Anda di halaman 1dari 76

SEMINAR KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


RHEUMATIC HEART DISEASE DI RUANG CAMELIA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

KELOMPOK 3 ANGKATAN 2012:

1. Rio Cristianto, S.Kep. 131613143050


2. Agnes Sevelina A., S. Kep 131613143043
3. Muthmainnah, S.Kep 131613143044
4. IkaPratiwi, S.Kep 131613143019
5. NurulliaHanum H. , S.Kep 131613143020
6. Apriliya Dani Eka S., S.Kep 131613143012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah
seminar kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan RHD”
dengan baik.
Kami menyampaikan terima kasih yang juga kepada:
1. Prof. Nursalam, M.Nurs (hons), selaku Dekan yang senantiasa memacu,
dan memotivasi mahasiswa untuk selalu bersemangat dalam belajar;
2. Erna Dwi Wahyuni, S.Kep. Ns., M.Kep., selaku fasilitator yang
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini;
3. Binafsih, S.ST., selaku fasilitator klinik yang sealu memberi arahan
kepada kami untuk melakukan asuhan keperawatan yang baik pada klien
dengan penyakit jantung.
4. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik lagi. Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Surabaya, 21 Nopember 2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Rheumatic Heart Disease merupakan reaksi autoimun terhadap infeksi
bakteri reumatogenik, streprococus grup A. Karakteristik primer dari penyakit ini
adalah lesi permanen pada katup jantung, meskipun bagian lain dari jantung juga
terdampak. Angka kejadian Rheumatic Heart Disease di Negara berkembang
mengalami penurunan, namun penyakit ini masih menjadi masalah yang tinggi
bagi Negara industry dan Negara tertinggal (Dwivedi, 2016). Rheumatic Heart
Disease sering kali diabaikan oleh masyarakat, padahal penyakit ini merupakan
gangguan kardiovaskular dengan angka mordibitas dan mortalitas yang tinggi
pada kelompok dewasa muda, yaitu sekitar 250.000 kematian pertahun dari
seluruh dunia (Marijon et al. 2012).
WHO melaporkan sekitar 18,1 juta jiwa mengalami demam rematik akut,
rheumatic heart disease , dan rheumatic heart disease berhubungan dengan stroke
atau infeksi endokarditis, 5 juta jiwa diantaranya meninggal pada tahun 2005.
Mayoritas dari penyebab kematian tersebut adalah berkaitan dengan komplikasi
rheumatic heart disease (Watson et al. 2014). Rheumatic Heart Disease kronis
diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda =, 90.000
orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Angka kematian dari penyakit ini
sekitar 1%-10%. Hasil laporan WHO Expert Consultation Geneva menunjukkan
bahwa angka mortalitas rheumatic heart disease 0,5 per 100.000 penduduk di
Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di Negara berkembang, dan di
daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 (Afif, 2008). Diantara 32
pasien dengan rheumatic heart disease, 21 (66%) terdiagnosa tanpa adanya
riwayat demam rematik, hal tersebut mengindikasikan bahwa pasien tidak
mencari atau mendapatkan diagnose sebelum penyakitnya berkembang.
Prevalensi rheumatic heart disease adalah 3,2 per 1.000 orang pada Agustus 2013
(Beaudoin et al. 2015).
Rheumatic heart disease dapat berulang (rekuren), biasanya mengikuti
pola umur, sering terjadi pada masa anak dan jarang muncul setelah umur 25
tahun. Episode rekuren dapat terjadi kerusakan progresif pada katup. Gejala sisa
dan deformitas katup yang progresif dapat menyebabkan manifestasi kronik pada
masa dewasa bahkan kematian. Sangat penting untuk dilakukan upaya
mengurangi komplikasi serangan berulang dengan mengetahui secara pasti faktor-
faktor predictor sehingga menghasilkan luaran (outcome) yang lebih baik. (Sari
Pediatri, 2012). Beberapa faktor yang diduga berperan terhadap rheumatic heart
disease berulang yaitu usia saat pertama serangan, adanya penyakit jantung
reumatik, jarak waktu serangan berulang dari serangan sebelumnya, jumlah
serangan demam sebelumnya, derajat kekumuhan suatu keluarga, riwayat
keluarga dengan rheumatic heart disease atau penyakit jantung reumatik, faktor
sosial dan edukasi pasien, risiko infeksi streptokokus di area tempat tinggal, dan
penerimaan pasien terhadap pengobatan yang diberikan. Pengobatan dilakukan
agar dapat dilakukan tatalaksana yang cepat, tepat sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas. Setiap pasien dating untuk melakukan kontrol,
hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah rutin, urin rutin, feces rutin, nilai
ASTO, CRP, LED, hasil EKG, fototoraks, dan hasil ekokardiografi untuk
mendeteksi risiko serangan rekuren.
Sehubungan dengan bebagai kondisi di atas tersebut perawat diharapkan
dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistik yang didasarkan kepada
perawatan pasien secara total yang mempertimbangkan kebutuhan bio-psiko-
sosial dan spiritual. Sehingga, mahasiswa tertarik untuk meninjau lebih jauh lagi
lewat seminar yang membahas rheumatic heart disease pada Tn. S dirumah sakit
umum daerah DR. Soetomo Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi rheumatic heart disease?
2. Apa etiologi rheumatic heart disease?
3. Bagaimana manifestasi klinis rheumatic heart disease?
4. Bagaimana patofisiologi rheumatic heart disease?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic rheumatic heart disease?
6. Bagaimana web of causation rheumatic heart disease?
7. Bagaimana penatalaksanaan rheumatic heart disease?
8. Bagaimana komplikasi rheumatic heart disease?
9. Bagaimana prognosis rheumatic heart disease?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada rheumatic heart disease?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuanumum
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep asuhan keperawatan
pada klien dengan rheumatic heart disease.
1.3.2 TujuanKhusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi rheumatic heart disease.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi rheumatic heart disease.
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis rheumatic heart disease.
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologirheumatic heart disease.
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic rheumatic heart
disease.
6. Mahasiswa mampu memahami web of causation rheumatic heart disease.
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan rheumatic heart disease.
8. Mahasiswa mampu memahami prognosis rheumatic heart disease.
9. Mahasiswa mampu memahami pengkajian keperawatan pada rheumatic
heart disease.
10. Mahasiswa mampu memahami diagnose keperawatan rheumatic heart
disease.
11. Mahasiswa mampu memahami intervensi keperawatan rheumatic heart
disease.

1.4 Manfaat
1. Makalah ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan rheumatic heart disease.
2. Makalah ini dapat digunakan untuk acuan dalam memberikan pendidikan
kesehatan rumah sakit terutama pada pasien dengan rheumatic heart
disease.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat
bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar
keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah
usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic
heart disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa mengakibatkan penyempitan atau kebocoran, terutama
katup mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan
kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang
berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2000).
Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang
diakibatkan oleh infeksi streptococcus β hemolytic group A pada tenggorokan
(faringitis), tetapi tanpa disertai infeksi lain atau tidak ada infeksi
streptococcus di tempat lain seperti di kulit. Karakteristik rheumatic fever
cenderung berulang (recurrence) (Udjianti, 2010).
Rheumatic fever terdiri atas beberapa manifestasi klinis 1) arthritis
(paling sering) 2) carditis (paling serius) 3) chorea (paling jarang dan tidak
berkaitan) 4) subcutaneous nodule 5) erythema marginatum (Udjianti, 2010).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani
secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit
jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A
yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan
dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman
ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup
jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga
menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak
sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah
reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik.
Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun
demam reumatik serangan ulang.
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat
beberapa predisposisi antara lain :
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap
demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih
sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati,
sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat
jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi
umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak
usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi
streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein
dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis
pada reumatik fever.
7. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan
Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang
sebelumnya pernah mendapat demam rematik.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi:
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik
di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi,
lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik
juga meningkat.

C. MANIFESTASI KLINIS
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda
klinik. Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai
terutama jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam
reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya.
Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah
infeksi oleh Streptococcus. Perjalanan klinis penyakit demam reumatik /
penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium.
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A. Keluhan yang terjadi diantanya :
a. Demam
b. Batuk
c. Rasa sakit waktu menelan
d. Muntah
e. Diare
f. Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode
ini berlangsung 1 – 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu
atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.
Gejala peradangan umum :
a. Demam yang tinggi
b. Lesu
c. Anoreksia
d. Berat badan menurun
e. Kelihatan pucat
f. Epistaksis
g. Athralgia
h. Rasa sakit disekitar sendi
i. Sakit perut
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala
sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit
jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-
waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Manifestasi klinis penyakit jantung rematik menurut Jones (1982)
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Kriteria mayor :
a. Arditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau
endokarditis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup
mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung
( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate
meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup
pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising
sistolik ), Friction rub.
b. Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri
pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.
c. Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal ,
bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan
kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.
d. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa
bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan
tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa
indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan
telapak tangan.
e. Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah
kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul
pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu.
Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul
pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas
jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
2. Kriteria Minor :
a. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung
reumatik
b. Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;
pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
c. Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
d. Leukositosis
e. Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
f. C-Reaktif Protein (CRF) positif
g. P-R interval memanjang
h. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
i. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala 
umum seperti akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan
eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga  gangguan pada GI tract
dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia.
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau
dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.

D. PATOFISIOLOGI
Demam rematik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi
streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi
patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala
demam rematik bermanifestasi kira-kira1-5 minggu setelah terkena infeksi.
Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal
yang paling sering dijumpai (75%) adalah arthritis. Bentuk polyarthritis yang
bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan
dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun
pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta
Streptococcus HemolyticusGrup A sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya demam reumatik yangpasti belum diketahui.Pada
umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam
penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20
produk ekstrasel yang terpenting, diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin
S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease
serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang
timbulnya antibody.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-
kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama
daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan
dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala
korea sebagai manifestasi tunggal demam rematik, saat kadar antibody lainnya
sudah normal kembali.
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik,
suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A.
demam rematik mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis.
Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya
paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan
tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism
tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang
terjadi sebagai respon terhadap  streptokokus hemolitikus. Leukosit darah
akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang
kemudian akan diganti dengan jaringan parut. endokarditis rematik
mengakibatkan efek samping kecacatan permanen. Tepi bilah katup yang
meradang menjadi lengket satu sama lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu
penyempitan lumen katup.
Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna,
menaikkan tekanan vena pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel
kanan, dilatasi dan kegagalan.
Fibrilasi atrium sering merupakan komplikasi stenosis mitral akibat
valvulitis reumatik. Penyebab lain fibrilasi atrium ialah penyakit jantung
iskemik, tirotoksikosis dan pembedahan jantung, beberapa kasus idiopatik.
Kontraksi atrium yang tidak efektif akan menyebabkan stasis dan
pembentukan trombus dalam atrium, ini merupakan sumber yang potensial
untuk terjadinya trombo-emboli yang sistemik. Mitral stenosis murni terdapat
pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung reumatik.
Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode
penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala
mitral stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada
peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah
katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang
berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil. Luas normal orifisium
katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2
cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar
aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika
pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium
kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.
Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang
lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit.Karena
itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut
meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai
faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena
volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk
mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium
kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam
vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru,
mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-
kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteria
pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis
yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk
mendorong darah melalui pembuluh paru-paru.Akan tetapi, hipertensi
pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria
pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban
tekanan ini dengan cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti
oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto
jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama
kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspidalis. Katup ini akan
mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka
darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan
bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid
semakin besar pula.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral menghalangi
aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel.
Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung,
atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong
darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu selisih tekanan atau
gradien tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat. Dalam keadaan
normal selisih kedua tekanan itu minimal.
E. WOC

Streptococcus Beta Hemoliticus Grup A (melepaskan endoteksiadi pharing dan tonsil)

Faktor genetik, umur,


etnis, ras, keadaan sosial, Menginfeksi tubuh (saluran nafas) Nyeri tenggorokan
cuaca, iklim, geografi,
autoimun Disfagia
Tidak terobati dengan tuntas

Anoreksia
Terjadi proses autoimun

MK: Nyeri akut Nutrisi kurang dari


Demam rematik kebutuhan tubuh

Pelepasan
mediator nyeri Jantung Menyerang sendi,
bradikinin pembuluh darah, subkutan
prostaglandin dan
serotonin Terjadi reaksi inflamasi

MK: Nyeri akut


Peningkatan suhu Endokarditis
tubuh

Katup saling lengket


MK: Hipertermia Stroke
trombotik
Mitral stenosis
Aorta dan ventrikel Berat
kiri mengecil
Terbentuk Penyumbatan
Pengosongan Stasis darah trombus vaskuler sistemik
Orifisium mengecil atrium turun

Darah
Pengisian Tekanan vena Resistensi arteri
terakumulasi di
ventrikel kiri pulmonal meningkat pulmonal
vena pulmonal
menurun

Hipertensi pulmonal Transudasi Pengosongan ventrikel


Pompa suplai kanan turun
darah menrun alveoli
Nutrisi dan O2 ke
seluruh tubuh menurun Proses difusi Hipertrofi
MK: Penurunan Cardiac
Output terganggu ventrikel (D)
Perfusi jaringan
Mudah terjadi kelelahan inefektif Sesak Insufisiensi
katup trikuspid
MK: Intoleransi MK: Gangguan
aktivitas pertukaran gas
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah
a. LED tinggi sekali
b. Lekositosis
c. Nilai hemoglobin dapat rendah
2. Pemeriksaan bakteriologi
a. Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
b. Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti
hyaluronidase.
3. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
4. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung, lesi, dan kelainan pada katup
5. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
6. Bukti-bukti infeksi streptococcus :
a. Kultur positif
b. Ruam skarlatina
c. Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali
diantaranya adalah :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali keaktivitas normal) secara bertahap
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian
antibiotic penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan
dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat
dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus
beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan
pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
1. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan
dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi
terhadap penicillin.
2. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna
untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR
3. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
4. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk
jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada
kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3
minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta
kemajuan perjalanan penyakit.
5. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi
kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan
largactil dan lain-lain.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan
terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak
diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan
pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling
penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari
reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum
pericard. 

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identifikasi pasien
Nama, usia (paling banyak menyerang anak usia 5-15 tahun), jenis
kelamin (paling banyak menyerang anak perempuan), alamat (insiden
terbanyak terjai di daerah dataran tinggi), pendidikan, bangsa (orang kulit
hitam lebih banyak terserang), dan pekerjaan.
b. Keadaan sebelum sakit
Klien merasa nyeri pada area dada.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : nyeri daerah dada
d. Riwayat kesehatan keluarga
ada anggota keluarga yang sebelumnya mengalami penyakit yang sama
e. Pola nutrisi dan metabolic
Pasien dapat merasa mual, anoreksia, dan nyeri abdomen
f. Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengeluh lemas dan sesak nafas, akral dingin dan pasien palpitasi.
g. Pola eliminasi
Luaran urin tidak adekuat, oliguria
h. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Pasien Nampak gelisah, dan takut dengan tindakan medis yang diberikan
i. ROS (Review of System)
B1 (breath) : sesak, RR meningkat, batuk, otrthopnea, fagal.
B2 (blood) : peningkatan vena jugularis, edema tungkai, aritmia atrial,
fibrilasi atrium, denyut jantung cepat/ tidak teratur, hemoptysis, emboli,
thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardia, edema perifer, BJ 1 eras
murmur sistolik, palpiasi, apical diastolic murmur.
B3 (brain) : klien merasa pusing, dan gelisah
B4 (bladder) : aliran darah ke ginjal sedikit, produksi urine sedikit
B5 (bowel) : mual, disfagia, mual, anoreksia
B6 (bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah
Masalah keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
b. Perfusi jaringan inefektif
c. Penurunan cardiac output
d. Hipertermia
e. Nyeri akut
f. Intoleransi aktivitas
Intervensi keperawatan
a. Gangguan Pertukaran Gas
NOC: Respiratoy Status : Ventilation, vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada
gangguan pertukaran gas pada klien dengan kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital klien normal
2. Irama nafas regular
3. Tidak ada otot bantu pernafasan
4. Pola nafas normal
5. Saturasi oksigen normal
6. Tidak ada sianosis
NOC: Airway Management
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 
2) Berikan bronkodilator
3) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 
4) Monitor respirasi dan status O2 
5) Pertahankan jalan nafas yang paten
6) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
8) Monitor  vital sign
9) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
10) Pertahankan kolebaorasi terapi O2 tambahan
11) Monitor pola nafas
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan
perifer kembali normal, dengan criteria hasil:
Tissue perfusion: peripheral.
1. CRT normal (kurang dari 2 detik)
2. Akral hangat
3. TTV normal
4. Tidak ada edema perifer
5. Tidak ada parestesia dan kemerahan
NIC
Peripheral sensation management.
1. Lindungi tubuh dari suhu yang ekstrim
2. Monitor suhu secara berkala
Hemodynamic regulation
1. Kaji status hemodinamik
2. Kaji CRT
3. Monitor TTV
4. Periksa adanya edema perifer atau pitting edema
5. Auskultasi suara nafas
c. Penurunan cardiac output
NOC : cardiac pump effectiveness
Circulation status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam cardiac output
kembali normal, dengan kriteria hasil:
1) Tanda vital dalam rentang normal
2) AGD dalam batas normal
3) Warna kulit normal
4) Tidak ada edema dan asites
5) Tidak ada penurunan kesadaran
NIC :
1) Meminimalkan stress psikologis
2) Kolaborasi pemberian koagulan untuk mencegah thrombus
3) Kolaborasi pemberianobat aritmia, inotropic, nitrogliserin, dan
vasodilator untuk menjaga kontraktilitas jantung
4) Berikan terapi oksigen
5) Monitor TTV klien
6) Monitor keadaan jantung, suara, irama
7) Waspada tanda sianosis dan sesak nafas
8) Atur posisi dan istirahat untuk menghindari kelelahan
d. Hipertermia
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh
pasien normal, dengan criteria hasil:
Thermo regulation
1. Penurunan temperature kulit
2. Sakit kepala
3. RR normal
4. Nadi normal
NIC
Hiperthermia treatment
1. Monitor TTV
2. Menjauhkan pasien dari sumber panas
3. Kompres pada bagian lipatan tubuh
4. Tingkatkan hidrasi oral
5. Monitor hasil laboratorium
6. Monitor urine output
e. Nyeri akut
NOC : pain level, pain control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Klien tidak merasa
nyeri atau nyeri berkurang, dengan kriteria hasil:
1) Klien mengatakan secara verbal bahwa nyeri berkurang
2) Skala nyeri berkurang
3) Klien tidak menunjukkan ekspresi menahan nyeri
NIC : pain management
1) Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi
2) Kolaborasi pemberia analgesic
3) Berikan posisi yang nyaman
4) Tingkatkan istirahat klien
5) Monitor TTV
6) Monitor nyeri klien
f. Intoleransi aktivitas
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
mentoleransi aktivitas dengan criteria hasil
Activity tolerance
1. Saturasi oksigen selama aktivitas > 98%
2. Tekanan darah normal selama aktivitas.
3. Mampu memenuhi ADL
NIC
Activity therapy
1. Menilai aktivitas pasien untuk melakukan aktivitas
2. Bantu pasien memilih latihan aktifitas yang akan dilakukan
3. Bantu pasien dan keluarga beradaptasi dengan lingkungan
4. Sarankan metode untuk meningkatkan aktivitas fisik harian
5. Ciptakan lingkungan yang aman
7) Atur waktu aktivitas dan istirahat.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Tanggal MRS : 10 November 2016 Jam Masuk : 17.07 WIB


Tanggal Pengkajian : 14 November 2016 No. RM : 12.xx.xx.xx
Jam Pengkajian : 07.00 WIB
Hari Rawat Ke :4
Diagnosa Masuk : RHD MS Berat + AR sedang + PH ringan + AF moderat +
Hipokalemi
Diagnosa Kerja : RHD MS Berat + AR sedang + PH ringan + AF moderat +
Hipokalemi + DCFC II - III

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. S
2. Umur : 36 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
4. Pendidikan : SLTA
5. Pekerjaan : Karyawan swasta
6. Alamat : Gresik
7. Biaya : JKN Askes

KELUHAN UTAMA
Keluha Utama : klien mengeluhkan nafas terasa sesak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Klien merasakan sesak terus menerus sejak 1 hari SMRS walau klien sudah
beristirahat, keluhan nyeri dada tidak ada, mual muntah tidak ada, tetapi kadang
keluar keringat dingin. Ketika pengkajian dilakukan pada tanggal 14 November
2016 klien masih mengeluhkan sesak, RR 26 x/menit, terdapat penggunaan otot
bantu pernafasan sternokledomastoideus, sesak memberat saat berbaring dan
beraktivitas, dan klien mengatasinya dengan beristirahat dan mengenakan oksigen
nasal, dada masih sering berdebar, keluhan nyeri dada tidak ada, klien
mengatakan kadang masih keluar keringat dingin, mual muntah tidak ada. Klien
direncanakan akan melakukan operasi Pro Adhoc PTMC.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Klien didiagnosa sakit jantung 3 tahun yang lalu. Klien mengalami stroke 3 tahun
yang lalu dan saat ini mengalami kelemahan di separuh tubuh (tubuh bagian kiri).
Klien rutin kontrol ke poli jantung dan klinik. Klien rutin mengonsumsi obat
furosemide 1x1 (obat diuretik), spironolactone 1x1 (obat potasium-sparing
diuretik), simarc 3 mg (obat untuk mencegah pembekuan darah), bisoprolol 2,5
mg (obat untuk mengurangi tekanan otot jantung saat berkontraksi).
Dulu klien mengatakan pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan
intensitas kadang-kadang sewaktu kecil dan sering hanya diobati dengan obat-
obatan toko. Tidak ada riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus sebelumnya.
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi baik pada makanan, atau obat-
obatan. Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit jantung sebelumnya.

