Anda di halaman 1dari 46

Case Report Session

CKD Stage V E.C Hipertensi Stage II + Anemia Sedang Normositik

Normokrom E.C Penyakit Kronik

Oleh :

Annisa Mustika Putri

19100707360803148

Preseptor :

dr. Yostila Derosa Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH FAKULTAS KEDOKTERAN

SOLOK
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “CKD Stage V E.C
Hipertensi Stage II + Anemia Sedang Normositik Normokrom E.C Penyakit
Kronik”. Case ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu
yang tersedia untuk menyusun case report ini sangat terbatas, penulis sadar masih
banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang membangun sangat
penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada


dr.Yostila Derosa Sp.PD selaku preseptor Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah memberikan
masukan yang berguna dalam penyusunan case report ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya case report ini dapat menjadi masukan
yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain
terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya mengenai “CKD
Stage V E.C Hipertensi Stage II + Anemia Sedang Normositik Normokrom E.C
Penyakit Kronik”.

Solok, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 3
1.2.1 Tujuan Umum................................................................................ 3
1.2.2 Tujuan Khusus............................................................................... 3
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4

2.1 CKD (Chronic Kidney Disease).......................................................... 4


2.1.1 Definisi CKD.............................................................................. 4
2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi CKD..................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi CKD...................................................................... 5
2.1.4 Manifestasi Klinik CKD............................................................. 6
2.1.5 Diagnosis CKD........................................................................... 7
2.1.6 Diagnosis Banding CKD........................................................... 8
2.1.7 Tatalaksana CKD........................................................................ 8
2.1.8 Komplikasi CKD........................................................................ 10
2.1.9 Prognosis CKD........................................................................... 10
2.2 HIPERTENSI...................................................................................... 11
2.2.1 Definisi Hipertensi...................................................................... 11
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi................................................................. 11
2.2.3 Patogenesis Hipertensi................................................................ 12
2.2.4 Faktor-faktor Risiko Hipertensi.................................................. 16
2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi..................................................... 16
2.2.6 Komplikasi Hipertensi ............................................................... 17
2.2.7 Komplikasi Hipertensi Pada Ginjal ........................................... 17
2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi........................................................ 18
2.3 ANEMIA............................................................................................. 20
2.3.1 Definisi Anemia.......................................................................... 20
2.3.2 Klasifikasi Anemia..................................................................... 21
2.3.3 Etiologi Anemia.......................................................................... 24
2.3.4 Tanda / Gejala Anemia............................................................... 25
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Anemia................................................ 25
2.3.6 Penatalaksanaan Anemia............................................................ 27

iii
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 30
BAB IV PENUTUP.................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 41

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Penyakit ginjal kronik (Chronic

Kidney Disease) merupakan penurunan progresif fungsi ginjal yang bersifat

ireversibel, dimana terjadi kerusakan ginjal persisten dengan karakteristik adanya

kerusakan struktural, fungsional (seperti mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria,

kelainan hiostologis ataupun radiologis), dan/atau menurunnya laju filtrasi

glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,72 m2 selama sedikitnya 3 bulan.2

Menurut (WHO, 2002), penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan

kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini

menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat  ke12  tertinggi  angka 

kematian. Jumlah kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama di

Amerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena

CKD. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang

dewasa yang terkena CKD. Prevalensi CKD di Sumatera Barat sebesar 0,2%.

Prevalensi CKD tertinggi sebanyak 0,4% yaitu di Kabupaten Tanah Datar dan

Kota Solok. Di Kota Padang didapatkan prevalensi CKD sebesar 0,3%. Kejadian

tertinggi CKD di Sumatera Barat adalah pada kelompok umur 45-54 tahun

sebanyak 0,6%. Perbandingan CKD berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita

adalah tiga berbanding dua.3


Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Hipertensi berkaitan dengan

tekanan sistolik atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat

didefisinikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana diagnosis hipertensi

ditegakkan bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah

diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.4

Penderita hipertensi diperkirakan mencapai satu miliyar di dunia, dan dua

pertiga diantaranya berada di Negara berkembang. Angka tersebut semakin hari

semakin menghawatirkan yaitu sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia

menderita hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, dan diprediksi pada tahun

2025 sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi.5

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar

hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan

suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001).Anemia

merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin

serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal.6

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik diklinik

maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta

orang menderita anemia. Prevalensi anemia di Indonesia menurut kelompok

populasi paling sering terjadi pada wanita dewasa hamil dengan prevalensi 50-

70%, diikuti wanita dewasa tidak hamil 30-40%, laki-laki dewasa 20-30%, dan

anak-anak usia sekolah 25-35%.7

2
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang CKD Stage V E.C Hipertensi Stage II


+ Anemia Sedang Normositik Normokrom E.C Penyakit Kronik.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,

patogenesa, diagnosa, dan penatalaksanaan CKD stage V

2. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,

diagnosa, dan penatalaksanaan Hipertensi Stage II

3. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, diagnosa,

dan penatalaksanaan Anemia Sedang Normositik Normokrom

1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai sumber media informasi mengenai CKD Stage V E.C,


Hipertensi Stage II, Anemia Sedang Normositik Normokrom

2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus CKD Stage V


E.C, Hipertensi Stage II, Anemia Sedang Normositik Normokrom

3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di

Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS M. Natsir Solok 2021.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

2.1.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Penyakit ginjal kronik (Chronic

Kidney Disease) merupakan penurunan progresif fungsi ginjal yang bersifat

ireversibel, dimana terjadi kerusakan ginjal persisten dengan karakteristik adanya

kerusakan struktural, fungsional (seperti mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria,

kelainan hiostologis ataupun radiologis), dan/atau menurunnya laju filtrasi

glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,72 m2 selama sedikitnya 3 bulan.2

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Penyebab kerusakan ginjal pada CKD adalah multifaktorial dan


kerusakannya bersifat ireversibel. CKD disebabkan oleh bermacam macam hal:2
 Glomerulonefritis, akibat infeksi (endokarditis bacterial, hepatitis C,
hepatitis B, HIV) atau yang bersifat kronis;
 Diabetes mellitus menyebabkan nefropati diabetik;
 Hipertensi, penyakit nefrosklerosis;
 Uropati obstruktif (batu saluran kemih, tumor, dan lain-lain);
 Lupus eritematosus sistemik, amyloidosis, penyakit ginjal polikistik;
 Penggunaan obat-obatan (obat anti-inflamasi non steroid, antibiotic,
siklosporin, takrolimus).
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.2

4
LFG ¿

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau


1 ≥ 90
meningkat

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun


2 60 – 89
ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun


3 30-59
sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun


4 15-29
berat

Gagal ginjal
5 < 15 atau dialysis

2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangannya proses yang terjadi

sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors.1

Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Pada stadium paling

dini pada penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal

reserve), dimana basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih normal atau dapat

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi

5
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum

sampai pada LFG sebesar 30%.1

Kerusakan ginjal dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ginjal,

produk akhir metabolik yang seharusnya dieksresikan ke dalam urin, menjadi

tertimbun dalam darah. Kondisi seperti ini dinamakan sindrom uremia. Uremia

dapat mempengaruhi setiap sistem tubuh., semakin banyak timbunan produk

metabolik (sampah), maka gejala akan semakin berat. Kondisi ini dapat

menyebabkan gangguan keseimbangan cairan seperti hipovolemi atau

hipervolemi, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.

LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan

pasien memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.1

2.1.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis CKD sebagai berikut:2

a. Gangguan keseimbangan cairan : edema perifer, efusi pleura, hipertensi,

peningkatan JVP, asites

b. Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hiperkalemia,

asidosis metabolic (nafas kussmaul), hiperfosfatemia

c. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual, muntah,

gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi

6
d. Kelainan kulit : kulit terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit,

ekimosis

e. Gangguan neuromuskular: kelemahan otot, fasikulasi, gangguan memori,

ensefalopati uremikum

f. Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia, gangguan metabolisme

glukosa, gangguan hormone seks

g. Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun

normositik normokrom), gangguan hemostasis.

2.1.5 Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal

(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan

laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan

tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.1,2

Beberapa hal yang mungkin ditemukan dalam pemeriksaan fisik :2

 Difokuskan kepada peningkatan tekanan darah dan kerusakan target organ

 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : edema, polineuropati

 Gangguan endokrin-metabolik : amenorrhea, malnutri, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan, infertilitas dan disfungsi seksual

 Gangguan saluran cerna : anoreksia, mual, muntah, nafas bau urin,

disgeusia, konstipasi

7
 Gangguan neuromuscular : letargi, sendawa, asteriksis, mioklonus,

fasikulasi otot, restless leg syndrome, miopati, kejang sampai koma

 Gangguan dermatologis : palor, hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis,

uremic frost, nephrogenic fibrosing dermopathy

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : darah perifer lengkap, penurunan LFG dengan rumus

