COVER ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ...................................................................... 5
1.3.1 Tujuan umum ....................................................................... 5
1.3.2 Tujuan khusus ...................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5
1.4.1 Institusi Kesehatan .............................................................. 5
1.4.1 Institusi Pendidikan Keperawatan ....................................... 6
1.4.2 Bagi Penulis ......................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Stroke Non hemoragik ................................................ 6
2.1.1 Pengertian Stroke Non hemoragik ...................................... 6
2.1.2 Etiologi Stroke Non hemoragik ........................................... 7
2.1.3 Patofisiologi Stroke Non hemoragik ................................... 7
2.1.1 Faktor Risiko Stroke Non hemoragik .................................. 8
2.1.2 Manifestasi klinis ................................................................ 13
2.1.3 Rehabilitasi Medis ............................................................... 13
2.1.4 Penatalaksanaan Stroke Non hemoragik ............................. 15
2.1.5 Pemeriksaan penunjang ....................................................... 16
2.2 Asuhan Keperawatan pasien .................................................... 17
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................... 17
2.2.2 Dianosis Keperawatan ......................................................... 20
2.2.3 Intervensi Keperawatan ....................................................... 28
2.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................. 34
2.2.5 Evalusai Keperawatan ......................................................... 34
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 35
6.2 Saran ......................................................................................... 37
6.2.1 Institusi Kesehatan .............................................................. 37
6.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan ....................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2,1% dan 2,0%, dengan hipertensi 88%, merokok 48%, serta penggunaan
alcohol 44% (Wang, 2017).
Menurut (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2018) angka kejadian
stroke di Indonesia menunjukkan terjadi peningkatan pada penduduk umur ≥
15 tahun dari sebelumnya 7 per 1000 individu pada tahun 2013, mengalami
peningkatan menjadi 10,9 per 1000 individu pada tahun 2018. Angka
kejadian stroke tertinggi di Kalimantan Timur 14,7‰. Dari semua penderita
stroke di Indonesia, stroke non hemoragik adalah jenis yang paling banyak
diderita yaitu 52,9%, diikuti perdarahan intraserebral (38,5%), emboli (7,2%)
serta perdarahan subaraknoid (1,4%).
Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta adalah rumah sakit
kekhususan yang menangani sistem persyarafan/ neurologi. Berdasarkan
Medical Record RS PON jumlah pasien stroke di RSPON tahun 2019
sebanyak 3.653 pasien dan tahun 2020 sebanyak 4.666 pasien dan mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2021 sebanyak 6.123 pasien stroke
yang dirawat. Angka kejadian stroke non hemoragik di RSPON pada tahun
2020 adalah sebanyak 3807 pasien lebih banyak dibandingkan pasien stroke
haemoragic sebesar 859 pasien dan mengalami kenaikan sekitar 33 %
menjadi sebanyak 5063 pasien (Rekam Medis, 2021).
Menurut penyebabnya stroke dibagi dua yaitu stroke non hemoragik
yang disebabkan karena kekurangan suplai darah dan oksigen ke otak dan
stroke hemoragik disebabkan karena pendarahan atau kebocoran pembuluh
darah (Kuriakose, D., & Xiao, 2020). Faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya stroke sumbatan terdiri dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi
yaitu hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, aktifitas fisik, merokok,
alkohol dan obat obatan terlarang, pola makan, atrial fibrilasi. Sedangkan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin,
genetik, ras atau etnik (Kuriakose, D., & Xiao, 2020).
Menurut (Burkot et al, 2018) menyatakan bahwa faktor risiko seperti
riwayat penyakit jantung telah diketahui memiliki peran terhadap tingkat
keparahan stroke non hemoragik. FA, angina pektoris, infark miokard, dan
gagal jantung memiliki hubungan baik secara langsung maupun tidak
3
hemoragik yaitu hipertensi, diabetes serta hipertensi dan diabetes. Oleh sebab
itu, penulis tertarik membuat rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya stroke non hemoragik?.
5
6
ukuran plak sehingga terbentuk thrombus ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2009 ). Trombus dan emboli yang berada di dalam pembuluh darah akan
terlepas dan terbawa oleh darah yang yang berada di distal, yang akan
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju otak sehingga sel akan
kekurangan nutrisi( Gloukosa ) dan oksigen yang mengakibatkan asidosis lalu
mengakibatkan natrium, klorida dan air masuk kedalam sel otak dan kalium
meninggalkan otak dan mengakibatkan terjadinya edema pada tempat
tersebut. Kemudian kalsium akan memicu serangkaian radikal bebas sehingga
terjadi kerusakan membrane sel lalu megkerut dan tubuh mengalami deficit
neurologis lalu mati ( Chang, 2012 ).
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral di sebabkan oleh thrombus
dan emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak ada aliran
darah, Jika hal ini berlanjut terus maka jaringan tersebut akan mengalami
infark. Dan kemudian akan mengganggu system syaraf yang ada di tubuh
seperti penurunan kontrol volunteer yang akan menyebabkan hemiplegia atau
hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, deficit
perawatan diri karena tidak bisa menggerakan tubuh untuk merawat dirinya
sendiri, dan pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan mnyebabkan gangguan
pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran
pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan
kontrol volunteer maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan oenumpukan secret sehingga pasien mengalami gangguan
jalan nafas dan pasien juga tidak dapat menggerakkan oto – otot untuk
berbicara sehingga mengalami gangguan komunikasi verbal berupa disfungsi
Bahasa dan komunikasi.
8
Pathway
9
6) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik terjadi apabila ditemukan 3 atau lebih
keadaan berikut: (1) Obesitas, bila lingkar pinggang > 102 cm pada pria
dan > 88 cm pada wanita; (2) Trigliserida ≥ 150 mg/dL; (3) Kolesterol
HDL < 40 mg/dL pada pria dan < 50 mg/dL pada wanita; (4) Tekanan
darah ≥ 130/85 mmHg; serta (5) Gula darah puasa (GDP) ≥ 110 mg/dL
(Arboix, 2018).
7) Migrain
Migrain terjadi akibat penurunan aliran darah pada area
posterior. peningkatan platelet-leukosit agregasi sehingga meningkatkan
risiko pembentukan emboli bila menyumbat pembuluh darah kecil di
otak yang menyebabkan hipoksia jaringan sampai nekrosis jaringan
(Arboix, 2018).
8) Penyalahgunaan Obat (Narkoba)
Penyalahgunaan obat termasuk heroin, kokain, amphetamine
berisiko terjadi stroke dengan mekanisme peningkatan tekanan darah,
platelet agregasi serta viskositas darah (Arboix, 2018).
9) Penyalahgunaan Alkohol
Penggunaan alkohol (> 60 g/d) meningkatkan risiko 1,6x
terkena serangan stroke non hemoragik dan 2,18x stroke hemoragik.
Etanol adalah neurotoksin yang mempercepat proses neurodegeneratif
termasuk juga demensia (Arboix, 2018).
10) Hiperkolesterol
Penelitian menunjukkan makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol bisa berpengaruh pada pembentukan aterosklerosis. Nilai
kolesterol total > 240-270 mg/dL bisa meningkatkan risiko terjadinya
stroke non hemoragik (Arboix, 2018).
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi sebagai berikut:
12
1) Usia
Penuaan adalah salah satu dari faktor risiko signifikan dari
stroke. Risiko terkena serangan stroke menjadi dua kali lipat untuk
setiap dekade setelah usia 55 tahun, serta dua per tiga kejadian stroke
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Risiko terjadinya stroke menjadi
dua kali lipat lebih besar seiring dengan bertambahnya usia, terlebih
lagi ketika sudah memasuki usia lebih dari 55 tahun (Ramadhani SS,
2020). Seiring dengan pertambahan usia, insiden fibrilasi atrium,
hipertensi dan terbentuknya plak aterosklerosis juga semakin banyak
ditemukan yang mana hal tersebut merupakan faktor risiko dari stroke
(Aninditha, 2017).
2) Jenis kelamin
Kejadian stroke lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita, yaitu (133:99/100.000 orang pertahun). Tetapi, tidak menutup
kemungkinan wanita juga dapat terkena stroke. Insiden stroke pada usia
produktif lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita (Aninditha,
2017). Akan tetapi ketika telah memasuki usia lanjut ternyata stroke
lebih banyak dijumpai dan menyebabkan kematian pada Wanita
dibandingkan pada pria (Ramadhani SS, 2020). Hal ini dikaitkan
dengan pengaruh dari kadar hormon estrogen karena semakin
bertambahnya usia kadar estrogen akan semakin berkurang. Hormon
estrogen memiliki peran dalam pencegahan terjadinya penyakit yang
berkaitan dengan pembuluh darah dan terbentuknya plak aterosklerosis
di semua pembuluh darah di dalam tubuh. Pada Wanita yang telah
mengalami menopause atau pre menopause fungsi proteksi dari hormon
estrogen akan berkurang sehingga wanita usia lanjut akan lebih berisiko
untuk terkena stroke (Aninditha, 2017).
3) Genetik
13
Minor
Subjektif
a. Cepat kenyang setelah makan
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun
Objektif
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot pengunyah lemah
c. Otot menelan lemah
d. Membran mukosa pucat.
Kondisi klinis terkait
a. Stroke
b. Kerusakan neuromuskuler
23
Objektif
a. Tampak sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
Stroke
Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Nyeri
b. Perdarahan
c. Kemerahan
d. Hematoma.
Faktor yang berhubungan
Imobilisasi
Definisi
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan system simbol.
Penyebab
a. Penurunan sirkulasi serebral
b. Gangguan neuromuscular
c. Gangguan pendengaran
Gejala dan tanda
Mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Tidak mampu berbicara atau mendengar
b. Menunjukkan respon tidak sesuai
Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Afasia
b. Apraksia
c. Disleksia
d. Disartria
e. Afonia
f. Dislalia
g. Pelo
h. Gagap
i. Tidak ada kontak mata
j. Sulit memahami komunikasi
k. Sulit mempertahankan komunikasi
28
dalam)
2.6 Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan Tindakan keperawatan (I.03119)
dengan selama ... jam diharapkan 3.1 Identifikasi status
ketidakmampuan ststus nutrisi (L.03030) nutrisi
menelan makanan adekuat/membaik dengan 3.2 Monitor asupan
(D.0019 kriteria hasil: makanan
1) Porsi makan 3.3 Berikan makanan
dihabiskan/meningkat ketika masih hangat
2) Berat badan membaik 3.4 Ajarkan diit sesuai
3) Frekuensi makan yang diprogramkan
membaik 3.5 Kolaborasi dengan
4) Nafsu makan membaik ahli gizi dalam pemberian
5) Bising usus membaik diit yang tepat
6) Membran mukosa
membaik
4 Gangguan Setelah dilakukan 4.1 Monitor fungsi
persepsi sensori Tindakan keperawatan sensori dan persepsi:
berhubungan selama ... jam diharapkan pengelihatan, penghiduan,
dengan persepsi sensori pendengaran dan
ketidakmampuan (L.09083) pengecapan
menghidu membaik dengan kriteria 4.2 Monitor tanda dan
dan melihat hasil: gejala penurunan
(D.0085) 1) Menunjukkan tanda neurologis klien
dan gejala persepsi 4.3 Monitor tanda-tanda
dan sensori baik: vital klien
31
pengelihatan,
pendengaran, makan
dan minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan tepat
5 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama ... jam diharapkan 5.1 Identifikasi adanya
dengan mobilitas fisik (L.05042) keluhan nyeri atau fisik
gangguan klien meningkat dengan lainnya
neuromuskular kriteria hasil: 5.2 Identifikasi
(D.0054). 1) Pergerakan ekstremitas kemampuan dalam
meningkat melakukan pergerakkan
2) Kekuatan otot 5.3 Monitor keadaan
meningkat umum selama melakukan
3) Rentang gerak (ROM) mobilisasi
meningkat 5.4 Libatkan keluarga
4) Kelemahan fisik untuk membantu klien
menurun dalam meningkatkan
pergerakan
5.5 Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secara perlahan
5.6 Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti duduk
32
Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, (2019).
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah kelainan fungsi pada otak yang terjadi secar mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan perdaran darah otak dan bisa terjadi
kapan saja dapan pada siapa saja. Stroke sering menjadi penyebab cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,proses berfikir, daya ingat dan
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke non
hemoragik disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah pada otak otak yang
disebabkan oleh tumpukan thrombus akibat timbunan lemak (plak) didalam
pembuluh darah arteri karotis, pembuluh darah sedang arteri serebri atau
pembuluh darah kecil.
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya stroke sumbatan terdiri dari
faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, diabetes mellitus,
hiperlipidemia, aktifitas fisik, merokok, alkohol dan obat obatan terlarang, pola
makan, atrial fibrilasi. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah umur, jenis kelamin, genetik, ras atau etnik. Adapun gejala-gejala
neurologis fokal, seperti: kelumpuhan otot-otot tubuh (pada satu/kedua sisi tubuh
maupun pada organ-organ tertentu seperti pada otot untuk proses mastikasi),
gangguan keseimbangan, gangguan pada beberapa panca indera terkait fungsi
pendengaran, penglihatan, penciuman, dan fungsi sensorik lainnya, serta
gangguan pada berbagai aspek dari fungsi kognitif.
Menurut Guideline Strokes Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Karena pengobatan stroke iskemik akut sangat pendek, maka evaluasi dan
diagnosis harus dilakukan dengan cepat, cermat, serta sistematik.
36
37
2. Anamnesis
Difokuskan mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup penilaian sirkulasi,respirasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher serta tanda-tanda
distensi vena jugular.
4. Pemeriksaan neurologis
Menurut Pengukuran keparahan stroke direkomendasikan untuk evaluasi dan
pengobatan emergensi. The National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) adalah skala dengan 15 komponen yang digunakan untuk mengukur
tingkat keparahan stroke. Namun, ada beberapa versi yang dikembangkan
seperti NIHSS dengan 5, 8 dan 11 komponen
5. Penatalaksaaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk stroke iskemik akut adalah :
a. Pemantauan jantung direkomendasikan supaya mengetahui fibrilasi atrial
serta penyakit lainnya dalam 24 jam pertama.
b. Pemberian rtPA, pasien dengan tekanan darah tinggi harus diturunkan
dengan hati-hati ke angka sistolik < 185 dan diastolik < 110 serta
dipertahankan dibawah 180/105 mmHg setidaknya selama 24 jam pertama
setelah pemberian rtPA melalui intravena.
c. Oksigen tambahan harus diberikan untuk mempertahankan SaO2 > 95%.
d. Pasien dengan tekanan darah sistolik > 220 dan diastolik > 120 mmHg
tidak dapat diberikan fibrinolisis sehingga harus diturunkan sebesar 15%
selama 24 jam pertama.
e. Hipovolemia dan aritmia jantung harus dikoreksi.
38
3.2 Saran
3.2.1 Institusi Kesehatan
Adanya makalah ini dapat memberikan memberikan khasanah ilmu
pada pemberi asuhan pelayanan pasien stroke non hemoragik. Makalah ini
juga bisa menjadi dasar penyusunan tatalaksana yang tepat dalam menangani
pasien stroke non hemoragik.
3.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan
Adanya makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan
keperawatan tentang stroke non hemoragik. Selain itu, makalah ini
diharapkan bisa sebagai masukan dalam pengembangan materi mata
perkuliahan keperawatan gawat darurat.
DAFTAR PUSTAKA