Genogram

Keterangan :
: Perempuan : Klien
: Laki-laki : Tinggal dalam satu rumah

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Klien tidak mengonsumsi obat-obatan atau alkohol. Tetapi klien mengonsumsi
rokok. Awalnya klien hanya mengonsumsi 1 batang rokok, dan bertambah
menjadi 4 batang rokok sejak 3 tahun sebelum didiagnosa sakit jantung. Klien
kadang-kadang berolahraga dengan jalan-jalan ketika akhir pekan bersama
keluarganya.

OBSERVASI DAN PEMERIKASAAN FISIK


Berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik didapatkan :
Suhu : 36,1 oC, Nadi : 72 x/menit (ireguler, teraba kuat), Tekanan darah : 110/70
mmHg, RR : 26x/menit, kesadaran composmentis, GCS : 456, CRT : 2 detik

PEMERIKSAAN REVIEW OF SYSTEM (ROS)


1. B1 (Breath)
a) RR : 26 x/menit, pola nafas dispnea (tachypnea), irama ireguler
b) Klien mengeluh sesak, sesak memberat ketika berbaring dan beraktivitas
c) Terlihat penggunaan otot bantu pernafasan sternokledomastoideus, dada
terlihat simetris, tidak ada bagian dada kanan atau kiri yang tertinggal saat
bernafas
d) Tidak ada pernafasan cuping hidung
e) Klien menggunakan alat bantu berupa nasal canule dengan oksigen 3 lpm
f) Klien tidak terpasang WSD atau tracheostomi
g) Klien berbaring dengan posisi semi fowler 45 derjat
h) SPO2 98% tanpa oksigen nasal
i) Tidak ditemukan nyeri di area dada
j) Saat pengkajian Klien tidak mengalami batuk baik produktif atau tidak
produktif, tidak ada sekret pada hidung atau mulut klien, tetapi 4 hari yang
lalu klien sempat mengeluhkan batuk produktif.
k) Ada ronki di lapang paru

-- --
+ +
l) Tidak ada wheezing di lapang paru

-- --
- -
2. B2 (Blood)
a) Suhu 36,1 C
b) Nadi : 102x/menit, nadi ireguler, teraba kuat
c) Tekanan darah : 110/70 mmHg
d) Suara jantung murmur diastolik di apex grade III/IV
e) Detak jantung ireguler
f) CRT 2 detik
g) Klien sering merasakan jantung berdebar terutama ketika beraktivitas
h) Akral dingin dan pucat di tangan. Tangan kadang-kadang basah.
i) Konjunctiva anemis, bibir agak pucat.
j) SPO2 98% tanpa oksigen nasal
k) Tidak ada keluhan nyeri dada

3. B3 (Brain)
a) Kesadaran composmentis
b) GCS 456
c) Klien tidak gelisah
d) Tidak ada keluhan pusing ataupun nyeri kepala
e) Pupil isokor (3mm/3mm)
f) Sclera anikterus
g) Konjunctiva anemis
h) Istirahat tidur rata-rata 7 jam ditambah kadang-kadang tidur siang 1,5 jam
i) Keluhan yang mengganggu aktivitas tidur adalah sesak
4. B4 (Bladder)
a) Alat genital tampak bersih, tidak ditemukan sekret pada area genital
b) Tidak ada ulkus atau luka pada area genital
c) Meatus uretra tampak bersih dan kering
d) Klien tidak mengalami keluhan kencing. Tidak ada nyeri tekan di area
bladder atau nyeri di area saluran uretra. Tidak ada distensi area bladder.
e) Klien terpasang alat bantu kencing Dower Catether terpasang sejak tanggal
10 November 2016. Selang kateter paten dan lancar. Warna urine kuning
oranye bening dengan bau khas. Produksi urine kurang lebih 40 ml/jam
dan 960 ml/24 jam.
f) Masukan cairan: PZ 500 ml/24 jam, minum maksimal 750 ml/jam

5. B5 (Bowel)
a) Tinggi badan klien 168 cm
b) Berat badan klien 50 kg
c) IMT 17, 86 (underweight)
d) Mulut bersih, mukosa lembab
e) Tidak ada nyeri telan, disfagia, atau pembesaran tonsil
f) Tidak ada distensi abdomen. Tidak ditemukan asites pada abdomen.
Abdomen teraba supel, tidak ada massa atau benjolan abnormal.
g) Bising usus 20x/menit
h) Rata-rata klien BAB 1x/hari, terakhir tanggal 14 November 2016
i) Konsistensi feses lunak berwarna kuning kecoklatan
j) Diit klien lunak, nafsu makan klien baik tetapi setiap makan hanya habis ¾
porsi karena tidak suka makanan rumah sakit
k) Klien suka mengemil makanan kecil dan roti
l) Klien tidak merasa mual atau muntah

6. B6 (Bone)
a) Pergerakan sendi bebas
b) Kekuatan otot
Ekstremitas atas kanan : 4
Ekstremitas atas kiri : 2 2 4
Ekstremitas bawah kanan : 4 3 4
Ekstremitas kiri bawah : 3
c) Klien mengalami kelemahan pada bagian tubuh sebelah kiri
d) Tidak ditemukan abnormalitas bentuk ekstremitas
e) Tidak ada riwayat fraktur pada klien
f) Tidak ada kelainan pada tulang belakang maupun riwayat gangguan tulang
belakang
g) Tidak ada keluhan nyeri pada ekstremitas maupun tulang belakang
h) Sirkulasi perifer menurun, warna kulit pucat akral dingin, kadang-kadang
tangan basah
i) Turgor kulit baik
j) Tidak ditemukan edema pada ektremitas

- -
- -
k) Tidak ditemukan eksoriasis, psoriasis, urtikaria atau pruritus
l) Penilaian risiko dekubitus
ASPEK KRITERIA PENILAIAN
YANG NILA
1 2 3 4
DINILAI I
TERBATAS
PERSEPSI SANGAT KETERBATAS TIDAK ADA
SEPENUHNY 3
SENSORI TERBATAS AN RINGAN GANGGUAN
A
TERUS
KELEMBABA SANGAT KADANG2 JARANG
MENERUS 3
N LEMBAB BASAH BASAH
BASAH
KADANG2 LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST 2
JALAN JALAN
IMMOBILE TIDAK ADA
SANGAT KETERBATAS
MOBILISASI SEPENUHNY KETERBATAS 2
TERBATAS AN RINGAN
A AN
KEMUNGKIN
SANGAT
NUTRISI AN TIDAK ADEKUAT SANGAT BAIK 3
BURUK
ADEKUAT
GESEKAN & POTENSIAL TIDAK
BERMASALA
PERGESERA BERMASALA MENIMBULKA 3
H
N H N MASALAH
NOTE : Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien
berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 16
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less = high risk)
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien menganggap bahwa penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan. Ketika dikaji
kelien kooperatif. Klien kadang murung dan diam. Tetapi klien tetap semangat
untuk bisa sembuh oleh karena motivasi dari keluarga dan kerabat.

PENGKAJIAN SPIRITUAL
Klien mengatakan sebelum sakit dan di rawat klien sering beribadah tetapi ketika
sakit klien beribadah kadang-kadang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG, dll)
Pemeriksaan Analisis Gas Darah (Pemeriksaan diambil tanggal 10 November
2016)
Jenis Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
Gas darah
Ph 7,545 7,35 – 7,45
pCO2 25,5 mmHg 35 – 45
pO2 78,1 mmHg 75 – 100
HCO3 22,2 mmol/l 22 – 28
TCO2 23,0 mmol/l
Beect -0,2 mmol/l ((-2) – 2)
SO2 97,2 (95 – 99)
AaDO2 37,5 mmHg
BE-b 1,3 mmol/l
SBC 25,6 mmol/l
A 115,6 mmHg
a/A 0,7
RI 0,5
PO2/FIO2 373,8 mmHg
Temp 37 deg C

Pemeriksaan diambil tanggal 10 November 2016


Jenis Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Elektrolit
Natrium 141 mmol/l 136 – 141 mmol/l
Kalium 3,4 mmol/l 3,8 – 5 mmol/l
Klorida 106 mmol/l 97 – 103 mmol/l

Pemeriksaan diambil tanggal 10 November 2016


Jenis Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Kimia klinik
BUN 14 mg/dl 10 – 20 mg/dl
Kretinin serum 0,93 mg/dl 0,5 – 1,2 mg/dl
Hematologi
WBC 12,44 x 103/ µL 4 – 10,4 x 103/ µL
RBC 4,38 x 106/ µL 3,6 – 5,46 x 106/ µL
HGB 12,3 g/dl L : 13,3 – 16,6
P : 11,0 – 14,3
HCT 39,2 % L : 41,3 – 52,1 %
P : 35,2 – 46,7 %
MCV 89,6 fL 86,7 – 102,3 fL
MCH 28,1 pg 27,1 – 32,4 pg
MCHC 31,4 g/dL 29,7 – 33,1 g/dL
PLT 341 x 103/ µL 150 – 450 x 103/ µL
MPV 7,9 fL 4,2 – 12 fL

Pemeriksaan diambil tanggal 14 November 2016


Jenis Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Elektrolit
Natrium 135 mmol/l 136 – 141 mmol/l
Kalium 4,7 mmol/l 3,8 – 5 mmol/l
Klorida 90 mmol/l 97 – 103 mmol/l

Jenis Hasil Nilai Normal


Pemeriksaan
Gas darah
Ph 7,41 7,35 – 7,45
pCO2 36,2 mmHg 35 – 45
pO2 78,1 mmHg 75 – 100
HCO3 22,5 mmol/l 22 – 28
TCO2 23,0 mmol/l
Beect -0,2 mmol/l ((-2) – 2)
SO2 97,2 (95 – 99)
AaDO2 37,5 mmHg
BE-b 1,3 mmol/l
SBC 25,6 mmol/l
A 115,6 mmHg
a/A 0,7
RI 0,5
PO2/FIO2 373,8 mmHg
Temp 37 deg C

TERAPI
Terapi saat klien baru masuk (tanggal 10 November 2016)
1. Oksigen nasal canule 3 lpm
2. Drip furosemid 5 mg/jam per IV
3. Spironolactone 50 mg per oral setiap 24 jam
4. Digoxin 0,125 mg per oral setiap 24 jam
5. Infus PZ 500 cc + KCL 25 Meq/12 jam per IV
6. Injeksi ceftriaxone 1 gram IV setiap 12 jam
7. KSR 600 mg per oral setiap 8 jam
8. Simac 2 mg per oral setiap 24 jam
9. Injeksi ranitidin 50 mg setiap 12 jam
Terapi tanggal 14 November 2016
1. Oksigen nasal canule 3 lpm
2. Injeksi furosemide 50 mg per IV setiap 8 jam
3. Infus NaCl 0,9% 500 ml + KCl 25 Meq/24jam, minum maksimal 750 ml/24
jam
4. Spironolactone 50 mg per oral setiap 24 jam
5. Digoxin 0,125 mg per oral setiap 24 jam
6. KSR 600 mg per oral setiap 8 jam
7. Injeksi Ceftriaxone 1 gram per IV setiap 12 jam
8. Injeksi ranitidine 50 mg per IV setiap 12 jam

DATA TAMBAHAN LAIN


A) Echo Summary (TEE) diambil tanggal 11 November 2016
1. Katup-katup
a. MS Berat (MVA VTI 0,6 cm2, MVA by MEAN PHT 0,6 cm2, MV by
MEAN PHT 367 ms, MVA PLANIMETRI 0,6 cm2, MEAN PG 10,28
mmHg) WILKINS SCORE 2-2-2-3
b. AR Ringan (AR PHT 972 ms, AR Sdec 1,3 m/s2)
2. Dimensi ruang-ruang jantung
a. LA dilatasi (LA Mayor 6,6 cm, LA Minor 6,4 cm)
b. LV Normal (LVIDd 4,8 cm)
c. RA dilatasi (RA Mayor 5,7 cm, RA minor 4,4 cm) dengan EST RAP
10 mmHg
d. RV dilatasi (RVDB 3,2 cm) dengan PH ringan (PvAcct 123 ms)
e. Tidak tampak trombus/vegetasi intrakardiak, LASEC (+)
3. Fungsi sistolik LV normal (EF by TEICH 58%, by BIPLANE 59%),
fungsi sistolik RV normal (TAPSE 1,9 cm)
4. Analisis segmental LV normokinetik
5. Tidak terdapat LVH (LVMI 81,02 g/m2, RWT 0,352)
B) EKG
Pemeriksaan EKG tanggal 11 November 2016

Intrepretasi EKG:
Atrium : sde (sulit dievaluasi)
Ventrikel : GG- 130 x/menit
P – R Interval : sde (sulit dievaluasi)
QRS Interval : 0,06 detik
QT interval :
Sek sumbu listrik QRS
Sek bidang frontal : normal
Sek bidang horizontal : CCUR
Irama : Atrial fibrilasi
Interpretasi : irama fibrilasi atrial/ 66-130 x/menit, Sumbu F (N), Sb H
CCUR
Pemeriksaan EKG pada tanggal 13 November 2016

Interpretasi EKG :
Atrium :
Ventrikel :
P – R Interval :
QRS Interval :
QT interval :
Sek sumbu listrik QRS
Sek bidang frontal :
Sek bidang horizontal :
Irama :
Interpretasi :
Pemeriksaan EKG pada tanggal 15 November 2016
Intrepretasi EKG:
Atrium :
Ventrikel :
P – R Interval :
QRS Interval :
QT interval :
Sek sumbu listrik QRS
Sek bidang frontal : normal
Sek bidang horizontal : CCUR
Irama : Atrial fibrilasi
Interpretasi : irama fibrilasi atrial/ 60-88 x/menit, Sumbu F (N), Sb H
CCUR

C) Pemeriksaan Foto Thoraks


Foto thorax AP (Asimetris)
COR : kesan membesar dengan apex grounded, pinggang jantung menonjol,
ada pelebaran aortic knok, double contour (+)
Pulmo : tampak reticulogranular pattern di kedua lapang paru, tampak
pelebaran hilus kanan.
Sinus prenicocostalis kanan kiri tajam.
KESAN : Cardiomegali dengan gambaran L to R shunt disertai dengan
oedema paru.
D) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Telah dilakukan diagnostik katerisasi jantung kanan & kiri pada tanggal 16
November 2016 dengan hasil:
Katerisasi jantung kanan : PA Pressure 70/44 dengan PH (Pulmonal
Hipertensi) sedang (mPAP 51.3 mmHg)
Katerisasi jantung kiri :
1. CO 5.47 L/min
2. CI 3.11 L/min.m2
3. SV 78.2 mL/beat
4. SVI 44.46 mL/beat/m2
LV Ventrikulosrafi : tidak tampak MR
Aortografi : tampak AR grade IV MV mean PG 21.97 mmHg
Kesimpulan : MS Berat + AR Grade IV + PH Ringan
Saran : Surgical DVR
ANALISIS DATA
Tanggal : 14 November 2016
1. Data subjektif
Klien mengatakan nafas terasa sesak, sesak memberat saat beraktivitas
Data objektif
a. TTV : N : 102x/menit, S : 36,1 C, TD : 110/70, RR : 26x/menit
b. Irama nafas tidak teratur, pola nafas dispnea (Tachypnea)
c. Terlihat penggunaan otot bantu pernafasan sternokledomastoideus
d. Klien terpasang oksigen nasal canule 3 lpm
e. Posisi klien semi fowler, kesadaran composmentis dengan GCS 456
f. Ditemukan ronki di paru-paru

-- --
g.
+ +
h. Klien mengalami kelemahan fisik
i. Akral dingin, tangan kadang-kadang basah, ekstremitas pucat, konjunctiva
anemis
j. Hasil foto thorax AP didapatkan hasil : Cardiomegaly dengan gambaran L
to R shunt disertai dengan oedema paru.
k. Ph 7,54, pCO2 25,5 mmHg, pO2 78,1 mmHg, HCO3 22,2 mmol/l, SO2 97,2
Etiologi dan Masalah Keperawatan
Etiologi Masalah Keperawatan
Mitral stenosis Gangguan pertukaran gas
(00030)
Pengosongan LA menurun

Tekanan vena pulmonal naik

Darah terakumulasi di vena pulmonal dan kembali ke paru-paru

Transudasi alveoli dan oedem

Proses difusi terganggu


Sesak

2. Data subjektif
Klien mengatakan sering kelelahan saat beraktivitas, dan jantung berdebar-
debar
Data objektif
a. TTV : N : 102x/menit (ireguler, teraba kuat), S : 36,1 C, TD : 110/70, RR :
26x/menit
b. CRT : 2 detik
c. Irama jantung ireguler, suara jantung murmur diastolik pada apex grade III/IV
d. Akral dingin, tangan kadang-kadang basah, ekstremitas pucat, konjunctiva
anemis
e. Tidak ada edema di ekstremitas
f. Kesadaran composmentis dengan GCS 456
g. Ph 7,54, pCO2 25,5 mmHg, pO2 78,1 mmHg, HCO3 22,2 mmol/l, SO2 97,2,
kadar kalium dalam darah Kalium 3,4 mmol/l
h. Hasil foto thorax AP didapatkan hasil : Cardiomegaly dengan gambaran L
to R shunt disertai dengan oedema paru.
i. Hasil kateterisasi jantung didapatkan:
j. Katerisasi jantung kanan : PA Pressure 70/44 dengan PH (Pulmonal
Hipertensi) sedang (mPAP 51.3 mmHg)
Katerisasi jantung kiri :
1) CO 5.47 L/min
2) CI 3.11 L/min.m2
3) SV 78.2 mL/beat
4) SVI 44.46 mL/beat/m2
LV Ventrikulosrafi : tidak tampak MR
Aortografi : tampak AR grade IV MV mean PG 21.97 mmHg
Kesimpulan : MS Berat + AR Grade IV + PH Ringan

k. Hasil intepretasi EKG pada tanggal 11 November 2016


Atrium : sde (sulit dievaluasi)
Ventrikel : GG- 130 x/menit
P – R Interval : sde (sulit dievaluasi)
QRS Interval : 0,06 detik
QT interval :
Sek sumbu listrik QRS :
Sek bidang frontal : normal
Sek bidang horizontal : CCUR
Irama : Atrial fibrilasi
Interpretasi : irama fibrilasi atrial/ 66-130 x/menit,
Sumbu F (N), Sb H CCUR
l. Hasil Echo TEE didapatkan :
Katup-katup
1) MS Berat (MVA VTI 0,6 cm2, MVA by MEAN PHT 0,6 cm2, MV by
MEAN PHT 367 ms, MVA PLANIMETRI 0,6 cm2, MEAN PG 10,28
mmHg) WILKINS SCORE 2-2-2-3
2) AR Ringan (AR PHT 972 ms, AR Sdec 1,3 m/s2)
Dimensi ruang-ruang jantung
1) LA dilatasi (LA Mayor 6,6 cm, LA Minor 6,4 cm)
2) LV Normal (LVIDd 4,8 cm)
3) RA dilatasi (RA Mayor 5,7 cm, RA minor 4,4 cm) dengan EST RAP
10 mmHg
4) RV dilatasi (RVDB 3,2 cm) dengan PH ringan (PvAcct 123 ms)
5) Tidak tampak trombus/vegetasi intrakardiak, LASEC (+)
Fungsi sistolik LV normal (EF by TEICH 58%, by BIPLANE 59%),
fungsi sistolik RV normal (TAPSE 1,9 cm)
Analisis segmental LV normokinetik
Tidak terdapat LVH (LVMI 81,02 g/m2, RWT 0,352)

Etiologi dan Masalah Keperawatan


Etiologi Masalah Keperawatan
Mitral stenosis

Pengosongan LA menurun
Risiko penurunan cardiac
Pengisian LV terhambat output
(00240)
Darah yang dipompa LV berkurang

Suplai darah ke seluruh tubuh berkurang

3. Data subjektif
Klien mengatakan hanya menghabiskan ¾ porsi setiap kali makan. Nafsu
makan baik, tetapi ketika sesak menjadi tidak nafsu makan. Klien tidak
merasakan mual atau muntah
Data objektif
A : Tinggi badan klien 168 cm, Berat badan klien 50 kg, IMT 17, 86
(underweight), BB sebelum masuk rumah sakit 53 kg
B : RBC 4,38 x 106/ µL, HGB 12,3 g/dl
C : klien tampak kurus, tulang-tulang costae terlihat dengan jelas
D : klien hanya mengahbiskan ¾ porsi makanan, klien mendapatkan intake
cairan NaCl 0,9% 500 ml per 24 jam, dan minum maksimal 750 ml per 24 jam
Etiologi dan Masalah Keperawatan
Etiologi Masalah Keperawatan
Mitral stenosis Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Pengosongan LA menurun
tubuh
Tekanan vena pulmonal naik (00002)

Darah terakumulasi di vena pulmonal dan kembali ke paru-paru

Transudasi alveoli dan oedem

Proses difusi terganggu

Sesak

Stress fisik dan psikologis


Nafsu makan menurun

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


Tanggal : 14 November 2016
1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan proses difusi darah
di paru-paru
2. Risiko penurunan Cardiac output b.d gangguan pengisian
left ventricle
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan nafsu makan

Tanggal : 15 November 2016


4. Ansietas b.d prosedur invasif kateterisasi jantung

Tanggal : 16 November 2016


5. Risiko perdarahan b.d pembukaan akses pembuluh
darah arteri femoralis
RENCANA INTERVENSI

HARI/ WAKTU DIAGNOSA NOC NIC


TANGGAL KEPERAWATAN

Senin, 14 08.00 Gangguan Pertukaran Respiratpory Status : Gas Exchange Airway Management
November Gas berhubungan Respiratoy Status : Ventilation
2016 dengan gangguan Vital Sign Status 1. Posisikan klien semi fowler
proses difusi darah di untuk memaksimalkan ekspansi
paru-paru Setelah dilakukan tindakan keperawatan dada
selama 1x24 jam tidak ada gangguan 2. Kolaborasi pemberian diuretik
pertukaran gas pada klien dengan furosemide 50 mg tiap 8 jam per
kriteria hasil : IV
1. Tanda-tanda vital klien normal (TD : 3. Atur intake cairan NaCl 0,9%
100-130/60-90 mmHg, Nadi: 60- 500 ml + minum maksimal 750
100x/menit, Suhu : 35,5-38 deg C, ml setaip 24 jam untuk
RR: 12-20x/menit) mengoptimalkan keseimbangan c
2. Irama nafas reguler airan tubuh
3. Tidak ada otot bantu pernafasan 4. Pertahankan kolebaorasi terapi
4. Pola nafas normal O2 tambahan nasal canule 3 lpm
5. Tidak terdengar ronki di lapang paru 5. Anjurkan klien untuk
6. Saturasi oksigen normal (96-100%) menghindari aktivitas berlebihan
7. Akral hangat kering merah untuk mengirangi kebutuhan
8. Kesadaran composmentis oksigen tubuh
6. Monitor tanda-tanda vital klien
setiap 2 jam (TD, Suhu, Nadi,
Penafasan, dan CRT)
7. Monitor status respirasi klien
setiap 2 jam (Pola nafas, irama
nafas, suara nafas, saturasi
oksigen, penggunaan otot bantu
pernafasan)
8. Monitor status sirkulasi klien
setiap 2 jam (Akral, dan
kesadaran klien)

Senin, 14 08.00 Risiko penurunan Cardiac pump effectiveness Cardiac Care


November Cardiac output b.d Circulation status
2016 gangguan pengisian Vital sign status 1. Atur intake cairan NaCl 0,9%
left ventricle 500 ml + minum maksimal 750
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ml setaip 24 jam untuk
selama 3x24 jam cardiac ouput optimal mengoptimalkan keseimbangan c
dengan kriteria hasil : airan tubuh
1. Tanda-tanda vital klien normal (TD : 2. Atur periode latihan dan istirahat
100-130/60-90 mmHg, Nadi: 60- untuk menghindari kelelahan 
100x/menit, Suhu : 35,5-38 deg C, 3. Anjurkan untuk menurunkan stress
RR: 12-20x/menit) 4. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kesadaran composmentis furosemide 50 mg tiap 8 jam per
3. Akral hangat kering merah IV
4. CRT < 2 detik 5. Kolaborasi pemberian digitalis
5. Tidak ada edema di ekstremitas Digoxin 0,125 mg per oral setiap
6. Kadar kalium klien dalam batas 24 jam
normal (3,8 – 5 mmol/l) 6. Kolaborasi pemberian KCL 25
Meq, KSR 600 mg setiap 8 jam
7. Kolaborasi pemberian
Spironolactone 50 mg setiap 24
jam
8. Monitor kadar kalium klien
9. Monitor tanda-tanda vital klien
setiap 2 jam (TD, Suhu, Nadi,
Penafasan, dan CRT)
10. Monitor status sirkulasi klien setiap
2 jam (akral, kesadaran, dan oedem
ekstremitas)

Senin, 14 08.00 Ketidakseimbangan Nutritional Status : food and  Nutriton Management


November nutrisi kurang dari Fluid Intake 
2016 kebutuhan tubuh b.d Nutritional Status : nutrient  1.
penurunan nafsu Intake  alergi atau tidak nafsu makan
makan Weight control  2.
nutrisi bagi tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.
selama 3x24 jam nutrisi kembali adekuat asupan nutrisinya
dengan kriteria hasil : 4.
1. Berat badan klien bertambah 500 ml + minum maksimal 750 ml
2. Klien menyatakan secara verbal setaip 24 jam untuk
bahwa nafsu makan baik mengoptimalkan keseimbangan cair
3. Porsi makan habis setiap waktu an tubuh
makan 5.
4. Intake cairan tetap terjaga (NaCl tetapi sering
0,9% 500ml + minum 750 ml/24 jam) 6.
nyaman untuk klien makan
7.
klien setiap hari
8.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Senin, 14 1 08.30 1. Memberikan diuretik Rio 09.00 S : Klien mengatakan masih Rio
November 2016 furosemide 50 mg per Cristianto agak sesak Cristianto
Shift pagi IV O : TD = 100/60, RR =
08.45 2. Menganjurkan klien Agnes 24x/menit, T = 36,4 C, N = 72 Agnes
untuk Sevelina x/menit Sevelina
mempertahankan intake Irama nafas ireguler
cairan NaCl 0,9% 500 ml Ada penggunaan otot bantu
+ minum maksimal 750 pernafasan
ml setaip 24 jam untuk sternokledomastoideus
09.00 mengoptimalkan  Pola nafas dispnea
3. Memonitor tanda-tanda (tachypnea)
09.00 vital Terdengar ronki di lapang
4. Memonitor status paru bagian bawah
11.00 respirasi klien Akral dingin basah pucat
5. Memonitor tanda-tanda Saturasi oksigem 97 %
11.00 vital Klien sudah minum 100 ml
6. Memonitor status mulai bangun tidur pukul
12.30 respirasi klien 05.30
7. Memposisikan klien semi A : Masalah belum teratasi
12.00 fowler P : Airway Management
8. Mempertahankan terapi 11.00 dilanjutkan (No. 1-8)
13.00 oksigen tambahan 3 lpm Rio
9. Memonitor tanda-tanda S : Klien mengatakan masih Cristianto
13.00 vital agak sesak
10. Memonitor status O : TD = 110/60, RR = Agnes
respirasi klien 25x/menit, T = 36,6 C, N = 68 Sevelina
x/menit
Irama nafas ireguler
Ada penggunaan otot bantu
pernafasan
Pola nafas dispnea
(tachypnea)
Terdengar ronki di lapang
paru bagian bawah
Akral dingin basah pucat
Saturasi oksigem 97 %
Klien minum lagi 50 ml
A : Masalah belum teratasi
13.00 P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8)
Rio
S : Klien mengatakan masih Cristianto
agak sesak
O : TD = 110/70, RR = Agnes
24x/menit, T = 36,1 C, N = 74 Sevelina
x/menit
Irama nafas ireguler
Ada penggunaan otot bantu
pernafasan
Pola nafas dispnea
(tachypnea)
Terdengar ronki di lapang
paru bagian bawah
Akral dingin kering pucat
Klien minum lagi 150 ml
Saturasi oksigem 97 %
A : Masalah belum teratasi
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8)

2 08.30 1. Memberikan Digoxin Rio 09.00 S : Klien merasa cepat lelah, Rio
0,125 mg Cristianto jantung berdebar Cristianto
08.30 2. Memberikan furosemide O : TD = 100/60, RR =
50 mg per IV Muthmainn 24x/menit, T = 36,4 C, N = 72 Muthmainnah
08.30 3. Memberikan KSR tablet ah x/menit (ireguler, teraba kuat)
600 mg Kesadaran composmentis
08.30 4. Memberikan Akral dingin basah pucat
spironolactone 50 mg CRT = 2 detik
08.45 5. Menganjurkan klien untuk Kesadaran komposmentis
mempertahankan GCS 456
intake cairan NaCl 0,9% Tidak ada oedem di
500 ml + minum ekstremitas
maksimal 750 ml setaip Kadar kalium klien, 4,7
09.00 24 jam mmol/l
6. Memonitor tanda-tanda Klien minum 100 ml sejak
09.00 vital klien bangun pukul 5.30
7. Memonitor status A : Masalah belum teratasi
11.00 sirkulasi klien P : Cardiac Care dilanjutkan
8. Memonitor tanda-tanda (No. 1-10)
11.00 vital klien 11.00
9. Memonitor status S : Klien merasa cepat lelah, Rio
13.00 sirkulasi klien jantung berdebar Cristianto
10. Memonitor tanda-tanda O : TD = 110/60, RR =
13.00 vital klien 25x/menit, T = 36,6 C, N = 68 Muthmainnah
11. Memonitor status (ireguler, teraba kuat)
sirkulasi klien Kesadaran composmentis
Akral dingin basah pucat
CRT = 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium klien, 4,7
mmol/l
Klien minum lagi 50 ml
A : Masalah belum teratasi
P : Cardiac Care dilanjutkan
13.00 (No. 1-10)

S : Klien merasa cepat lelah, Rio


jantung berdebar Cristianto
O : TD = 110/70, RR =
24x/menit, T = 36,1 C, N = 74 Muthmainnah
x/menit (ireguler, teraba kuat)
Kesadaran composmentis
Akral dingin basah pucat
CRT = 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium klien, 4,7
mmol/l
Klien minum lagi 150 ml
A : Masalah belum teratasi
3 Rio 13.00 P : Cardiac Care dilanjutkan
11.00 Cristianto (No. 1-10)
1. Mengkaji makanan yang
membuat klien alergi dan Aprilia Dani S : klien mengatakan tidak Rio
11.15 nafsu makan menurun menghabiskan makanannya, Cristianto
2. Memberikan informasi nafsu makan berkurang karena
12.00 tentang pentingnya nutrisi sesak, klien mengatakan tidak Aprilia Dani
3. Memberikan posisi dan memiliki alergi makanan.
lingkungan yang nyaman O : Berat badan sulit
12.15 untuk klien makan dievaluasi
4. Memotivasi klien agar Makan hanya ¾ porsi
meningkatkan nafsu intake cairan NaCl 0,9% 500
12.30 makan ml + minum maksimal 750 ml
5. Memonitor nafsu makan setaip 24 jam (sudah minum
13.00 dan porsi makan klien 300 ml)
6. Memonitor intake cairan A : Masalah belum teratasi
P : Nutrition management
dilanjutkan (No. 1 -7)

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Selasa, 15 1 08.00 1. Memberikan diuretik Rio 09.00 S : Klien mengatakan masih Rio
November 2016 furosemide 50 mg per Cristianto sedikit sesak Cristianto
Shift pagi IV O : TD = 110/60, RR =
08.30 2. Menganjurkan klien Ika Pratiwi 24x/menit, T = 36,8 C, N = 62 Ika Pratiwi
untuk x/menit
mempertahankan intake Irama nafas ireguler
cairan NaCl 0,9% 500 ml Ada penggunaan otot bantu
+ minum maksimal 750 pernafasan
ml setaip 24 jam untuk Pola nafas dispnea
mengoptimalkan  (tachypnea)
09.00 3. Memonitor tanda-tanda Terdengar ronki di lapang
vital paru bagian bawah
09.00 4. Memonitor status Akral dingin kering pucat
respirasi klien Klien sudah minum 50 ml
10.00 5. Memposisikan klien semi mulai bangun tidur pukul
fowler 06.00
10.15 6. Mempertahankan terapi Saturasi oksigem 97 %
oksigen tambahan 3 lpm A : Masalah belum teratasi
11.00 7. Memonitor tanda-tanda Timbul masalah baru yaitu
vital Ansietas b.d prosedur tindakan
11.00 8. Memonitor status invasif kateterisasi jantung
respirasi klien yang ditandai dengan :
13.00 9. Memonitor tanda-tanda 1. klien mengatakan bahwa
vital dirinya merasa cemas akan
13.00 10. Memonitor status tindakan ketetrisasi yang
respirasi klien akan dijalani
2. klien banyak bertanya
tentang tindakan yang
akan dilalui
3. klien menunjukkan wajah
gelisah
4. skala kecemasan VAS : 40
(kecemasan sedang)
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8)
Intervensi ansietas
Anxiety reduction :
1. motivasi klien untuk
menceritakan
kecemasannya
2. dengarkan dengan penuh
perhatian
3. berikan informasi tentang
tindakan yang akan
dilakukan
4. anjurkan keluarga untuk
memberikan motivasi
kepada klien
5. ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam

11.00 S : Klien mengatakan masih


sedikit sesak Rio
O : TD = 110/60, RR = Cristianto
24x/menit, T = 36,2 C, N = 68
x/menit Ika Pratiwi
Irama nafas ireguler
Ada penggunaan otot bantu
pernafasan
Pola nafas dispnea
(tachypnea)
Terdengar ronki di lapang
paru bagian bawah
Akral dingin kering pucat
Klien minum lagi 100 ml
Saturasi oksigem 97 %
A : Masalah belum teratasi
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8)
13.00
S : Klien mengatakan masih
sedikit sesak Rio
O : TD = 100/70, RR = Cristianto
22x/menit, T = 36,1 C, N = 72
x/menit Ika Pratiwi
Irama nafas ireguler
Ada penggunaan otot bantu
pernafasan
Pola nafas dispnea
(tachypnea)
Terdengar ronki di lapang
paru bagian bawah
Akral dingin kering pucat
Klien minum lagi 100 ml
Saturasi oksigem 97 %
A : Masalah belum teratasi
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8)

2 08.00 1. Memberikan Digoxin Rio 09.00 S : Klien merasa cepat lelah, Rio
0,125 mg Cristianto jantung berdebar Cristianto
08.00 2. Memberikan furosemide O : TD = 110/60, RR =
50 mg per IV Nurullia 24x/menit, T = 36,8 C, N = 62 Nurullia
08.00 3. Memberikan KSR tablet Hanum x/menit Hanum
600 mg (ireguler, teraba kuat)
08.00 4. Memberikan Kesadaran composmentis
spironolactone 50 mg Akral dingin kering pucat
08.30 5. Menganjurkan klien untuk CRT = 2 detik
Mempertahankan Kesadaran komposmentis
intake cairan NaCl 0,9% GCS 456
500 ml + minum Tidak ada oedem di
maksimal 750 ml setaip ekstremitas
09.00 24 jam Kadar kalium klien, 4,7
6. Memonitor tanda-tanda mmol/l
09.00 vital klien Klien sudah minum 50 ml
7. Memonitor status sejak bangun tidur pukul
sirkulasi klien 06.00
11.00 8. Memonitor tanda-tanda A : Masalah belum teratasi
vital klien P : Cardiac Care dilanjutkan
11.00 9. Memonitor status 11.00 (No. 1-10)
sirkulasi klien Rio
11.00 10. Memonitor tanda-tanda S : Klien merasa cepat lelah, Cristianto
vital klien jantung berdebar
11.00 11. Memonitor status O : TD = 110/60, RR = Nurullia
sirkulasi klien 24x/menit, T = 36,2 C, N = 68 Hanum
x/menit
(ireguler, teraba kuat)
Kesadaran composmentis
Akral dingin kering pucat
CRT = 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium klien, 4,7
mmol/l
Klien minum lagi 100 ml
A : Masalah belum teratasi
13.00 P : Cardiac Care dilanjutkan
(No. 1-10)
Rio
S : Klien merasa cepat lelah, Cristianto
jantung berdebar
O : TD = 100/70, RR = Nurullia
22x/menit, T = 36,1 C, N = 72 Hanum
x/menit (ireguler, teraba kuat)
Kesadaran composmentis
Akral dingin kering pucat
CRT = 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium klien, 4,7
mmol/l
Klien minum lagi 100 ml
A : Masalah belum teratasi
P : Cardiac Care dilanjutkan
(No. 1-10)
3 09.30 Rio 13.00
1. Menganjurkan makan Cristianto
11.30 sedikit tetapi sering S : klien mengatakan tidak
2. Memberikan posisi dan Aprilia Dani menghabiskan makanannya, Rio
lingkungan yang nyaman nafsu makan berkurang karena Cristianto
11.45 untuk klien makan sesak
3. Memotivasi klien agar O : Berat badan sulit Aprilia Dani
meningkatkan nafsu dievaluasi
12.00 makan Makan hanya ½ porsi
4. Memonitor nafsu makan intake cairan NaCl 0,9% 500
13.00 dan porsi makan klien ml + minum maksimal 750 ml
5. Memonitor intake cairan setaip 24 jam (klien sudah
minum sebanyak 250 ml)
A : Masalah belum teratasi
P : Nutrition management
4 09.10 Rio 10.00 dilanjutkan (No. 1 -7
1. Memotivasi klien agar Cristianto
menceritakan
kecemasannya S : klien mengatakan
09.10 2. Mendengarkan klien cemasnya sudah berkurang, Rio
dengan penuh perhatian klien juga mengatakan telah Cristianto
09.15 3. Memberikan informasi sedikit mengetahui prosedur
tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
kateterisasi yang akan O: Tidak ada ekspresi gelisah
dilaksanakan atau ekspresi yang
09.30 4. Mengajarkan klien teknik menggambarkan kecemasan
nafas dalam Klien tampak tenang
09.40 5. Menganjurkan keluarga Skala kecemasan VAS : 20
untuk memberi motivasi (kecemasan ringan)
10.00 6. Memonitor kecemasan A : Masalah teratasi
P : Anxiety reduction
dihentikan

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Rabu, 16 1 07.00 1. Memposisikan klien semi Rio 09.00 S : Klien mengatakan sudah Rio
November 2016 fowler Cristianto mendingan tidak sesak, Cristianto
Shift pagi 08.00 2. Mempertahankan terapi kadang klien bernafas tanpa
oksigen tambahan 3 lpm Nurullia menggunakan nasal canul 3 Nurullia
08.15 3. Memberikan diuretik Hanum lpm Hanum
furosemide 50 mg per O : TD = 110/60, RR =
IV 20x/menit, T = 36,7 C, N = 64
08.30 4. Menganjurkan klien x/menit
untuk Irama nafas reguler
mempertahankan intake c Tidak Ada penggunaan otot
airan NaCl 0,9% 500 ml bantu pernafasan
+ minum maksimal 750 Pola nafas normal
ml setaip 24 jam untuk Tidak Terdengar ronki di
mengoptimalkan  lapang paru bagian bawah
09.00 5. Memonitor tanda-tanda Akral hangat kering merah
vital Klien sudah minum 100 ml
09.00 6. Memonitor status sejak bangun pukul 05.00
respirasi klien Saturasi oksigem 98 %
11.00 7. Memonitor tanda-tanda A : Masalah telah teratasi
vital Timbul masalah baru :
11.00 8. Memonitor status Risiko perdarahan b.d
respirasi klien pembukaan akses pembuluh
13.00 9. Memonitor tanda-tanda darah arteri femoralis yang
vital ditandai dengan :
13.00 10. Memonitor status 1. Klien mengatakan telah
respirasi klien dilakukan kateterisasi
jantung dan terdapat luka
di paha
2. Ada pembukaan akses
arteri femoralis
3. luka masih merah, terdapat
sedikit flek darah di
pembalut luka
4. TD = 110/60, RR =
20x/menit, T = 36,7 C, N =
64 x/menit
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8) karena
kondisi klien belum stabil
Intervensi risiko perdarahan
Bleeding reduction : wound
1.
(tekanan) pada area
perdarahan
2.
(perban yang menekan)
pada area luka
3.
4.
menekan area luka pada
saat bersin atau batuk
5.
membatasi aktivitas di area
luka
6.
klien ((TD, Nadi, Suhu,
dan RR) dan status
sirkulasi (akral)

S : Klien mengatakan sudah


11.00 mendingan tidak sesak,,
kadang klien bernafas tanpa Rio
menggunakan nasal canul 3 Cristianto
lpm
O : TD = 100/60, RR = Nurullia
20x/menit, T = 36,1 C, N = 66 Hanum
x/menit
Irama nafas reguler
Tidak Ada penggunaan otot
bantu pernafasan
Pola nafas normal
Tidak Terdengar ronki di
lapang paru bagian bawah
Akral hangat kering merah
Klien minum lagi 100 ml
Saturasi oksigem 98 %
A : Masalah telah teratasi
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8) karena
kondisi klien belum stabil

S : Klien mengatakan sudah


mendingan tidak sesak,,
13.00 kadang klien bernafas tanpa
menggunakan nasal canul 3
lpm Rio
O : TD = 120/70, RR = Cristianto
18x/menit, T = 36 C, N = 64
x/menit Nurullia
Irama nafas reguler Hanum
Tidak Ada penggunaan otot
bantu pernafasan
Pola nafas normal
Tidak Terdengar ronki di
lapang paru bagian bawah
Akral hangat kering merah
Klien minum lagi 200 ml
Saturasi oksigem 99 %
A : Masalah telah teratasi
P : Airway Management
dilanjutkan (No. 1-8) karena
kondisi klien belum stabil

2 08.15 1. Memberikan Digoxin Rio 09.00 S : Klien merasa sudah Rio


0,125 mg Cristianto mendingan, tidak mudah lelah Cristianto
08.15 2. Memberikan furosemide ketika beraktivitas, tetapi
50 mg per IV Nurullia kadang-kadang masih terjadi Nurullia
08.15 3. Memberikan KSR tablet Hanum kelelahan Hanum
600 mg O : TD = 110/60, RR =
08.15 4. Memberikan 20x/menit, T = 36,7 C, N = 64
spironolactone 50 mg x/menit (ireguler, teraba kuat)
08.30 5. Menganjurkan klien Kesadaran composmentis
untuk Akral hangat kering merah
mempertahankan intake c CRT < 2 detik
airan NaCl 0,9% 500 ml Kesadaran komposmentis
+ minum maksimal 750 GCS 456
ml setaip 24 jam untuk Tidak ada oedem di
mengoptimalkan  ekstremitas
09.00 6. Memonitor tanda-tanda Kadar kalium, 4,7 mmol/l
vital klien Klien sudah minum 100 sejak
09.00 7. Memonitor status bangun tidur pukul 05.00
sirkulasi klien A : Masalah belum teratasi
11.00 8. Memonitor tanda-tanda P : Cardiac Care dilanjutkan
vital klien (No. 1-10)
11.00 9. Memonitor status
sirkulasi klien 11.00 S : Klien merasa sudah
10. Memonitor tanda-tanda mendingan, tidak mudah lelah Rio
11.00 vital klien ketika beraktivitas, tetapi Cristianto
11. Memonitor status kadang-kadang masih terjadi
11.00 sirkulasi klien kelelahan Nurullia
O : TD = 100/60, RR = Hanum
20x/menit, T = 36,1 C, N = 66
x/menit (ireguler, teraba kuat)
Kesadaran composmentis
Akral hangat kering merah
CRT < 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium, 4,7 mmol/l
Klien minum lagi 100 ml
A : Masalah belum teratasi
P : Cardiac Care dilanjutkan
(No. 1-10)

13.00 S : Klien merasa sudah


mendingan, tidak mudah lelah
ketika beraktivitas, tetapi Rio
kadang-kadang masih terjadi Cristianto
kelelahan
O : TD = 120/70, RR = Nurullia
18x/menit, T = 36 C, N = 64 Hanum
x/menit (ireguler, teraba kuat)
Kesadaran composmentis
Akral hangat kering merah
CRT < 2 detik
Kesadaran komposmentis
GCS 456
Tidak ada oedem di
ekstremitas
Kadar kalium, 4,7 mmol/l
Klien minum lagi 200 ml
A : Masalah belum teratasi
P : Cardiac Care dilanjutkan
(No. 1-10)

1. Memotivasi klien agar


3 11.30 meningkatkan nafsu Rio 13.00 S : klien mengatakan tidak
makan Cristianto menghabiskan makanannya,
2. Memberikan posisi dan nafsu makan berkurang karena
11.45 lingkungan yang nyaman Aprilia Dani sesak Rio
untuk klien makan O : Berat badan sulit Cristianto
11.50 3. Memonitor nafsu makan dievaluasi
dan porsi makan klien Makan hanya ½ porsi Aprilia Dani
4. Memonitor intake cairan intake cairan NaCl 0,9% 500
13.00 ml + minum maksimal 750 ml
setaip 24 jam (klien sudah
minum sebanyak 400 ml)
A : Masalah belum teratasi
P : Nutrition management
dilanjutkan (No. 1 -7)
1. Memberikan pressure
5 12.00 dressing pada luka Rio 13.00
2. Menganjurkan klien agar Cristianto S : klien mengatakan luka
tidak banyak terasa sudah tidak basah
memanipulasi area luka O : TD = 120/70, RR =
12.30 3. Memonitor tanda-tanda 18x/menit, T = 36 C, N = 64 Rio
vital klien dan status x/menit Cristianto
sirkulasi Luka kering, nampak
13.00 kehitaman (bekuan darah),
tidak ada darah yang keluar
Akral klien hangat kering
merah
A : Masalah teratasi
P : Bleeding reduction :
wound dihentikan
WOC Kasus Tn. S

Bakteri streptococcus Beta Hemoliticus

Menginfeksi saluran nafas

Tidak terobati dengan tuntas

Terjadi proses autoimun


Faktor Risiko :
Konsumsi rokok, riwayat
Demam reumatik
infeksi saluran pernafasan
atas
Menyerang jantung (RHD)

Mengenai katup aorta Timbul reaksi inflamasi

MK : Ansietas
Aorta regurgitasi Katup saling lengket dan sulit membuka

Mitral Stenosis Pemdig kateterisasi

Pengosongan LA turun Pembukaan akses


pembuluh darah
arteri femoralis

Akumulasi darah di LA Pengisian LV terhambat Darah kembali ke vena pulmonal MK : Rsiko perdarah

LA dilatasi Volume darah yang dipompa Hipertensi vena pulmonal Darah kembali ke arteri
ventrikel berkurang pulmonal
LA tidak cukup tekanan untuk Darah kembali ke paru-paru Pulmonal hipertension
memompa darah ke LV MK : Risiko Penurunan pulmonal Darah kembali ke RV
Cardiac output
Transudasi alveoli
Akumulasi darah di RV
Atrial fibrilasi

Sesak Gangguan difusi darah


Dilatasi RV
Darah tertahan dan
terakumulasi Nafas cepat MK : Gangguan
pertukaran gas Gangguan pengosongan RV

Terbentuk trombus Nafsu makan menurun


Pompa darah RA ke RV
terganggu
Dipompa ke seluruh tubuh MK : Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Akumulasi darah di RA
Menyumbat pembuluh darah
otak
Dilatasi RA
Stroke trombotik

Dilatasi di beberapa ruang jantung

Kontraktilitas jantung terganggu

DCFC
BAB 4
PEMBAHASAN

RHD (Rheumatic Heart Disease) atau dikenal dengan penyakit jantung


rematik adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang
bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat
adanya gejala sisa dari demam rematik. Secara umum penyakit RHD ini dapat
terjadi setelah infeksi Streptococcus beta dan hemolyticus group A pada saluran
pernafasan bagian atas. Demam reumatik ini ditandai dengan demam
berkepanjangan, jantung berdebar kencang, terkadang mudah cepat lelah. Serta
Penderita RHD umumnya mengalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya
sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah-pindah, bercak
kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak
terkendali, kehilangan berat badan. RHD yang dialami oleh Tn. S merupakan
RHD yang dimulai dengan sesak nafas dan memberat saat berbaring kemudian
dilanjutkan dengan gejala mudah lelah dalam melakukan aktifitas, serta jantung
berdebar kencang.
Salah satu tanda jantung berdebar kencang merupakan manifestasi klinis
kriteria mayor menurut Jones (1982), yaitu arditis terjadi peradangan pada jantung
(miokarditis atau endokarditis) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada
katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadinya penurunan curah jantung
(seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat),
bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat
stenosis dari katup terutama mitral (bising sistolik).
Pada pemeriksaan laboratorium Tn. S ditemukan bahwa hemoglobin
pasien menurun yaitu 12,3 g/dl (N = L : 13,3 – 16,6; P : 11,0 – 14,3), dan
peningkatan leukosit 12,44 x 103/ µL (N = 4 – 10,4 x 103/ µL) merupakan salah
dua tanda dari RHD. Tn. S juga mendapatkan pemeriksaan ekokardiografi dengan
TEE (Trans Esophageal Echocardiography) dengan interpretasi diagnosa klinis
Valvular Heart Disease. Pada katup-katup ditemukan MS berat, AR ringan, TR
trivial, pada Dimensi ruang-ruang jantung ditemukan LA dilatasi, LV normal, RA
dilatasi, RV dilatasi dan tidak tampak trombus. Pada fungsi sistolik ditemukan LV
dan RV normal, analisis segmental LV normokinetik serta tidak terdapat LVH.
Setelah dilakukan pengkajian mulai tanggal 14 November 2016 pada Tn. S
dan dilakukan perawatan selama 3 hari ditemukan lima masalah keperawatan
gangguan pertukaran gas, resiko penurunan cardiac output/penurunan curah
jantung, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas dan
risiko perdarahan. Masalah keperawatan utama gangguan pertukaran gas muncul
pada Tn. S berdasarkan data subyektif dan data obyektif dari keluhan Tn. S. Data
subyektif yang dikeluhkan yaitu Tn. S mengatakan sesak nafas, dan sesak
memberat saat beraktivitas, sedangkan data obyektif yang muncul yaitu (TTV :
N : 72x/menit, S : 36,1 oC, TD : 110/70 mmHg, RR : 26x/menit), irama nafas
tidak teratur, pola nafas dispnea, terlihat penggunaan otot bantu pernafasan,
terpasang oksigen nasal canul 3 lpm, posisi semifowler, kesadaran komposmentis
dengan GCS 456, ditemukan ronki di paru-paru nya, klien mengalami kelemahan
fisik, akral dingin, tangan kadang-kadang basah, ekstremitas pucat, konjunctiva
anemis, hasil foto thorax AP didapatkan hasil : Cardiomegaly dengan gambaran L
to R shunt disertai dengan oedema paru, pemeriksaan Analisis Gas darah
didapatkan Ph 7,54, pCO2 25,5 mmHg, pO2 78,1 mmHg, HCO3 22,2 mmol/l, SO2
97,2. Hal tersebut terjadi mitral stenosis mengakibatkan pengosongan LA
menurun kemudian meningkatkan tekanan vena pulmonal sehingga darah yang
terakumulasi di vena pulmonal akan kembali ke paru-paru dan terjadi transudasu
alveoli dan mengganggu proses difusi sehingga mengakibatkan sesak nafas.
Masalah keperawatan keperawatan kedua yaitu risiko penurunan cardiac
output muncul dari Tn. S mengatakan mudah kelelahan saat beraktivitas, dan
jantung berdebar-debar, didukung dengan hasil TTV (N : 72x/menit, S : 36,1 oC,
TD : 110/70mmHg, RR : 26x/menit), jantung berdetak kencang, CRT : 2 detik,
Akral : hangat pucat, Irama jantung irregular, Suara jantung : murmur, Kesadaran
Composmentis GCS : 456, serta hasil pemeriksaan laboratorium pCO2 25,5
mmHg, pO2 78,1 mmHg, HCO3 22,2 mmol/l, SO2 97,2. Hal tersebut bisa terjadi
dimulai dari Mitral stenosis mengalami pengosongan LA sehingga pengisian LV
terhambat, kemudian darah yang dipompa LV berkurang dan mengakibatkan
suplai darah ke seluruh tubuh berkurang.
Masalah keperawatan Tn. S yang ketiga adalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh muncul bahwa Tn. S mengatakan hanya
menghabiskan ¾ porsi setiap kali makan. Nafsu makan baik, tetapi ketika sesak
menjadi tidak nafsu makan. Didukung oleh data obyektif Tn. S yaitu dari
Antropometri tinggi badan klien 168 cm, berat badan klien 50 kg, IMT 17,86
(underweight), Biokimia dari segi pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
RBC 4,38 x 106/ µL, HGB 12,3 g/dl, Clinis dilihat dari Tn. S tampak kurus,
tulang-tulang costae terlihat dengan jelas, dan Diet, bahwa Tn. S hanya
menghabiskan ¾ porsi makanan. Dari sesak nafas yang dirasakan oleh Tn. S
menyebabkan stress fisik dan psikologis sehingga menimbulkan nafsu makan
menurun.
Masalah keperawatan yang muncul oleh Tn. S adalah ansietas. Tn. S
mengatakan khawatir terhadap tindakan kateterisasi jantung yang akan dilakukan
olehnya. Didukung oleh data tanda-tanda vital yaitu nadi 96x/menit (ireguler,
teraba kuat), Suhu 36,3oC, tekanan Darah 100/70 mmHg, dan frekuensi
pernapasan 24x/menit, Tn.S tampak mencoba menenangkan dirinya sendiri
dengan bernafas dalam, pola tidur Tn. S baik 7 jam / hari. Pada pemeriksaan
diagnostik yang akan dilakukan oleh Tn. S membuatnya takut dan cemas.
Masalah keperawatan yang muncul oleh Tn. S adalah risiko perdarahan,
dimana katerisasi jantung dilakukan pada tanggal 16 November 2016, dan
terdapat luka di paha. didukung oleh data obyektif diantaranya tanda-tanda vital,
nadi 98x/menit (ireguler, teraba kuat), suhu 36,6oC, tekanan darag110/70mmHg,
frekuensi pernapasan 24x/menit, terdapat luka kateterisasi di area paha, luka
masih merah, terdapat sedikit flek darah di pembalut luka. Pada data di atas
menyebutkan karena adanya tindakan invasif yang dilakukan oleh Tn. S sehingga
pembukaan akses arteri femoralis dapat terjadi dan pembuluh darah bisa saja
terbuka dan timbul risiko perdarahan yang bisa terjadi.
Rencana intervensi pada Tn. S dengan masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas adalah sesuai dengan kriteria hasil yaitu tanda-tanda vital Tn. S
tekanan darag 100-130/60-90 mmHg, Nadi 60-100x/menit, Suhu 35,5-38 oC,
Respiration Rate 12-20x/menit dalam batas normal, irama nafas reguler, tidak ada
otot bantu pernafasan, pola nafas normal dan saturasi oksigen normal (96-100%),
tidak terdengar ronkhi di lapang paru, akral hangat kering merah, dan kesadaran
composmentis. Adapun yang sudah diimplementasikan pada Tn. S yaitu 1)
memposisikan Tn. S untuk memaksimalkan ventilasi dan memberikan posisi yang
nyaman pada Tn. S; 2) mengatur intake cairan dan mengoptimalkan
keseimbangan cairan intake dan output Tn. S; 3) Memonitor tanda-tanda vital; 4)
Memonitor status respirasi dan status O2; 5) Mengobservasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi; 7) mengajarkan Tn. S dan keluarga tentang tehnik relaksasi dalam
memperbaiki pola nafas; 9) Tindakan kolaboratif. Setelah dilakukan
implementasi, Ners melakukan evaluasi dengan metode SOAP setiap 2 jam sekali
sesuai kondisi Tn. S, kemudian melanjutkan intervensi yang akan dilanjutkan atau
dihentikan. Setelah dilakukan evaluasi pada hari perawatan ke-3, klien
menunjukkan tanda-tanda perbaikan pola nafas yang ditunjukkan dengan data
subjektif bahwa klien merasa nafas sudah agak lega dan data objektif yaitu
tekanan darah 110/70 mmHg, Respiratory Rate 22x/menit, Suhu 36,1 C, Nadi 98
x/menit, Irama nafas reguler, dapat menggunakan teknik relaksasi nafas dalam,
Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas normal, saturasi oksigen
98 %, dan tidak ada tanda sianosis. Tetapi intervensi masih perlu dilanjutkan
karena sesak dapat muncul sewaktu-waktu ketika klien beraktivitas.
Intervensi keperawatan dengan masalah keperawatan risiko penurunan
penurunan cardiac output pada Tn. S yaitu dengan kriteria hasil Cardiac pump
effectiveness dengan NOC circulation status yaitu TTV dalam batas normal,
kesadaran composmentis, , akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, tidak ada
edema di ekstrimitas, dan kalium dalam batas normal (3,8 – 5 mmol/L).
Implementasi yang dilakukan oleh Ners yaitu 1) Mempertahankan
intake cairan NaCl 0,9% 500 ml + minum maksimal 750 ml setaip 24 jam, 2)
Memberikan obat farmakologi sesuai dengan yang diresepkan dokter, 3)
Memonitor tanda-tanda vital klien, 4) Memonitor status sirkulasi klien. Setelah
dilakukan implementasi, Ners melakukan evaluasi dengan metode SOAP setiap 2
jam sekali dengan melihat kondisi Tn. S, kemudian mengkaji apakah intervensi
akan dilanjutkan atau dihentikan. Setelah dilakukan evaluasi pada hari perawatan
ke-3, klien menunjukkan tanda-tanda peningkatan cardiac output yang
ditunjukkan dengan data subjektif bahwa Klien merasa lebih enakan tetapi masih
sering lelah, jantung tidak berdebar kencang seperti sebelumnya dan data objektif
yaitu tekanan darah 110/70 mmHg, Respiratory Rate 22x/menit, Suhu 36,1oC,
Nadi 98 x/menit, jantung berdetak sedang, CRT < 2 detik, kesadaran
komposmentis, GCS 456 dan akral hangat dan warna kulit agak kemerahan.
Tetapi intervensi juga masih perlu dilanjutkan karena keadaan jantung klien masih
belum stabil sehingga cardiac output dapat turun kembali.
Rencana intervensi masalah keperawatan dengan Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yaitu dengan kriteria hasil berat badan Tn. S
bertambah, Tn. S menyatakan secara verbal bahwa nafsu makan baik, porsi makan
habis setiap waktu makan, dan intake cairan tetap terjaga (NaCl 0,9% 500ml +
minum 750 ml/24 jam). Adapun yang sudah dilakukan implementasi pada Tn. S
yaitu 1) Mempertahankan intake cairan NaCl 0,9% 500 ml + minum maksimal
750 ml setaip 24 jam, 2) Mengkaji makanan yang membuat Tn. S alergi dan nafsu
makan menurun, 3) Memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi, 4)
Memberikan posisi dan lingkungan yang nyaman untuk Tn. S makan, 5)
Memotivasi Tn. S agar meningkatkan nafsu makan, 6) Memonitor nafsu makan
dan porsi makan. Setelah dilakukan evaluasi pada hari perawatan ke-3, Tn. S
menunjukkan bahwa kebutuhan nutrisi Tn. S masih mengalami penurunan yang
ditunjukkan dengan data subyektif bahwa Tn. S mengatakan tidak menghabiskan
makanannya, nafsu makan berkurang karena sesak, berat badan sulit dievaluasi,
dan data obyektif bahwa makan tidak habis, hanya ½ porsi, intake cairan NaCl
0,9% 500 ml + minum maksimal 750 ml setaip 24 jam, sehingga analisis yang
dilakukan oleh Ners selama 3 hari perawatan adalah masalah keperawatan belum
teratasi, sehingga intervensi keperawatan dilanjutkan sesuai dengan no. 1 – 7.
Rencana intervensi keperawatan Tn. S dengan masalah keperawatan
ansietas, yaitu dengan kriteria hasil Tanda-tanda vital klien normal, Tn. S
menyatakan secara verbal bahwa cemas berkurang, tidak ada gangguan terhadap
waktu tidur, dan ekspresi klien tidak menunjukkan tanda kecemasan. Adapun
implementasi yang sudah dilakukan oleh Ners pada Tn. S dengan masalah
keperawatan Tn. S adalah 1) Memotivasi Tn. S agar menceritakan kecemasannya,
2) Mendengarkan klien dengan penuh perhatian, 3) Memberikan informasi
tentang prosedur kateterisasi yang akan dilaksanakan, 4) Mengajarkan Tn. S
teknik nafas dalam, 5) Menganjurkan klien untuk mendengarkan music, 6)
Menganjurkan keluarga untuk memberi motivasi, 7) Memonitor tanda-tanda vital.
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari, Ners melakukan evaluasi SOAP dan
menunjukkan bahwa kecemasan Tn. S menunjukkan berkurang, ditunjukkan
dengan data subyektif yaitu Tn. S mengatakan bahwa cemasnya berkurang, data
obyektif menunjukkan tekanan darah 100/70mmHg, Respiration rate 22x/menit,
suhu 36,1 oC, dan Nadi 74 x/menit, tidak ada ekspresi yang menggambarkan
kecemasan, Tn. S tampak tenang. Sehingga analisis yang dilakukan oleh Ners
diketahui bahwa masalah keperawatan teratasi, dan intervensi keperawatan
dihentikan.
Rencana intervensi keperawatan yang muncul pada Tn. S pada tanggal 16
November 2016 adalah risiko perdarahan, dengan kriteria hasil darah pada luka
tidak meluber keluar, akral hangat kering dan merah, dan tanda-tanda vital klien
normal. Adapun implementasi yang dilakukan oleh Tn. S adalah 1) Memberikan
pressure dressing pada luka, 2) Menganjurkan klien agar tidak banyak
memanipulasi area luka, 3) Memonitor tanda-tanda vital klien dan status sirkulasi.
Setelah dilakukan tindakan perawatan, selanjutnya Ners melakukan evaluasi
dengan metode SOAP, yaitu didapatkan dengan data subyektif Tn. S mengatakan
luka terasa sudah tidak basah, data obyektif didapatkan bahwa tanda-tanda vital
dalam batas normal (TD = 120/70, RR = 18x/menit, T = 36 C, N = 74 x/menit),
Luka kering, nampak kehitaman (bekuan darah), tidak ada darah yang keluar,
Akral hangat kering merah, masalah keperawatan risiko perdarahan dapat teratasi,
sehingga intervensi keperawatan dapat dihentikan.
BAB 5
PENUTUP

Kesimpulan
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes,
1993).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat
akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar
keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok
usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya
peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.

Saran
1. Bagi profesi keperawatan
Sebagai seorang perawat, diharapkan dapat mengembangkan ilmu
keperawatan agar lebih memahami apa yang terjadi pada klien dengan
rheumatic heart disease dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat dan lebih baik lagi.
2. Bagi mahasiswa
Kepada mahasiswa dan mamasiswi lebih menggembangkan lagi ilmu terkait
rheumatic heart disease sehingga mahasiwa diharapkan lebih memahi dan
dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan rheumatic heart
disease secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Afif, A., 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik. FK USU.
Beaudoin, A. et al., 2015. Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease
Among Children. CDC, 64(20), pp.555–558.
Dwivedi, J., 2016. Prevention of Rheumatic Heart Disease: Potential for Change.
Australian Medical Student Journal.
Marijon, E. et al., 2012. Rheumatic Heart Disease. The Lancet, 379(9819),
pp.953–964.
Watson, G. et al., 2014. Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease In
Resource-Limited Setting. BMJ Journals.
Sari Pediatri, Rahmawaty NK . 2012. Risiko serangan berulang pasien DR/PJR
Vol. 14, No. 3, Oktober 2012 Journals. Doenges, Marilynn E. (1993).
Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakart : EGC.
Lili ismudiarti rilantono,dkk. 2001. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Poestika S, Sarodja RM. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai