Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2


1. DENDI
2. DINA PURWANTI
3. DINA RAULI
4. DZAKI
5. EKA
6. WULANDARI
7. CINDY MEI
8. DAPID
9. ZAHRA
10. YUSRA
11. NI PUTU
12. NURUL AINI
13. NURUL BADRIYAH

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN C


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ABDI NUSANTARA JAKARTA
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ...................................................................... 5
1.3.1 Tujuan umum ....................................................................... 5
1.3.2 Tujuan khusus ...................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5
1.4.1 Institusi Kesehatan .............................................................. 5
1.4.1 Institusi Pendidikan Keperawatan ....................................... 6
1.4.2 Bagi Penulis ......................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Stroke Non hemoragik ................................................ 6
2.1.1 Pengertian Stroke Non hemoragik ...................................... 6
2.1.2 Etiologi Stroke Non hemoragik ........................................... 7
2.1.3 Patofisiologi Stroke Non hemoragik ................................... 7
2.1.1 Faktor Risiko Stroke Non hemoragik .................................. 8
2.1.2 Manifestasi klinis ................................................................ 13
2.1.3 Rehabilitasi Medis ............................................................... 13
2.1.4 Penatalaksanaan Stroke Non hemoragik ............................. 15
2.1.5 Pemeriksaan penunjang ....................................................... 16
2.2 Asuhan Keperawatan pasien .................................................... 17
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................... 17
2.2.2 Dianosis Keperawatan ......................................................... 20
2.2.3 Intervensi Keperawatan ....................................................... 28
2.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................. 34
2.2.5 Evalusai Keperawatan ......................................................... 34
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 35
6.2 Saran ......................................................................................... 37
6.2.1 Institusi Kesehatan .............................................................. 37
6.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan ....................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat dari
tersumbatnya pembuluh darah yang membawa oksigen beserta nutrisi ke otak
yang disebabkan oleh pecahnya gumpalan sehingga menimbulkan sel-sel otak
mati karena tidak tersuplai oleh darah dan oksigen. Orang berusia di atas 40
tahun. Semakin tua semakin tua, semakin besar risiko terkena stroke (Imran et
al, 2020). Stroke adalah disfungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba akibat
sirkulasi darah otak yang tidak normal, disertai gejala dan tanda klinis fokal
dan sistemik, berlangsung selama lebih dari 24 jam atau dapat mengakibatkan
kematian. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia, hal ini
disebabkan oleh perubahan gaya hidup, pola makan yang tidak teratur, terlalu
banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula, garam dan lemak,
kurangnya beraktivitas, serta banyaknya stres adalah faktor risiko terjadinya
stroke (American Heart Assosciation, 2020).
Penyakit stroke non hemoragik memang menjadi masalah kesehatan
yang harus diperhatikan, karena selain dapat menyebabkan kematian, stroke
non hemoragik dapat mengurangi produktivitas pada pasien pasca stroke. Hal
ini terjadi karena efek stroke non hemoragik pada otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi normal pada beberapa bagian tubuh. Efek yang dihasilkan
akan berbeda-beda, sesuai dengan daerah otak mana yang terserang, seperti
gangguan dalam menggerakan tubuh jika stroke menyerang pada serebrum
(otak kanan dan otak kiri) (Andini, 2018).
Angka kejadian stroke di Amerika dengan 795.000 peristiwa setiap
tahun. Diperkirakan akan meningkat angka kejadian stroke tersebut sekitar
3,4 juta orang antara tahun 2012 dan 2030 (A Boehme, C. Esenwa, 2018).
Angka kejadian stroke tertinggi didunia adalah china dengan angka kejadian
stroke non hemoragik 69,6%, perdarahan intraserebral 23,8% dan 15,8%,
perdarahan subarachnoid 4,4% dan 4,4%, dan tipe yang tidak ditentukan

1
2

2,1% dan 2,0%, dengan hipertensi 88%, merokok 48%, serta penggunaan
alcohol 44% (Wang, 2017).
Menurut (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2018) angka kejadian
stroke di Indonesia menunjukkan terjadi peningkatan pada penduduk umur ≥
15 tahun dari sebelumnya 7 per 1000 individu pada tahun 2013, mengalami
peningkatan menjadi 10,9 per 1000 individu pada tahun 2018. Angka
kejadian stroke tertinggi di Kalimantan Timur 14,7‰. Dari semua penderita
stroke di Indonesia, stroke non hemoragik adalah jenis yang paling banyak
diderita yaitu 52,9%, diikuti perdarahan intraserebral (38,5%), emboli (7,2%)
serta perdarahan subaraknoid (1,4%).
Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta adalah rumah sakit
kekhususan yang menangani sistem persyarafan/ neurologi. Berdasarkan
Medical Record RS PON jumlah pasien stroke di RSPON tahun 2019
sebanyak 3.653 pasien dan tahun 2020 sebanyak 4.666 pasien dan mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2021 sebanyak 6.123 pasien stroke
yang dirawat. Angka kejadian stroke non hemoragik di RSPON pada tahun
2020 adalah sebanyak 3807 pasien lebih banyak dibandingkan pasien stroke
haemoragic sebesar 859 pasien dan mengalami kenaikan sekitar 33 %
menjadi sebanyak 5063 pasien (Rekam Medis, 2021).
Menurut penyebabnya stroke dibagi dua yaitu stroke non hemoragik
yang disebabkan karena kekurangan suplai darah dan oksigen ke otak dan
stroke hemoragik disebabkan karena pendarahan atau kebocoran pembuluh
darah (Kuriakose, D., & Xiao, 2020). Faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya stroke sumbatan terdiri dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi
yaitu hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, aktifitas fisik, merokok,
alkohol dan obat obatan terlarang, pola makan, atrial fibrilasi. Sedangkan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin,
genetik, ras atau etnik (Kuriakose, D., & Xiao, 2020).
Menurut (Burkot et al, 2018) menyatakan bahwa faktor risiko seperti
riwayat penyakit jantung telah diketahui memiliki peran terhadap tingkat
keparahan stroke non hemoragik. FA, angina pektoris, infark miokard, dan
gagal jantung memiliki hubungan baik secara langsung maupun tidak
3

