Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

DILATED CARDIOMYOPATHY

Pembimbing :

dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked (Cardio), Sp. JP(K)

Oleh:

Linna Dewi (150100009)

Samuel Sembiring (150100162)

Karin Natasya Harahap (150100178)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Abdul Halim Raynaldo, Sp. JP(K), FIHA

1
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Dilated Cardiomyopathy”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi dan Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 16 Juli 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..........................................................................................i

Kata Pengantar..................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan

1.1...............................................................................................................
Latar Belakang......................................................................................
1.2...............................................................................................................
Tujuan...................................................................................................
1.3...............................................................................................................
Manfaat.................................................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1...............................................................................................................
Congestive Heart Failure......................................................................

2.1.1. Etiologi ......................................................................................


2.1.2. Klasifikasi ..................................................................................
2.1.3. Patogenesis.................................................................................
2.1.4. Manifestasi Klinis ......................................................................
2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................
2.1.6. Penatalaksanaan .........................................................................
2.1.7. Komplikasi .................................................................................
2.1.8. Prognosis ....................................................................................

2.2. Kardiomiopati.....................................................................................

2.2.1. Kardiomiopati Dilatasi................................................................


2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi .......................................................
2.2.3. Tanda Klinis................................................................................
2.2.4. Pemeriksaan Fisik.......................................................................
2.2.5. Pemeriksaaan Penunjang............................................................
2.2.6. Tatalaksana..................................................................................

Bab III Status Orang Sakit................................................................................


4

Bab IV Follow Up Pasien.................................................................................

Bab V Diskusi Kasus........................................................................................

Bab VI Kesimpulan..........................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung kongestif dapat berawal dari gagal jantung kiri


ataupun kanan terlebih dahulu. Namun demikian, biasanya gagal
jantung kongestif diawali oleh gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri
atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun. Bila keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi edema
paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan
dalam sirkulasi yang meninggi.16

Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel


kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).
Keadaan tersebut dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan menurun tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Bila keadaan
ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat
dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites.
Kondisi tersebut pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan yang
sering disebut dengan gagal jantung kongestif atau Congestive Heart
Failurec. Edema tumit atau tungkai bawah, dan sesak pada pasien
Congestive Heart Failure merupakan tanda adanya masalah
keperawatan kelebihan volume cairan. Meskipun diagnosa kelebihan
volume cairan bukan merupakan diagnosa keperawatan prioritas
namun diagnosa ini sangat berkaitan dengan diagnosa keperawatan
lainnya yang muncul pada pasien CHF.16
Pasien CHF yang mengalami masalah keperawatan kelebihan
volume cairan perlu segera dilakukan intervensi karena jika tidak
dilakukan intervensi maka edema akan bertambah berat sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut dan pembengkakan

1
permanen.17 Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan
NIC yaitu manajemen hipervolemia, manajemen cairan, manajemen
elektrolit: hipernatremia, hiperkalemia, manajemen disritmia dan
manajemen berat badan.18

1.2 Tujuan
Untuk menguraikan teori-teori mengenai Dilated Cardiomyopathy, mulai dari
definisi hingga diagnosis, serta tatalaksana. Penyusunan laporan kasus ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
mengenai Dilated Cardiomyopathy terutama tentang penegakan diagnosis dan
tatalaksananya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Congestive Heart Failure


Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu
refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan - perubahan
neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal
adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan
bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila
tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada infark
miokard akut sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda-tanda
kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis
maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut.17

2.1.1 Etiologi Congestive Heart Failure

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan
sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh
pada perkembangan dari gagal jantung.18

Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol
HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung.18

2.1.2 Klasifikasi Congestive Heart Failure

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan


dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian
berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan
tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan New York Heart Association.21
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:

 Derajat I : Tanpa gagal jantung


 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda


kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena
juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang
berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan
gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:21

 Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)


 Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
 Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
 Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Pembahagian menurut New York Heart Association adalah berdasarkan


fungsional jantung yaitu:21

 Kelas 1: Penderita dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.


 Kelas 2: Penderita tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
 Kelas 3: Penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
 Kelas 4: Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring

2.1.3 Patogenesis17
2.1.4 Manifestasi Klinis22

Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme

Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama Darah dikatakan
melakukan aktivitas “backs up” di
(paling sering), saat pembuluh darah paru
istirahat, atau saat tidur, (pembuluh darah yang
yang mungkin datang kembali dari paru ke
tiba-tiba dan jantung) karena
membangunkan. Pasien jantung tidak dapat
sering mengalami mengkompensasi
kesulitan bernapas suplai darah.Hal ini
sambil berbaring datar menyebabkan cairan
dan mungkin perlu bocor ke paru-paru.
untuk menopang tubuh
bagian atas dan kepala
di dua bantal. Pasien
sering mengeluh
bangun lelah atau
merasa cemas dan
gelisah.

Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang Cairan menumpuk di


menghasilkan lendir paru-paru (lihat di
darah-diwarnai putih atas).
atau pink.

Penumpukan kelebihan cairan dalam Bengkak pada Aliran darah dari


jaringan tubuh (edema) pergelangan kaki, kaki jantung yang
atau perut atau melambat tertahan
penambahan berat dan menyebabkan
badan. cairan untuk
menumpuk dalam
jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium
dan air, juga
menyebabkan retensi
cairan di dalam
jaringan.

Kelelahan Perasaan lelah Jantung tidak dapat


sepanjang waktu dan memompa cukup
kesulitan dengan darah untuk
kegiatan sehari-hari, memenuhi kebutuhan
seperti belanja, naik jaringan tubuh.
tangga, membawa
belanjaan atau berjalan.

Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau Sistem pencernaan
sakit perut. menerima darah yang
kurang, menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.

Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori Perubahan pada


dan perasaan menjadi tingkat zat tertentu
disorientasi. dalam darah, seperti
sodium, dapat
menyebabkan
kebingungan.

Peningkatan denyut jantung Jantung berdebar- Untuk "menebus"


debar, yang merasa kerugian dalam
seperti jantung Anda memompa kapasitas,
balap atau berdenyut. jantung berdetak lebih
cepat.

