Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA TN. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS PERITONITIS


DI RUANG BEDAH ASTER RSUD DR.SOETOMO
SURABAYA

TANGGAL 14-26 NOVEMBER 2016

OLEH:
KELOMPOK 6
1. Ayu Susilawati,S.Kep. 131613143008
2. Sri Rezeki Amanda,S.Kep. 131613143009
3. Alfita Nadziir,S.Kep. 131613143016
4. Muhammad Syaltut,S.Kep. 131613143047
5. Indah Nur Rahmawati,S.Kep. 131613143048

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Tn. J dengan diagnosa


medis peritonitis di Ruang Bedah Aster RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah
dilaksanakan mulai tanggal 14 sampai dengan 26 November 2016 dalam rangka
pelaksanaan Profesi Keperawatan Medikal Bedah.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Medikal
Bedah.
Disahkan tanggal, 2 Desember 2016

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Herdina Mariyanti, S.Kep.Ns.,M.Kep Adi Sukrisno,S.Kep.,Ns.


NIK.139101033 NIP.197410061996031001

Mengetahui

Kepala Ruangan Bedah Aster

Adi Sukrisno,S.Kep.,Ns.
NIP.197410061996031001

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3


2.1 Anatomi Fisiologi Peritoneum...................................................................3
2.2 Definisi Peritonitis.....................................................................................4
2.3 Klasifikasi Peritonitis.................................................................................5
2.4 Etiologi Peritonitis.....................................................................................5
2.5 Patofisiologi Peritonitis..............................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis Peritonitis.....................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Peritonitis...........................................................9
2.8 Penatalaksanaan Peritonitis......................................................................10
2.9 Komplikasi Peritonitis..............................................................................14
2.10 Prognosis Peritonitis................................................................................15
2.11 WOC Kasus..............................................................................................16

BAB III RESUME KASUS.................................................................................17


3.1 Pengkajian................................................................................................17
3.2 Analisa Data.............................................................................................26
3.3 WOC Kasus..............................................................................................28
3.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan..............................................................30
3.5 Rencana Intervensi...................................................................................31
2.6 Implementasi Keperawatan......................................................................34

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................49
4.1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada Pasien dengan Peritonitis. .49
4.2 Nyeri pada Klien dengan Peritonitis........................................................50
4.3 Kerusakan Integritas Kulit pada Pasien dengan Peritonitis.....................51

BAB V PENUTUP................................................................................................52
5.1 Kesimpulan..............................................................................................52
5.2 Saran.........................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peritonitis adalah inflamasi peritoneum atau lapisan membran serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik atau kumpulan tanda dan
gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis terjadi akibat
inflamasi dari membran peritoneum serosa halus yang melapisi dinding
kavum abdominal serta pelvik dan juga membungkus organ-organ yang ada
di dalamnya dan biasanya diakibatkan oleh infeksi (Baughman, 2000).
Angka kejadian penyakit peritonitis di Amerika pada tahun 2011
diperkirakan 750 ribu pertahun dan akan meningkat bila pasien jatuh dalam
keadaan syok. Dalam setiap jamnya didapatkan 25 pasien mengalami syok
dan satu dari tiga pasien syok berakhir dengan kematian. Angka insiden ini
meningkat 91,3% dalam sepuluh tahun terakhir dan merupakan penyebab
terbanyak kematian di ICU diluar penyebab penyakit peritonitis. Hasil
survey pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis di sebagian besar wilayah
indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di indonesia, jumlah pasien yang
menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk
di indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI 2008).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik.
SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada
pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi
kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga terjadi translokasi bakter
menuju dinding perut atau pembuluh limfe mensenterium, kadang – kadang
terjadi juga penyebaran hematogen bila telah terjadi bakterimia. Pathogen
yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif (40%),
escheria choli (7%), klebsiella pnemunae, sepsis psedomonas, proteus dan