langsung terhadap keparahan stroke non hemoragik. Hipertensi berhubungan


dengan stroke karena adanya perubahan struktur pembuluh darah arteri yang
menyempit sehingga aliran darah ke otak berkurang maka dapat terjadi proses
penyumbatan di otak. Hipertensi meningkatkan risiko 3,8 kali terkena stroke
dan individu berusia di atas 55 tahun mempunyai risiko terserang stroke non
hemoragik meningkat dua kali lipat setiap dekade (Laily, 2018). Selain itu,
Kondisi yang biasanya dapat menyebabkan stroke non hemoragik salah
satunya adalah tingginya kadar kolesterol di dalam tubuh atau dapat disebut
dengan hiperkolesterolemia, yaitu peningkatan kadar kolesterol total dalam
darah yang disertai dengan penurunan kadar High Density Lipoprotein
(HDL), sehingga rasio antara kadar kolesterol total terhadap HDL akan
meningkat (Maulida, 2018).
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan pembuluh darah dan penyempitan tersebut kemudian akan
mengganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang pada akhirnya akan
menyebabkan infark sel-sel otak (Letelay, Huwae, 2019). Serta, pada keadaan
hiperglikemia terjadi proses glikosilasi protein AGE yang menyebabkan
peningkatan pembentukan protein plasma yang mengandung glukosa, seperti
fibrinogen, haptoglobulin, macroglobulin-α2 serta factor pembekuan V-VIII.
Dengan demikian kecenderungan pembekuan dan viskositas darah meningkat
sehingga risiko thrombosis meningkat. Bersama dengan peningkatan VLDL
di dalam darah dan peningkatan kecenderungan pembekuan darah mendorong
pembentukan makroangiopati dan dapat menyebabkan stroke (Silbernagl,
2014).
1.2 Rumusan Masalah
Jumlah penderita stroke non hemoragik akan terus mengalami
peningkatan jika tidak dapat ditanggulangi faktor risikonya. Tercatat di
Indonesia sendiri penderita stroke menjadi masalah kesehatan yang banyak
diderita oleh masyarakat. Fenomena yang terjadi pada pasien dengan Skor
NIHSS yang tinggi sering diikuti banyak faktor risiko yang ada pada pasien
tersebut, faktor risiko yang paling banyak menyebabkan stroke non
4

hemoragik yaitu hipertensi, diabetes serta hipertensi dan diabetes. Oleh sebab
itu, penulis tertarik membuat rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya stroke non hemoragik?.

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah gawat darurat.
2. Untuk mengetahui apa itu stroke non hemoragik
3. Untuk mengetahui apa faktor penyabab stroke hemoragik
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari strok non hemoragik
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan stroke non hemoragik

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Institusi Rumah Sakit
Makalah ini diharapkan bisa memberikan khasanah ilmu pada
pemberi asuhan pelayanan pasien stroke tentang stroke non hemoragik.
Makalah ini juga bisa menjadi dasar penyusunan tatalaksana yang tepat
dalam menangani pasien stroke non hemoragik.
1.4.2 Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
keilmuan keperawatan tentang stroke non hemoragik. Kemudian, hal
tersebut diharapkan bisa sebagai masukan dalam pengembangan materi
mata perkuliahan keperawatan gawat darurat. Makalah ini juga bisa
digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan topik permasalahan yang sama.
1.4.3 Bagi Penulis
Hasil dari penelitian diharapkan bisa menjadi bahan untuk
memperdalam ilmu keperawatan dan menambah pengetahuan penelitian
mengenai pasien dengan stroke non hemoragik. Serta dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait
dengan pasien stroke non hemoragik.
BAB 2
TINJAUAN TOERI

2.1 Konsep Stroke Non hemoragik


2.1.1 Pengertian Stroke Non hemoragik
Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan
oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen
menyebabkan fungsi kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak
berfungsi (American Heart Assosiation, 2020). Klasifikasi stroke menurut
(Yueniwati, 2016) terbagi menjadi stroke non hemoragik dimana
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti dan stroke hemoragik yang disebabkan
oleh perdarahan di dalam jaringan otak.
Stroke adalah kelainan fungsi pada otak yang terjadi secar mendadak
yang disebabkankarena terjadinya gangguan perdaran darah otak dan bisa
terjadi kapan saja dapan pada siapa saja. Stroke sering menjadi penyebab
cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,proses berfikir,
daya ingat dan bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi
otak (Mutaqin, 2016).
Stroke non hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu
gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang
menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (American
Heart Association, 2018). Menurut Chaplan, (2015) Stroke non hemoragik
adalah kelainan yang kompleks dengan beberapa etiologi dan manifestasi
klinis yang tidak tetap. Macam macam stroke non hemoragik berdasarkan
perjalanan klinisnya:
1. Transient non hemoragik attack (TIA) adalah serangan stroke sementara,
gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.

5
6

2. Reversible non hemoragik neurologic deficits (RIND) adalah kelainan atau


gejala neurologis menghilang antara lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke in evolution adalah stroke yang gejala klinisnya secara bertahap
berkembang dari ringan sampai semakin berat.
4. Stroke komplit adalah stroke dengan defisit neurologis yang menetap dan
sudah tidak berkembang lagi.

2.1.2 Etiologi Stroke Non hemoragik


Stroke non hemoragik disebabkan oleh adanya gumpalan yang dapat
menyumabat pembuluh darah di otak sehingga menimbulkan hilangnya suplai
darah ke bagian otak (Heart and Stroke Fondation, 2019). Stroke non
hemoragik disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah pada otak otak yang
disebabkan oleh tumpukan thrombus akibat timbunan lemak (plak) didalam
pembuluh darah arteri karotis, pembuluh darah sedang arteri serebri atau
pembuluh darah kecil. Plak dapat menyebabkan dinding dalam pembuluh
darah tebal dan kasar, sehingga aliran darah tindak lancar. Tetapi plak tidak
langsung terbentuk pada pembuluh darah organ lain yang kemudian plak
tersebut lepas dan tersangkut di pembuluh darah otak. Terjadinya
penyumbatan ini biasanya diawali dengan luka kecil dalam pembuluh darah
yang bisa disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok, atau
makanan yang mengandung kolesterol. Stroke non hemoragik disebabkan
oleh terjadinya trombosis atau embolis yang mengenai pembuluh darah di
otak dan mengakibatkan obstruksi aliran darah ke bagian otak yang mengenai
satu atau lebih pembuluh darah di otak (Juwita, 2018).

