebri

HASIL THORAK AP

Tgl : 30/01/2020

Nama : Ny. H

Kesimpulan :

CTR 51% jantung tampak prominent. Kesimpulan COR prominent

MORSE FALL SCALE/ SKALA JATUH MORSE

NO. PENGKAJIAN SKALA NILAI KET


1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0 0
dalam 3 bulan terakhir?
Ya 25
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0 15
lebih dari satu penyakit?
Ya 15
3. Alat bantu jalan: 0 0
- Bedrest/dibantu perawat
- Kruk/tongkat/walker 15

45
- Berpegangan pada benda-benda disekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0 20
terpasang infus?
Ya 20
5. Gaya berjalan/cara berpindah: 0 10
- Normal/bedrest/immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/tidak normal (pincang/diseret) 20
6. Status Mental 0 15
- Lansia menyadari kondisi dirinya
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total nilai 60 Resiko
tinggi

ANALISA DATA

Tgl : 30/01/2020

Nama : Ny. H

Kemungkinan
No Data Masalah
Penyebab
1 DS:-- Pola nafas tidak Gangguan
efektif neurologis

DO:

46
-Klien mengalami penurunan
kesadaran
-GCS 211 Kesadaran supor
-Terpasang ventilator mode SIMV
FiO2 : 80% PEEP : 5
VT : 440 PSV : 20
T1 : 1:2 SPO2 : 100%
RR : 14
- Suara nafas vesikuler
- Dinding dada simetris
- Klien post op trepanasi EVD
2 DS:-- Bersihan jalan Sekresi yang
napas tidak efektif tertahan

DO:

-Klien tidak mampu batuk


-Batuk tidak efektif
-Klien terpasang ETT dan OPA
-Terdapat sputum
- Dilakukan suction
- Suara napas
Ronkhi
-
+ +
+ +

3 DS:-- Gangguan Gangguan


mobilitas fisik neuromuskular

DO:

47
- k/u lemah
- Klien mengalami
penurunan kesadaran
- GCS 211 Kesadaran supor
- TD : 167/98 mmHg
- N : 108 x/mnt
- S : 367 oC
- Tingkat ketergantungan
total 2 2
2 2
- Tonus otot
- Gelisah (+)

4 DS:-- Defisit perawatan Gangguan


diri Neuromuskular

DO:

-Klien dibantu diseka keluarga


-Klien tidak mampu mengenakan
pakaian
-Klien tidak mampu
mempertahankan kebersihan
mulut
-Tingkat ketergantungan total
5 DS:-- Resiko perfusi Gangguan
serebral tidak Neuromuskular
efektif
DO:

-GCS 211 Kesadaran supor


-Klien post op trepanasi
-Terpasang EVD
-Klien mengalami penurunan
kesadaran

48
-MAP : 121 mmHg
-Terdapat keluaran cairan otak
berwarna kuning bening
bercampur darah, 200 cc

6 DS:-- Resiko defisit Ketidakmampuan


nutrisi menelan makanan

DO:

- Klien terpasang NGT


- Klien dibantu makan oleh
perawat melalui NGT
- BU (+)
- Intake : diit cair 3x50 cc
- Retensi : coklat kehitaman,
60 cc

7 DS:-- Resiko infeksi Efek prosedur


invasif

DO:

- Terapasang DC
- Terpasang EVD
- Terpasang Infus
- Terpasang Ventilator
- Terpasang ETT dan OPA
- Terpasang NGT
- Tindakan invasif berulang
- Leukosit 21.200/Cmm
- S : 367 oC

49
8 DS:-- Resiko luka tekan Penurunan
mobilisasi

DO:

-Penurunan mobilitas
-Adanya penekanan kulit yang
lama pada punggung
-Kulit punggung lembab (+)
9 DS:-- Resiko jatuh Penurunan tingkat
kesadaran

DO:

- k/u lemah
- Usia 50 tahun
- Terpasang restrain
- Terpasang stiker fallrisk
- Terpasang handrail
- Skor morsefall : 60 (resiko
tinggi)