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti


Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama
dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.18
Kriteria Mayor:
· Paroksismal nocturnal dyspnea
· Distensi vena pada leher
· Rales
· Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)
· Edema paru akut
· S3 ( Suara jantung ketiga )
· Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)
· Hepatojugular refluks
· Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

Kriteria Minor:
· Bilateral ankle edema
· Batuk nokturnal
· Dyspnea pada aktivitas biasa
· Hepatomegali
· Efusi pleura
· Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam
· Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


Pemeriksaan diagnostik/penunjang pada pasien dengan gagal jantung adalah
sebagai berikut:

a. Pemeriksaan laboratorium
Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada
pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun
anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering
dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau
ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor
Blocker), atau antagonis aldosterone.20

b. EKG
Dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertrofi ventrikel,
gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark miokard, emboli
paru).20

c. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan
evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik. Gambaran yang paling sering ditemukan
pada gagal jantung adalah akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati
dilatasi, dan beberapa katup dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis
seluruh dinding ventrikel.24

d. Kateterisasi jantung
Pada gagal jantung kiri didapatkan (VEDP) 10 mmHg atau pulmonary
arterial wedge presslure >12 mmHg dalam keadaan istirahat. Curah jantung

lebih rendah dari 2,71/menit/m2 luas permukaan tubuh.20

e. Foto Toraks
Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura
dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memerberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung
akut dan kronik.

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung kongestif dibagi menjadi 2
yaitu farmakologis dan non farmakologis, sebagai berikut:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis22


1) Manajemen Perawatan
Mandiri Manajemen perawatan mandiri dapat didefinisikan sebagai
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memerburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung kongestif.

2) Ketaatan pasien berobat


Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi.

3) Pemantauan berat badan mandiri


Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dokter.

4) Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung kongestif dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung
kongestif, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

5) Pendidikan kesehatan yang menyangkut penyakit, prognosis, obat-obatan serta


pencegahan kekambuhan.
b. Penatalaksanaan Farmakologis24
1) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu
ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.

2) β blocker
Kecuali kontraindikasi, β blocker harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Β blocker
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.

3) Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.

4) Angiotensin Receptor Blockers (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran
ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.

2.1.7 Komplikasi
a. Syok kardiogenik.
b. Episode tromboemboli karena pembentukan pembekuan vena karena statis
darah.
c. Efusi dan tamponade perikardium.
d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.21

2.1.8 Prognosis
Meskipun akhir-akhir ini banyak kemajuan dalam hal evaluasi dan
penanganan gagal jantung, terjadinya gagal jantung simtomatis masih membawa
prognosis yang buruk. Studi berbasis komunitas menunjukkan bahwa 30%-40%
pasien meninggal dalam waktu 1 tahun setelah didiagnosis dan 60%-70%
meninggal dalam waktu 5 tahun, terutama akibat perburukan gagal jantung atau
serangan mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel).23
2.2 Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang dapat
menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya
tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga
berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi.1–3
Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel kanan,
tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati jenis
ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari
kardiomiopati hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi
ventrikel kanan yang asimetri, kadang-kadang disertai dengan hipertrofi dari
septum interventrikuler; dan (2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran keluar
ventrikel kanan yang sangat drastis, yang berhubungan dengan penyempitan di
bagian subaorta.5
Kardiomiopati restriksi ditandai dengan gangguan pengisian diastolik
dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang,
dengan penyebab yang paling sering meliputi amyloidosis. Biasanya mudah untuk
mengenali amiloid dengan histologi dari karakteristik warna hijau dibawah sinar
terpolarisasi setelah menggunakan pewarnaan Sirius red. Penyebab lain dari
kardiomiopati restriktif yaitu kardiomiopati infiltratif (contoh: hemochromatosis,
sarkoidosis), dan penyakit jaringan ikat (contoh: skleroderma).6 Kardiomiopati
tipeini merupakan salah satu tipe kardiomiopati dimana biopsi jantung dapat
membantu.

7
Gambar 1. Perbandingan morfologi jantung pada kardiomiopati

Insidensi sesungguhnya dari kardiomiopati masih belum diketahui.


Ketidakkonsistensian dalam klasifikasi nomenklatur dan pembagian penyakit
kardiomiopati telah menyebabkan data yang dikumpulkan itu hanya sebagian
yang mencerminkan insidensi sesungguhnya dari penyakit ini.
Insidensi dan prevalensi dari kardiomiopati terus meningkat. Insidensi
yang dilaporkan adalah 400.000-550.000 kasus per tahun, dengan prevalensi 4-5
juta orang.8
2.2.1 Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit progresif yang ditandai dengan
pembesaran ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan ketebalan dinding
ventrikel kiri yang normal. Ventrikel kanan juga dapat mengalami dilatasi dan
disfungsional. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyebab tersering ketiga dari
gagal jantung dan alasan tersering dari transplantasi jantung4.
Kardiomiopati dilatasi termasuk satu dari tiga jenis kardiomiopati,
bersama dengan kardiomiopati hipertrofi dan kardiomiopati restriktif. Akan tetapi,
klasifikasi kardiomiopati terus berkembang, berdasarkan dengan perkembangan
yang cepat dari genetik molekuler dan juga penemuan dari penyakit yang baru
diketahui.9

10
Gambar 2. Jantung normal dibandingkan dengan jantung pasien kardiomiopati dilatasi

Kardiomiopati dilatasi dapat tidak menimbulkan gejala, tetapi untuk


sebagian orang dapat membahayakan nyawa. Sebagai penyebab tersering dari
gagal jantung, kardiomiopati dilatasi juga dapat menyebabkan irama jantung yang
ireguler (aritmia), kegagalan pembekuan darah, atau kematian mendadak.11
Seseorang dengan kardiomiopati mungkin memiliki disfungsi sistolik
ventrikel kiri, disfungsi diastolik ventrikel kiri, atau keduanya. Saat mekanisme
kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan curah jantung tetap pada
tekananpengisian ventrikel kiri yang normal, proses penyakit ini dinyatakan
dengan gejala yang secara kolektif menciptakan keadaan penyakit yang dikenal
sebagai gagal jantung kronik.
Pembesaran ventrikel yang terus menerus dan disfungsi secara umum
mengarah kepada gagal jantung progresif dengan penurunan fungsi kontraktil
ventrikel kiri, termasuk aritmia ventrikuler dan supraventrikuler, abnormalitas
sistem konduksi, tromboembolisme, dan kematian mendadak atau kematian yang
disebabkan oleh gagal jantung.9
Insidensi dari kadiomiopati dilatasi yang sudah dilaporkan bervariasi dari
lima sampai delapan kasus per 100.000 populasi penduduk. Insidensi yang
sebenarnya mungkin dapat diremehkan akibat dari tidak dilaporkannya atau tidak
terdeteksinya kasus kardiomiopati dilatasi yang tidak disertai dengan gejala, yang
dapat terjadi pada sekitar 50 sampai 60 persen dari seluruh pasien. Rata-rata
prevalensi kardiomiopati dilatasi di Amerika Serikat adalah 36 kasus per 100.000
populasi penduduk dan kardiomiopati dilatasi menyebabkan 10.000 kematian.12
Kebanyakan kasus kardiomiopati dilatasi tidak ada penyebab pasti yang
dapat diidentifikasi. Ada beberapa penyebab yang diketahui dan beberapa
hipotesis. Penyebab tersering dari kardiomiopati dilatasi adalah konsumsi alkohol.
Berbagai kelainan struktural pada miokardium telah dikaitkan dengan konsumsi
alkohol yang tinggi, dan sulit untuk menentukan titik yang tepat dimana kelainan
ini dapat disebut kardiomiopati dilatasi. Ada kelebihan kematian mendadak pada
pecandu alkohol dengan fatty liver yang besar bahkan ketika jantung terlihat
normal secara struktural. Spektrum ini berlanjut melalui peningkatan massa
ventrikel kiri, diikuti oleh hipertrofi ventrikel kiri dengan fibrosis interstitial dan
hilangnya miofibril pada miosit, dan berpuncak pada kardiomiopati dilatasi yang
telah berkembang sepenuhnya. Tidak ada ciri-ciri khusus yang menunjukkan
alkohol sebagai penyebab kardiomiopati dilatasi, bukti terbaik mungkin berasal
dari hasil berhenti mengonsumsi alkohol total.
Mutasi gen tunggal pada salah satu protein struktural pada miosit, seperti
distrofin, metavinculin, dan lamin, atau pada DNA mitokondria diakui sebagai
penyebab dari kardiomiopati dilatasi. Sebagian distrofi otot lurik, termasuk jenis
Duchene dan Becker, mungkin memiliki keterlibatan jantung. Dalam beberapa
keluarga, keterlibatan jantung ini mungkin dominan dan muncul pertama.
Pengetahuan tentang gen yang dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi jauh
lebih tidak berkedudukan kuat dibandingkan dengan kardiomiopati hipertrofi,
tetapi frekuensi kardiomiopati dilatasi familial semakin diakui kalau jauh lebih
tinggi dari yang disadari. Sebanyak 30% kasus indeks kardiomiopati dilatasi akan
mendapatkan anggota keluarga yang lain dengan bukti disfungsi ventrikel kiri
atau pembesaran pada ekokardiografi.
Kardiomiopati dilatasi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, satu
memiliki bukti histologis dari miokarditis kronik sementara kelompok lain
memiliki bukti viral persistence dengan analisis polymerase chain reaction (PCR)
pada jaringan miokardium. Tetapi kelompok lain tidak memiliki miokarditis
ataupun terdapat virus. Definisi dari miokarditis kronis didasarkan pada
peningkatan jumlah sel inflamasi kronis yang teraktivasi dalam jaringan
interstitial. Sel sel tersebut harus diidentifikasi positif oleh imunohistokimia
sebagai sel T atau makrofag yang teraktivasi. Lebih dari 14 per milimeter persegi
dari miokardium dianggap sebagai positif, terutama bila dikaitkan dengan ekspresi
peningkatan antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas II pada
endotel dan sel-sel lainnya. Hipotesisnya, yang belum terbukti dari penelitian,
adalah bahwa setiap subgrup dari kardiomiopati dilatasi perlu pengobatan yang
disesuaikan untuk meningkatkan prognosis. Diferensiasi dari empat kemungkinan
permutasi -- ada atau tidaknya virus, ada atau tidaknya miokarditis –
membutuhkan teknologi canggih dari laboratorium.13
Beriringan dengan konsep miokarditis kronis adalah gagasan bahwa ada
bukti dari peningkatan kerusakan imun dalam beberapa kasus kardiomiopati
dilatasi. Banyak kasus menunjukkan peningkatan ekspresi antigen kelas II dalam
miokardium, dan beredarnya autoantibodi sampai berbagai macam komponen
miosit muncul. Mengingat bahwa pada kardiomiopati dilatasi terjadi kehilangan
miosit, pertanyaan yang belum terjawab adalah apakah antibodi ini merupakan
penyebab kematian miosit atau tidak lebih dari sebuah fenomena sekunder.13
Beberapa bentuk kardiomiopati yang sulit diklasifikasikan mungkin juga
termasuk dalam kelompok kardiomiopati dilatasi. Pasien dapat hadir dengan
gejala yang sangat ringan dan ventrikel kiri yang melebar. Kasus-kasus ini
mungkin bentuk awal dari kardiomiopati dilatasi dan frekuensinya meningkat
pada anggota keluarga yang asimtomatik sebagai tanda kasus kardiomiopati
dilatasi. Fibrosis miokardium dapat terjadi tanpa sebab yang jelas, seperti penyakit
koroner, dan lebih berhubungan dengan aritmia ventrikel daripada dilatasi
ventrikel kiri dan gagal jantung. Kasus tersebut telah disamakan di masa lalu
dengan miokarditis yang telah sembuh tetapi semakin diakui sebagai familial,
meskipun gen tidak diidentifikasi.13
Intervensi non farmakologi adalah dasar dari terapi gagal jantung.
Instruksi diet natrium dibatasi sampai 2 gr/hari sangat penting dan kadang kadang
dapat menghilangkan kebutuhan diuretik. Pembatasan cairan juga dibutuhkan