2.1.3 Patofisiologi Stroke Non hemoragik


Stroke non haemoragik dapat disebabkan karena thrombosis akibat
plak aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau emboli dari
pembuluh darah otak di arteri otak yang secara perlahan akan memperbesar
7

ukuran plak sehingga terbentuk thrombus ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2009 ). Trombus dan emboli yang berada di dalam pembuluh darah akan
terlepas dan terbawa oleh darah yang yang berada di distal, yang akan
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju otak sehingga sel akan
kekurangan nutrisi( Gloukosa ) dan oksigen yang mengakibatkan asidosis lalu
mengakibatkan natrium, klorida dan air masuk kedalam sel otak dan kalium
meninggalkan otak dan mengakibatkan terjadinya edema pada tempat
tersebut. Kemudian kalsium akan memicu serangkaian radikal bebas sehingga
terjadi kerusakan membrane sel lalu megkerut dan tubuh mengalami deficit
neurologis lalu mati ( Chang, 2012 ).
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral di sebabkan oleh thrombus
dan emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak ada aliran
darah, Jika hal ini berlanjut terus maka jaringan tersebut akan mengalami
infark. Dan kemudian akan mengganggu system syaraf yang ada di tubuh
seperti penurunan kontrol volunteer yang akan menyebabkan hemiplegia atau
hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, deficit
perawatan diri karena tidak bisa menggerakan tubuh untuk merawat dirinya
sendiri, dan pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan mnyebabkan gangguan
pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran
pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan
kontrol volunteer maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan oenumpukan secret sehingga pasien mengalami gangguan
jalan nafas dan pasien juga tidak dapat menggerakkan oto – otot untuk
berbicara sehingga mengalami gangguan komunikasi verbal berupa disfungsi
Bahasa dan komunikasi.
8

Pathway
9

2.1.4 Faktor Risiko Stroke Non hemoragik


Stroke dapat timbul disebabkan oleh berbagai hal, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, hal-hal tersebut menjadi faktor
risiko dari stroke. Secara garis besar faktor risiko stroke dibedakan menjadi
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Menurut Kesuma, (2019) faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu:
1) Hipertensi
Seseorang dengan hipertensi (tensi ≥ 140/90 mmHg) berisiko 4x
lebih besar terkena stroke. Akibat hipertensi kronis pada pembuluh
darah dan jaringan juga mendukung fisiopatologis stroke. Insiden stroke
meningkat empat kali lipat pada pasien yang mengalami hipertensi.
Tekanan darah dapat meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Didapatkan lebih dari dua per tiga orang yang berusia lebih dari 65
tahun mengalami hipertensi (Ramadhani SS, 2020).
2) Diabetes Mellitus
Dislipidemia dan hipertensi serta obesitas adalah faktor risiko
aterogenik yang biasa ditemukan pada pasien DM tipe 2. Pengaruh
diabetes terhadap peningkatan risiko stroke lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria. Kombinasi hiperkolesterolemia dan hipertensi
meningkatkan frekuensi komplikasi vaskular pada pasien diabetes.
Diabetes melitus dapat menjadi faktor risiko independen stroke. Orang
dengan diabetes melitus lebih berisiko 2 hingga 4 kali terserang stroke
dan juga bedampak pada mortalitas akibat serangan stroke (Ramadhani
SS, 2020).
3) Merokok
Merokok akan meningkatkan pembentukan thrombus pada
pembuluh darah kecil dan plak. Merokok meningkatkan viskositas
darah (kekentalan), fibrinogen dan agregasi platelet, menurunkan HDL
10

(high density lipoprotein) sehingga akan merusak endotelium dan


meningkatkan tekanan darah. Perokok aktif berisiko 2x lebih besar
mengalami stroke non hemoragik. Zat-zat yang ada di dalam rokok
mengandung komponen beracun, seperti nikotin, karbon monoksida dan
gas oksidan lainnya. Komponen beracun tersebut dapat merusak arteri
sehingga endotel pembuluh darah menjadi rusak dan mengalami
peradangan yang pada akhirnya dapat menyebabkan stroke. Bahkan
risiko terjadinya stroke menjadi dua hingga empat kali lipat lebih besar.
Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama jika seseorang
tersebut adalah perokok (Ramadhani SS, 2020).
4) Obesitas
Seseorang dengan BMI ≥ 30 kg/m2 disebut obesitas karena
ketidakseimbangan jumlah kalori dengan proses metabolik tubuh
sehingga meningkatkan risiko resistensi insulin dan penyakit vaskuler
lainnya. Berat badan berlebih dan rendahnya tingkat aktivitas fisik
sangat berisiko untuk mengalami hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi
atrium) dan diabetes melitus yang dapat mencetuskan terbentuknya
tromboemboli maupun aterosklerosis dan berujung pada penyumbatan
atau pecahnya arteri sehingga dapat menyebabkan stroke (Ramadhani
SS, 2020).
5) Penyakit Jantung
Ketidakteraturan denyut jantung yang berbahaya ini
menyebabkan ruang atas jantung (atrium) bergetar dan tidak berdenyut
sebagaimana mestinya, sehingga darah tidak terpompa sepenuhnya,
menyebabkan penggumpalan darah. Gumpalan tersebut bila terbawa ke
otak, menyumbat dan mengganggu pasokan darah ke otak (Arboix,
2018).
11

6) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik terjadi apabila ditemukan 3 atau lebih
keadaan berikut: (1) Obesitas, bila lingkar pinggang > 102 cm pada pria
dan > 88 cm pada wanita; (2) Trigliserida ≥ 150 mg/dL; (3) Kolesterol
HDL < 40 mg/dL pada pria dan < 50 mg/dL pada wanita; (4) Tekanan
darah ≥ 130/85 mmHg; serta (5) Gula darah puasa (GDP) ≥ 110 mg/dL
(Arboix, 2018).
7) Migrain
Migrain terjadi akibat penurunan aliran darah pada area
posterior. peningkatan platelet-leukosit agregasi sehingga meningkatkan
risiko pembentukan emboli bila menyumbat pembuluh darah kecil di
otak yang menyebabkan hipoksia jaringan sampai nekrosis jaringan
(Arboix, 2018).
8) Penyalahgunaan Obat (Narkoba)
Penyalahgunaan obat termasuk heroin, kokain, amphetamine
berisiko terjadi stroke dengan mekanisme peningkatan tekanan darah,
platelet agregasi serta viskositas darah (Arboix, 2018).
9) Penyalahgunaan Alkohol
Penggunaan alkohol (> 60 g/d) meningkatkan risiko 1,6x
terkena serangan stroke non hemoragik dan 2,18x stroke hemoragik.
Etanol adalah neurotoksin yang mempercepat proses neurodegeneratif
termasuk juga demensia (Arboix, 2018).
10) Hiperkolesterol
Penelitian menunjukkan makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol bisa berpengaruh pada pembentukan aterosklerosis. Nilai
kolesterol total > 240-270 mg/dL bisa meningkatkan risiko terjadinya
stroke non hemoragik (Arboix, 2018).
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi sebagai berikut:
12

1) Usia
Penuaan adalah salah satu dari faktor risiko signifikan dari
stroke. Risiko terkena serangan stroke menjadi dua kali lipat untuk
setiap dekade setelah usia 55 tahun, serta dua per tiga kejadian stroke
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Risiko terjadinya stroke menjadi
dua kali lipat lebih besar seiring dengan bertambahnya usia, terlebih
lagi ketika sudah memasuki usia lebih dari 55 tahun (Ramadhani SS,
2020). Seiring dengan pertambahan usia, insiden fibrilasi atrium,
hipertensi dan terbentuknya plak aterosklerosis juga semakin banyak
ditemukan yang mana hal tersebut merupakan faktor risiko dari stroke
(Aninditha, 2017).
2) Jenis kelamin
Kejadian stroke lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita, yaitu (133:99/100.000 orang pertahun). Tetapi, tidak menutup
kemungkinan wanita juga dapat terkena stroke. Insiden stroke pada usia
produktif lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita (Aninditha,
2017). Akan tetapi ketika telah memasuki usia lanjut ternyata stroke
lebih banyak dijumpai dan menyebabkan kematian pada Wanita
dibandingkan pada pria (Ramadhani SS, 2020). Hal ini dikaitkan
dengan pengaruh dari kadar hormon estrogen karena semakin
bertambahnya usia kadar estrogen akan semakin berkurang. Hormon
estrogen memiliki peran dalam pencegahan terjadinya penyakit yang
berkaitan dengan pembuluh darah dan terbentuknya plak aterosklerosis
di semua pembuluh darah di dalam tubuh. Pada Wanita yang telah
mengalami menopause atau pre menopause fungsi proteksi dari hormon
estrogen akan berkurang sehingga wanita usia lanjut akan lebih berisiko
untuk terkena stroke (Aninditha, 2017).
3) Genetik
13

Menurut Framingham Heart Study menyatakan anak dari


orangtua yang pernah mengalami stroke berisiko tiga kali menderita
stroke. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk
pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat
mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil)
mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh
dibandingkan faktor risiko stroke yang lain (Aninditha, 2017).

2.1.5 Manifestasi klinis


Peringatan dini tanda gejala stroke berhubungan dengan penyebabnya.
Manifestasi stroke non hemoragik termasuk hemiparesis transient (tidak
permanen), kehilangan kemampuan bicara dan kehilangan sensori setengah.
Manifestasi karena trombosis berkembang dalam hitungan menit ke hitungan
jam sampai hari. Serangan yang lambat terjadi karena ukuran trombus terus
meningkat (Black & Hawks, 2014).
Gejala yang ditimbulkan akibat stroke yaitu berupa defisit (penurunan)
neurologis global dan fokal. Gejala defisit global merupakan tanda yang khas
dan sering dijumpai pada penderita stroke yaitu kelemahan pada seluruh
bagian anggota tubuh dan karena stroke terjadi secara mendadak akibatnya
menyebabkan gangguan kesadaran pada penderita. Adapun gejala-gejala
neurologis fokal, seperti: kelumpuhan otot-otot tubuh (pada satu/kedua sisi
tubuh maupun pada organ-organ tertentu seperti pada otot untuk proses
mastikasi), gangguan keseimbangan, gangguan pada beberapa panca indera
terkait fungsi pendengaran, penglihatan, penciuman, dan fungsi sensorik
lainnya, serta gangguan pada berbagai aspek dari fungsi kognitif (Aninditha,
2017).
14

2.1.6 Rehabilitasi Medis


Rehabilitasi Medis pada Stroke Secara umum dibedakan dalam beberapa fase,
yaitu (Paryono, 2019) :
1. Stroke Fase Akut: 2 Minggu Pertama Pasca Serangan Stroke Pada fase ini
kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di
rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan
dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke
memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih
mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai
kualitas hidup yang lebih baik.
2. Stroke Fase Subakut: Antara 2 Minggu - 6 Bulan Pasca Stroke Pada fase ini
kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan
kembali kerumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan
rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang
dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar
10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan
perawatan orang lain sepenuhnya. Pada fase subakut pasien diharapkan
mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan
berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan
reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung
sirkuit syaraf otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan.
Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar
mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien,
melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan
menggunakan energi / tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat
tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara
kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
3. Stroke Fase Kronis: Diatas 6 Bulan Pasca Stroke. Program latihan untuk
stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase sebelumnya. Hanya
15

dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerak / aktivitas sudah terbentuk, membuat


pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. Hasil latihan
masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk memperlancar sirkuit
yang telah terbentuk sebelumnya, membuat gerakan semakin baik dan
penggunaan tenaga semakin efisien. Latihan endurans dan penguatan otot
secara bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktivitas
aktif yang optimal.
2.1.7 Penatalaksanaan Stroke Non hemoragik
Menurut (American Heart Association, 2019) periode emas (golden
period) penanganan stroke non hemoragik adalah ± 3 jam, artinya selama 3
jam awal sesudah memperoleh serangan stroke, pasien harus segera
mendapatkan tatatalaksana secara komprehensif dan optimal dari tim gawat
darurat supaya memperoleh hasil pengobatan yang optimal. Periode emas
penanganan stroke non hemoragik adalah kurang dari 3-4,5 jam onset
serangan tetapi hasil terbaik dicapai dalam waktu 90 menit.
Menurut Guideline Strokes Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat
sebagai berikut (PERDOSSI, 2016):
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Karena pengobatan stroke non hemoragik akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, cermat, serta
sistematik.
2. Anamnesis
Difokuskan mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
3. Pemeriksaan fisik
16

Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup penilaian sirkulasi,respirasi,


oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher serta tanda-tanda
distensi vena jugular.
4. Pemeriksaan neurologis
Menurut (Kwah & Diong, 2018) Pengukuran keparahan stroke
direkomendasikan untuk evaluasi dan pengobatan emergensi. The National
Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah skala dengan 15
komponen yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan stroke.
Namun, ada beberapa versi yang dikembangkan seperti NIHSS dengan 5, 8
dan 11 komponen.
5. Penatalaksaaan Medis
Menurut (American Heart Association, 2018) Penatalaksanaan medis
untuk stroke non hemoragik akut adalah :
a) Pemantauan jantung direkomendasikan supaya mengetahui fibrilasi
atrial serta penyakit lainnya dalam 24 jam pertama.
b) Pemberian rtPA, pasien dengan tekanan darah tinggi harus diturunkan
dengan hati-hati ke angka sistolik < 185 dan diastolik < 110 serta
dipertahankan dibawah 180/105 mmHg setidaknya selama 24 jam
pertama setelah pemberian rtPA melalui intravena.
c) Oksigen tambahan harus diberikan untuk mempertahankan SaO2 >
95%.
d) Pasien dengan tekanan darah sistolik > 220 dan diastolik > 120 mmHg
tidak dapat diberikan fibrinolisis sehingga harus diturunkan sebesar
15% selama 24 jam pertama.
e) Hipovolemia dan aritmia jantung harus dikoreksi.
f) Pertahankan kadar gula darah antara 140 - 180 mg/dL.
g) Penggunaan kateter urin rutin tidak direkomendasikan, karena akan
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.
17

h) Mobilisasi awal yang intensif dalam 24 jam pertama tidak boleh


dilakukan.
2.1.8 Pemeriksaan penunjang.
Menurut (Amin Huda. N, 2015) Pemeriksaan penunjangnya meliputi
foto rontgen, CT Scan, EKG, Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal,
hematologi, hemostasis, glukosa darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektrolit, profile lipid)

2.2 Konsep Dasar Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang
merupakan proses sistematis dalam data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status pasien menurut Lyer et al (1996,
dalam setiadi, 2012) Pengkajian focus pada pasien stroke non haemoragik
munurut Muttaqin (2008) Yaitu :
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnose medis, tanggal masuk RS dan tanggal pengkajian saat
diambil. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan,
agama, suku, hubungan dengan pasein, pekerjaan dan alamat
2. Keluhan Utama
Anggota gerak yang mengalami kelemahan mana, berbicara pelo atau tidak
dapat berkomunikasi serta penurunan kesadaran
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Stroke non haemoragik bisa terjadi serangan secara mendadak saat pasien
sedang aktivitas. Bisa terjadi mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, nyeri kepala, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
lainnya.
18

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


Memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung, anemia dan adanya
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama dan penggunaan obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, kegemukan dan obat – ibatan adiktif.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat penyakit keluarga seperti Hipertensi, DM dan riwayat
penyakit stroke dari generasi yang terdahulu
6. Riwayat Psikososial
Penyakit stroke merupakan penyakit yang sangat mahal dari mulai biaya
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang membuat keuangan keluarga
menjadi tidak stabil sehingga dapat mempengaruhi juga stabilitas emosi
dan pikiran pasien juga keluarga.
7. Pemeriksaan Fisik
Kekuatan, Gerakan dan Koordinasi
Kelemahan otot adalah tanda yang terpenting pada gangguan fungsi
neurologis. Cara menilai kekuatan ekstremitas yaitu memberikan tahanan
pada berbagai otot, dengan menggunakan otot perawat sendiri atau dengan
menggunakan gaya gravitasi. Hemiparese dan hemiplegia merupakan
gangguan fungsi unilateral yang diakibatkan oleh lesi kontralateral pada
traktus kortikospinal
Tabel 2.2
Skala Kekuatan Otot
Tidak ada kontraksi 0
Ada tanda dari kontraksi 1
Bergerak tapi tidak tahan melawan gaya gravitasi 2
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan 3
tahanan otot pemeriksa
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa 4
Kekuatan dan regangan yang normal 5
19

a. Refleks terjadi jika ada stimulasi sensori yang dapat menimbulkan


respon motoric. Reflek superficial dapat dinilai pada sisi yang simetris
dari tubuh dan dibantingkan dengan menunjuk pada kekuatan yang akan
ditimbulkan. Refleks plantar atau di sebut juga refleks Babinski dengan
memberikan rabaan cepat pada pinggir luar telapak kaki dang menyilang
dari tumit kaki dengan menggunakan benda tumpul seperti kunci atau
spatel lidah. Jika refleksnya kebawah bararti itu dikatakan normal, bila
ibu jari dorso fleksi atau keatas tanpa melibatkan jari – jari kaki lain itu
memndakan respon yang tidak normal.
b. Perubahan Pupil
Pupil dapat di nilai bentuk dan ukurannya dalam millimeter. Respon
langsung dengan cara mengarahkan cahaya yang terang pada salah satu
mata dan perhatikan adanya konstriksi pupil dengan cepat. Sebelumnya
pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan ujung jari dari salah
satu tangan sejajar dengan hisung pasien. Pupil yang tidak sama
dinamakan anisokor ini dapat normal pada populasi yang presentasinya
kecil atayu mungkin terjadi indikasi adanya disfungsi neural.

c. Tanda – tanda Vital


Tanda klasik dari peningkatan tekanan intra kranial salah satunya
tekanan sistolik yang meningkat ini ada hubungannya dengan tekanan
nadi yang kuat, nadi yang lemah atau lambat dan pernafasan yang tidak
teratur.
8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada Stroke Non Hemoragik menurut
Muttaqin, (2008) yaitu:
a. Angiografi Serebral
20

Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau


obstruksi Arteri

b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke( sebelum nampak oleh
pemindaian CT-Scan)
c. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau Iskemia dan posisinya
secara pasti
d. MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
dan besar terjadinya perdarahan otak hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infrak akibat dari hemoragik
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus
listrik dalam jaringan otak
f. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia
darah, elektrolit

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang timbul bagi pasien stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja
SDKI DPP PPNI 2017:
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017).
Definisi
21

Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.


Faktor risiko
a. Embolisme
b. Hipertensi
Kondisi klinis terkait
Stroke
2. Nyeri Akut (D.0077).
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
Agen pencedera fisiologis (iskemia)
Gejala dan Tanda
Mayor:
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif :
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis.Waspada, posisi mengindari nyeri)
c. Gelisah, frekuensi nadi meningkat
d. Sulit tidur.
e. Minor :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif :
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu
c. Menarik diri
d. Berfokus pada diri sendiri dan diaforesis.
e. Kondisi klinis terkait
22

f. Sindrom korener akut

3. Defisit Nutrisi (D.0019).


Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab
a. Kurangnya asupan makanan
b. Ketidakmampuan menelan makanan
Gejala dan tanda
Mayor :
Subjektif : Tidak terjadi
Objektif
Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

Minor
Subjektif
a. Cepat kenyang setelah makan
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun
Objektif
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot pengunyah lemah
c. Otot menelan lemah
d. Membran mukosa pucat.
Kondisi klinis terkait
a. Stroke
b. Kerusakan neuromuskuler
23

4. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085).