Kockroft Gault, penurunan serum ureum dan kreatinin, tes klirens

kreatinin (TTK) ukur, asam urat, elektrolit, gula darah, profil lipid,

analisa gas darah, serologi hepatitis, feritin serum, hormon PTH ,

albumin, globulin, pemeriksaan imunologi, homeostatis lengkap,

urinalisis

2. Radiologis : foto polos abdomen, BNO IVP, USG, CT scan,

ekokardiografi

3. Biopsi ginjal.2

2.1.6 Diagnosis Banding

Gagal ginjal akut1,2

2.1.7 Tatalaksana

A. Non farmakologis2
 Nutrisi

LFG Asupan protein (g/kgBB Asupan Fosfat


(ml/menit/ ideal/hari) kalori (g/kgBB/h
1,73m3) (kkal/kgBB ari)
ideal/hari)
> 60 0,75 Tidak
dibatasi
25-60 0,6 – 0,8 ;termasuk 0,35 30-35 ≤ 10
g/kgBB/hari protein nilai
biologi tinggi

8
5 – 25 0,6 – 0,8 ; termasuk 0,35 30 - 35 ≤ 10
g/kgBB/hari protein nilai
biologi tinggi atau tambahan
0,3 g asam amino esensial
atau asam keton
< 60 0,8 (+ 1 g protein/ g 30 - 35 ≤9
(sindrom proteinuria atau 0,3 g/kgBB
nefrotik) tambahan asam amino
esensial atau asam keton

 Protein

- Pasien non dialisis 0,6 – 0,75 gram/kgBB/hari sesuai dengan

CCT dan toleransi pasien

- Pasien hemodialisis 1 – 1,2 gram/kgBB/hari

- Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari

 Pengaturan asupan lemak : 30 – 40% dari kalori total dan

mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh

dan tidak jenuh

 Pengaturan asupan karbohidrat : 50 – 60% dari kalori total

 Natrium : < 2 gram/hari (dalam bentuk gram < 6 gram/hari)

 Kalium : 40 -70 mEq/hari

 Fosfor : 5 – 10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari

 Kalsium : 1400 -1600 mg/hari (tidak melebihi 2000 mg/hari)

 Besi : 10 -18 mg/hari

 Magnesium : 200 – 300 mg/hari

 Asam folat pasien HD : 5 mg

 Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

B. Farmakologis2

 Kontrol tekanan darah :

9
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II :

evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan

kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan

- Penghambat kalsium

- Diuretik

 Koreksi anemia dengan target Hb 10 – 12 g/dl

 Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat

 Kontrol osteodistrofi renal : kalsitriol

 Koreksi asidodosis metabolik dengan target HCO3 20 - 22 mEq/l

 Koreksi hiperkalemi

 Kontrol dislipidemia dengan targer LDL < 100 mg/dl, dianjurkan

golongan statin

 Terapi ginjal pengganti

2.1.8 Komplikasi

Komplokasi yang dapat ditimbulkan dari CKD dapat berupa

hipertensi, anemia, penyakit kardiovaskuler.2

2.1.9 Prognosis

Penting sekali untuk merujuk pasien GGK stadium 4 dan 5. Terlambat

merujuk (kurang dari 3 bulan sebelum onset terapi pengganti ginjal) berkaitan erat

dengan meningkatnya angka mortalitas setelah dialisis dimulai. Pada titik ini,

pasien lebih baik ditangani bersama oleh pelayanan kesehatan tingkat primer

bersama nefrologis. Selama fase ini, perhatian harus diberikan terutama dalam

10
memberikan edukasi pada pasien mengenai terapi pengganti ginjal (hemodialisis,

dialisis peritoneal, transplantasi) dan pemilihan akses vaskular untuk HD.2

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Hipertensi berkaitan dengan

tekanan sistolik atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat

didefisinikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana diagnosis hipertensi

ditegakkan bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah

diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.4

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),

klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal,

prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.8

Tabel 1 : Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

11
Tabel 2 : Klasifikasi hipertensi berdasarkan ESC/ESH Hypertension

Guidelines

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 <80
Normal 120-129 80-84
High normal 130 – 139 85-89
Hipertensi grade 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi grade 2 160 – 179 100 – 109
Hipertensi grade 3 ≥ 180 ≥ 110
Isolated systolic hypertension ≥ 140 < 90

2.2.3 Patogenesis

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah

secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk

mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek

kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.

Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang

mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.8

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan

penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses

multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk

depositsubstansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai

substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.

Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen

pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai

oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.8

12
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah

vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi

endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.8

2) Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II

inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama.8

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.

Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke

luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.

Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan

volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan

volume dan tekanan darah.8

3) Sistem saraf simpatis

13
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.8

Gambar 1 : Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan

perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer

akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor

genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer

sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi

tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi

14
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan

sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam

jangka panjang.8

Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai

dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui

sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang

berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang

bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang

cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial

yang dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem

yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan

darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah

cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.8

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh

beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran

sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan

hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta

obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi

antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini

disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau

pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian

otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke.8

15
2.2.4 Faktor-faktor Risiko Hipertensi

Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:8

1) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada

laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita

meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.

2) Ras/etnik

Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul

pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

3) Jenis Kelamin

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada

wanita.

4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain

minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.

2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah

intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan

langkah yang tidak tepat karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena

peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.8

Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka

16
merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa

pegal dan lain-lain.8

2.2.6 Komplikasi Hipertensi

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:8

1) Jantung

 Hipertrofi ventrikel kiri

 Angina atau infark miokardium

 Gagal jantung

2) Otak

 Stroke atau transient ishemic attack

3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer

5) Retinopati

2.2.7 Komplikasi Hipertensi pada Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat

tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus

akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga

nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal.

Pengurangan massa ginjal akan mengakibatkan nefron yang masih hidup akan

17
melakukan kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin

dan growth factors. Proses maladaptasi ini berlangsung singkat sehingga terjadi

peningkatan LFG mendadak yang akhirnya mengalami penurunan. Hiperfiltrasi

yang terjadi juga akibat peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron

intrarenal. Kerusakan progresif nefron akan terjadi dan berlangsung lama

(kronik). Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar

melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik

koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi

kronik.9

2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan dari setiap program terapi adalah untuk mencegah kematian dan

komplikasi dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada atau

kurang dari 140/90 mmHg (130/90 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau

penderita penyakit ginjal kronis), kapanpun jika memungkinkan.4,8

a. Pendekatan non farmakologis mencangkup penurunan berat badan,

pembatasan alkohol dan natrium, olahraga teratur dan relaksai, tinggi buah

dan sayur, dan produk susu rendah lemak telah terbukti menurunkan

tekanan darah tinggi.

b. Pilih kelas obat yang memiliki efektifitas terbesar, efek samping terkecil

dan peluang terbesar untuk diterima pasien. Dua kelas obat tersedia

sebagai terapi lini pertama: diuretik dan beta bloker.

c. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks.

18
Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kembali

setelah 7-14 hari untuk melakukan pengukuran tekanan darah, rata-rata

pengukuran tekanan darah pada pemeriksaan yang kedua digunakan sebagai

kriteria untuk diagnosis dan kontrol hipertensi4,8

Algoritma Penanganan Berdasarkan JNC 7 (Joint National Committee)

Tabel 6 : Indikasi khusus pengobatan hipertensi

Indikasi khusus Diuretik Beta ACEI ARB CCB Anti


bloker aldosteron
Gagal jantung + + + + +
Pasca infark + + +
miokardium
Resiko tinggi PJK + + + +
Diabetes + + + + +
Penyakit ginjal + +
kronik
Cegah stroke + +
berulang

19
Algoritma Penanganan Berdasarkan JNC 8

2.3 Anemia

2.3.1 Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar

hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan

suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia

20
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin

serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal.6

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria


WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut:6

 Laki-laki dewasa : Hb < 13 gr/dl


 Perempuan dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil : Hb < 11 gr/dl
 Anak usia 6-14 tahun : Hb < 12 gr/dl
 Anak usia 6 bulan – 6 tahun : Hb < 11 gr/dl

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah:6
 Ringan Hb 8 gr/dl – 10 gr/dl
 Sedang Hb 6 gr/dl – 8 dr/dl
 Berat Hb < 6 gr/dl

2.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan morfologinya anemia terbagi menjadi 3 bagian yaitu :10


1. Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas >95
fL. Anemi makrositik dapat disebabkan oleh.:

a) Peningkatan retikulosit Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal


retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit
akan memberikan gambaran peningkat-an MCV
b) Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah
(defisiensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam
nukleat: zidovudine, hidroksiurea)

21
c) Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia
akut)
d) Penggunaan alkohol

2. Anemia mikrositik

Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah


merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai
penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean
concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik
hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom:

a) Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit


kronis/anemia inflamasi defisiensi tembaga.
b) Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik
kongenital dan didapat.
c) Berkurangnya sintesis globin: talasemiadan hemoglobinopati.

22
3. Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100
fL).

23
2.3.3 Etiologi

Penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:6,11

1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:

a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia difisiensi Fe,

Thalasemia, dan anemia infeksi kronik.

b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat

menimbulkan anemia pernisiosa dan anemia asam folat.

c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan

anemia aplastik dan leukemia.

d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.

2. Kehilangan darah

a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi

secara mendadak.

b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.

3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)

Hemolisis dapat terjadi karena:

a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah

kerusakan eritrosit.

b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit

misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan

obat acetosal.

4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada

Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan

mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau

24
lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam

pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain

seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

2.3.4 Tanda Gejala

A. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena

iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap

penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah

penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7g/dl). Sindrom anemia

terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata

berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas , dan dispepsia. Pada

pemeriksaan ,pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa

mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak

spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitif

karena timbul setelah penuruna hemoglobin yang berat (Hb <7 g/dl).11

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan

diagnosa anemia adalah: 11

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis

 Pemeriksaan penyaring: pemeriksaan penyaring untuk kasus

anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit

dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia

25
serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk

pengarahan diagnosis lebih lanjut

 Pemeriksaan darah seri anemia : pemeriksaan darah seri anemia

meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap

darah

 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan

diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya

tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Pemeriksaan

sumsum tulang diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia

megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat

mesupresi sistem eritroid, seperti sindrom mielodisplastik (MDS)

 Pemeriksaan khusus

 anemia defisiensi besi : serum iron.

 Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B 12 serum, tes

supresi deoksiuridin dan tes Schiling.

 Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb,

elektroforesis hemoglobin dan lain lain

 Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang

2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis

 Faal ginjal

 Faal endokrin

 Asam urat

 Faal hati

 Biakan kuman

26
3. Pemeriksaan penunjang lain

 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.

 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.

 Pemeriksaan sitogenetik.

 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,

FISH: fluorescence in situ hybridization)

2.3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anemia secara umum adalah memperbaiki

penyebab dasar, pemberian suplemen nutrisi seperti vitamin b12,asam folat,

besi, dan transfusi darah. Penatalaksanaan anemia juga dapat dilakukan

berdasarkan jenis anemianya terdiri dari:12

1. Penyakit Kronis

a. Mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya

b. Terapi besi: kegunaannya masih dalam perdebatan

c. Kontraindikasi jika feritin normal (>100 ng/mlJa)

d. Agen Erythropoietic:

1) lndikasi: anemia pada kanker yang akan menjalani kemoterapi,

gagal ginjal kronik, infeksi HIV yang akan menjalani terapi

mielosupresif.

2) 3 jenis: epoetin alpha, eportin Beta , darbepoetin alpha

3) Epoetin :Dosis awal 50-150 U/kg berat badan diberikan 3 kali

seminggu selama minimal 4 mingu, jika tidak ada respon dosis

dinaikkan 300 U/kg diberikan 3 kali seminggu 4-8 minggu setelah

dosis awal. Target: Hb 11-12 gram/dl

27
4) Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia defisiensi

besi

5) Monitoring selama terapi: setelah terapi selama 4 minggu

dilakukan pemeriksaan kadar Hb, dan 2-4 minggu kemudian. Jika

Hb meningkat <1 gram/dl, evaluasi ulang status besi dan

pertimbangkan pemberian suplemen besi. Jika Hb mencapai 12

gram/dl, diperlukan penyesuaian dosis. jika tidak ada respon

dengan dosis optimal dalam 8 minggu, berarti pasien tidak

responsif terhadap terapi agen erythropoetic

e. Transfusi darah : jika anemia sedang-berat (Hb <6.5 gram/dl) dan

bergejala

2. Anemia defisiensi besi

a. Terapi besi oral

preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat. Dosis anjuran adalah

3x200 mg. Setiap 200mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi

elemental. Pemberian sulfus ferosus 3x200 mg memberikan absorbsi

besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai

tia kali normal. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga

yang menganjurkan sampai 12 bulan.

b. Terapi besi parenteral

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50

mg besi/ml), iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah

iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral

diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan.

28
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam

folat)

a. Anemia defisiensi vitamin B12 yaitu suntikan vitamin B12 (100-1000

MCG/bulan) secara IM untuk kelainan absorpsi.

b. Anemia defisiensi asam folat yaitu 1 mg asam folat setiap hari dan

asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.

4. Anemia Aplastik

Terapi definitif untuk anemia aplastik adalah transplanatsi sumsum tulang

(TST). Regimen conditioning yang paling sering adalah siklofosfamid dan

ATG.

29
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
No MR : 088281
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Alamat : Panyakalan
Tanggal Masuk : 18 Desember 2020

II. ANAMNESIS :

Keluhan Utama
Badan terasa lemah sejak 2 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :
 Pasien mengeluhkan sakit kepala dan terasa terhimpit beban sejak 1 jam
SMRS.
 Pasien mengeluhkan badan terasa lemah, letih, dan kurang nafsu makan
sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien melakukan pemeriksaan
laboratorium dan ditemui pasien mengalami penurunan Hb
 Pasien ada mengeluhkan demam 2 hari SMRS
 Pasien tidak mengeluhkan sulit BAK namun tidak sebanyak dulu, BAK
berwarna putih berbusa
 BAB normal, tidak ada darah dan lendir. Pada hari pertama pasien masuk
RS pasien mengatakan BABnya berwarna hitam
 Pasien tidak mengeluhkan mual mutah, tetapi mengeluhkan rasa
pengecapannya yang pahit
 Pasien tidak ada mengeluhkan sesak nafas

30
 Pasien tidak ada mengeluhkan pernafasan kusmaul
 Pasien tidak mengeluhkan bengkak dan edam anasarka
 Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur
 Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada
 Nyeri pada bagian pinggang disangkal
 Rasa kesemutan dan terbakar ditelapak kaki juga disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien pernah dirawat dengan penyakit serupa dalam beberapa tahun
terakhir
 Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi obat hipertensi namun tidak teratur
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung
 Riwayat penyakit paru disangkal
 Riwayat penyakit DM disangkal
 Riwayat kolesterol disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal
 Ayah kandung pasien juga memiliki riwayat hipertensi
 Riwayat penyakit DM disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal

Riwayat Psikososial
Pasien seorang perempuan usia 54 tahun tinggal bersama suaminya dan
sehari- hari bekerja sebagai petani. Pasien memiliki kebiasaan minum kopi ±2kali
sehari. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi alkohol

31
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Coorperative
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.2 C
Berat badan : 60 kg

IV. STATUS GENERALISATA


Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), pucat (+), turgor kulit normal
Kepala : Normocepali, rambut sedikit beruban dan tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor kiri kanan, reflek cahaya (+)
Telinga : Massa (-), bengkak pada auriculara (-), nyeri tarik daun telinga (-)
Hidung : Septum nasal simetris, sekret (-), cuping hidung (-)
Mulut : Bentuk normal, tidak ada kelainan, atrofi lidah (-), bibir kering (-)
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, Tidak ada pembesaran KGB dan tyroid

Thorak
Paru:
Inspeksi : Dinding dada terlihat simetris kiri dan kanan dalam
keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fokal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler, rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak telihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, 2 jari di linea axilaris anterior RIC VI

32
Perkusi : Batas kanan: RIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri: RIC VI linea axilaris anterior sinistra
Batas atas: RIC II linea parasternalis sinistra
Kesan batas jantung melebar : kardiomegali
Auskultasi : Irama reguler, mur-mur (-), S3 gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), Venentrasi (-), Sikatrik (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan(-), nyeri lepas(-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Tympani
Shifting dullness (-), undulasi(-), CVA (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ektremitas
Superior
Inspeksi : Edema (-/-), Sianosis (-/-), Palmer eritem (-/-).
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat, pulsasi A.radialis,
A.ulnaris, A.brachialis kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), Sensibilitas kasar (+)
Inferior
Inspeksi : Edema (-/-), Sianosis (-/-)
Palpasi :Pitting udem (-/-), CRT < 2detik, akral hangat.
Pulsasi A.Femoralis, A.Dorsalis pedis, A.Tibialis
posterior, dan A.Poplitea kuat angkat

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN


PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 18 Desember 2020
 Pemeriksaan darah rutin :
o Hb : 7.4 g/dL (LL)

33
o Eritrosit : 2.53 106/mm3 (L)
o Hematokrit : 21.8 % (L)
o MCV : 86,2 fL (N)
o MCH : 29.2 pg/cell (N)
o MCHC : 33.9 (N)
o RDW CV : 11.7 % (N)
o Leukosit : 8.6 103mm3 (N)
o Trombosit : 229 103mm3 (N)

 Kimia klinik :
o Ureum : 132 mg/dl (H)
o Kreatinin : 10.29 mg/dl (HH)
o Glukosa Darah : 148 mg/Dl (N)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 21 Desember 2020


 Pemeriksaan darah rutin :
o Hb : 10.0 g/dL (L)
o Eritrosit : 3.48 106/mm3 (L)
o Hematokrit : 28.0 % (L)
o MCV : 80,5 fL (L)
o MCH : 28.7 pg/cell (N)
o MCHC : 35.7 (N)
o RDW CV : 14.0 % (N)
o Leukosit : 6.6 103mm3 (N)
o Trombosit : 199 103mm3 (N)

34
Pemeriksaan penunjang tanggal 18 Desember 2020
Pemeriksaan EKG

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Primer : CKD stage V
Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage II & Anemia sedang normositik
normokrom
VII. DIAGNOSIS BANDING
AKI (Acute Kidney Injury)
Kardiomegali

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

 Rontgen toraks

 Analisa gas darah

35
 USG ginjal

 Hapusan darah tepi

IX. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
 Bed rest
 Diet Makanan Lunak Rendah Garam
 Pembatasan cairan dan elektrolit
Farmakologis
 Transfusi PRC 3 unit, 1 unit/hari pre Lasix 1 amp
 IVFD RL 24 jam/kolf
 Candesartan 1 x16mg  Furosemide 1 x 40mg
 Amlodipine 1 x 10mg  Asam folat 2 x 1mg
 Nifedipin 3 x 10mg  Bicarbonat 3 x 1
 Bisoprolol 1 x 5mg

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

36
Follow Up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planing

Jumat 18 -badan terasa letih KU: sakit CKD Stage V -Monitoring TTV
desember (+) sedang E.C Hipertensi -Transfusi PRC 3
2020 -tampak pucat TD : 190/100 Stage II + unit
Rawatan hari -Tidak nafsu makan mmHg Anemia Sedang 1 unit/hari pre
ke-1 -Tidak sulit BAK, Nadi : 90 Normositik Lasix
BAK putih berbusa x/menit Normokrom E.C -IVFD RL
-BAB berwarna Nafas : 32 Penyakit Kronik 24jam/kolf
hitam x/menit -Candesartan
suhu : 36,7 oC 1x16
Hb : 7,4 -Amlodipine 1x10
Ureum : 132 -Asam folat 2x1
mg/dl -Bicarbonat 3x1
Kreatinin : -Diet MLRG
10,29 mg/dl -Rontgen Thorak

37
Sabtu 19 - badan terasa letih KU:sakit CKD Stage V -Monitoring TTV
Desember (+) sedang E.C Hipertensi -Transfusi PRC
2020 - tampak pucat TD : 160/90 Stage II + 1 unit/hari pre
Rawatan hari - nafsu makan mmHg Anemia Sedang Lasix
ke-2 sedikit membaik Nadi : 80 Normositik -IVFD RL
-Tidak sulit BAK, x/menit Normokrom E.C 24jam/kolf
BAK putih berbusa Nafas:18x/ Penyakit Kronik -Candesartan
-BAB normal menit 1x16
suhu : 36,9oC -Amlodipine 1x10
-Asam folat 2x1
-Bicarbonat 3x1
-Diet MLRG
Minggu 20 - badan terasa letih KU: sakit CKD Stage V -pantau TTV
Desember (+) sedang E.C Hipertensi -Tranfusi darah 1
2020 - tampak pucat TD : 167/98 Stage II + unit/hari pre lasix.
Rawatan hari - nafsu makan mmHg Anemia Sedang -IVFD RL
ke-3 sedikit membaik Nadi : 75 Normositik 24jam/kolf
-Tidak sulit BAK, x/menit Normokrom E.C -Candesartan
BAK putih berbusa Nafas:18x/ Penyakit Kronik 1x16
-BAB normal menit -Amlodipine 1x10
suhu : 36,1oC -Asam folat 2x1
-Bicarbonat 3x1
-Diet MLRG

38
Senin 21 - badan terasa letih KU: sakit CKD Stage V -pantau TTV
Desember (+) sedang E.C Hipertensi -Nifedipin 3x10
2020 - anemis (-) TD : 160/80 Stage II + -Bisoprolol 1x5
Rawatan hari - nafsu makan mmHg Anemia Sedang -Furosemid 1x40
ke- 4 membaik Nadi : 80 Normositik -Asam folat 2x1
-Tidak sulit BAK, x/menit Normokrom E.C -Bicarbonat 3x1
BAK putih berbusa Nafas:20x/ Penyakit Kronik -Diet MLRG
-BAB normal menit
suhu : 36,2oC
anemis (-)
Hb : 10 g/dL
- badan terasa letih KU: sakit - pantau TTV

Selasa 22 (-) sedang CKD Stage V -Nifedipin 3x10

Desember - pucat (-) TD : 160/80 E.C Hipertensi -Bisoprolol 1x5

2020 - nafsu makan mmHg Stage II + -Furosemid 1x40

Rawatan hari membaik Nadi : 80 Anemia Sedang -Asam folat 2x1

ke-5 -Tidak sulit BAK, x/menit Normositik -Bicarbonat 3x1


BAK putih berbusa Nafas:20x/ Normokrom E.C -Diet MLRG
- BAB normal menit Penyakit Kronik -Pasien boleh
suhu : 36oC pulang
anemis (-) -Sebaiknya pasien
melakukan
Hemodialisa

39
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 54 tahun dirawat di

RSUD M Natsir Solok masuk bangsal interne pada tanggal 18 desember

2020 dengan diagnosa CKD Stage V E.C Hipertensi + Anemia sedang

normositik normokrom E.C Penyakit kronik.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesa pasien mengeluhkan sakit

kepala dan terasa terhimpit beban sejak 1 jam SMRS dan juga badan terasa

lemah, letih, dan kurang nafsu makan sejak 2 hari SMRS. Pasien ada

mengeluhkan demam ± 2 hari SMRS. Pasien tidak mengeluhkan sulit

BAK namun tidak sebanyak dulu, BAK berwarna putih berbusa. BAB

normal, tidak ada darah dan lendir. Pada hari pertama pasien masuk RS

pasien mengatakan BAB nya berwarna hitam.

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu dan tidak

terkontrol. Pasien memiliki kebiasaan minum kopi ± 2 kali sehari. Pasien tidak

memiliki kebiasaan merokok. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak

40
pucat, dan konjungtiva anemis (+/+) dan pada pemeriksaan thorak tidak

ditemukan adanya rohnki (-/-) dan wheezing (-/-) dan pada pemeriksaan thorak

ditemukan pembesaran jantung, tekanan darah mencapai 160/80 mmHg, suhu

mencapai 36,2oC dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7,4 gr/dL,

MCV 86,2 fL, MCH 29,2 pg/cell, ureum 132mg/dl, Kreatinin 10,29 mg/dl . Oleh

karena itu pasien tersebut dapat didiagnosa CKD Stage V E.C Hipertensi Stage II

+ Anemia Sedang Normositik Normokrom E.C Penyakit Kronik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setia S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar penyakit
dalam jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2161-283
2. Alwi, Idrus dkk. Panduan Praktis Klinis (Prosedur di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Cetakan ke-3. Jakarta Pusat: Interna Publishing.2016
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset kesehatan dasar dalam angka Provinsi Sumatera Barat. Bakti
Husada;2013.
4. Harmeiwaty E dkk. 2019. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia.
5. Profil Kesehatan Indonesia,2012. http://www,depkes,go,id/resources/
download/pustadin/profil-kesehatan Indonesia
6. Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
7. Mairos J dkk.Screening for Anemia and Iron Deficiency in the Adult
Portuguese Population..Internal Medicine Journal. 2020; doi:
10.1155/2020/1048283.
8. Krisnanda MK. Hipertensi. Universitas Udayana : Ilmu Penyakit Dalam.
2017.
9. Kandarini Y. Strategi Pemilihan Terapi Kombinasi Obat Hipertensi.
Denpasar : Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal dan Hipertensi. 2016.

41
10. Oehadian, A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. continuing medical
education,39 (6), 407-412; 2012.
11. Setia S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, I Made. Buku ajar penyakit
dalam jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:257-335
12. Orychonski R. Clinicol porodigms Anemia of chronic diseose: A hormful
disorder or on odoptive.79(4): 333-337;2012.

42

Anda mungkin juga menyukai