DAFTAR DIAGNOSA

No. Diagnosa Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b/d gangguan neurologis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan
3. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
4. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskular
5. Resiko perfusi serebral tidak efektif
6. Resiko defisit nutrisi
7. Resiko infeksi
8. Resiko luka tekan

50
9. Resiko jatuh

51
Rencana Keperawatan

N Diagnose Standar luaran keperawatan Indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia


o keperawatan
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan pola napas - Manajemen jalan nafas
efektif dengan ekspetasi membaik dengan kriteria hasil : Observasi

Bur Cukup Cukup Membai 1. Monitor pola napas (frekuensi,


Kriteria Sedan
Hasil
uk Buruk
g (3)
Memb k usaha napas)
(1) (2) aik (4) (5)
Frekuensi 2. Monitor bunyi napas tambahan
napas
3. Adanya sputum berlebihan
Kedalaman
napas Terapeutik
Penggunaan 4. Posisi semi fowler
otot bantu
5. Lakukan penghisapan lender
napas

Dispnea
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
7. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan

52
bronkodilator
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan bersihan - Penghisapan Jalan Napas
napas tidak efektif jalan napas (L.01001) dengan ekspetasi membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 9. Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
10. Auskultasi suara napas sebelum dan setelah
Kriteria Cukup
Menin Cukup Menuru dilakukan penghisapan
Hasil meningk Sedan
gkat menur n
at g (3) 11. Monitor status oksigen, status neurologis dan status
(1) un (4) (5)
(2)
Produksi hemodinamik
sputum Terapeutik
Kriteria Cukup
Memb Cukup Membai 12. Gunakan tehnik aseptik
Hasil membur Sedan
uruk memb k
uk g (3) 13. Gunakan tehnik penghisapan lendir, sesuai indikasi
(1) aik (4) (5)
(2)
Frekuens 14. Lakukan penghisapan lendir lebih dari 15 detik
i napas
15. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
Pola
Kolaborasi
nafas
16. Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator, jika
perlu

53
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik mobilitas fisik dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : 10. Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


11. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakkan
hasil menurun meningat at
1 3 12. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
2 4 5
sebelum memulai mobilisasi dan sesudah
Pergerakan
eksremitas mobilisasi
Kekuatan 13. Monitor kondisi umum selama mobilisasi
otot
Terapeutik
Rentan
gerak 14. Fasilitasi dukungan mobilisasi dengan alat bantu
(ROM)
(mis, pagar tempat tidur)
Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru
hasil t meningka menurun n 15. Fasilitasi melakukan pergerakkan, jika perlu
t 3
1 4 5 16. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
2
meningkatkan pergerakkan
Kaku
sendi Edukasi
Gerakkan 17. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
tidak
terkoordin 18. Ajarkan mobilisasi sederhana (mis, miring kiri dan
asi kanan)

54
4 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Dukungan perawatan diri
diri perawatan diri dengan ekspetasi meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi kebiasaan
aktivitas perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat
Cukup
Kriteria
Menur Cukup
Sedan menin
Meningk kemandirian
un menurun at
Hasil
(1) (2)
g (3) gkat
(5)
3. Identifikasi kebutuhan alat
(4)
Mempert bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
ahankan
makan
kebersiha
n diri Terapeutik
Mempert 4. Sediakan lingkungan yang
ahankan
kebersiha
terapeutik
n mulut 5. Siapkan keperluan pribadi
6. Bantu klien dalam
melakukan perawatan diri
Edukasi
7. Anjurkan keluarga melakukan perawatan diri
secara berkala

55
5 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Pemantauan peningkatan tekanan intrakranial
cerebral tidak perawatan diri dengan ekspetasi meningkat dengan Observasi
efektif kriteria hasil : 10. Identifikasi penyebab dan gejala peningkatan
TIK ( mis. Lesi, edema serebral)
11. Monitor tanda/ gejala peningkatan TIK ( mis.
Cukup Cukup Membai
Kriteria Buruk
Buruk
Sedan
Memb k
Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
Hasil (1) g (3)
(2) aik (4) (5) melebar, bradikardia, pola nafas irreguler,
Tingkat
kesadara kesadaran menurun)
n
12. Monitor MAP ( Mean Arterial Pressure)
Sakit
kepala
13. Monitor status pernapasan
Tekanan 14. monitor intake dan output
arteri
Terapeutik
rata-rata
15. Minimalkan stimulus dengan memberikan
Tekanan
intra lingkungan yang aman dan nyaman
kranial
16. Berikan posisi semi fowler
17. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
Konvulsan , jika perlu

56
6 Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan status - Manajemen Nutrisi
nutrisi nutrisi dengan ekspetasi membaik dengan kriteria hasil : Observasi

Cukup
4. Identifikasi status nutrisi
Memburu Cukup Membai
memburu Sedang
Kriteria k
k
membaik k 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
hasil 3
1 4 5 nasogatrik
2

Berat Terapeutik
badan
6. Hentikan pemberian makan melalui selang
Indeks
masa nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
tubuh
Kolaborasi
(IMT)

Frekuensi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
makan menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
Nafsu yang dibutuhkan.
makan

Bising
usus

57
7 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan tingkat - Pencegahan infeksi
infeksi dengan ekspetasi menurun dengan kriteria hasil : Observasi

Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru


9. Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil t meningka menurun n
t 3 Terapeutik
1 4 5
2 10. Batasi jumlah pengunjung
Demam 11. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
Kemeraha 12. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
n
dengan pasien dan lingkungan pasien
Nyeri
13. Pertahankan tehnik aseptik
Bengkak
Edukasi
Kadar sel
14. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
darah
putih 15. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

58
8 Resiko luka tekan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan - Pencegahan luka tekan
integritas kulit dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria Obeservasi
hasil : 1. Periksa luka tekan dengan

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


menggunakan skala
hasil menurun meningat at
1 3 2. Periksa adanya luka tekan
2 4 5
sebelumnya
Elastisitas
3. Monitor suhu kulit yang
Hidrasi
tertekan
Perfusi
jaringan
4. Monitor berat badan dan
Kriteria Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru perubahannya
hasil t meningka menurun n
t 3 5. Monitor mobilisasi dan
1 4 5
2 aktivitas
Kerusakan
Terapeutik
jaringan

Kerusakan
6. Keringkan daerah kulit yang
lapisan lembab akibat keringat
kulit
7. Ubah posisi dengan hati-hati
setiap 1-2 jam
8. Berikan bantalan pada titik
tertekan atau tonjongan tulang

59
Edukasi
9. Jelaskan tanda-tanda kerusakan kulit
10. Ajarkan cara merawat kulit

60
9 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, diharapkan tingkat - Pecegahan jatuh
jatuh dengan ekspetasi menurun dengan kriteria hasil : Observasi

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk


1. Identifikasi faktor resiko
hasil menurun meningat at
1 3 jatuh (mis usia ≥ 65 tahun, penurunan tingkat
2 4 5
kesadaran)
Jatuh dari
tempat 2. Identifikasi faktor
tidur
lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
Jatuh saat
(mis lantai licin, penerangan kurang)
berdiri

Jatuh saat 3. Monitor kemampuan


duduk berpindah dari tempat tidur
Jatuh saat
berjalan Terapeutik
4. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
5. Pasang handrail tempat tidur
6. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan pemantauan perawat
dari nurse station
Edukasi
7. Anjurkan memanggil

61
perawat jika membutuhkan bantuan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Dx. Jam Implementasi Evaluasi

1 Kamis, 1 21:02 1. Memonitor pola nafas S :-


. 30/01/20 2. Memberikan posisi yang nyaman dengan memposisikan semi
O:
fowler
3. Memonitor frekuensi irama, kedalaman, dan upaya nafas - N : 108x/menit, S : 3670C

4. Mempalpasi kesimetrisan ekspansi paru - Menggunakan ventilator mode

5. Memonitor saturasi oksigen SIMV

6. Mengatur interval pemantauan respirasi FiO2 : 80% PEEP : 5

7. Mendokumentasikan hasil pemantauan VT : 440 PSV : 20

8. Berkolaborasi pemberian oksigen melalui ventilator T1 : 1:2 SPO2 : 100%


RR : 14
- Pola napas : teratur
- Ekspansi paru simetris
- Suara napas vesikuler
- Pemantauan TTV setiap 1 jam
- Penggunaan otot bantu napas (-)

62
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi no 1 – 8
2 Kamis, 2 21:20 1. Mengidentifikasi kebutuhan dilakukannya suction S :-
. 30/01/20 2. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
O:
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memonitor bunyi nafas tambahan - Terpasang ETT dan OPA

5. Memonitor status oksigen, status neurologis dan status - Adanya sputum


Rh - - Wh - - hemodinamik - .

+ +- - 6. Menggunakan teknik aseptik


+ - - - 7. Melakukan suction
8. Memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
- Dilakukan suction
- TTV :
TD : 167/98 mmHg
N : 108 x/mnt

S : 367 oC

- Pola nafas teratur


A : masalah teratasi sebagian

63
P : lanjutkan intervensi no 1 – 8
3 Kamis, 1. Mengidentifikasi adanya keluhan fisik S :-
. 30/01/20 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakkan
O:
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi dan sesudah mobilisasi - k/u lemah

4. Monitor kondisi umum selama mobilisasi - TTV :

5. Memfasilitasi dukungan mobilisasi dengan alat bantu TD : 167/98 mmHg

6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam N : 108 x/mnt

meningkatkan pergerakkan S : 367 oC


3 21:25
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- klien mengalami penurunan
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana
kesadaran
- pergerakan tidak terkoordinasi (+)
2 2 - tonus otot
2 2
- gelisah (+)
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 1-8


4 Kamis, 4 21:30 1. Memonitor tingkat kemandirian S : --
. 30/01/20 2. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,

64
berpakaian, berhias, dan makan O:
3. Menyediakan lingkungan yang terapeutik
- k/u lemah
4. Menyiapkan keperluan pribadi
- mengalami penurunan kesadaran
5. Membantu klien dalam melakukan perawatan diri
- tingkat ketergantungan total
6. Menganjurkan keluarga melakukan perawatan diri secara
- klien diseka keluarga
berkala
- BAK (+), DC 400 cc kuning
kecoklatan
- BAB (-)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-6


5 Kamis, 5 21:46 1. Mengidentifikasi penyebab dan gejala peningkatan TIK S : --
. 30/01/20 2. Memonitor tanda/ gejala peningkatan TIK
O:
3. Memonitor MAP
4. Memonitor cairan serebro spinal - k/u lemah

5. Memberikan terapi obat : - keluaran cairan otak 200 cc,

RL 2.000cc/24 jam berwarna kuning bening

IV Asam Tranexamat 500 mg berdampur darah

Syr Midazolam 3mg/jam - MAP : 121 mmHg

65
- GCS 211 Kesadaran supor
- TTV :
TD : 167/98 mmHg
N : 108 x/mnt

S : 367 oC

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-5


Kamis, 21:50 7. Mengidentifikasi status nutrisi S : --
30/01/20 8. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
6. O:
9. Menghentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi - Penurunan kesadaran

10. Memberikan diit melalui NGT - Terpasang NGT


6 - Diit cair 50 cc (+)
- Retensi (+), warna coklat
kehitaman, 60 cc
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4

66
7 Kamis, 21:55 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi S : --
. 30/01/20 2. Membatasi jumlah pengunjung
O:
3. Melakukan rawat luka
4. Mengajarkan keluarga cuci tangan dengan benar - Terapasang DC
- Terpasang EVD
- Terpasang Infus
- Terpasang Ventilator
- Terpasang ETT dan OPA
7
- Terpasang NGT
- Tindakan invasif berulang
- Leukosit 21.200/Cmm
- S : 367 oC
- Plebitis (-)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4


8 Kamis, 8 22:00 1. Memeriksa adanya luka tekan sebelumnya S:
. 30/01/20 2. Memonitor suhu kulit
O:
3. Memonitor mobilisasi dan aktivitas
4. Mempertahankan daerah yang tertekan tetap kering - k/u lemah

67
- mengalami penurunan kesadaran
- TTV :
TD : 167/98 mmHg
N : 108 x/mnt

S : 367 oC

- Berkeringat (+)
- Bedrest (+)
- Mengganti underpad (+)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4

9 Kamis, 9 22:05 1. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh S:


. 30/01/20 2. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
O:
resiko jatuh
3. Memonitor kemampuan berpindah dari tempat tidur - k/u lemah

4. Memastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam - penurunan kesadaran

kondisi terkunci - terpasang restrain


- tempat tidur terkunci

68
5. Memasang handrail tempat tidur - terpasang handrail
- terpasang stiker fallrisk
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-5

No Hari/tgl Dx. Jam Implementasi Evaluasi

1 Jumat, 1 14:05 1. Memonitor pola nafas S :-


. 31/01/20 2. Memberikan posisi yang nyaman dengan memposisikan semi
O:
fowler
3. Memonitor frekuensi irama, kedalaman, dan upaya nafas - N : 102x/menit, S : 371 0C

4. Mempalpasi kesimetrisan ekspansi paru - Menggunakan ventilator mode

5. Memonitor saturasi oksigen SIMV

6. Mengatur interval pemantauan respirasi FiO2 : 30% PEEP : 3

7. Mendokumentasikan hasil pemantauan VT : 429 PSV : 20

8. Berkolaborasi pemberian oksigen melalui ventilator T1 : 1:2 SPO2 : 100%


RR : 20
- Pola napas : teratur
- Ekspansi paru simetris
- Suara napas vesikuler

69
- Pemantauan TTV setiap 1 jam
- Penggunaan otot bantu napas (-)
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi no 1 – 8
2 Jumat, 2 14:15 1. Mengidentifikasi kebutuhan dilakukannya suction S :-
. 31/01/20 2. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
O:
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Memonitor bunyi nafas tambahan - Terpasang ETT dan OPA

5. Memonitor status oksigen, status neurologis dan status - Adanya sputum


Rh - - Wh - - hemodinamik - .

+ +- - 6. Menggunakan teknik aseptik


- - - 7. Melakukan suction - Dilakukan suction
8. Memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi - TTV :
TD : 178/98 mmHg
N : 102 x/mnt

S : 371 oC

- Pola nafas teratur

70
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi no 1 – 8
3 Jumat, 14:20 1. Mengidentifikasi adanya keluhan fisik S :-
. 31/01/20 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakkan
O:
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi dan sesudah mobilisasi - k/u lemah

4. Monitor kondisi umum selama mobilisasi - TTV :

5. Memfasilitasi dukungan mobilisasi dengan alat bantu TD : 178/98 mmHg

6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam N : 102 x/mnt

meningkatkan pergerakkan S : 371 oC


3
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- klien mengalami penurunan
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana
kesadaran
- pergerakan tidak terkoordinasi (+)
3 3 - tonus otot
2 2
- gelisah (+)
A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 1-8

71
4 Jumat, 14:28 1. Memonitor tingkat kemandirian S : --
. 31/01/20 2. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
O:
berpakaian, berhias, dan makan
3. Menyediakan lingkungan yang terapeutik - k/u lemah

4. Menyiapkan keperluan pribadi - mengalami penurunan kesadaran

5. Membantu klien dalam melakukan perawatan diri - tingkat ketergantungan total


4 - klien diseka keluarga
6. Menganjurkan keluarga melakukan perawatan diri secara
berkala - BAK (+), DC 350 cc kuning
kecoklatan
- BAB (-)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-6


5 Jumat, 5 15:00 1. Mengidentifikasi penyebab dan gejala peningkatan TIK S : --
. 31/01/20 2. Memonitor tanda/ gejala peningkatan TIK
O:
3. Memonitor MAP
4. Memonitor cairan serebro spinal - k/u lemah

5. Memberikan terapi obat : - keluaran cairan otak 50 cc,

6. RL 2.000cc/24 jam berwarna kuning bening

7. IV Asam Tranexamat 500 mg - MAP : 125 mmHg

72
8. Syr Midazolam 3mg/jam - GCS 335 Kesadaran delirium
- TTV :
TD : 178/98 mmHg
N : 102 x/mnt

S : 371 oC

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-5


Jumat, 15:10 1. Mengidentifikasi status nutrisi S : --
31/01/20 2. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
6. O:
3. Menghentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi - Penurunan kesadaran

4. Memberikan diit melalui NGT - Terpasang NGT


6 - Diit cair 50 cc (+)
- Retensi (+), warna kehitaman, 50
cc
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4

73
7 Jumat, 15:15 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi S : --
. 31/01/20 2. Membatasi jumlah pengunjung
O:
3. Melakukan rawat luka
4. Mengajarkan keluarga cuci tangan dengan benar - Terapasang DC
- Terpasang EVD
- Terpasang Infus
- Terpasang Ventilator
- Terpasang ETT dan OPA
7
- Terpasang NGT
- Tindakan invasif berulang
- Leukosit 21.200/Cmm
- S : 371 oC
- Plebitis (-)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4


8 Jumat, 8 15:20 1. Memeriksa adanya luka tekan sebelumnya S : --
. 31/01/20 2. Memonitor suhu kulit
O:
3. Memonitor mobilisasi dan aktivitas
4. Mempertahankan daerah yang tertekan tetap kering - k/u lemah

74
- mengalami penurunan kesadaran
- TTV :
TD : 178/98 mmHg
N : 102 x/mnt

S : 371 oC

- Berkeringat (+)
- Bedrest (+)
- Mengganti underpad (+)
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-4


9 Jumat, 9 15:25 1. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh S : --
. 31/01/20 2. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
O:
resiko jatuh
3. Memonitor kemampuan berpindah dari tempat tidur - k/u lemah

4. Memastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam - penurunan kesadaran

kondisi terkunci - terpasang restrain

5. Memasang handrail tempat tidur - tempat tidur terkunci


- terpasang handrail

75
- terpasang stiker fallrisk
A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi 1-5

76
77
BAB 4
REVIEW JURNAL

STUDY KASUS GANGGUAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL DENGAN PENURUNAN


KESADARAN PADA KLIEN STROKE HEMORAGIK SETELAH DIBERIKAN POSISI
KEPALA ELEVASI 30º

Abdul Kadir Hasan

Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang


putrakombathasan@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar belakang . Stroke adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai daerah fokal pada pada otak yang
terganggu. Kepala elevasi adalah menaikkan kepala dari tempat tidur sekitar 30 derajat. Tujuan studi
kasus. Untuk mengetahui pengaruh posisi kepala elevasi 30° terhadap saturasi oksigen pada pasien stroke
hemoragik. Desain studi kasus menggunakan consecutive sampling dengan kriteria inklusi pasien stroke
hemoragik yang dirawat di ICU dengan penurunan kesadaran. Hasil: Dari hasil analisa didapatkan ada
pengaruh kepala elevasi 30º terhadap saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik. Kesimpulan:
Kesimpulan yang diperoleh dari studi kasus ini didapatkan hasil ada pengaruh kepala elevasi 30° terhadap
saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik, dimana pada saat posisi flat terdapat saturasi oksigen
96%, kemudian kepala elevasi 30 º selama 30 menit terdapat saturasi oksigen 98%.

Kata kunci: Stroke, Kepala elevasi 30°, saturasi oksigen

ABSTRACT

Background. Stroke is an acute neurological dysfunction caused by a flow disorder that occurs with focal
signs and symptoms in the affected brain. The head elevation is raising the head from about 30 degrees of
sleep. Case study objectives. To determine the effect of 30 ° elevation head position on oxygen saturation
in hemorrhagic stroke patients. Case study design using consecutive sampling with inclusion criteria for
hemorrhagic stroke patients aimed at ICU with decreased awareness. Results: From the results of the
analysis, there was an effect of 30º elevation head on oxygen saturation in hemorrhagic stroke patients.
Conclusion: The conclusion obtained from this case study showed that there was an effect of 30 °
elevation head on oxygen saturation in hemorrhagic stroke patients, where at flat position there was 96%
oxygen saturation, then 30 º elevation head for 30 minutes there was 98% oxygen saturation.
Keywords: Stroke, Head elevation 30 °, oxygen saturation