Definisi
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
Penyebab
a. Gangguan pengelihatan
b. Gangguan pendengaran
c. Gangguan penghiduan
d. Gangguan perabaan
Gejala dan tanda
Major
Subjektif
a. Mendengar bisikan atau melihat bayangan
b. Merasakan sesuatu melalui indra perabaan,penciuman, perabaan atau
Pengecapan
Objektif
a. Distorsi sensori
b. Respon tidak sesuai
c. Bersikap seolah melihat,mengecap, meraba, atau mencium sesuatu.
Minor
Subjektif :
Menyatakan kesal
Objektif :
a. Menyendiri
b. Melamun
c. Konsentrasi buruk
24

d. Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi 5. Bicara sendiri.

Kondisi klinis terkait


Trauma pada saraf kranialis II, III, IV dan VI akibat stroke, aneurisma
intracranial, trauma/tumor otak.

5. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)


Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Penyebab
a. Ketidakbugaran fisik
b. Penurunan kekuatan otot
c. Gangguan neuromuscular
d. Nyeri
e. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
f. Gangguan kognitif
g. Gangguan sensori persepsi
Gejala dan Tanda
Mayor
Subjektif
a. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif
a. Tampak kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun.
Minor
Subjektif
a. Nyeri saat bergerak
25

b. Enggan melakukan pergerakan


c. Merasa cemas saat bergerak

Objektif
a. Tampak sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
Stroke

6. Gangguan Integritas Kulit/jaringan (D.0129).


Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis).
Penyebab
a. Perubahan sirkulasi
b. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c. Penurunan mobilitas
d. Kelembaban
e. Proses penuaan
f. Neuropati perifer
g. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan /melindungi
integritas kulit
Gejala dan Tanda
Mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
26

Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Nyeri
b. Perdarahan
c. Kemerahan
d. Hematoma.
Faktor yang berhubungan
Imobilisasi

7. Risiko Jatuh (D.0143).


Definisi
Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat
terjatuh.
Faktor risiko
a. Usia ≥65 tahun (pada dewasa)
b. Riwayat jatuh
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Perubahan fungsi kognitif
e. Kekuatan otot menurun
f. Gangguan pendengaran
g. Gangguan keseimbangan
h. Gangguan pengelihatan (mis. Glaukoma, katarak, ablasio retina, neuritis
optikus)
Kondisi klinis terkait
Penyakit sebrovaskuler

8. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119).


27

Definisi
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan system simbol.
Penyebab
a. Penurunan sirkulasi serebral
b. Gangguan neuromuscular
c. Gangguan pendengaran
Gejala dan tanda
Mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Tidak mampu berbicara atau mendengar
b. Menunjukkan respon tidak sesuai
Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Afasia
b. Apraksia
c. Disleksia
d. Disartria
e. Afonia
f. Dislalia
g. Pelo
h. Gagap
i. Tidak ada kontak mata
j. Sulit memahami komunikasi
k. Sulit mempertahankan komunikasi
28

l. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh


m. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah ataut ubuh
n. Sulit Menyusun kalimat, verbalisasi tidak tepat
o. Sulitmengungkapkankata-kata
p. Disorientasi (orang, ruang, waktu)
q. Defisit penglihatan dan delusi.
Kondisi klinis terkait
a. Stroke
b. Peningkatan tekanan intrakra

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensikeperawatanadalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian
rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa
pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi
(Nurarif Huda, 2016).
Tabel 2.3
Intervensi Keperwatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen
Serebral Tidak Tindakan keperawatan Peningkatan tekanan
Efektif dibuktikan selama .... jam diharapkan intrakranial (I.06194)
dengan perfusi serebral (L.02014) 1.1 Identifikasi
Embolisme dapat adekuat/meningkat penyebab peningkatan
(D.0017) dengan tekanan intrakranial (TIK)
Kriteria hasil : 1.2 Monitor tandab gejala
1) Tingkat kesadaran peningkatan tekanan
meningkat intrakranial (TIK)
2) Tekanan Intra 1.3 Monitor status
29

Kranial (TIK) menurun pernafasan pasien


3) Tidak ada tanda 1.4 Monitor intake dan
tanda pasien gelisah. output cairan
4) TTV membaik 1.5 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
1.6 Berikan posisi semi
fowler
1.7 Pertahankan suhu
tubuh normal
1.8 Kolaborasi pemberian
obat deuretik osmosis
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238)
dengan agen selama ... jam diharapkan 2.1 Identifikasi lokasi ,
pencedera tingkat nyeri (L.08066) karakteristik, durasi,
fisiologis menurunn dengan frekuensi,
(iskemia) Kriteria Hasil : kulaitas, intensitas
(D.0077) 1) Keluhan nyeri nyeri
menurun. 2.2 Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun 2.3 Identifikasi respon
3) Sikap protektif nyeri non verbal
menurun 2.4 Berikan posisi yang
4) Gelisah menurun. nyaman
5) TTV membaik 2.5 Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misalnya relaksasi nafas
30

dalam)
2.6 Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan Tindakan keperawatan (I.03119)
dengan selama ... jam diharapkan 3.1 Identifikasi status
ketidakmampuan ststus nutrisi (L.03030) nutrisi
menelan makanan adekuat/membaik dengan 3.2 Monitor asupan
(D.0019 kriteria hasil: makanan
1) Porsi makan 3.3 Berikan makanan
dihabiskan/meningkat ketika masih hangat
2) Berat badan membaik 3.4 Ajarkan diit sesuai
3) Frekuensi makan yang diprogramkan
membaik 3.5 Kolaborasi dengan
4) Nafsu makan membaik ahli gizi dalam pemberian
5) Bising usus membaik diit yang tepat
6) Membran mukosa
membaik
4 Gangguan Setelah dilakukan 4.1 Monitor fungsi
persepsi sensori Tindakan keperawatan sensori dan persepsi:
berhubungan selama ... jam diharapkan pengelihatan, penghiduan,
dengan persepsi sensori pendengaran dan
ketidakmampuan (L.09083) pengecapan
menghidu membaik dengan kriteria 4.2 Monitor tanda dan
dan melihat hasil: gejala penurunan
(D.0085) 1) Menunjukkan tanda neurologis klien
dan gejala persepsi 4.3 Monitor tanda-tanda
dan sensori baik: vital klien
31

pengelihatan,
pendengaran, makan
dan minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan tepat
5 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama ... jam diharapkan 5.1 Identifikasi adanya
dengan mobilitas fisik (L.05042) keluhan nyeri atau fisik
gangguan klien meningkat dengan lainnya
neuromuskular kriteria hasil: 5.2 Identifikasi
(D.0054). 1) Pergerakan ekstremitas kemampuan dalam
meningkat melakukan pergerakkan
2) Kekuatan otot 5.3 Monitor keadaan
meningkat umum selama melakukan
3) Rentang gerak (ROM) mobilisasi
meningkat 5.4 Libatkan keluarga
4) Kelemahan fisik untuk membantu klien
menurun dalam meningkatkan
pergerakan
5.5 Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secara perlahan
5.6 Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti duduk
32

ditempat tidur, miring


kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).
6 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas
integritas tindakan keperawatan kulit (I.11353)
kulit/jaringan selama ... jam diharapkan 6.1 Identifikasi
berhubungan integritas kulit/jaringan penyebab gangguan
dengan (L.14125) meningkat integritas kulit
penurunan dengan kriteria hasil : 6.2 Ubah posisi tiap 2
mobilitas 1) Perfusi jaringan jam jika tirah baring
(D.0129) meningkat 6.3 Anjurkan
2) Tidak ada tanda tanda menggunakan pelembab
infeksi 6.4 Anjurkan minum
3) Kerusakan jaringan air yang cukup
menurun 6.5 Anjurkan
4) Kerusakan lapisan meningkatkan asupan
kulit nutrisi
5) Menunjukkan 6.6 Anjurkan mandi dan
terjadinya proses menggunakan sabun
penyembuhan luka secukupnya.
7 Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
dibuktikan tindakan keperawatan (I.14540)
dengan kekuatan selama ... jam diharapkan 7.1 Identifikasi factor
otot tingkat jatuh (L.14138) resiko jatuh
menurun menurun dengan kriteria 7.2 Identifikasi faktor
(D.0143) hasil: lingkungan yang
1) Klien tidak terjatuh meningkatkan
dari tempat tidur resiko jatuh
33

2) Tidak terjatuh saat 7.3 Pastikan roda tempat


dipindahkan tidur selalu dalam keadaan
3) Tidak terjatuh saat terkunci
duduk 7.4 Pasang pagar
pengaman tempat tidur
7.5 Anjurkan untuk
memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
7.6 Anjurkan untuk
berkonsentrasi menjaga
keseimbangan tubuh
8 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
komunikasi Tindakan keperawatan defisit bicara (13492)
verbal selama ...jam diharapkan 8.1 Monitor kecepatan,
berhubungan komunikasi verbal tekanan, kuantitas, volume
dengan (L.13118) meningkat dan diksi bicara
penurunan dengan kriteria hasil: 8.2 Identifikasi perilaku
sirkulasi serebral 1) Kemampuan bicara emosional dan fisik
(D.0119) meningkat sebagai bentuk komunikasi
2) Kemampuan 8.3 Berikan dukungan
mendengar dan emahami psikologis kepada klien
kesesuaian ekspresi wajah 8.4 Gunakan metode
/ tubuh meningkat komunikasi alternatif (mis.
3) Respon prilaku Menulis dan bahasa
pemahaman komunikasi isyarat/ Gerakan tubuh)
membaik 8.5 Anjurka klien untuk
4) Pelo menurun bicara secara perlahan
34

Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, (2019).

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahap keempat proses keperawatan, pengolahan
dan tahap perwujudan dari rencana keperawatan yang kita susun dalam tahap
perencanaan. Implementasi terdiri dari tindakan mandiri, kolaborasi dan
tindakan rujukan. Implementasi yang kita lakukan sesuai dengan intervensi
keperwatan yang telah kita rencanakan (Bararah, 2018).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien (Potter & Perry. 2013). Hal yang perlu diingat bahwa
evaluasi merupakan proses kontinue yang terjadi saat perawat melakukan
kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat keputusan
klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan masalah
kesehatan aktual, mencegah terjadinya masalah resiko, dan mempertahankan
status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan
keperawatan yang diberikan.
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk
mengevaluasi hasil implementasi yang dilakukan. Poin S merujuk pada respon
subjektif pasien setelah diberikan tindakan. Poin O melihat pada respon
objektif yang dapat diukur pada pasien setelah dilakukannya implementasi.
Poin A adalah analisis perawat terhadap implementasi yang dilakukan. Poin P
adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah
dilakukan sebelumnya.
35
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Stroke adalah kelainan fungsi pada otak yang terjadi secar mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan perdaran darah otak dan bisa terjadi
kapan saja dapan pada siapa saja. Stroke sering menjadi penyebab cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,proses berfikir, daya ingat dan
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke non
hemoragik disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah pada otak otak yang
disebabkan oleh tumpukan thrombus akibat timbunan lemak (plak) didalam
pembuluh darah arteri karotis, pembuluh darah sedang arteri serebri atau
pembuluh darah kecil.
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya stroke sumbatan terdiri dari
faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, diabetes mellitus,
hiperlipidemia, aktifitas fisik, merokok, alkohol dan obat obatan terlarang, pola
makan, atrial fibrilasi. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah umur, jenis kelamin, genetik, ras atau etnik. Adapun gejala-gejala
neurologis fokal, seperti: kelumpuhan otot-otot tubuh (pada satu/kedua sisi tubuh
maupun pada organ-organ tertentu seperti pada otot untuk proses mastikasi),
gangguan keseimbangan, gangguan pada beberapa panca indera terkait fungsi
pendengaran, penglihatan, penciuman, dan fungsi sensorik lainnya, serta
gangguan pada berbagai aspek dari fungsi kognitif.
Menurut Guideline Strokes Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Karena pengobatan stroke iskemik akut sangat pendek, maka evaluasi dan
diagnosis harus dilakukan dengan cepat, cermat, serta sistematik.

36
37

2. Anamnesis
Difokuskan mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup penilaian sirkulasi,respirasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher serta tanda-tanda
distensi vena jugular.
4. Pemeriksaan neurologis
Menurut Pengukuran keparahan stroke direkomendasikan untuk evaluasi dan
pengobatan emergensi. The National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) adalah skala dengan 15 komponen yang digunakan untuk mengukur
tingkat keparahan stroke. Namun, ada beberapa versi yang dikembangkan
seperti NIHSS dengan 5, 8 dan 11 komponen
5. Penatalaksaaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk stroke iskemik akut adalah :
a. Pemantauan jantung direkomendasikan supaya mengetahui fibrilasi atrial
serta penyakit lainnya dalam 24 jam pertama.
b. Pemberian rtPA, pasien dengan tekanan darah tinggi harus diturunkan
dengan hati-hati ke angka sistolik < 185 dan diastolik < 110 serta
dipertahankan dibawah 180/105 mmHg setidaknya selama 24 jam pertama
setelah pemberian rtPA melalui intravena.
c. Oksigen tambahan harus diberikan untuk mempertahankan SaO2 > 95%.
d. Pasien dengan tekanan darah sistolik > 220 dan diastolik > 120 mmHg
tidak dapat diberikan fibrinolisis sehingga harus diturunkan sebesar 15%
selama 24 jam pertama.
e. Hipovolemia dan aritmia jantung harus dikoreksi.
38

f. Pertahankan kadar gula darah antara 140 - 180 mg/dL.


g. Penggunaan kateter urin rutin tidak direkomendasikan, karena akan
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.
h. Mobilisasi awal yang intensif dalam 24 jam pertama tidak boleh dilakukan.

3.2 Saran
3.2.1 Institusi Kesehatan
Adanya makalah ini dapat memberikan memberikan khasanah ilmu
pada pemberi asuhan pelayanan pasien stroke non hemoragik. Makalah ini
juga bisa menjadi dasar penyusunan tatalaksana yang tepat dalam menangani
pasien stroke non hemoragik.
3.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan
Adanya makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan
keperawatan tentang stroke non hemoragik. Selain itu, makalah ini
diharapkan bisa sebagai masukan dalam pengembangan materi mata
perkuliahan keperawatan gawat darurat.
DAFTAR PUSTAKA

A Boehme, C. Esenwa, M. E. (2018) ‘Stroke: Risk factors and prevention’, Journal


of the Pakistan Medical Association, p.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398.Stro.
American Heart Association (2018) ‘Guidelines for the Early Management of
Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association.’
American Heart Association (2019) ‘Ischemic Stroke (Clots)’, p.
https://www.stroke.org/en/about-stroke/types-of-st.
Amin Huda. N, H. K. (2015) NANDA NIC-NOC Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 2. Yogyakarta: MediAction.
Andini, W. (2018) ‘Penerapan Mobilisasi Dini Pada AsuhanKeperawatan Pasien Post
Operasi Fraktur Femur dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di
RSUD Sleman’, Yogyakarta: Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan, p. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1360/.
Aninditha, T. dan W. (2017) Buku ajar neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
Arboix (2018) ‘Cardiovascular Risk Factors for Acute Stroke: Risk Profiles in the
Different Subtypes of Iskemik Stroke’, World Journal of Clinical
Cases :WJCC 3 (5): 418–29. Unit of Cerebrovascular Disease, University of
Barcelona, p. https://doi.org/10.12998/wjcc.v3.i5.418.
Assosciation, A. H. (2020) ‘Heart Disease and stroke Statistic 2020 update’,
American Heart Association Journal.
Black & Hawks (2014) Keperawatan medikal bedah manajemen klinis untuk hasil
yang diharapkan. Jakarta: Salemba.
Burkot et al (2018) ‘Decompensated heart failure is a strong independent predictor of
functional outcome after ischemic stroke’, J Card Fail.
Chaplan (2015) ‘Etiology, classification, and epidemiology of stroke’, Up To Date.
Heart and Stroke Foundation (2019) ‘Women and heart diseases and stroke’, p.
http://www.heartandstroke.com/site/c.ikIQLcMWJtE/b.
Imran et al (2020) ‘Efektifitas New Bobath Concept Terhadap Peningkatan
Fungsional Pasien Stroke Iskemik dengan Outcome Stroke Diukur
Menggunakan Fungsional Independent Measurement (Fim) dan Glasgow
Outcome Scale (GOS) Di RSUDZA 2018’, Journal of Medical Science, 1(1),
14–2.
Juwita, D. A., Almasdy, D., Hardini, T. (2018) ‘Evaluasi Penggunaan Antihipertensi
pada Pasien Stroke Iskemik di Rumah Sakit Nasional Bukittinggi’, Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia. Volume 7.
Kesuma, N. M. T. S. (2019) ‘Gambaran faktorrisiko dan tingkatrisiko stroke iskemik
berdasarkan stroke risk scorecard di RSUD Klungkung’, Bali. Intisari Sains
Medis, 10, Number.
Kuriakose, D., & Xiao, Z. (2020) ‘Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present
Status and Future Perspectives’, Int J Mol Sci, 21(20), 7609, p.
10.3390/ijms21207609.
Kwah & Diong (2018) ‘National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)’, J.
Physiother., 60, 61, p. https://doi.org/10.1016/j.jphys.2013.12.012.
Laily, S. (2018) ‘Relationship Between Characteristic and Hypertension With
Incidence of Ischemic Stroke’, Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5(1.
Letelay, Huwae, dan K. (2019) ‘Hubungan Diabetes Mellitus Tipe II Dengan
Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke Di Poliklinik Saraf RSUD Dr. M.
Haulussy Ambon Tahun 2018’, Molucca Medica, Volume 12,(ISSN
25970246X).
Maulida, M. dan R. (2018) ‘Pengaruh Rasio Kolesterol Total terhadap High Density
Lipoprotein (HDL) pada Kejadian Stroke Iskemik’, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, Volume 7.
Medis, R. (2021) ‘Data Rekam Medis Rumah Sakit Pusat Otak Nasional’, in. Rumah
Sakit Pusat Otak Nasional.
Mutaqin (2016) Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Paryono (2019) ‘Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Stroke Dengan Layanan
Neurorestorasi’, p. https://sardjito.co.id/2019/05/27/tingkatkan-kuali.
PERDOSSI (2016) Acuan Praktik Klinis Neurologi. PERDOSSI.
Ramadhani SS, H. H. (2020) ‘Hubungan Stroke Iskemik dengan Gangguan Fungsi
Kognitif di RS Universitas Sumatera Utara’, Scr SCORE Sci Med J, 2(1):20–
7.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018) ‘Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018’, p.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoter.
Silbernagl (2014) Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Edited by Resmisari.
Jakarta: EGC.
Wang, et al (2017) ‘Prevalence, Incidence, and Mortality of Stroke in China’,
pp.759–771, p. https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.116.025250.
Yueniwati (2016) Pencitraan Pada Stroke. Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai