Anda di halaman 1dari 8

SYOK KARDIOGENIK

DEFINISI

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung

sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia

jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula

terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel kiri cukup baik.

Syok kardiogenik didefinisi sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama > 1

jam di mana:

Tak respons dengan pemberian cairan saja


Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 l/menit per m2 dan

tekanan baji kapiler paru > 18 mmHg.

EPIDEMIOLOGI

Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut, dimana

terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insidens syok

kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan

dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat

beragam pada beberapa penelitian.

Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1% pasien

IMA non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76

jam dan 94 jam, di mana yang tersering setelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai

komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi

besar di negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetapi ditemukan
kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sampai 7,2%. Tingkat mortalitas masih

tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70-100%.

ETIOLOGI

Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok.

Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot

papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok

kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi

ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.

Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia atau

bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat

timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular atau ventrikular.

Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi

miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun kadiomiopati.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard

yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,

insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung.

Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik berkompensasi dengan

peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respons dari penurunan curah

jantung.

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien

pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar

iNOS, NO dan peroksinitrit, di mana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolisme glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivisitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik.

Sindrom respon inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi,

antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreastitis dan luka bakar. Pasien dengan infark

miokard (IM) luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih, komplemen,

interleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain.

DIGNOSIS

Anamnesis

Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulna syok kardiogenik tersebut.

Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang akut, dan

kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya.

Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasanya

terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark tersebut. Umumnya pasien

mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang menunjukkan adanya edema

paru akut atau bahkan henti jantung.

Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau

merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien akan merasakan letargi

akibat berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang

menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang tidak

memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung meningkat sebagai

akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya

meningkat sebagai akibat kongesti paru.

Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark ventrikel

kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil

kemungkinanya menyebabkan kongesti paru.

Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena dileher seringkali

meningkatkan distensi. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati

dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial ataupun

tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri

yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau

murmur yang timbul untuk menetukan kelainan atau komplikasi mekanik yang ada.

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa

tanda-tanda antara lain: pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi trikuspid atau

adanya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit untuk diatasi. Pulsasi arteri di ekstermitas

perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan.

Sianosis dan ekstermitas yang teraba dingin, menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke

jaringan.

Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG) : gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu

untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik.


b. Foto roentgen dada : pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan

tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat.
c. Ekokardiografi : modalitas pemeriksaan non-invasif ini sangat banyak

membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik.
d. Pemantauan Hemodinamik : Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur

tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna,

khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai

indikator evaluasi terapi yang diberikan.


e. Saturasi oksigen : pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan

dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat

mendeteksi adanya defek septal ventrikel.

Penatalaksanaan

Langkah 1. Tindakan Resusitasi Segera

Tujuannya untuk mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawah untuk terapi

definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele

neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin (norepinefrin), tergantung

pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri

rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat

dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi

pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.

Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi jika

fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan dan saturasi oksigen harus di monitordengan

memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi.
Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan

pompa (pump failure) iskemik yang predominant.

Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini

Setelah menetukan kelainan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas

terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG pada

syok kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left

main atau penyakit 3 pembuluh besar.

Rekomendasi terapi reperfusi dini syok kardiogenik karena komplikasi infark miokard

akut dapat dilihat pada gambar 2.


REFERENSI:
Sudoyo, W. Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Interna Publishing : Jakarta
Pusat ; 2009 p. 245-251

Anda mungkin juga menyukai