pada pasien dengan diet rendah natrium. Pasien perlu dibawa ke tempat
rehabilitasi jantung yang berkaitan dengan latihan aerobik.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kardiomiopati Dilatasi
a. Faktor Intrinsik
i. Usia
Kardiomiopati dilatasi dapat menyerang berbagai usia, dari
masih bayi maupun orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak
biasanya mempunyai respon yang berlebihan pada paparan
pertama dengan antigen. Pada orang dewasa biasanya mempunyai
daya toleransi yang sangat tinggi dan gambaran klinisnya berupa
respon inflamasi kronis terhadap antigen asing atau gangguan
sistem imun yang akan berdampak terhadap autoimun.14
ii. Jenis Kelamin
Pria cenderung lebih mudah terkena kardiomiopati dilatasi
dibandingkan dengan wanita. Secara keseluruhan, kemungkinan
laki-laki dan perempuan terkena kelainan ini adalah sama. Namun,
pada kardiomiopati dilatasi yang berhubungan dengan kelainan
neuromuskuler atau inborn errors of metabolism, ternyata lebih
didominasi oleh laki-laki dan pada kebanyakan kasus diturunkan
secara X-linked.14
iii. Riwayat Keluarga
Diakui bahwa sekitar 20% sampai 35% pasien dengan
kardiomiopati dilatasi idiopati memiliki kardiomiopati familial
(didefinisikan sebagai 2 anggota keluarga berhubungan erat yang
memenuhi kriteria kardiomiopati dilatasi idiopati). Pertimbangan
kardiomiopati familial ini termasuk penemuan yang semakin
penting dari kardiomiopati. Kemajuan teknologi memungkinkan
pengurutan dan pembacaan genotipe dengan standar tinggi dengan
biaya yang dikurangi membawa pemeriksaan genetika ke arena
klinis.15
b. Faktor Ekstrinsik
i. Diabetes Melitus
Diabetes melitus kini juga diakui sebagai salah satu faktor
risiko perkembangan gagal jantung. Hubungan antara mortalitas
dan hemoglobin A1c (HbA1c) pada pasien dengan diabetes melitus
dan gagal jantung muncul dalam bentuk U, dengan risiko kematian
terendah pada pasien dengan kontrol glukosa yang sederhana
(7,1% < HbA1c ≤ 7,8%) dan peningkatan risiko dengan kadar
HbA1c yang sangat tinggi atau sangat rendah. Strategi pengobatan
optimal pada pasien dengan diabetes melitus dan gagal jantung
masih kontroversial; beberapa penelitian menunjukkan bahaya
potensial dengan beberapa obat penurun glukosa. Keamanan dan
kemanjuran terapi diabetes melitus pada gagal jantung, termasuk
metformin, sulfonilurea, insulin, dan analog peptida mirip
glukagon, menunggu data lebih lanjut dari uji klinis yang akan
datang. Pengobatan dengan thiazolidinediones (misalnya
rosiglitazone) dikaitkan dengan retensi cairan pada pasien dengan
gagal jantung dan harus dihindari pada pasien gagal jantung
dengan NYHA kelas II sampai IV.15
ii. Konsumsi Alkohol
Pengguna alkohol kronis adalah salah satu penyebab paling
penting dari kardiomiopati dilatasi. Diagnosis klinis dicurigai
ketika terjadi disfungsi biventrikel dan dilatasi yang diamati terus-
menerus pada peminum berat tanpa adanya penyebab lain yang
diketahui untuk penyakit miokardium. Kardiomiopati karena
alkohol paling umum terjadi pada pria berusia 30-55 tahun yang
telah menjadi konsumen berat alkohol selama >10 tahun.
Perempuan mewakili sekitar 14% dari kasus kardiomiopati karena
alkohol tetapi mungkin lebih rentan dengan konsumsi alkohol yang
lebih sedikit semasa hidupnya.15
iii. Obesitas
Meskipun mekanisme tepat yang menyebabkan gagal
jantung yang berkaitan dengan obesitas tidak diketahui, akumulasi
lemak yang berlebihan menghasilkan peningkatan volume sirkulasi
darah. Peningkatan persisten yang berlanjut pada curah jantung,
kerja jantung, dan tekanan darah sistemik bersamaan dengan
cedera miosit jantung yang disebabkan lipotoksisitas dan
akumulasi lipid miokard telah terlibat sebagai suatu mekanisme
yang potensial. Sebuah studi dengan peserta dari Framingham
Heart Study melaporkan bahwa setelah ada penyesuaian untuk
faktor risiko ditetapkan, obesitas dikaitkan dengan risiko masa
depan yang signifikan dari pengembangan gagal jantung. Tidak ada
studi skala besar dari segi keamanan atau kemanjuran penurunan
berat badan dengan diet, olahraga, atau operasi bariatrik pada
pasien obesitas dengan gagal jantung.15
2.2.3 Tanda Klinis
Gejala gagal jantung kronis sisi kiri dan kanan biasanya berkembang
secara bertahap. Beberapa pasien memiliki dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi gejala. Meskipun nyeri dada yang
samar- samar mungkin ada, angina pektoris yang khas itu tidak biasa dan
menunjukkan adanya iskemik pada jantung. Pingsan karena aritmia dan emboli
sistemik (sering berasal dari trombus ventrikel) mungkin terjadi.7
2.2.4 Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan penyakit lanjutan, tekanan nadi menyempit dan
tekanan vena jugularis meningkat. Suara jantung ketiga dan keempat umumnya
ada, dan regurgitasi mitral atau trikuspid mungkin terjadi.7 Pada beberapa pasien,
gejala gagal jantung berkembang secara bertahap. Pemeriksaan fisik menunjukkan
ronkhi basah, peninggian jugular venous pressure, kardiomegali, irama gallop
pada S3, edema perifer, atau asites. Pada gagal jantung kronik yang parah,
pernafasan Cheyne-Stokes, pulsus alternans, pucat, dan sianosis dapat timbul.6
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan X-foto thorax menunjukkan pembesaran siluet jantung
karena dilatasi ventrikel kiri, meskipun kardiomegali yang umum sering terlihat.
Bagian paru mungkin menunjukkan redistribusi vaskuler dan interstitial paru atau,
dalam kasus yang lebih lanjut, edema paru. Elektrokardiogram (EKG) sering
menunjukkan sinus takikardi atau fibrilasi atrium, aritmia ventrikel, atrium kiri
yang tidak normal, tegangan rendah, dan kadang-kadang kerusakan konduksi
intraventrikel dan/atau AV. EKG, gambarancomputed tomography (CT), dan
magnetic resonance imaging (MRI) jantung menunjukkan dilatasi ventrikel kiri,
dengan dinding yang normal, sedikit menebal, atau tipis, dan disfungsi sistolik.
Kadar dari brain natriuretic peptide (BNP) biasanya meningkat.7
Gambar 3. Beberapa hasil ekokardiografi dari jantung normal (kiri) dan jantung dengan
10
kardiomiopati dilatasi (kanan).

Skrining awal pemeriksaan laboratorium untuk pasien kardiomiopati


dilatasi harus mencakup penilaian rutin elektrolit serum, tes fungsi hati, jumlah sel
darah putih, dan hemoglobin dan hematokrit. Di luar tes rutin ini, nilai prediktif
positif atau kegunaan dari penelitian laboratorium tambahan masih rendah kecuali
didukung oleh unsur-unsur tertentu dari sejarah dan pemeriksaan fisik. Satu
kemungkinan pengecualian untuk pernyataan ini adalah penggunaan BNP sebagai
penanda biokimia untuk diagnosis dan prognosis pada pasien gagal jantung.
BNP tipe B adalah sebuah neurohormon yang disekresikan terutama di
ventrikel jantung sebagai respon dari penambahan volume dan kelebihan tekanan.
Ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri tanpa gejala atau untuk pasien dengan gagal jantung simtomatik,
sebagai penanda untuk prognosis dan stratifikasi risiko pada pasien dengan gagal
jantung, dan sebagai alat untuk menyatukan terapi pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan pada gagal jantung.
Pada fase awal kardiomiopati dilatasi, pembesaran jantung mungkin bisa
minimal dan mungkin tidak terdeteksi dengan foto thorax. Tetapi, secara umum,
X- foto thorax biasanya menunjukkan pembesaran ventrikel kiri atau
kardiomegali yang umum yang melibatkan seluruh ruang jantung. Tergantung dari
status volume pasien, mungkin dapat atau tidak ditemukan kongesti paru.
Cephalisasi dari aliran darah atau redistribusi vaskuler paru adalah tanda awal
kelebihan cairan, diikuti oleh perkembangan dari edema interstitial dengan
munculnya garis Kerley B dan cairan di fissura interlobar, diikuti oleh edema
alveolar yang nyata pada kelebihan cairan yang sudah lanjut. Efusi pleura
mungkin muncul serta vena azygos dan vena cava superior mungkin mengalami
pembesaran, khususnya dengan gagal ventrikel kanan.
13
Gambar 4. Biopsi pada pasien kardiomiopati dilatasi

Apabila pasien dengan kardiomiopati dilatasi datang dengan tanda atau


gejala yang mengarah pada gagal jantung, EKG biasanya menunjukkan sinus
takikardi. Tetapi, sangat penting untuk mengingat bahwa sinus bradikardi
mungkin dapat timbul di beberapa pasien dengan kardiomiopati dilatasi stadium
akhir. Morfologi yang terlihat dari EKG jarang terlihat normal, dan sering
menunjukkan repolarisasi non spesifik atau segmen ST yang abnormal. Kelainan
konduksi, terutama LBBB, left anterior hemiblock, dan penundaan konduksi
intraventrikel yang tidak spesifik, dan kadang kala blok atrioventrikuler derajat
satu umum ditemukan pada pasien dengan gejala yang sudah berlangsung lama,
dan mungkin sebagai penanda peningkatan fibrosis interstitial atau hipertrofi
miosit. Right bundle branch block (RBBB) jarang ditemukan. Pembesaran atrium
kiri atau biatrial mungkin tampak. Berbagai macam takiaritmia dan gangguan
konduksi atrioventrikuler juga dapat dilihat. Fibrilasi atrium terbentuk di sekitar
20% pasien. Premature ventricular contractions (PVCs) bukan merupakan
sesuatu yang jarang muncul di EKG rutin pada pasien kardiomiopati dilatasi.12
2.2.6 Tatalaksana
Berbagai agen farmakologis dapat merusak miokardium secara akut,
menghasilkan suatu pola peradangan (miokarditis), atau dapat pula menyebabkan
kerusakan kronis yang jenisnya terlihat dengan kardiomiopati dilatasi. Obat-
obatan tertentu hanya menghasilkan kelainan EKG, sementara yang lain dapat
memicu gagal jantung kronis yang parah atau kematian.7
Prioritas pertama dalam melaksanakan strategi pengobatan pada pasien
kardiomiopati dilatasi adalah menentukan apakah kondisi tersebut terdapat
etiologi yang ada pengobatan spesifiknya. Prioritas kedua dalam melaksanakan
strategi pengobatan pada kardiomiopati dilatasi adalah untuk memulai terapi
suportif pada gagal jantung, tujuannya adalah untuk (1) meningkatkan kualitas
hidup, (2) menghindari rawat inap di masa yang akan datang, (3) memperpanjang
masa hidup, dan (4) mencegah perkembangan gagal jantung.12
Antagonis aldosteron dengan spironolakton telah dilaporkan untuk
mengurangi angka kematian pada pasien dengan gagal jantung tingkat lanjut, baik
pada kardiomiopati dilatasi atau iskemik. Menurut hasil dari percobaan
Randomized Aldactone Evaluation Study (RALES), spironolakton (25- 50 mg/
hari) dianjurkan untuk pasien dengan gejala gagal jantung saat istirahat meskipun
menggunakan ACE inhibitor, diuretik, digoksin, dan beta-blocker, tanpa melihat
etiologi gagal jantung tersebut, pada pasien dengan gagal jantung dengan
NYHA kelas III sampai IV dan LVEF <35%, dengan penyesuaian suplemen
kalium dan follow-up tes laboratorium yang ketat.
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik Departemen Kardiologi dan


Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan 2019

No. Tanggal
Hari : Rabu
RM: 751610 03/07/2019

Nama Pasien: Umur: Jenis Kelamin:

Iwan Suhendri Tarigan 44 tahun Laki-laki

Pekerjaan: Alamat: Agama:

Wiraswasta Medan Kristen Protestan

ANAMNESIS

√ Autoanamnesis Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Sesak nafas

Telaah :

 Keluhan ini dirasakan pasien sejak 2 hari terakhir, sesak saat


beraktivitas dijumpai, terbangun di malam hari akibat sesak tidak
dijumpai, dan keluhan sesak saat berbaring tidak dijumpai. Sesak nafas
dirasakan ketika pasien sedang aktivitas ringan, dan berkurang saat
beristirahat, riwayat sesak nafas bersifat hilang timbul dijumpai dua
tahun terakhir.
 Demam dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk RS, demam
dirasakan naik turun, terlebih di malam hari.
 Mencret dijumpai 2 hari ini, satu hari ini pasien sudah BAB 6 kali.
 Pasien mengaku batuk 2 hari ini, berdahak kental kekuningan.
 Kaki bengkak dikeluhkan pasien dan riwayat kaki bengkak
sebelumnya dijumpai. Jantung berdebar debar dan riwayat jantung
berdebar debar disangkal. Nyeri dada disangkal dan riwayat nyeri dada
sebelumnya juga disangkal. Pasien baru saja pulang dari RSUP HAM
3 hari sebelumnya dan didiagnosis dengan pembengkakan jantung.
 Riwayat HT dan DM tidak dijumpai.
 Pasien mengaku bahwa dia adalah seorang mantan perokok yang baru
berhenti 1 bulan belakangan ini, sebelumnya biasa merokok 4 bungkus
sehari.
 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga ditemukan, ibu pasien
pernah mengalami sakit jantung dan meninggal di usia 65 tahun.
Pasien mengaku bahwa sudah didiagnosis memiliki penyakit jantung
selama 9 tahun.
Riwayat Penyakit Terdahulu : CHF, DCM
Riwayat Penggunaan Obat : Furosemide 1x40 mg , Ramipril 1x5 mg, Concor
1x2.5 mg, Spironolakton 1 x25mg
Kesadaran: Compos Mentis TD: 80/60 mmHg HR : 120x/m (irreguler)
RR : 24x/m Suhu : 38,2˚C JVP : 5+2 cm H2O
Sianosis :- Ortopnea: - Dispnea : +
Ikterus :+ Edema : + (kaki) Pucat :-
Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), ikterik (+/+)
Leher : JVP : 5+2 cm H2O
Dinding toraks :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : batas atas jantung - ICS II linea parasternalis sinistra
batas kiri jantung - ICS V 2 cm lateral LMCS
batas kanan jantung - ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : vesikuler, Rales (+/+), wheezing
Jantung :
S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) Regularitas : irreguler
Murmur : Pan systolic murmur grade 3/6
Punctum maximum : ICS V LMCS
Paru :
Suara pernafasan : vesikuler, suara tambahan: rales (+/+), wheezing
Abdomen :
Inspeksi : Simetris membesar
Palpasi : soepel, Hepar/Lien : tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : normoperistaltik
Ekstremitas :
Superior : Sianosis (-) Clubbing (-)
Inferior : Edema (+) Pulsasi arteri (+)
Akral : Hangat SpO2: 96%
Elektrokardiografi
Hasil EKG (03/07/2019)

Irama : Atrial Fibrilasi


QRS rate : 120 x/min
Axis : Normoaxis
Gelombang P : Sulit dinilai
PR Interval : Sulit dinilai
Kompleks QRS : 0,16s
ST segmen :-
Gelombang T :-
Lain-lain : RBBB (-), LBBB (+), Q patologis (-), LVH (+)
Kesimpulan : AF RVR + LVH + Complete LBBB

Foto Toraks

Interpretasi Foto Toraks

CTR :>50% (70%)


Segmen Aorta : dilatasi aorta
Segmen Pulmonal : normal
Pinggang Jantung : mendatar
Apex: Downward
Kongesti : (+)
Infiltrat: (+)
Kesimpulan: kardiomegali , aorta dilatasi,
kongesti, infiltrat

Pemeriksaan Laboratorium (07/07/2019)

HEMATOLOGI Hasil Rujukan


Darah Rutin

Hemoglobin 15,6 g/dl (P : 13-18; W : 12-16)

Leukosit 22530 /mm3 (4000 – 11000)

Trombosit 261000/mm3 (150000 – 450000)

Hematokrit 46 % (P : 42 – 56; W : 36 – 47)

Eritrosit 5,01 juta/mm3 (P : 4,50 – 5,60; W : 4,10 – 5,10)

Metabolisme

KGDS 81 <200 bukan DM

RFT

Ureum 118 mg/dL 15-40 mg/dL

Creatinine 1,99 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL

Elektrolit

Natrium 125 mEq/L

Kalium 4.3 mEq/L

91 mEq/L
Klorida

Diagnosa kerja : CHF fc. IV ec. DCM + PPOK eksaserbasi berat + Pneumonia
komunitas
1. Fungsional : JNC 7, NYHA
2. Anatomi : ruang ventrikel dan atrium jantung, miokardium
3. Etiologi : keturunan

Diferensial Diagnosis:
1. CHF ec. Hipertropi kardiomiopati
2. CHF ec. Restriktif kardiomiopati
3. CHF ec. CAD

Pengobatan:
- Bedrest
- O2 2-4 l/I via nk
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Nebule Meptin 0.5 mg/8 jam
- Ramipril 1x 5 mg
- Carvedilol 2x3.125 mg
- Paracetamol 3x500 mg
- Metilprednisolone 4x8 mg
- Azitromisin 1x500 mg
- Retapyl SR 2x1/2 tab
- N-Acetylsistein 3x200 mg

Rencana penjajakan selanjutnya:


1. Echocardiography
2. Angiografi koroner
3. Lipid profile
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 27 Juni 2019

S Nyeri dada berkurang


Sens : CM, TD : 170/60 mmHg, HR : 64x/i, RR : 20x/i, T : 37,1ºC,
VAS : 3
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ : 5+2 cm H2O
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Iktus Cordis teraba 2 cm lateral LMCS
Perkusi :
- batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
O
- batas kiri jantung : ICS V 2 cm lateral LMCS
- batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi :
Suara pernapasan : vesikuler, Suara tambahan (-)
S1(+), S2(+), S3(-), S4(-), regular
Murmur (-), Gallop(-)
Abdomen :soepel, bising usus dijumpai normal
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial tidak dijumpai
NSTEMI Killip I TIMI Risk 4/7 CRUSADE 59 GRACE 141
A AKI dd CKD + anemia
Hipertensi st 2
- Bed rest
- IVFD NaCL 0,9% 20gtt/I makro
- ISDN 5mg sublingual k/p
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam
- Enoxaparin 0.6 mg/12 jam SC
- Tab Aspilet 80 mg/hari
P - Tab Clopidogrel 75 mg/hari
- Tab Simvastatin 1x 20 mg
- Tab concor 1 x 1.25 mg
- Amlodipine 1 x 10 mg
- Candesartan 1 x 16 mg
- Laxadin syr. 3 x cII
R/Pantau hemodinamik dan konsul nefrologi

Tanggal 28 Juni 2019

S Nyeri dada berkurang


O Sens : CM, TD : 140/60 mmHg, HR : 60x/i, RR : 20x/i, T : 37,1ºC,
VAS : 3
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Leher : TVJ : 5+2 cm H2O
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Iktus Cordis teraba 2 cm lateral LMCS
Perkusi :
- batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
- batas kiri jantung : ICS V 2 cm lateral LMCS
- batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi :
Suara pernapasan : vesikuler, Suara tambahan (-)
S1(+), S2(+), S3(-), S4(-), regular
Murmur (+) PSM, Gallop(-)
Abdomen : ascites
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial dijumpai
NSTEMI lateral Killip I TIMI Risk 4/7 CRUSADE 59 GRACE 141
A AKI dd CKD + anemia
Hipertensi st 1
- Bed rest
- IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/I makro
- ISDN 5mg sublingual k/p
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam
- Enoxaparin 0.6 mg/12 jam SC
- Tab Aspilet 80 mg/hari
P - Tab Clopidogrel 75 mg/hari
- Tab Simvastatin 1x 20 mg
- Tab concor 1 x 1.25 mg
- Amlodipine 1 x 10 mg
- Candesartan 1 x 16 mg
- Laxadin syr. 3 x cII
R/Pantau hemodinamik
BAB 5

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Faktor Risiko
Faktor risiko terdiri atas faktor risiko yang Pada pasien dijumpai:
dapat diubah, seperti DM, alkohol, dan Faktor risiko yang dapat diubah:
obesitas. Sedangkan faktor risiko yang tidak obesitas
dapat diubah adalah usia, jenis kelamin (laki- Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
laki > perempuan) dan riwayat keluarga. Laki-laki dewasa dan riwayat keluarga.
Tanda Klinis Tanda klinis yang dijumpai pada pasien:
 Gejala CHF yang sudah mencapai
Gejala gagal jantung kronis sisi kiri dan kanan functional class IV
biasanya berkembang secara bertahap.  LVH pada gambaran EKG
Beberapa pasien memiliki dilatasi ventrikel kiri  Pasien mengaku sudah mengalami
masalah jantung selama 9 tahun.
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
sebelum menjadi gejala. Meskipun nyeri dada
yang samar- samar mungkin ada, angina
pektoris yang khas itu tidak biasa dan
menunjukkan adanya iskemik pada jantung.
Pingsan karena aritmia dan emboli sistemik
(sering berasal dari trombus ventrikel) mungkin
terjadi.
Pemeriksaan Fisik Kesadaran: Compos Mentis
Pada pasien dengan penyakit lanjutan, tekanan TD: 80/60 mmHg HR : 120x/m (irreguler)
nadi menyempit dan tekanan vena jugularis RR: 24 x/m Suhu:38,2˚C
meningkat. Suara jantung ketiga dan keempat JVP : 5+2 cm H2O
umumnya ada, dan regurgitasi mitral atau Dispnea : +
trikuspid mungkin terjadi. Pada beberapa Kepala :
pasien, gejala gagal jantung berkembang secara Mata:
bertahap. Pemeriksaan fisik menunjukkan Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
ronkhi basah, peninggian jugular venous ikterik (+/+)
pressure, kardiomegali, irama gallop pada S3, Leher : JVP : 5+2 cm H2O
edema perifer, atau asites. Pada gagal jantung Dinding toraks :
kronik yang parah, pernafasan Cheyne-Stokes, Inspeksi : simetris fusiformis
pulsus alternans, pucat, dan sianosis dapat Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
timbul. Perkusi :
batas atas jantung
- ICS II linea parasternalis sinistra
batas kiri jantung
- ICS V 2 cm lateral LMCS
batas kanan jantung
- ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi :
vesikuler, Rhales (+/+), wheezing (-/-)
Jantung :
S1 (+), S2 (+), S3 (-), S4 (-)
Regularitas : irreguler
Murmur : PSM , Punctum maximum : apex
Paru:
Suara pernafasan: vesikuler
Suara tambahan : rales (+/+), wheezing
Abdomen :
Inspeksi : ascites
Palpasi : soepel, Hepar/Lien : tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : normoperistaltik
Ekstremitas :
Superior : dalam batas normal
Inferior : Edema pretibial (+), Pulsasi arteri (+)
Akral : Hangat, SpO2: 96%
Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin
 Laboratorium Hb: 15,6 g/dl, Ht : 46 %
Leukosit: 22530/mm3
 EKG Eritrosit : 5,01 jt/µl
 Foto thorax Trombosit: 261000/µl
 Echocardiography KGDs: 81
Ginjal: ureum/kreatinin: 118/1,99
Na/K/Cl: 125/4.3/91
Hasil EKG : AF RVR + LVH + Complete
LBBB
Marka Jantung: -
Foto thorax: kardiomegali , aorta dilatasi,
kongesti, infiltrat
Tata Laksana - Bed Rest
Prioritas pertama dalam melaksanakan strategi - O2 2-4 l/I via nk
pengobatan pada pasien kardiomiopati dilatasi - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
adalah menentukan apakah kondisi tersebut - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
terdapat etiologi yang ada pengobatan - Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
spesifiknya. Prioritas kedua dalam - Nebule Meptin 0.5 mg/8 jam
melaksanakan strategi pengobatan pada - Ramipril 1x 5 mg
kardiomiopati dilatasi adalah untuk memulai - Carvedilol 2x3.125 mg
terapi suportif pada gagal jantung, tujuannya
- Paracetamol 3x500 mg
adalah untuk: meningkatkan kualitas hidup,
- Metilprednisolone 4x8 mg
menghindari rawat inap di masa yang akan
datang, memperpanjang masa hidup, dan - Azitromisin 1x500 mg
mencegah perkembangan gagal jantung - Retapyl SR 2x1/2 tab
Antagonis aldosteron dengan spironolakton - N-Acetylsistein 3x200 mg
telah dilaporkan untuk mengurangi angka
kematian pada pasien dengan gagal jantung
tingkat lanjut, baik pada kardiomiopati dilatasi Rencana penjajakan selanjutnya:
atau iskemik. Menurut hasil dari percobaan - Echocardiography
Randomized Aldactone Evaluation Study
(RALES), spironolakton (25- 50 mg/ hari) - Angiografi koroner
dianjurkan untuk pasien dengan gejala gagal - Lipid profile
jantung saat istirahat meskipun menggunakan
ACE inhibitor, diuretik, digoksin, dan beta-
blocker, tanpa melihat etiologi gagal jantung
tersebut, pada pasien dengan gagal jantung
dengan NYHA kelas III sampai IV dan LVEF
<35%, dengan penyesuaian suplemen kalium
dan follow up laboratorium yang ketat.
BAB 6

KESIMPULAN

Bapak I, berusia 44 tahun, yang datang dengan keluhan sesak nafas dan
demam didiagnosis dengan CHF fc IV ec. Dilated Cardiomyopathy + PPOK
eksaserbasi berat + pneumonia komunitas serta ditatalaksana dengan:
- O2 2-4 l/I via nk
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Nebule Meptin 0.5 mg/8 jam
- Ramipril 1x 5 mg
- Carvedilol 2x3.125 mg
- Paracetamol 3x500 mg
- Metilprednisolone 4x8 mg
- Azitromisin 1x500 mg
- Retapyl SR 2x1/2 tab
- N-Acetylsistein 3x200 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association. 2019, ‘Heart Disease and Stroke Statistics-
2019 At-a-Glance’
2. Basit H, Malik A dan Huecker MR. ‘Non ST Segment Elevation
(NSTEMI) Myocardial Infarction’, StatPearls, accessed at: 29 June 2019,
available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513228/
3. Harahap S. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI). 2017.
Accessed at: 29 Juni 2019, Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57618/SARI.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
4. American Heart Association. What is peripheral vascular disease? In
American Heart Association; 2012.
5. Black & Hawks. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcomes (Ed.7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders
6. Non-ST Elevation Myocardial Infarction. BMJ Best Practice. Accessed at:
29 Juni 2019, available at: https://bestpractice.bmj.com/topics/en-us/151.
7. Non-ST Elevation Myocardial Infarction. Epocrates. Accessed at : 29 Juni
2019, Available at: https://online.epocrates.com/diseases/15124/Non-ST-
elevation-myocardial-infarction/Etiology
8. Brunner and Suddarth. (2010). Text Book of Medical Surgical Nursing
12th Edition. China: LWW.
9. Anantharaman V, Lim SW. Treatment of NSTEMI (Non-ST Elevation
Myocardial Infarction). Curr Emerg Hosp Med Rep, 2013;18–28.
10. Chapman, AR, Adamson PD, Mills NL. Assessment and classification of
patients with myocardial injury and infarction in clinical practice. Heart
2017;103:10–18. doi:10.1136/heartjnl-2016-309530
11. Guidelines for the management of patients with Non-ST Segment
Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) Acute Coronary Syndrome
including unstable angina and Non-Q wave Myocardial Infarction. NHS.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015, Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga, Centra Communications,
Jakarta, p. 3-55.
13. Braunwald, E., Mann, D.L., Zipes, D.P., Giugliano, R.P., Cannon, C.P.,
Libby, P., et al. 2015, Braunwald’s Heart Disease, A Textbook of
Cardiovascular Medicine 10th Edition, Elsevier Saunders, Philadephia, p.
1157.
14. Pedoman PERKI 2018 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi 4
15. Sweis RN, Jivan A. Complications of Acute Coronary Syndromes. MSD
Manual. Accessed at: 29 Juni 2019. Available at:
https://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-
disorders/coronary-artery-disease/complications-of-acute-coronary-syndromes
16. Soeparman, 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, 2nd penyunt. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
17. Rachma, L. N., 2014. PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL
JANTUNG KONGESTIF. El-Hayah Vol.4, pp. 83-84.
18. Nurjannah, I. & Tumanggor, R. D., 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6th penyunt. s.l.:Elsevier
mocomedia.
19. American Heart Association, 2016. How High Blood Pressure Can Lead
to Heart Failure. Available at
www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/LearnHowBPHa
rmsYourHealth/How-Blood-Pressure-Can-Lead-to-Heart-
Failure_UCM_490534_Article.jsp#mainContent
20. American Heart Association, 2017. Warning Signs of Heart Failure.
Available at
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/WarningSignsfor
HeartFailure/Warning-Signs-for-Heart-
Failure_UCM_002045_Article.jsp#Wq-OiNRubDc
21. Djausal, A.N. & Oktafany, 2016. Gagal Jantung Kongestif. Jurnal Medula
Unila, p.10.
22. Harvard Medical School, 2016. Heart Disease: All in the family history.
Available at: https://www.health.harvard.edu/heart-health/heart-disease-all-in-
the-family-history

Anda mungkin juga menyukai