Pembimbing
Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K)
disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus ini dapat kami selesaikan tepat
pada waktunya.
Pada laporan kasus ini kami menyajikan makalah mengenai laporan kasus
gagal jantung kongestif dan penyakit jantung katub. Adapun tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen
ii
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik
Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K) atas kesediaan beliau
sebagai pembimbing kami dalam penulisan laporan ini. Besar harapan kami,
melalui laporan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai gagal jantung
kongestif semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................ 2
1.3. Manfaat.............................................................................. 2
BAB IV KESIMPULAN............................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan
pada semua umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang. 6
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20
per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada
semua umur yang berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang. 5 Di
Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak
38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585
orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per
100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung
yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang, kemudian meningkat pada
tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155
orang.7
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin.11 Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum
kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa.
Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah
pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa
berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut
dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan
endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila
6
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung
sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada gagal
jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.8
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa
dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam
darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada
endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan
gagal jantung 2 – 3% dari kasus.8
Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
8
c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), antara lain:19
Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan
gelombang ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium
kiri menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri
LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan
adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
Aritmia jantung
d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini
merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
13
b. Penatalaksanaan Farmakologis21
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
Riwayat adanya angioedema
Stenosis bilateral arteri renalis
Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
Stenosis aorta berat
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE,
ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang
15
tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,
kecuali telah mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:
Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun
sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik
sehingga memperbaiki perfusi miokard.
Meningkatkan LVEF
Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
LVEF < 40%
Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
16
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
LVEF < 35%
Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan
meningkatkan dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak
uji klinis adalah
Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.
17
2.2.6. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa serta melengkapi informasi yang diperoleh
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat dilaksanakan pemeriksaan sebagai
berikut:
A.
ECG
B.
Echocardiogram 26,27
C.
Stress test (treadmill atau exercise ECG) 27
20
D.
Cardiac catheterization untuk melokalisasi oklusi yang timbul dan
abnormalitas daripada arteri. Fungsi daripada jantung dan katup juga
dapat dinilai. 27
E.
Cardiac MRI, pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan
pembantu echocardiograph untuk hasil yang lebih pasti dalam melihat
kondisi katup dan otot jantung, atau sebagai persiapan dalam
melakukan operasi katup jantung. 27
untuk operasi. Bila timbul gejala, tekanan darah turun saat test atau kemampuan
yang sangat rendah(digambarkan dengan waktu exercise yang sangat pendek) saat
treadmill test, maka penderita dianjurkan untuk operasi katup seperti penderita
simtomatik. Karena patogenesis stenosis aorta akibat sklerosis aorta dianggap
sama seperti aterosklerosis, maka semua tindakan untuk pencegahan
aterosklerosis harus diberikan untuk mencegah progresifitas stenosis. Operasi
penggatian katup dianjurkan bagi stenosis aorta yang simtomatik (angina, sincope
atau penurunan fungsi sistolik jantung). Aktivitas fisik berat harus dihindarkan
pada penderita. 26
Stenosis aorta berat (< 0.5 cm2/m2 walaupun masih asimtomatik.
Nitrogliserin diberikan bila ada angina. Diuretik dan digitalis diberikan bila ada
tanda gagal jantung. Statin dianjurkan untuk mencegah progresifitas kalsifikasi
daun katup aorta. Operasi dianjurkan bila area katup <1 cm2 atau 0.6 cm/m2
permukaan tubuh, disfungsi ventrikel kiri (stress test), dilatasi post stenostik aorta
walaupun asimtomatik. Stenosis aorta karena kalsifikasi biasanya terjadi pada
orang tua yang telah pula mengalami penurunan fungsi ginjal,hati dan paru.
Evaluasi dari organ-organ ini diperlukan sebelum operasi dianjurkan. Operasi
yang paling sering dilakukan adalah penggantian dengan katup mekanik artificial
atau bioprotese, reparasi (repair), homogaft atau autograft. Balonisasi atau
tindakan pengantian katup perkutan baru diperuntukkan bagi mereka yang
berisiko sangat tinggi untuk operasi penggantian katup, gagal jantung berat,
komorbid yang tidak memungkinkan untuk operasi jantung. 26
penutupan normal katup dan berakhir menjadi regurgitasi mitral yang signifikan
pada 50% pasien.34
Kalsifikasi pada annulus mitral dapat terjadi karena penuaan, akan tetapi
lebih sering terjadi pada pasien-pasien dengan hipertensi, diabetes, atau penyakit
ginjal stadium akhir. Kalsifikasi yang terjadi dapat menyebabkan terganggunya
gerakan normal annulus dan imobilisasi bagian basal daun katup, yang
mengganggu penutupan sistolik.35
Ruptur chordae tendinae yang primer (idiopatik) berhubungan dengan
ketidakmampuan katup berat yang akut. Penyakit jantung iskemik dapat
meninggalkan skar atau disfungsi ringan dari otot-otot papilari, yang merusak
penutupan katup.36
Pembesaran ventrikel kiri yang nyata apapun penyebabnya dapat
menyebabkan regurgitasi mitral karena kedua mekanisme berikut: (1)
terganggunya jarak pemisah antara otot-otot papilari, (2) tertariknya annulus
mitral sehingga diameternya membesar.30
dengan penutupan katup mitral yang normal, regurgitan dapat langsung memancar
kearah dinding atrium kiri, tepat di bagian posterior aorta. Pada keadaan ini,
murmur terdengar lebih jelas sepanjang tepi sternum kiri atau pada daerah aorta
dan sulitdibedakan dengan murmur pada stenosis aorta. Untungnya, perbedaan
murmur sistolik antara regurgitasi mitral dengan stenosis aorta tsersebut dapat
ditentukan dengan maneuver sederhana. Apabila pasien diminta untuk
menggenggam atau mengepalkan tangan, resistensi pembuluh darah sistemik akan
meningkat, dan keparahan regurgitasi mital serta murmurnya akan meningkat,
sementara murmur pada stenosis aorta tidak akan berpengaruh. Yang lebih
membantu untuk membedakannya adalah efek dari lamanya siklus jantung (waktu
antar denyut jantung) terhadap intensitas murmur sistolik. Pada pasien-pasien
dengan atrial fibrilasi atau dengan denyut jantung yang prematur, pengisian
ventrikel kiri secara langsung tergantung pada lamanya siklus sebelumnya (siklus
yang lebih lama akan mengijinkan pengisian ventrikel yang lebih banyak).
Murmur sistolik pada stenosis aorta akan menjadi lebih jelas pada denyutan
setelah siklus yang panjang karena meskipun selisih tekanannya kecil akan
diperkuat oleh peningkatan jumlah darah yang melewati lubang aorta yang
menyempit. Pada regurgitasi mitral, intensitas murmur tidak akan berubah secara
signifikan karena perubahan tekanan antara ventrikel dan atrium kiri hanya sedikit
dipengaruhi oleh perubahan siklus jantung.
mengurangi kongesti paru. Pada pasien dengan tekanan darah normal, pemberian
nitroprusside dapat secara efektif menyelesaikan 3 tujuan. Nitroprusside
meningkatkan outpu forward tidak hanya dengan meningkatkan aliran aorta tapi
juga di sisi lain mengembalikan kemampuan katup mitral dengan mengurangi
ukuran ventrikel kiri. Pada pasien- pasien dengan hipotensi karena penurunan
berat output forward , nitroprusside sebaiknya tidak digunakan sebagai
monoterapi, tetapi dikombinasikan dengan inotropic agent (misalnya
dobutamine). Pada beberapa pasien, aortic balloon counterpulsation dapat
meningkatkan output forward dan mean arterial pressure dengan mengurangi
volume regurgitan dan tekanan pengisian ventrikel dan dapat digunakan untuk
menstabilkan pasien dalam persiapan untuk operasi. Pada endokarditis infektif
sebagai penyebab regurgitasi mitral, penting dilakukan indentifikasi dan
penanganan organisme penyebab infeksi.
B. Regurgitasi mitral kronis
Prevensi terhadap endokarditis infektif pada regurgitasi mitral sangat
penting.Pasien usia muda dengan regurgitasi mitral karena penyakit jantung
rematik harus mendapat terapi profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien
dengan AF perlu diberikan digoksin atau beta blocker untuk kontrol frekunesi
detak jantung (ratecontrol).
Antikoagulan harus diberikan pada pasien dengan AF. Beta blocker
merupakan obat pilihan utama pada sindrom prolapsus katup mitral, dimana
sering ditemukan keluhan jantung berdebar dan nyeri dada. Diuretika sangat
bermanfaat untuk kontrol gagal jantung dan untuk keluhan terutama sesak nafas.
ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat pada regurgitasi mitral dengan disfungsi
ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki gejala. Regugitasi mitral
fungsional juga bermanfaat dengan pemberian ACE inhibitor ini.
Ada dua pilihan operasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan
regurgitasimitral, yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian katup
mitral (mitral valve replacement).
Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung
darimorfologi lesi dan etiologi regugitasi mitral, dapat berupa valvular repair
31
Pada pasien dengan regurgitasi aorta kronis yang berat, ventrikel kiri
membesar secara bertahap sementara pasien tetap asimtomatik. Gejala dari
menurunnya fungsi jantung atau iskemia miokard, paling sering terjadi pada
dekade keempat atau kelima dan biasanya hanya setelah disfungsi miokard dan
kardiomegali terjadi. Pada pasien kronis biasanya timbul gejala gagal jantung,
termasuk dispnea saat aktifitas, ortopnea, dispnea paroksismal norturna, edema
paru, dan kelelahan.40
Angina cenderung timbul waktu isitirahat saat timbulnya bradikadia dan
lebih lama menghilang daripada angina akibat penyakit jantung koroner saja. Pada
pasien dengan regurgitasi aortakronis yang berat, kepala sering bergerak dengan
setiap detak jantung (tanda de Musset), dan pulsasinya adalah tipe "water-
hammer" kolaps dengan distensi yang mendadak dan kolaps secara cepat
(Corrigan’s pulse). Pulsasi pada arteri sering terlihat dominan dan dapat terlihat
dengan baik saat palpasi arteri radialis dengan lengan pasien ditinggikan. Pulsasi
tipe bisferiens mungkin terlihat terutama pada arteri brakialis dan femoralis
dibandingkan pada arteri karotis.40
Berbagai temuan auskultasi memberikan konfirmasi dari tekanan nadi
yang lebar. Tanda Traube (juga dikenal sebagai "pistol shot sounds") terjadi akibat
sistolik diastolik booming, terdengar pada arteri femoralis. Müller’s sign adalah
denyutan sistolik pada uvula. Duroziez’s sign adalah murmur sistolik pada arteri
femoralis ketika dikompresi proksimal dan murmur diastolik tejadi ketika
dikompresi pada distalnya.Quincke sign dapat terlihat dengan menekan slide kaca
pada bibir pasien, memberikan cahaya melalui jari pasien atau memberikan
tekanan lembut pada ujung kuku. Irama gallop ventrikel yang terdengar di apeks
merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri. Bising Austin Flint (mid-diastolik and
late diastolik apical rumble) yang terdengar di apeks timbul akibat pergeseran
aliran balik aorta terhadap daun katup anterior dari katup mitral yang
menimbulkan stenosis mitral fungsional.40
Foto rontgen dada, menunjukan ventrikel kiri membesar, atrium kiri
membesar, dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah pada
insufisiensi akut, tapi terlihat edema paru.42
34
menjadi penyebab insufisiensi akut. Pembentukan fistel juga dapat timbul akibat
infeksi di aorta. Kadang kadang pada diseksi, katup buatan tidak diperlukan saat
aorta diperbaiki .
Resiko operasi kurang lebih 2% pada pasien regurgitasi aorta kronik
sedang dengan normal arteri koroner. Sedangkan resiko operasi pada pasien
regurgitasi aorta berat dengan gagal jantung, dan pada pasien regurgitasi aorta
berat dengan gagal jantung, dan pada pasien penyakit arteri, bervariasi antara 4-
10%. Dapat juga lebih besar tergantung keadaan klinis pada pasien tersebut. Hasil
akhir tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga tergantung dari
etiologi penyakit.
Pasien harus dianjurkan untuk diberikan terapi prophylaxis endokarditis
setelah operasi. Pasien dengan katup buatan mekanis harus mendapata
ntikoagulan jangka panjang. Pasien harus dipantau secara berkala untuk
mendeteksi kemunduran dari fungsi katup prostetik.
B. Dilatasi arteria pulmonal baik idiopatik atau akibat kelainan jaringan ikat
seperti pada Sindrom Marfan , yang kedua sebagai akibat endokarditis
infeksi dan yang paling jarang adalah iatrogenic dan dapat juga sebgai
akibat tindakan operasi dari stenosis pulmonal ataupun tetralogi Fallot
(ToF).
C. Sindrom karsinoid karena tindakan kateterisasi jantung , lues dan trauma
dada
Bising diastolik ini disertai dengan bising sistolik. Denyutan ventrikel kanan
terasa sepanjang dada sebelah kiri. Ada bunyi sistolik click dengan suara dua yang
pecah secara fisiologis.
Penyebab utama mitral stenosis (MS) adalah demam rematik.18,45 25% dari
semua penyakit jantung rematik mempunyai MS dan 40% pasien demam rematik
menderita gabungan antara MS dan MR.45
38
Stenosis dari katup mitral biasanya terjadi 20-40 tahun dari karditis
rematik akut. Pada infeksi akut, dapat terjadi pembentukan fokus inflamasi
multipel (badan Aschoff, infiltrate mononuclear perivaskular) pada endocardium
dan miokardium. Selanjutnya, apparatus katup akan terjadi penebalan, kalsifikasi,
kontraksi, dan terjadi adhesi belahan katup sehingga terjadi stenosis.45
2.6.2. Patofisiologi MS
Area dari muara katup mitral adalah sekitar 4-6 cm 2. Apabila ukuran dari
muara tersebut berkurang, gradien tekanan yang melewati katup mitral akan
meningkat untuk mempertahankan aliran yang adekuat.
Pada pasien dengan MS, gejala biasanya tidak akan muncul sampai
dengan luas katup < 2-2,5cm2. Apabila sudah mencapai tahap ini, latihan sedang
atau takikardia akan memicu dispneu akibat peningkatan tekanan transmitral dan
atrium kiri.
Gejala yang berat dapat dijumpai apabila luas katup kurang dari 1 cm 2.
Apabila penyempitan katup terjadi, terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
akan menyebabkan transudasi cairan dari interstitium dan dyspnea pada saat
istirahat atau aktivitas ringan.45
Hemoptisis dapat juga terjadi pada penderita akibat ruptur vena bronkial.
Dilatasi atrium kiri juga akan meningkatkan resiko fibrilasi atrium dan
terbentuknya emboli.45
Sekitar 15% kasus terjadi emboli yang berhubungan dengan atrial fibrilasi.
Emboli dapat menyebabkan infark, stroke dan sebagainya. Nyeri dada juga dapat
dijumpai pada 15% kasus. Nyeri dada yang terjadi sama dengan angina pektoris.
Nyeri dada yang terjadi disebabkan karena hipertensi ventrikel kanan akibat
penyakit vaskular paru atau aterosklerosis.18
BAB III
LAPORAN KASUS
menderita penyakit yang sama (-). Riwayat DM (-), riwayat hipertensi tidak jelas.
Riwayat merokok (+) sudah 20 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat nyeri
sendi berpindah-pindah dan nyeri menelan saat kecil (+).
Status Presens:
Ortopnea : (+) Dispnea: (+) Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik:
Auskultasi
43
Asites (-)
Akral : hangat
44
AF, QRS rate 140 x/menit, aksis normal, gelombang P sulit dinilai, PR interval
sulit dinilai, QRS duration 0,08s, Q patologis (-), ST-T changes (-), LVH (+),
VES (-),
CTR 60%, aorta dilatasi, pulmonal menonjol, kongesti (+), infiltrat (-), apeks
downward
13 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 32,3 detik
14 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 27,2 detik
15 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 33,9 detik
16 Oktober 2012
AGDA: pH : 7,47
pCO2 : 29,4 mmHg
pO2 : 146,6 mmHg
47
16 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin Kontrol : 15,20 detik
Pasien : 17,1 detik
INR : 1,15
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 30,9 detik
Waktu Trombin Kontrol : 12,6 detik
Pasien : 16,2 detik
18 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin Kontrol : 12,20 detik
Pasien : 18,4 detik
INR : 1,50
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 31,6 detik
Waktu Trombin Kontrol : 17,0 detik
Pasien : 18,2 detik
Fibrinogen : 330 mg/dL
D-dimer : 1.345 ng/mL
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 33,9 detik
19 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 36,3 detik
Waktu Protrombin Kontrol : 12,0 detik
Pasien : 16 detik
INR : 1,40
APTT Kontrol : 33,3 detik
Pasien : 44,4 detik
Waktu Trombin Kontrol : 17,4 detik
Pasien : 17,9 detik
Fibrinogen : 350 mg/dL
D-dimer : 1.571 ng/mL
48
20 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 13,40 g%
Eritrosit : 4,7 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 17,22 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 191 x 103/mm3
Ht : 40% (43-49)
Hitung Jenis: E/B/N/L/M : 0,1/0,2/82,3/7,5/9,9 %
Faal Hemostasis
APTT Kontrol : 33,4 detik
Pasien : 25,8 detik
D-dimer : 2.200 ng/mL
21 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 12,6 g%
Eritrosit : 4,34 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 14,41 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 179 x 103/mm3
Ht : 37,6% (43-49)
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin Kontrol : 12,0 detik
Pasien : 20,7 detik
INR : 1,82
APTT Kontrol : 33,4 detik
Pasien : 33,9 detik
Fibrinogen : 145 mg/dL
D-dimer : 1.600 ng/mL
AGDA: pH : 7,553
pCO2 : 26,2 mmHg
pO2 : 195,1 mmHg
HCO3 : 22,6 mmol/L
Total Co2 : 23,4 mmol/L
BE : 1,4 mmol/L
SaO2 : 99,8%
Faal Ginjal: Ureum : 53 mg/dL
Kreatinin : 0,63 mg/dL
49
22 Oktober 2012
APTT Kontrol : 32,5 detik
Pasien : 29,7 detik
Elektrolit: Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 3,7 mEq/L
Klorida : 105 mEq/L
23 Oktober 2012
Waktu Protrombin Kontrol : 12,20 detik
Pasien : 13,00 detik
INR : 1,00
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 25,6 detik
24 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 10,80 g%
Eritrosit : 3,73 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 28,98 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 208 x 103/mm3
Ht : 32,3% (43-49)
Pengobatan :
1. Bed rest semi fowler
2. O2 4-6L/menit
50
1. ASTO
2. Echocardiography
Tanggal S O A P
debar (+) HR: 106 x/i ec RHD 3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
RR: 28 x/i 2. AF RVR 4. Inj Digoxin 0,25 mg 2x1
T: 36,5ºC 3. ALI 5. Captopril 6,25 mg 3x1
Mata: Konj.palpebra 6. Furosemid 40 mg 1x1
inferior anemis (-/-), 7. Spironolakton 1x25 mg
Sklera ikterik (-/-) 8. KSR 600 mg 2x1
TVJ: R+2 cm H2O 9. Aspilet 80 mg 1x1
Cor: S1 (N) S2 (N) 10. Clopidrogel 75 mg 1x1
irreguler, murmur (+) 11. Simvastatin 20 mg 1x1
EDM grade 3/6 di 12. Heparin 20.000 IU/24 jam
URSB, gallop (-) 13. Morfin drip 2 amp+ 50 cc
Pulmo : SP: Vesikuler NaCl 0,9% (1,5 cc/jam)
ST: Ronki basah 14. Inj Metilprednisolon 1 fl/8
basal (-/-) jam i.v.
Abd: Soepel, Hepar: 15. Inj Ketorolac 1 gram/8 jam
3 jari BAC, lien: ttb, 16. Inj Ranitidin 1 gram/12 jam
BU (N). Cek aPTT
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sign (+),
pulsasi arteri dorsalis
pedis (-), sensasi rasa
(-)
22 Nyeri Sens: CM 1. CHF Fc I- 1. Bed rest Semi Fowler
Oktober dada TD:160/60 mmHg II ec 2. O2 4 liter/menit
kanan HR: 88 x/i MVHD ec 3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
RR: 26 x/i RHD 4. Inj Digoxin 0,25 mg 2x1
T: 37,6ºC 2. AF RVR 5. Captopril 6,25 mg 3x1
Mata: Konj.palpebra 3. ALI post 6. Furosemid 40 mg 1x1
inferior anemis (-/-), trombekto 7. Spironolakton 1x25 mg
Sklera ikterik (-/-) mi 8. KSR 600 mg 2x1
TVJ: R-2 cm H2O 9. Aspilet 80 mg 1x1
Cor: S1 (N) S2 (N) 10. Clopidrogel 75 mg 1x1
irreguler, murmur (+) 11. Simvastatin 20 mg 1x1
EDM grade 3/6 di 12. Heparin 20.000 IU/24 jam
URSB, gallop (-) 900 IU/jam
Pulmo : SP: Vesikuler 13. Morfin drip 2 amp+ 50 cc
ST: Ronki basah NaCl 0,9% (1,5 cc/jam)
basal (-/-) 14. Inj Metilprednisolon 1 fl/8
Abd: Soepel, Hepar: jam i.v.
2 jari BAC, lien: ttb, 15. Inj Ceftriaxone 1 gram/12
BU (N). jam (H-1)
Ekstremitas: akral 16. Inj Ketorolac 1 gram/8 jam
dingin, edema (-/-), 17. Inj Ranitidin 1 gram/12 jam
pistol shot sign (+), 18. PCT 3 x 500 mg
pulsasi arteri dorsalis
56
BAB IV
KESIMPULAN
Tatalaksana:
1. Bed rest semi fowler
2. O2 4-6L/menit
3. IVFD Nacl 0.9% 10gtt/i mikro
4. Inj Furosemide 20 mg/12 jam
5. Benzatin Penicillin 1,2 juta Unit
6. Inj Digoxin 0,25 mg 1x1
7. Heparin bolus 3000 unit
8. Simarc 2 mg 1x1 tab
9. Captopril 6,25 mg 3x1
10. Spironolakton 1x25 mg
Prognosis: malam
61
DAFTAR PUSTAKA
23. Miller, C.A. et al., 2011. Valvular Heart Disease. In: Lilly, L.S.,
Pathophysiology of Heart Disease: 5th ed. China: Lippincot Williams &
Wilkins
24. Otto, C.M. et al., 2008. Valvular Heart Disease. In: Libby, P. et al.
Braunwald’s Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine: 8th
ed. USA: Elsevier
25. Carabello, B.A., 2010. Aortic Valve Disease. In: Levine, G.N., Cardiology
Secrets: 3rd ed. USA: MOSBY Elsevier
26. Mayo Clinic. Aortic Valve Stenosis. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/aortic-valve stenosis/. [Accessed
October 30 2012].
27. Center for Aortic Disease. 2012. Available from:
http://www.ucaorta.org/aortic-stenosis.html. [Accessed October 30 2012].
28. Dugdale DC, Chen MA, and Zieve D. Aortic Stenosis. 2012. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001230/.
[Accessed October 30 2012].
29. Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In:Kasper, D.L. et
all, ed. 17 th Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
York: McGraw-Hill, 2152-2180.2.
30. Divisi “Critical Cardiology” dan Kardiologi Klinik Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2008. Jakarta.
31. Dumitru, I., Baker, M., 2010. Heart Failure. Ohama: Departement of
Internal Medicine, Section of Cardiology, University of Nebraska Medical
Center. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview[accessed 08 oktober 2012].
32. Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., et al 2009 Focused Update
Incorporated Into the ACC/AHA Guidelines for the Diagnosis
andManagement of Heart Failure in the Adult: A Report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force onPractice
Guidelines (Committee to revise the 1995 Guidelines for the Evaluation
and Management of Heart Failure). Circulation 119;e391-e479.
33. Jessup, M., Brozena S., 2003. Heart Failure. N Engl J Med ; 2007-2018.
64
http://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#showall.
[Accessed October 29 2012].