Anda di halaman 1dari 32

REFARAT

HIPERTENSI

Pembimbing:
dr. Kamal K. Ilyas, Sp. JP

Oleh :
Hubert Halim 190131071
Lintong M. Yohanna Siregar 190131087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Kamal K. Ilyas, Sp. JP

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan
judul “Hipertensi”. Penulisan Refarat ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.
Semoga makalah refarat ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.

Medan, 20 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
...................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi Tekanan Darah........................................................................................3
2.2 Pengukuran Tekanan Darah .................................................................................3
2.3 Definisi Hipertensi ...............................................................................................6
2.4 Epidemiologi........................................................................................................7
2.5 Klasifikasi ............................................................................................................7
2.6 Patofisiologi .........................................................................................................9
2.7 Faktor Resiko .....................................................................................................12
2.8 Diagnosis............................................................................................................13
2.8.1 Anamnesis.....................................................................................13
2.8.2 Pemeriksaan Fisik.........................................................................13
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang................................................................14
2.8.4 Konfirmasi Diagnosis Hipertensi.................................................14
2.8.4.1 Home Monitoring Blood Pressure ..................................15
2.8.4.2 Ambulatory Monitoring Blood Pressure ........................15
2.9 Tatalaksana.........................................................................................................16
2.9.1 Farmakologi..................................................................................16
2.9.2 Non Farmakologi..........................................................................20
2.10 Komplikasi .......................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24

iii
iv
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Tekanan darah arteri.......................................................................................3


2. Gambar 2.2 Aliran darah melalui arteri brakialis...............................................................5
3. Gambar 2.3 Patogenesis hipertensi....................................................................................10
4. Gambar 2.4 Faktor-faktor penyebab aktivasi sistem saraf simpatis...................................11
5. Gambar 2.5 Autoregulasi tekanan darah terkait dengan sistem RAA................................12
6. Gambar2.6 Penapisan dan diagnosis hipertensi.................................................................15
7. Gambar2.7 Batasan Tekanan Darah untuk Diagnosis Hipertensi......................................16
8. Gambar 2.8 Strategi Penatalaksanaan Hipertensi Tanpa Komplikasi................................17
9. Gambar 2.9 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan Penyakit Arteri Koroner...............17
10. Gambar 2.10 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan penyakit ginjal kronis.................18
11. Gambar 2.11 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan Gagal Jantung ............................18
12. Gambar 2.12 Obat Antihipertensi Oral..............................................................................19

v
DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Definisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah kantor...................................6


2. Tabel 2.2 Definisi hipertensi berdasarkan tingkat tekanan darah di rumah..................6

vi
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat serta
hubungannya dengan penyakit kardiovaskular, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal.
Hipertensi juga menjadi faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. (Fitri, 2015)
Data WHO 2015 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di dunia mencapai sekitar
1,13 miliar individu, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penderita
hipertensi diperkirakan akan terus meningkat mencapai 1,5 miliar individu pada tahun 2025,
dengan kematian mencapai 9,4 juta individu. (Adrian & Tommy, 2019)
Kriteria klinis untuk mendefinisikan hipertensi umumnya didasarkan pada rata-rata dua
atau lebih pembacaan tekanan darah yang duduk selama masing-masing dua atau lebih
kunjungan rawat jalan. Satu klasifikasi merekomendasikan kriteria tekanan darah untuk
menentukan tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi (stadium I dan II), dan hipertensi
sistolik terisolasi, yang sering terjadi pada orang tua. (Jameson et al., 2018)
Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk diet yang tidak
sehat (konsumsi garam berlebihan, diet tinggi lemak jenuh dan lemak trans, asupan buah dan
sayuran yang rendah), aktivitas fisik yang kurang, konsumsi tembakau dan alkohol, dan
kelebihan berat badan atau obesitas. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk
riwayat keluarga dengan hipertensi, usia di atas 65 tahun dan penyakit yang ada bersama
seperti diabetes atau penyakit ginjal. (WHO, 2019)
Pasien hipertensi sebanyak 80-95% didiagnosis memiliki hipertensi primer, atau esensial.
Pada 5-20% pasien hipertensi yang tersisa, gangguan mendasar yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah dapat diidentifikasi. Pada individu dengan hipertensi sekunder,
mekanisme spesifik untuk peningkatan tekanan darah sering lebih jelas. (Jameson et al.,
2018)
Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tidak menunjukkan tanda dan
gejala. Gejala biasanya timbul setelah 20 tahun menderita hipertensi dan baru diketahui
apabila terjadi beberapa komplikasi pada organ tubuh seperti jantung, ginjal, otak dan mata.
Hal tersebut menyebabkan pengobatan hipertensi terlambat dan dapat mengurangi harapan
2

hidup karena kelemahan fungsi organ-organ tersebut dapat mengakibatkan kecacatan bahkan
kematian. (Oktaviarini et al., 2019)