72
PEMBAHASAN
Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global
(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.Studi kasus yang di
lakukan oleh peneliti menekankan pentingnya ketepatan pengangkatan diagnosa keperawatan
dalam kasus akalasia yang mana kasus ini sangat jarang terjadi, dengan memperhatikan
pengkajian, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosa,
intervensi keperawatan yang tepat sangat di perlukan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan
mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Pasien stroke dimungkinkan
mengalami gangguan transfer oksigen atau Cerebro Blood Flow (CBF) menurun sehingga
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, sehingga dapat mengakibatkan iskemik.

Jurnal diatas membahas studi kasus tentang pengaruh gangguan perfusi jaringan
serebral dengan penurunan kesadaran pada klien stroke hemoragik setelah diberikan posisi
kepala elevasi 30º. Dengan hasil analisa didapatkan ada pengaruh kepala elevasi 30º terhadap
saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik. Dengan kesimpulan dari studi kasus tersebut
didapatkan hasil ada pengaruh kepala elevasi 30° terhadap saturasi oksigen pada pasien
stroke hemoragik, dimana pada saat posisi flat terdapat saturasi oksigen 92%, kemudian
kepala elevasi 30 º selama 1 jam kemudian terdapat saturasi oksigen 98%.

Penelitian di atas sejalan dengan teori Tarwoto (2013), Jika keadaan hipoksia
berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya
konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja otot. Begitu hipoksia
bertambah parah, pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh
gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2,
resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral berkurang dan hipoksia
bertambah. Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi lokal dan vasodilatasi
difus yang terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac output.

Menurut penulis dari jurnal di atas bahwa tubuh manusia normalnya membutuhkan
pasokan oksigen dalam darah yang konstan untuk berfungsi secara sehat, kadar oksigen
rendah dalam darah dapat menyebabkan kondisi medis yang serius dan mengancam jiwa.
Posisi kepala yang paling umum yaitu kepala ditinggikan 30 derajat agar dapat mengontrol
Tekanan Intra Kranial (TIK), yang tujuannya untuk menurunkan TIK, jika elevasi lebih tinggi
dari 30 derajat maka tekanan perfusi otak akan menurun. Dengan penggunaan elevasi kepala

73
untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan otak, posisi kepala yang lebih tinggi dapat
memfasilitasi peningkatan aliran darah ke serabral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan
serebral.

Dengan memberikan tindakan mandiri keperawatan yaitu menggunakan model elevasi


kepala 30º dan sesuai anjuran dokter melalui tindakan kolaborasi. Terlihat bahwa pasien
merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan nyaman. Dan secara otomatis hal tersebut
dapat membuat haemodinamik pasien lebih stabil.

74
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga darah tidak dapat mengalir
secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.
2. Klien Stroke hemoragik yang mengalami ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral, sebelum dilakukan posisi kepala elevasi 30º terdapat
saturasi oksigen 96% .
3. Setelah dilakukan posisi kepala elevasi 30º, hasil observasi menunjukkan
perubahan saturas1 oksigen 98% pada klien stroke hemoragik dengan
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
4. Terdapat perubahan saturasi antara 96%-98% dimana aliran balik darah
dari bagian inferior menujun ke atrium kanan cukup baik karena
resistensi pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi,
sehingga volume darah yang masuk (venous return) ke atrium kanan
cukup baik dan tekanan pengisiian ventrikel kanan

5.2 Saran

1. Perlunya pemahaman yang lebih lanjut tentang talaksanaan stroke hemoragik.


2. Perlunya penambahan sarana dan prasarana yang mendukung untuk dapat
menatalaksanaan pasien dengan stroke hemoragik dengan baik.

75
DAFTAR PUSTAKA

Titong Sugiharto, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Cetakan 1.
Jakarta Selatan Google Books
Muttaqin Arif, (2011). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Salemba Medika. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1.Cetakan 2. Jakarta Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi
1.Cetakan 2. Jakarta Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi
1.Cetakan 2. Jakarta Selatan

76

Anda mungkin juga menyukai