1.2 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:
a. Dapat mengerti dan memahami tentang hipertensi.
b. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan hipertensi.
c. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Refarat ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan pembaca
terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang hipertensi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI TEKANAN DARAH

Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh,
bergantung pada volume darah yang terkandung dalam pembuluh dan daya regang, atau
distensibilitas, dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut diregangkan). Tekanan
maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu darah disemprotkan ke dalam pembuluh
tersebut selama sistol, tekanan sistol, rerata adalah 120 mmHg. Tekanan minimal di dalam
arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil di hilir sewaktu
diastol, tekanan diastol, rerata adalah 80 mmHg. (Sherwood, 2016)

Gambar 2.1 Tekanan darah arteri


(Sherwood, 2016)

Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang ditimbulkan pada arteri ketika darah
dipompa ke dalam pembuluh tersebut sewaktu sistolik ventrikel. Tekanan diastolik adalah
tekanan terendah yang ditimbulkan pada arteri ketika darah mengalir keluar darinya ke
pembuluh di hilir sewaktu diastolik ventrikel. Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan
sistolik dan diastolik. Tekanan rerata adalah tekanan rata-rata di sepanjang siklus jantung.
(Sherwood, 2016)

2.2 PENGUKURAN TEKANAN DARAH

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik (atau fasilitas kesehatan) atau di
luar klinik (Home Blood Pressure Monitoring atau Ambulatory Blood Pressure Monitoring).
Perlu diperhatikan bahwa tekanan darah diukur secara hati-hati menggunakan alat ukur yang
tervalidasi. (PERHI, 2019)
4

Pengukuran tekanan darah perlu melakukan persiapan pasien, persiapan alat dan
bahan yang memadai, serta prosedur yang lege artis untuk mendapatkan hasil tekanan darah
yang representatif. (PERHI, 2019)
Persiapan pasien berupa :
 Pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun kesakitan.
Pasien dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
 Pasien tidak mengonsumsi kafein maupun merokok, ataupun olahraga minimal 30
menit sebelum pemeriksaan.
 Pasien tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan.
 Pasien tidak sedang menahan buang air besar maupun buang air kecil
 Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan
 Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman
 Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksaan.

Spigmomamometer:
 Pilihan spigmomanometer non air raksa : aneroid atau digital.
 Gunakan spigmomanometer yang telah divalidasi setiap 6-12 bulan.
 Gunakan ukuran manset yang sesuai dengan lingkar lengan atas (LLA)
 Ukuran manset standar : panjang 35 cm dan lebar 12-13 cm. Gunakan ukuran yang
lebih besar untuk LLA > 32 cm, dan ukuran lebih kecil untuk anak-anak.
 Ukuran ideal : panjang balon manset 80-100% LLA, dan lebar 40% LLA.

Posisi :
 Posisi pasien : duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi klinis)
 Pada posisi duduk, gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk
meminimalisasi kontraksi otot isometrik.
 Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung.
 Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.

Prosedur mengukur tekanan darah :


 Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga sekala sejajar dengan mata
pemeriksa, dan tidak dapat dilihat oleh pasien.
 Gunakan ukuran manset yang sesuai
5

 Pasang manset sekitar 2,5 cm diatas fossa antecubital


 Hindari pemasangan manset diatas pakaian
 Letakkan bagian bell stetoskop dibatas a.brachialis yang terlteak tepat dibawah
manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat digunakan untuk mengukur tekanan
darah sebagai alternatif bell stetoskop.
 Pompa manset sampai 180 mmHg atau 30 mmHg setelah suara nadi menghilang.
Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang (3mmHg/detik)
 Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan pengukuran
tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua memiliki perbeadaan >10mmHg.
Catat rerata tekanan darah, minimal dua dari hasil pengukuran terakhir.

Perubahan tekanan arteri sepanjang siklus jantung dapat diukur secara langsung dengan
menghubungkan sesuatu alat pengukur tekanan ke jarum yang dimasukkan ke sebuah arteri.
Namun, tekanan dapat diukur secara tidak langsung dengan lebih mudah dan cukup akurat
dengan sfigmomanometer, suatu manset yang dapat kembungkan dan dipasang secara
eksternal ke pengukur tekanan. Ketika maset dilingkarkan dengan udara, tekanan manset
disalurkan melalui jaringan ke arteri brakialis di bawahnya, pembuluh utama yang membawa
darah ke lengan bawah. (Sherwood, 2016)

Gambar 2.2 Aliran darah melalui arteri brakialis dalam hubungannya dengan tekanan maset dan bunyi.
(Sherwood, 2011)

Metode auskultasi untuk menentukan tekanan arteri sistolik dan diastolik. Stetoskop
ditempatkan di atas arteri antekubital dan manset tekanan darah meningkat di sekitar lengan
atas. Selama manset terus menekan lengan dengan tekanan yang terlalu sedikit untuk
menutup arteri brakialis, tidak ada suara yang terdengar dari arteri antekubital dengan
stetoskop. Namun, ketika tekanan manset cukup besar untuk menutup arteri selama bagian
dari siklus tekanan arteri, suara kemudian terdengar dengan setiap denyut nadi. (Guyton &
Hall, 2011)
Kemudian tekanan manset secara bertahap berkurang. Segera setelah tekanan dalam
manset turun di bawah tekanan sistolik, darah mulai menyelinap melalui arteri di bawah
6

manset selama puncak tekanan sistolik, dan seseorang mulai mendengar suara ketukan dari
antecubital. Segera setelah bunyi-bunyi ini mulai terdengar, tingkat tekanan yang ditunjukkan
oleh manometer yang terhubung ke manset hampir sama dengan tekanan sistolik. Ketika
tekanan pada manset lebih rendah lagi, suara Korotkoff berubah dalam kualitas, memiliki
kualitas penyadapan yang lebih sedikit dan kualitas ritmis dan lebih kasar. Kemudian,
akhirnya, ketika tekanan pada manset jatuh di dekat tekanan diastolik, bunyi tiba-tiba berubah
menjadi kualitas yang teredam. (Guyton & Hall, 2011)

2.3 DEFINISI HIPERTENSI

Hampir semua konsensus atau pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang
merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. (PERKI, 2015)
Tabel 2.1 Definisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah kantor (mmHg).
(ESC, 2013; PERHI, 2019)
Kategori TDS TDD
Optimal <120 mmHg Dan/atau < 80 mmHg
Normal 120-129 mmHg Dan/atau 80-84 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg Dan/atau 85-89 mmHg
Hipertensi Derajat 1 140-159 mmHg Dan/atau 90-99 mmHg
Hipertensi derajat 2 160-179 mmHg Dan/atau 100-109 mmHg
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 mmHg Dan/atau ≥ 110 mmHg
Hipertensi sistolik ≥ 140 mmHg Dan/atau < 90 mmHg
terisolasi

Tabel 2.2 Definisi hipertensi berdasarkan tingkat tekanan darah di kantor, rawat jalan, dan rumah.
(ESC, 2018)
Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mmHg) (mmHg)
Tekanan darah kantor ≥ 140 Dan/atau ≥ 90
Tekanan darah rawat jalan
Rata-rata siang hari (terjaga) ≥ 135 Dan/atau ≥ 85
Rata -rata waktu Malam ≥ 120 Dan/atau ≥ 70
(tidur)
Rata-rata 24 jam ≥ 130 Dan/atau ≥ 80
Rata-rata tekanan darah di ≥ 135 Dan/atau ≥ 85
rumah

2.4 EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI


7

WHO menyebutkan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang bertambah pada 2025 mendatang diperkirakan sekitar 29% warga
dunia terkena hipertensi. WHO menyebutkan negara ekonomi berkembang memiliki
penderita hipertensi sebesar 40% sedangkan negara maju hanya 35%, kawasan Afrika
memegang posisi puncak penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%. Kawasan Amerika sebesar
35% dan Asia Tenggara 36%. Kawasan Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang
setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita hipertensi. (Praeni, 2019)
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 34,1%, tetapi yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan riwayat minum obat hanya sebesar
8,8%. Angka prevalensi tertinggi di Indonesia ditemukan di Kalimantan Selatan (44,13%),
diikuti Jawa Barat (39,60%), Kalimantan Timur (39,30%) dan Jawa Tengah (37,57%).
(Riskesdas, 2018; Praeni, 2019)
Prevalensi penderita hipertensi di provinsi Sumatera Utara tahun 2018 sebesar 29,19%
dan angka tersebut meningkat dari tahun 2007 dan 2013. Angka prevalensi hipertensi yang
didiagnosis dokter sebesar 5,52% dan yang minum obat anti hipertensi sebesar 6,07%.
Berdasarkan angka tersebut, masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosis oleh dokter
dan yang minum obat anti hipertensi. (Riskesdas Provinsi Sumatera Utara, 2018)
Berdasarkan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara angka tertinggi hipertensi berada
di Kabupaten Karo yaitu sebesar 45,49% dan diikuti oleh Kabupaten Tapanuli Utara sebesar
41,02%, diikuti oleh Kabupaten Samosir 38,99%, Kabupaten Humbang Hasundutan 37,69%
dan Kabupaten Dairi sebesar 37,30%. Sedangkan, prevalesi hipertensi di Kota Medan sebesar
25,21%. (Riskesdas Provinsi Sumatera Utara, 2018).

2.5 KLASIFIKASI HIPERTENSI

Terdapat dua golongan besar hipertensi, hipertensi primer (esensial) dan hipertensi
sekunder (non esensial) tergantung penyebabnya. (Sherwood, 2016)
 Hipertensi primer (esensial)
Sekitar 90% dari pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang meningkat atau tidak ada
alasan yang jelas, dan dianggap memiliki hipertensi esensial. Hipertensi esensial lebih
merupakan deskripsi daripada diagnosis, hanya menunjukkan bahwa pasien
memanifestasikan temuan fisik tertentu (tekanan darah tinggi) atau yang tidak ditemukan
penyebabnya. (Lilly, 2016)
8

Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh beragam kausa tak diketahui dan bukan suatu entitas tunggal. Orang
memperlihatkan kecenderungan genetik yang kuat untuk mengidap hipertensi primer, yang
dapat dipercepat atau diperburuk oleh faktor kontribusi misalnya obesitas, stres, merokok,
atau kebiasaan makan. (Sherwood, 2016)
Berbagai penyebab potensial bagi hipertensi primer yang saat ini sedang diteliti, yaitu:
 Gangguan penanganan garam oleh ginjal
 Asupan garam berlebihan
 Diet yang kurang mengandung buah, sayuran, dan produk susu (yaitu, rendah K+ dan
Ca2+)
 Kelainan membran plasma misalnya gangguan Na+-K+
 Kelainan pada NO, endotelin, dan bahan kimia vasoaktif yang bekerja lokal lainnya
 Kelebihan vasopresin

 Hipertensi sekunder (non esensial)


Sebanyak 5-10% dari penderita hipertensi merupakan penderita hipertensi sekunder.
Meskipun hipertensi esensial mendominasi gambaran klinis, penyebab struktural atau
hormonal yang pasti untuk hipertensi dapat ditemukan pada sebagian kecil pasien.
Identifikasi kasus hipertensi sekunder penting karena kondisi yang mendasari mungkin
memerlukan terapi berbeda dari yang diberikan untuk hipertensi esensial dan dapat
disembuhkan. Selain itu, jika hipertensi sekunder dibiarkan tidak terkendali, perubahan
kardiovaskular adaptif dapat berkembang analog dengan orang-orang dari hipertensi esensial
lama yang dapat menyebabkan tekanan tinggi untuk bertahan bahkan setelah penyebab yang
mendasarinya diperbaiki. (Lilly, 2016)
Berdasarkan Setiati et al. (2014), untuk hipertensi sekunder sendiri ditemukan penyebab
seperti, antara lain :
a. Akibat penyakit lainnya : penyakit ginjal kronik, cushing syndrome, obstructive sleep
apnea, penyakit paratiroid, primary aldosteronism, penyakit renovaskular, penyakit
tiroid.
b. Obat-obatan :
1. Prednison, fludrokortison, triamsolon.
2. Amfetamin / anorektik : phendimetrazine, phentermine, sibutramine.
3. Anti-vaskular endothelial growth factor (Anti-VEGF) agents.
4. Kontrasepsi oral combinasi.
9

5. Calcineurine inhibitors : siklosporin, tacrolimus.


6. Dekongestan : phenylpropanolamine, dan analog.
7. Erythropoiesis stimulating agents : erypthopoetin, darbepoetin.
8. NSAIDs, COX-2 inhibitors, venlafaxine, bupropion, bromokriptin, buspirone,
carbamazepine, clozapine, ketamine, metoklopramid.
c. Makanan : sodium, etanol, licorice.
d. Obat jalan yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut : cocaine, ephedra
alkaloids, herbal ecstasy.

Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi


diastolik, hipertensi sistolik dan hipertensi campuran. Hipertensi diastolik yaitu peningkatan
tekanan darah diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan darah sistolik. Biasanya ditemukan
pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi sitolik adalah peningkatan tekanan darah sitolik
tanpa diikuti peningkatan tekanan darah diastolik. Biasanya ditemukan pada usia lanjut.
Hipertensi campuran adalah peningkatan tekanan darah pada sistolik dan diastolik.
(Rachman, 2016)

2.6 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI

Menurut Yogiantoro (2014) penyebab terjadinya hipertensi disebabkan oleh berbagai


faktor dan tidak bisa diterangkan hanya dengan satu faktor penyebab. Pada akhirnya
kesemuaanya itu akan menyangkut kendali natrium (Na) di ginjal sehingga tekanan darah
meningkat. Ada empat faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi:
1. Peran volume intravascular
Menurut Kaplan tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara cardiac
output (CO) atau curah jantung (CJ) dan total perifer resisten (TPR) yang masing-
masing dipengaruhi oleh beberapa faktor. Volume intravaskular merupakan
determinan utama untuk kestabilan tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung
keadaan TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl
meningkat, maka ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini
juga akan meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi NaCl ini melebihi ambang
kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume intravaskular
meningkat. Pada gilirannya CO dan CJ akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi
volume intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring dengan
10

perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur CO dan CJ akan
turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah
akan menurun, sebaliknya bila TPR vasokonstriksi tekanan darah akan meningkat.
(Yogiantoro, 2014)

Gambar 2.3 Patogenesis hipertensi


(Racman, 2016; Kaplan, 2010)
2. Peran kendali saraf otonom
Persarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah saraf sistem saraf
simpatis, yang mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal)
melalui neurotransmiter : katekolamin, epinefrin, maupun dopamine, serta saraf
parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi saraf simpatis. Regulasi simpatis dan
parasimpatis berlangsung independen tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan
tetapi terjadi secara otomatis sesuai siklus sikardian. (Yogiantoro, 2014)
Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal, otak serta
dinding vaskular pembuluh darah ialah reseptor α1, α2, β1 dan β2. Belakangan
ditemukan reseptor β3 di aorta yang ternyata kalau dihambat dengan beta bloker β1
selektif yang baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi melalui
peningkatan nitrit oksida. (Yogiantoro, 2014)
Neurotransmiter ini akan meningkatkan denyut jantung atau Heart Rate (HR)
lalu di ikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga tekanan darah akan meningkat dan
akhirnya akan mengalami agregrasi platelet. Peningkatan neurotransmiter NE ini
mempunyai efek negatif terhadap jantung, sebab di jantung ada reseptor α1, β1, β2
yang akan memicu terjadinya kerusakan miokard, hipertrofi, dan aritmia dengan
akibat progresivitas dari hipertensi aterosklerosis. (Yogiantoro, 2014)
11

Gambar 2.4 Faktor-faktor penyebab aktivasi sistem saraf simpatis


(Racman, 2016; Kaplan, 2010)

3. Peran Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)


Tekanan darah yang menurun akan memicu refleks baroreseptor. Renin akan
disekresi, lalu angiotensin I (AI), angiotensin II (AII), dan seterusnya sampai tekanan
darah meningkat kembali. Begitulah secara fisiologis autoregulasi tekanan darah
terjadi melalui aktifasi dari sistem RAA. Secara fisiologis sistem RAA akan
mengikuti kaskade seperti tampak pada gambar 2.11 dibawah ini. (Yogiantoro, 2014)

Gambar 2.5 Autoregulasi tekanan darah terkait dengan sistem RAA


(Racman, 2016; Kaplan, 2010)
12

Proses pembentukan renin dimulai dari pembentukan angiotensinogen yang di


buat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan di rubah menjadi angiotensin I oleh
renin yang dihasilkan oleh makula densa appartatus juxtaglomerulus ginjal. Lalu
angiotensin I akan dirubah menjadi angiotensin II oleh enzim (angiotensin converting
enzime) ACE. Akhirnya angiotensin II ini akan bekerja pada reseptor-reseptor yang
terkait AT1, AT2, AT3, AT4. (Yogiantoro, 2014)

4. Peran dinding vaskular pembuluh darah


Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit yang
berlanjut terus menerus sepanjang usia. Paradigma yang baru tentang hipertensi
dimulai dengan disfungsi endotel, lalu berlanjut menjadi disfungsi vaskular, vaskular
biologis berubah, lalu berakhir dengan Target Organ Damage. (Yogiantoro, 2014)

2.7 FAKTOR RISIKO HIPERTENSI

Faktor risiko terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang
dapat dikontrol dan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol. (Booth et al. 2017; AHA, 2014)
a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
1. Usia
Usia dikategorikan sebagai <40 tahun, 40 hingga 59 tahun, dan ≥ 60 tahun.
2. Ras/etnis
Ras/etnis didefinisikan sebagai kulit putih non-hispanik, hitam non hispanik, dan
hispanik.
3. Keturunan
Kecenderungan menderita hipertensi dalam keluarga. Jika orang tua memiliki
riwayat hipertensi, kemungkinan akan diturunkan kepada keturunannya.
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol
1. Indeks massa tubuh (IMT)
Orang dengan indeks massa tubuh (IMT) 25 atau lebih tinggi cenderung
mengembangkan hipertensi.
2. Merokok dan asap rokok
Merokok dapat meningkatkan risiko arteri rusak dan meningkatkan tekanan darah
sementara. Dan paparan asap orang lain meningkatkan risiko penyakit jantung bagi
bukan perokok.
13

3. Aktivitas fisik
Gaya hidup yang tidak aktif membuatnya lebih mudah menjadi kelebihan berat
badan dan meningkatkan kemungkinan hipertensi.
4. Konsumsi alkohol
Penggunaan alkohol yang berat dan teratur dapat sangat meningkatkan tekanan
darah.
5. Stres
6. Pola makan yang buruk, terutama yang mengandung terlalu banyak garam.

2.8 DIAGNOSIS
2.8.1 ANAMNESIS

Anamnesis meliputi keluhan yang sering dialami, lama hipertensi, ukuran tekanan darah
sebelumnya, obat antihipertensi yang dikonsumsi sebelumnya, riwayat penyakit penyerta
seperti gagal jantung, trasient ischemic attack (TIA), diabetes, dislipidemia, gagal ginjal
kronik, riwayat rokok dan alkohol, riwayat keluarga, dan tanda penyakit sekunder seperti
sesak napas, palpitasi, edema, nyeri kepala, penglihatan buram, nocturia ataupun hematuria.
(Unger et al, 2020)

2.8.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum : memperhatikan keadaan


khusus seperti : Cushing, Feokromasitoma. Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan
kanan dalam keadaan duduk ataupun berbaring. funduskopi. Palpasi dan auskultasi arteri
karotis untuk menilai stenosis ataupun oklusi. Pemeriksaan Jantung untuk mencari adanya
tanda-tanda gagal jantung. Bunyi S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta.
Kadang ditemukan murmur diastolik akibaat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau
presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan S3
(gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Paru juga perlu diperhatikan apakah ada suara
napas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan
untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa dan asites. Arteri radialis, arteri femoralis
dan arteri dorsalis pedia juga perlu diraba. (Sudoyo et al, 2014)

2.8.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


14

1. Pemeriksaan darah
a. Kadar glukosa
b. Hemoglobin/hematokrit
c. Lipid profile
d. Serum creatinin
e. Kadar natrium dan kalium
2. Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit
3. EKG
Untuk mendeteksi apakah terdapat atrial fibrilasi, left ventricular hipertrophy (LVH), dan
ischemic heart disease (Unger et al, 2020)

2.8.4 KONFIRMASI DIAGNOSIS HIPERTENSI

Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan satu kali pemeriksaan,
kecuali pada pasien dengan tekanan darah (TD) yang sangat tinggi, misalnya hipertensi
derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi. misalnya retinopati
hipertensif dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
Sebagian besar pasien, pengukuran berulang di klinik bisa menjadi strategi untuk konfirmasi
peningkatan TD persisten, juga untuk klasifikasi dan derajat hipertensi. Strategi pengukuran
TD di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk konfirmasi diagnosis hipertensi sangat
dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di rumah dapat juga mendeteksi adanya hipertensi
jas putih, hipertensi terselubung, dan juga kasus lain. (PERHI, 2019)

Gambar 2.6 Penapisan dan Diagnosis Hipertensi (PERHI, 2019)


15

2.8.4.1 HOME BLOOD PRESSURE MONITORING (HBPM)

HBPM adalah sebuah metoda pengukuran tekanan darah yang dilakukan sendiri oleh
pasien di rumah atau di tempat lain di luar klinik. Pengukuran tekanan darah pada HBPM
dilakukan dengan menggunakan alat osilometer yang sudah divalidasi secara internasional
dan disarankan untuk melakukan kalibrasi alat setiap 6-12 bulan. (PERHI, 2019)

Prosedur :

1. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk, dengan kaki menapak dilantai, punggung
bersandar di kursi atau dinding dan lengan diletakkan pada permukaan yang datar
(meja, setinggi letak jantung).
2. Bila pasien melakukan olahraga maka pengukuran dilakukan 30 menit setelah selesai
berolahraga.
3. Pada saat pengukuran, pasien tidak boleh mengobrol atau menyilangkan kedua
tungkai.
4. Tekanan darah diperiksa pada pagi dan malam hari.
5. Pengukuran pada pagi hari dilakukan 1 jam setelah bangun tidur, pasien telah buang
air kecil, sebelum sarapan dan sebelum minum obat.
6. Pada malam hari pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum tidur.
7. Pengukuran dilakukan minimal 2 kali setiap pemeriksaan dengan interval 1 menit
8. Hasil akhir merupakan rerata dari minimal 2 kali pemeriksaan dalam waktu 3 hari
atau lebih (dianjurkan 7 hari) dengan membedakan hasil pengukuran pagi dan malam
hari.
9. Pengukuran pada hari pertama diabaikan dan tidak dimasukkan dalam catatan.

2.8.4.1 AMBULATORY BLOOD PRESSURE MONITORING (ABPM)

ABPM adalah suatu metoda pengukuran tekanan darah selama 24 jam termasuk saat tidur,
dan merupakan metoda akurat dalam konfirmasi diagnosis hipertensi. Pemeriksaan ABPM
hendaknya dilakukan pada hari kerja normal. Pengukuran TD hendaknya berselang 20-30
menit selama pagi-siang hari dan setiap 30-60 menit pada malam hari. Pemeriksaan ABPM
dianggap representatif bila terdapat minimal 70-85% hasil pengukuran TD valid untuk dapat
dianalisis. (PERHI, 2019)
16

Gambar 2.7 Batasan Tekanan Darah untuk Diagnosis Hipertensi (PERHI, 2019)

2.9 TATALAKSANA
2.9.1 FARMAKALOGI

(1) Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Bila
memungkinkan dalam bentuk Single Pill Combination (SPC), untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
(2) Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-angiotensin
system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau diuretik.
(3) Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan bila ada
indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol denyut
jantung.
(4) Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah (TDS
<150 mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan berisiko sangat tinggi,
pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.
(5) Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB), CCB,
dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
(6) Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada
kontraindikasi.
(7) Penambahan obat golongan lain pada kasus bila TD belum terkendali dengan kombinasi
obat golongan di atas.
(8) Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan. (PERHI, 2019)
17

Gambar 2.8 Strategi Penatalaksanaan Hipertensi Tanpa Komplikasi (PERHI, 2019)

Gambar 2.9 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan Penyakit Arteri Koroner (PERHI, 2019)
18

Gambar 2.10 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan penyakit ginjal kronis (PERHI, 2019)

a) PGK didefinisikan sebagai eLFG <60 ml/menit/1,72 m2 dengan atau tanpa proteinuria.
b) Gunakan loop diuretic jika eLFG <30/ml/menit/1,72 m2, karena thiazide/thiazide-like
diuretic efektivitasnya lebih rendah/tidak efektif pada eLFG yang serendah ini.
c) Peringatan: risiko hiperkalemia dengan spironolakton, terutama jika eLFG <45
ml/menit/1,72 m2 atau nilai awal K+ >4,5 meq/L.

Gambar 2.11 Strategi Pengobatan pada Hipertensi dan Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Menurun

a) MRA = mineralocorticoid receptor antagonist. Pertimbangkan angiotensin


receptor/neprilysin inhibitor daripada ACEi atau ARB
b) Diuretik yang dimaksud adalah thiazide/thiazide-like diuretic. Pertimbangkan loop
diuretic sebagai obat pilihan lain pada pasien edema.
c) MRA (spironolakton atau eplerenon).
19

2.9.1.1 DOSIS OBAT ANTIHIPERTENSI PILIHAN


20

Gambar 2.12 Obat Antihipertensi Oral (PERHI, 2019)

2.9.2 NON FARMAKOLOGI

1. Penurunan berat badan

Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.

2. Mengurangi asupan garam

Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada
kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet
rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari

3. Olahraga

Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/
minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki
waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan
21

kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat
kerjanya.

4. Mengurangi konsumsi alkohol


Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita,
namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per
hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah.
Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu
dalam penurunan tekanan darah.
5. Berhenti merokok

Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan
tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok. (Perki, 2015)

2.10 KOMPLIKASI

1. Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2. Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh darah
tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan
oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung,yang
pada akhirnya dapat menjadi infark.

3. Ginjal
22

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan
darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga
akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai
akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi
pada hipertensi kronik

4. Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina.
Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin
berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan.Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat
tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata
akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran
darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak
menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir
(Nuraini, 2015)
23

BAB III

KESIMPULAN X

Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan yang berulang. Terdapat dua
golongan besar hipertensi yaitu hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder (non
esensial) tergantung penyebabnya. Pasien hipertensi primer memiliki tekanan darah yang
meningkat atau tidak ada alasan yang jelas sedangkan pada pasien dengan hipertensi
sekunder memiliki tekanan darah yang meningkat akibat penyakit yang mendasari. Untuk
diagnosis hipertensi perlu dilakukan anamnesis terkait gaya hidup, riwayat keluarga, riwayat
penggunaan obat-obatan dan penyakit penyerta selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik
berupa pengukuran tekanan darah dan jika perlu dilakukan juga pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan hipertensi adalah dengan pemberian obat antihipertensi dan perubahan gaya
hidup. Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tidak menunjukkan tanda dan
gejala. Gejala biasanya timbul setelah 20 tahun menderita hipertensi dan baru diketahui
apabila terjadi beberapa komplikasi pada organ tubuh seperti jantung, ginjal, otak dan mata.
24

DAFTAR PUSTAKA

Adrian & Tommy. 2019, ‘Hipertensi Esensial: Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru pada
Dewasa’, CDK-274, vol. 46, no. 3, pp. 1.

American Heart Association (AHA). 2014. Understanding and Controlling Your High Blood
Pressure, United States of America.

Booth, J.N., Li, J., Zhang, L., Chen, L., Muntner, P., Egan, B., 2017. Hypertension: Trends in
Prehypertension and Hypertension Risk Factors in US Adults, American Heart
Association, Vol. 70, Issue 2 , pp.  275-284.

European Society of Cardiology. 2013. 013 ESH/ESC Guidelines for the management of
arterial hypertension, European Heart Journal (2013), vol. 34, pp. 2165.

European Society of Cardiology. 2018. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of
arterial hypertension, European Heart Journal (2018), vol. 39, pp. 3036-3056.

Fitri, D.R., 2015. Diagnose Enforcement and Treatment of High Blood Pressure, J Majority,
Vol. 4, No.3, pp. 47-51.

Guyton & Hall. 2011, Text book of Medical Physiology, 12th edn, Saunders Elsevier, United
States of America, pp. 170-171.

Jameson, J.L., Kasper, D.L., Longo, D.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L., & Loscalzo, J. 2018,
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 20th edn, McGraw-Hill Education,
United States of America, pp. 1895-1901.

Kaplan, N.M. 2010, Primary Hipertension: pathogenesis. Kaplan’s clinical Hypertension.


10th edn. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, pp. 44-108.

Lily, L.S. 2016, Pathophysiology of Heart Disease, 6th edn, Wolters Kluwer, China, pp. 311-
323.

Nuraini, B., 2015, Risk Factors Of Hypertension, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,
Lampung.

Oktaviarini, E., Hadisaputro, S., Chasani, S., Suwondo, A., Setyawan, H. 2019, Faktor yang
Berisiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah Perimeter Pelabuhan,
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, vol. 4, no. 1, pp. 36.

Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. 2019, Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi


2019, Jakarta, pp. 23-48.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015, Pedoman Tatalaksana


Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama, Jakarta, pp. 1-6.
25

Praeni, R.R. 2019, ‘Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Gangguan Kebutuhan Rasa
Nyaman Nyeri pada Klien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas KORPRI
Bandar Lampung Tahun 2019’, Repository Poltekkes Tanjungkarang.

Racman, R. 2016, ‘Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik
RSUD RAA Soewondo Pati’, Repository Institusioal UNDIP.

Riskesdas, 2018, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Nasional Tahun 2018,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Riskesdas Provinsi Sumatera Utara. 2018, Laporan Provinsi Sumatera Utara Riskesdas 2018,
Lembaga Penerbit Badan Litbang Kesehatan, Jakarta.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M., Setiayahadi, B., dan Syam, A.F., 2014,
Hipertensi, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi. 4, Jilid. 2, Jakarta: Interna Publishing,
pp. 2259- 2306.

Sherwood, L. 2016, Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 8, EGC, Jakarta, pp. 373-
404.

Sherwood, L. 2011, Fundamentals of human Physiology, 4th edn, Brooks/Cole Cengage


Learning, Canada, pp. 288.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibratta, M. & Setiati, S., 2014, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Jakarta.

Unger, T., Borghi, C., Charchar, F. & Khan, N.A., 2020, 2020 International Society of
Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines, American Heart
Association.

World Health Organization. 2019, Hypertension, accessed 20th December 2020, Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension

World Health Organization. 2020, Gender and health, accessed 20th December 2020,
Available at: https://www.who.int/health-topics/gender#tab=tab_1

Yogiantoro, M., 2014, Pendekatan Klinis Hipertensi, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, Jilid 2,
Jakarta: Interna Publishing, pp: 2259-2263.

Anda mungkin juga menyukai