1
2

gram negatif lainnya (20%). Sementara gram positif, yakni streptococcus


(3%), mikroorganisme anaerob (kurang dari 5%) dan infeksi campuran
beberapa mikroorganisme (10%). Penyebab lain yang menyebabkan
peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum
dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker
dan strangulasi kolon asenden. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah
harus segera di ambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan morlalitas. Ketepatan
diagnosis dan penanggulangan tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(Sir Zachary Cope,2008).
Pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan benar perlu dilakukan
karena gejala-gejala yang muncul dapat mengganggu klien untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya. Sehingga perlu direncanakan asuhan
keperawatan yang melibatkan klien beserta keluarga supaya dapat
meminimalisir gangguan yang timbul dan meningkatkan rasa nyaman serta
kepercayaan diri dalam menghadapi penyakitnya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan medikal bedah pada klien dengan
diagnosa medis peritonitis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan medikal bedah pada klien dengan
diagnosa medis peritonitis.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Memahami tentang konsep dasar peritonitis.
2. Memahami tentang konsep asuhan keperawatan medikal bedah.
3. Memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan medikal bedah pada
klien dengan diagnosa medis peritonitis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Peritoneum

Peritoneum merupakan selaput serosa yang dapat dibedakan dalam


meritoneum parietal yang membatasi rongga abdomen dan peritoneum
viserale yang meliputi alat-alat (Widjaja, 2009). Celah diantara kedua
selaput peritoneum itu disebut rongga peritoneum, cavitas perinealis. Ruang
diluarnya disebut spatium extraperitoneale. Bagian dalam cavitas
peritonealis di antara peritoneum parietal dan viseral terdapat cairan
peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat
bergerak satu terhadap yang lain tanpa gesekan yang berarti.

Gambar 2-1 Anatomi dan Fisiologi Peritonitis


(Widjaja, 2009)

3
4

Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu


disebut sebagai ascites (hydroperitoneum). Peritoneum viserale
berhubungan dengan yang parietal pada dinding abdomen melalui suatu
duplikatur (dua lapisan) yang disebut mesentrum untuk usus dan
ligamentum untuk alat lain (Widjaja, 2009). Peritoneum ialah membran
serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh yang terdiri atas dua bagian
utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal,
dan peritoneum viseral, yang menyelaputi semua organ yang berada di
dalam rongga itu. Ruang yang bisa terdapat diantara dua lapis ini disebut
ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Area lain yang diberi nama
khusus adalah omentum mayor, suatu lipatan peritoneum ganda yang turun
dari batas bawah lambung dan melengkung lagi ke kolon transversum.
Bagian ini membantu mencegah penyebaran infeksi dari organ ke dalam
peritoneum. Omentum minor merupakan lipatan yang meluas ke hati dari
kurvatura minor lambung dan duodenum. Mesenterium merupakan suatu
lipatan suatu peritoneum luas berbentuk kipas, yang menyambungkan koil
usus halus ke dinding abdomen posterior. Banyak lipatan atau kantong
terdapat di dalam peritoneum, sebuah lipatan besar atau omentum mayor
yang kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung.
Fungsi peritoneum pada umumnya meliputi:
a. Untuk mencegah friksi jika organ pada abdomen saling bergerak satu
dengan yang lainnya dan terhadap dinding abdomen karena
permukaannya yang bebas selalu lembab, akibat keberadaan serum, dan
halus serta mengkilat.
b. Untuk melekatkan organ abdomen ke dinding abdomen, kecuali untuk
ginjal, duodenum dan pankreas, yang terletak di belakangnya. Kolon
asenden dan desenden tertutup oleh peritoneum hanya pada permukaan
anteriornya. Ini berarti hanya kolon transversum atau sigmoid yang dapat
dibawa ke dinding abdomen anterior untuk operasi kolostomi.
c. Untuk membawa pembuluh darah, limfatik, dan saraf ke organ. Semua
ini terletak di antara dua lipatan membran.
5

d. Untuk melawan infeksi karena peritoneum mengandung banyak nodus


limfatik.

2.2 Definisi Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, dan mungkin disebabkan oleh


bakteri (misalnya; dari perforasi usus) atau akibat pelepasan iritan kimiawi
(Brooker, 2008).
Peritonitis adalah inflamasi dari membran peritoneum serosa halus
yang melapisi dinding kavum abdominal serta pelvik dan juga membungkus
organ-organ yang ada di dalamnya. Biasanya diakibatkan oleh infeksi
(Baughman, 2000).

2.3 Klasifikasi Peritonitis

Menurut Schwartz (2004) Klasifikasi Peritonitis meliputi:


a. Peritonitis primer atau spontan
Peritonitis primer adalah infeksi dalam rongga perotoneum, yang
terjadi sekunder akibat invasi mikroorganisme melalui darah atau saluran
limfatik (sumber infeksi berasal dari luar perut dan tumbuh di ruang
peroneum). Organisme penyebab peritonitis adalah pnumokokus,
streptokokus group A, dan jarang disebabkan basil gram negatif serta
virus.
b. Peritonitis sekunder
Peritonitis sekunder adalah infeksi di dalam rongga peritoneum
yang terjadi akibat ruptur orga intra abdomen atau perluasan abses
(muncul dari ruang perut sendiri). Pada anak-anak, penyebab tersering
peritonitis sekunder adalah apendisitis. Penyebab lain adalah gangren
usus, enterokolitis nekrotikans, dan perforasi gaster atau usus idiopatik.
Organisme penyebab adalah flora normal saluran gastrointestinal (GI).
Peritonitis sekunder dapat juga terjadi sebagai komplikasi pirau
ventrikuloperitoneal dan pada pasien yang mendapat dialisis peritoneal.
6

Penyebab peritonitis pada pasien-pasien ini adalah Staphylococcus


epidemidis.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum.
Misalnya pemasangan kateter:
1) Kateter Ventrikula-peritoneal
2) Kateter Peritonea-Juguler
3) Continous ambulatory peritoneal dyalisis

2.4 Etiologi Peritonitis

Etiologi peritonitis menurut Schwartz (2004) meliputi berikut ini:


a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal seperti;
E. coli.
2) Appendisitis yang meradang dan perforasi.
3) Tukak peptik lambung/duodenum (ulkus pepticus gastric dan
duodenum).
4) Tukak thypoid
5) Tukan disentri amuba/colitis
6) Tukak pada tumor
7) Salpingitis
8) Divertikulitis
b. Kuman yang paling sering ialah bakteri E. Coli, streptokokus α dan β
hemolitikus, stapilococcus aurens, enterococcus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
1) Secara langsung dari luar.
a) Operasi yang tidak steril
b) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida,
terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
c) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
7

d) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.


Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
2) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus

2.5 Patofisiologi Peritonitis

Peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi rongga


abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (misalnya; apendisitis,
dan salpingitis), perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam
kolon (pada kasus ruptur apendiks) yang mencakup Eschericia coli atau
Bacteroides, sedangkan stafilokokus dan streptokokus seringkali masuk dari
luar. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara
perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlengketan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang
kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bahan yang
menginfeksi akan tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar maka akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktifitas peristaltk menjadi
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, menyebabkan
terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan mungkin syok.
Perlengketan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya motilitas usus dan menyebabkan
terjadinya obstruksi usus (Price, 2005).
8

Tanda dan gejala yang terjadi sangat bervariasi bergantung pada luas
peritonitis, beratnya peritonitis, dan jenis organisme penyebab. Gejala yang
terjadi biasanya adalah demam, leukositosis, nyeri abdomen (biasanya terus
menerus), muntah; dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri tekan lepas, dan
tanpa bunyi. Pada peritonitis kronis ditemukan sedikit atau tidak ada nyeri
tekan lepas. Demam dan leukositosis merupakan gejala khas penyakit ini.
Prognosis penyakit ini baik pada peritonitis local dan ringan, sedangkan
prognosisnya buruk (mematikan) pada peritonitis generalisata yang
disebabkan oleh organism virulen (Price, 2005).
Prinsip umum pengobatan adalah dengan pemberian antibiotik yang
sesuai, dekompresi saluran gastrointestinal dengan penyedotan intestinal
atau nasogastrik, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang secara
intravena, tirah baring dalam posisi Fowler, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb.) atau penyebab inflamasi lainya (bila mungkin), dan
tindakan untuk menghilangkan nyeri (Schwartz, 2004).
Adanya kondisi peritonitis pada pasien memberikan berbagai
manifestasi keperawatan pada pasien yamg diberikan perawat dalam konsep
asuhan keperawatan pada pasien peritonitis. Pada pasien dengan keadaan
infeksi yang cukup parah hingga sepsis akan menyebabkan terjadinya SIRS
(sistemik inflamatory respon syndrom) dimana sindrom ini ditandai dengan
terjadinya
a. Hiprtermia > 380 C atao hipotermia < 360C
b. Takikardia > 90x/menit
c. Takipnea >20x/menit atau PaCO2 <4,3kPa
d. Neutrofilia >12x10-91-1atau neutropenia < 4 x 10-91-1
Dimana akhir dari terjadinya SIRS adalah MODs (Multiple Organ
Disfungtion Syndrom) yang mana merupakan keadaan kacaunya fisiologi
sehingga fungsi organ tidak dapat menjaga hemoustasisnya. Keadaan akhir
setelah terjadinya disfungsi organ adalah vasodilatasi, kebocoran kapiler,
koagulasi intravaskular, dan aktivasi sel endotel (Grace, 2006).
9

2.6 Manifestasi Klinis Peritonitis

Tanda dan gejala yang muncul pada peritonitis tergantung luas dan
beratnya radang, serta jenis organisme yang bertanggungjawab (Price,
1995). Gejala yang umunya timbul diantaranya:
a. Demam
Demam terjadi akibat proses inflamasi yang terjadi akibat
peradangan pada peritoneum.
b. Nyeri
Nyeri peritonitis lebih terlokalisir karenan peritoneum parietalis
kaya akan persarafan sensoris (Patrick, 2006). Tipe nyeri menyebar yang
menjadi konstan, setempat lebih hebat, dekat dengan proses inflamasi,
nyeri akan lebih buruk jika bergerak (Baugman, DC, 2000). Nyeri
subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, atau tes lainnya.
c. Distensi abdomen
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang dapat
menimbulkan nyeri. Ketika dilakukan penekanan pada area abdomen
yang sakit, biasanya diikuti oleh kekakuan otot abdomen sehingga
dinding abdomen menegang.
d. Diare
e. Bising usus melemah
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus akibatnya pasien tidak bisa BAB atau kentut. Pada
awalnya mungkin masih ada peristaltik usus tetapi biasanya akan hilang
sejalan dengan berkembangnya penyakit dan suara usus menghilang
akibat kelumpuhan sementara usus.
f. Tanda-tanda syok
Tanda- tanda syok terjadi akibat peritonitis tidak mendapatkan
penanganan sehingga pasien mengalami syok hipovolemik dan disertai
dengan ketidakseimbangan elektrolit.
10

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Peritonitis

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnosa masalah peritonitis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah akan didapati bahwa serum leukosit akan
meningkat, kadar hemoglobin atau hemotokrit akan cenderung lebih
rendah dari rentang normal bila pasien kehilangan darah. Kadar elektrolit
akan menunjukan perubahan terutama pada kadar kalium, natrium dan
klorida.

b. USG

Gambar 2-3 USG Peritonitis


(Widjaja, 2009)
Gambar USG menunjukkan gelombang amplitudo yang sangat tinggi
dpada posterior bayangan acaoustical sepanjang permukaan peritoneal di
kuadran kanan bawah.
c. Sinar-X Dada
Menunjukan adanya udara dan kadar cairann serta lengkung usus yang
terdistensi.
d. CT-scan Abdomen
Digunakan untuk melakukan pemindaian apabila dicurigai terdapat
abses.
e. Pemeriksaan Kultur
11

Dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan cairan peritonial yang


telah diaspirasi digunakan untuk menunjukan infeksi dan
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi (Smeltzer, 2002).

2.8 Penatalaksanaan Peritonitis

Penatalaksanaan peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya.


Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan
(laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri
tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda
perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi
usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri
mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan
perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk:
a. Mengeliminasi sumber infeksi.
b. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l:
a. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
b. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
c. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
d. Pemberian terapi cairan melalui IV.
e. Pemberian antibiotik.
12

Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan


elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik
(Doherty, 2006).
a. Penanganan Preoperatif
1) Resusitasi Cairan
Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum
menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum
peritoneum dan ruang intersisial. Pengembalian volume dalam jumlah
yang cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk
menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika
terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat
diberikan transfusi PRC (Packed Red Cells) atau WB (Whole Blood).
Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan
yang hilang. Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga
perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah
diprodukasi (Doherty, 2006).
2) Antibiotik
Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan
menjadi bakteri aerob yaitu E. Coli, golongan Enterobacteriaceae dan
Streptococcus, sedangkan bakteri anaerob yang tersering
adalah Bacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci.  Antibiotik
berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara
empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang
menginfeksi peritoneum. Daya cakupan dari mikroorganisme aerob
dan anerob lebih penting daripada pemilihan terapi tunggal atau
kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat
berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus
diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah
satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan pH
intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel.
Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan
demam, dengan hitung sel darah putih yang normal (Doherty, 2006).
13

b. Penanganan Operatif
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi
biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi
peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus
dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi.
1) Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk
menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi
penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali
pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik
operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi
dan menjadi fibroltik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang.
Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum
dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit
primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur
apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau
drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan
yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah
memasuki kavum peritoneum (Doherty, 2006).
2) Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik
(> 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah,
gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik
pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat
memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang
diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada
cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian
bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan
aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi
anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari
neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di
kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat
14

mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan


membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri
(Doherty, 2006).
3) Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal
dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari
kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan,
karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara
luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada
peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan
dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada
infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase
diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang
tidak dapat direseksi (Doherty, 2006).
c. Pengananan Postoperatif
Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada
pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas
hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan
agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama
10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang
baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan
leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat
kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis.
Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat
menurunkan resiko infeksi sekunder (Doherty, 2006).

2.9 Komplikasi Peritonitis

Menurut Smeltzer (2002) komplikasi pada peritonitis adalah sebagai


berikut:
a. Sepsis
15

Jika infeksi pada peritonieum mengalami penanganan yang lambat maka


dimungkinkan akan terjadinya penyebaran infeksi tersebut ke dalam
pembuluh darah yang terdapat disekitar area peritoneum tersebut.
b. Obstruksi usus
Pada proses inflamasi yang terjadi pada perionitis dapat menimbulkan
obstruksi usus yang disebabkan karena perlekatan usus.
c. Eviserasi luka
Esiverasi merupakan pemisahan seluruh lapisan jaringan pasca operasi
yang mana pada pembahasan ini peritonium juga termasuk didalamnya.
Esiverasi biasanya terjadi secara tiba-tiba dengan tingkat mortilitas
tinggi, biasanya terjadi diantara hari kelima hingga ke duabelas. Faktor-
faktor yang dapat memicu terjadinya esiverasi diantaranyanya adalam
adanya distensi abdomen dan infeksi pada luka.
d. Abses
Apabila perawatan luka pasca operasi peritonitis tidak adekuat maka
risiko terjadinya infeksi berulang akan semakin meningkat. Pada proses
infeksi akan terbentuk pus atau nanah yang apabila dibiarkan akan
semakin meningkat jumlahnya sehingga akan terkumpul menjadi abses.

2.10 Prognosis Peritonitis

Prognosis untuk peritonitis tergantung pada berbagai jenis kondisi


seorang pasien. Misalnya, pada orang dengan peritonitis sekunder
cenderung menjadi kecil kemungkinan untuk sembuh terutama pada
golongan orang tua, karena pada orang tua memiliki sistem kekebalan tubuh
yang lemah. Selain itu pada mereka yang memiliki gejala selama lebih dari
48 jam dan belum dilakukan pengobatan maka kemungkinan sembuhnya
pun juga kecil. Kemungkinan jangka panjang bagi orang-orang dengan
peritonitis primer karena penyakit hati juga cenderung memiliki harapan
sembuh yang kecil. Namun, prognosis untuk peritonitis primer pada anak-
anak umumnya sangat baik setelah pengobatan dengan antibiotik (Ehrlich,
2010).
16

2.11 WOC Kasus

Respon Sistemik
Invasi kuman ke lapisan peritonium oleh
berbagai kelainan pada sistem
gasstrointestinal dan penyebaran infeksi Keberadaan benda asing
dari organ di dalam abdomen/perforasi
organ pasca trauma abdomen
Fagositosi oleh leukosit

Respon peradangan padda peritoneum Tanda-tanda infeksi

Peritonitis
Perubahan suhu

Penurunan aktivitas fibrolitik abdomen


MK: Hipertermi

Pembentukan eksudat fibrosa atau


abses pada peritoneum

Intervensi bedah Respon syaraf Gangguan


Syok sepsis
laparotomi terhadap gastrointestinal
inflamssi

Pre Operatif Respon Mual, muntah,


Distensi kardiovaskuler anoreksia
abdomen
Respon fisiologis,
kurang
pengetahuan Curah jantung Intake nutrisi
tentang menurun tidak adekuat
MK: Nyeri kronik
prosedur operasi

Suplai darah ke MK:


MK: Ansietas Menekan otak menurun Ketidakseimbang
diafragma an nutrisi kurang
dari kebutuhan
Post Operasi tubuh
Pernafasan tak Perubahan
teratur kesadaran
Port de entry

MK:
Mk: Risiko infeksi Takipnea Ketidakefektifan
pola nafas
BAB III

RESUME KASUS

3.1 Pengkajian

Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur  : 78 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan  : SMP
Pekerjaan  : Petani
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Ngoro, Mojokerto
Tanggal Masuk  : 12 November 2016
Tanggal Pengkajian : 14 November 2016
No. Register : 12546xxx
Diagnosa Medis : Peritonitis generalisata + Perforasi Gaster

KELUHAN UTAMA
Keluha Utama : Pasien mengeluh nyeri di seluruh permukaan perut
seperti ditusuk-tusuk

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami nyeri di ulu hati dan menjalar keseluruh perut. Nyeri dirasakan
saat pasien datang bekerja dari sawah. Pasien dibawa ke Rumah sakit Sakinah dan
dilakuakn pemeriksaan USG dan didapatkan diagnosa perforasi gaster akhirnya
pasien dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 12 November 2016
untuk dilakukan operasi dan saat ini dirawat di ruang Bedah Aster

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah Dirawat :Ya Tidak Kapan : + 10 tahun yang lalu
Diagnosa : Hernia
2. Riwayat Penyakit Kronik Dan Menular : Ya Tidak: Jenis: -
Riwayat Kontrol :-
Riwayat Penggunaan Obat : Pasien sering mengkonsumsi jamu tradisional yang
dijual dipasar
3. Riwayat Alergi :
Obat Ya Tidak Jenis :-
Makanan Ya Tidak Jenis :-
Lain-Lain Ya Tidak Jenis : -

4. Riwayat Operasi : Ya Tidak


- Kapan : + 10 tahun yang lalu
- Jenis Operasi : Operasi Hernia

17
18

5. Lain-Lain : -

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya Tidak
- Jenis :-
- Genogram :

Keterangan : Perempuan
Laki-Laki
Pasien
Serumah

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Masalah Keperawatan :
Perilaku Sebelum Sakit Yang Mempengaruhi Kesehatan :
Alkohol Ya Tidak Tidak ditemukan
Keterangan : - masalah
Merokok Ya Tidak
Keterangan : 1 bungkus perhari
Obat Ya Tidak
Keterangan : mengkonsumsi jamu tradisional
Olah Raga Ya Tidak
Keterangan : -

OBSERVASI DAN PEMERIKASAAN FISIK


1. Tanda-Tanda Vital
S: 37,5 0C N : 80X /Menit T : 130/80 mmHg RR : 24X/Menit
Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolen Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan
a. Rr : 24X/Meni
b. Keluhan : Sesak Nyeri Waktu Nafas Orthopnea
Batuk : Produktif Tidak Produktif
Sekret : ada Konsistensi :kental Masalah Keperawatan :
Warna: kuning Bau : khas
Bersihan jalan nafas tidak
c. Penggunaan Otot Bantu Nafas : -
d. PCH : Ya Tidak efektif
e. Irama Nafas : Teratur Tidak Teratur
f. Friction Rub : -
g. Pola Nafas : Dispnoe Kusmaul Chyne Stokes Biot
h. Suara Nafas : Vesikuler Bronko Vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronki Wheezing
Crackles
i. Alat Bantu Nafas : Ya Tidak

Jenis : NRM Masker Flow: 8 lpm


j. Penggunaan WSD
- Jenis :-
19

- Jumlah Cairan :-
- Undulasi :-
- Tekanan :-
k. Tracheostomi : Ya Tidak
l. Lain-lain :-

3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 130/80 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N : 80X/Menit Tidak ditemukan masalah
c. HR :
d. Keluhan Nyeri Dada : Ya Tidak
e. Irama jantung : reguler ireguler
f. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
g. Ictus Cordis :
h. CRT : 2 detik
i. Akral : Hangat Kering Merah Basah Pucat
Panas Dingin
j. Sirkulasi Perifer : Normal Menurun
k. JVP :-
l. CVP :-
m. CTR : -
n. EKG & Interpretasinya : Irama sinus Takikardi 110X/Menit. CXR : Cor bentuk
dan ukuran normal.
Kesimpulan : CRI kelas II Risk of MACE 0,9%
o. Lain-lain : -

4. Sistem Persyarafan
a. S : 37,5 0C
b. GCS : 456 Masalah Keperawatan :
c. Refleks Fisiologis : Patella Tricep Bicep
Tidak ditemukan
d. Refleks Patologis : Babinsky Brudzinsky Kernig
e. Keluhan Pusing : Ya Tidak masalah
f. Pemeriksaan Saraf Kranial
N1 : Normal Tidak Ket :tidak ditemukan masalah
N2 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N3 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N4 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N5 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N6 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N7 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N8 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N9 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N10 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N11 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
N12 : Normal Tidak Ket : tidak ditemukan masalah
g. Pupil : Anisokor Isokor
h. Sclera : Anikterus Ikterus
i. Konjunctiva : Ananemis Anemis
j. Istirahat/Tidur : 8 Jam/Hari Gangguan Tidur : tidak ditemukan masalah
k. IVD : -
l. EVD : -
m. ICP :-
20

n. Lain-lain :

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan Genital : Bersih Kotor Masalah Keperawatan :
b. Sekret : Ada Tidak Tidak ditemukan
c. Ulkus : Ada Tidak masalah
d. Kebersihan Meatus Uretra : Bersih Kotor
e. Keluhan Kencing : Ada Tidak
Bila ada, jelaskan -
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan :
Jenis : kateter
Ukuran :
Hari Ke- :3
g. Produksi Urine :360 ml/12jm
Warna :kuning
Bau :khas urine
h. Kandung kemih membesar : Ya Tidak
i. Nyeri Tekan : Ya Tidak
j. Intake Cairan : Oral : Parenteral : 2000 cc/hari
k. Balance Cairan : Input :Infus = 1500cc ouput: Urin = 1050cc
Obat = 500cc NGT = 400cc
Total = 2000cc IWL = 500
Total = 1950
Exces = 50CC
l. Lain-lain:-

6. Sistem Pencernaan
a. TB : 165cm BB : 50Kg Masalah Keperawatan :
b. IMT : 18,36 Interpretasi : BB Kurang 1. Nyeri Akut
c. Mulut : Bersih Kotor Berbau 2. Nutri kurang dari
d. Membran Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
kebutuahan tubuh
e. Tenggorokan :
Sakit Menelan Kesulitan Menelan 3. Kerusakan integritas
Pembesaran Tonsil Nyeri Tekan kulit
f. Abdomen : Tegang Kembung Asites
g. Nyeri Tekan : Ya Tidak
P : nyeri akibat peritonitis
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : seluruh permukaan abdomen
S : skala 6
T : terus menerus
h. Luka Operasi : Ada Tidak
Tanggal Operasi : 13 November 2016
Jenis operasi : Laparotomy Explorasi Repair Gaster
Lokasi : Midline supra umbilicus
Keadaan : luas luka + 20cm , kondisi luka baik tidak ada tanda-tanda
infeksi
Drain : Ada Tidak
i. Peristaltik : 20 x/menit
j. BAB : 1 x/hari Terakhir Tanggal : 14 November 2016
k. Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/Darah
l. Diit : Padat Lunak Cair
21

m. Diit khusus : Diet cair gula 6 x 50CC


n. Nafsu Makan : Baik Menurun Frekuensi: X/Hari
o. Porsi Makan : Habis Tidak Keterangan :
p. Lain-Lain : pasien belum diperbolehkan makan selama 15 hari
Kebutuhan Nutrisi BB 50 Kg
Volume : 30-50 : 1500-2500
Kalori : 25-35 : 1250-1750
Protein : 1-2 : 50-100
Na : 2-4 : 100-200
K : 1-3 : 50-150

7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior : Masalah Keperawatan :
OD OS
Visus Tidak ditemukan
masalah
Palpebra

Conjungtiva

Kornea

BMD

Pupil

Iris

Lensa

TIO
b. Keluhan Nyeri : Ya Tidak
c. Luka Operasi : Ada Tidak
d. Pemeriksaan Penunjang : -

8. Sistem Pendengaran
a. Pengkajian Segmen Anterior Dan Posterior : Masalah Keperawatan :
Tidak ditemukan
OD Auricula OS masalah
MEA
Membran
Tymphani

Rinne
Weber
Swabach

b. Tes Audiometri :
c. Keluhan Nyeri : Ya Tidak
d. Luka Operasi : Ada Tidak
e. Alat Bantu Dengar : tidak ada
22

9. Sistem Muskuloskletal
a. Pergerakan sendi : Bebas Terbatas
b. Kekuatan Otot : 5 5
Masalah Keperawatan :
5 5 Tidak ditemukan
c. Kelainan Ekstremitas : Ya Tidak masalah keperawatan
d. Kelianan Tulang Belakang : Ya Tidak
- Frankel :-
e. Fraktur : Ya Tidak
- Jenis :
f. Traksi : Ya Tidak
g. Penggunaan Spalk/Gips : Ya Tidak
h. Keluhan Nyeri : Ya Tidak
i. Sirkulasi Perifer :
j. Kompartemen Syndrome : Ya Tidak
k. Kulit : Ikterik Sianosis Kemerahan Hiperpigmentasi
l. Turgor: Baik Kurang Jelek
m. Luka Operasi : Ada Tidak
Tanggal Operasi :
Jenis Operasi :
Lokasi :
Keadaan :
Drain : Ada tidak
Jumlah :
Warna :
Kondisi Area Sekitar Inserasi :
n. ROM : pasif
o. POD : -
p. Cardinal Sign : -
q. Lain-lain :-

10. Sistem Integumen


a. Penilaian Risiko Decubitus
KRITERIA PENILAIAN
ASPEK YANG
NILA
DINILAI 1 2 3 4
I
TERBATAS
PERSEPSI SANGAT KETERBATASA TIDAK ADA
SEPENUHNY 4
SENSORI TERBATAS N RINGAN GANGGUAN
A
TERUS
KELEMBABA SANGAT KADANG2 JARANG
MENERUS 3
N LEMBAB BASAH BASAH
BASAH
KADANG2 LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST 1
JALAN JALAN
IMMOBILE TIDAK ADA
SANGAT KETERBATASA
MOBILISASI SEPENUHNY KETERBATASA 2
TERBATAS N RINGAN
A N
KEMUNGKINA
SANGAT
NUTRISI N TIDAK ADEKUAT SANGAT BAIK 2
BURUK
ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & BERMASALA POTENSIAL
MENIMBULKA 2
PERGESERAN H BERMASALAH
N MASALAH
NOTE : Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien
berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 14
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less = high risk)
b. Warna :
c. Pitting Edem : - Grade :-
23

d. Eksoriasis : Ya Tidak
e. Psoriasis : Ya Tidak Masalah Keperawatan :
f. Pruritus : Ya Tidak Tidak ditemukan
g. Urtikaria : Ya Tidak masalah keperawatan
h. Lain-Lain :-
11. Sistem Endokrin
a. Pembesaran Thyroid : Ya Tidak
b. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Ya Tidak
c. Hipoglikemia : Ya Tidak
d. Hiperglikemia : Ya Tidak
e. Kondisi Kaki DM:
- Luka Gangren : Ya Tidak
- Infeksi : Ya Tidak
- Riwayat Luka Sebelumnya : Ya Tidak
- Riwayat Ampuatasi Sebelumnya : Ya Tidak
f. ABI :
g. Lain-Lain :-

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL Masalah Keperawatan :


a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Tidak ditemukan
Pasien menganggap sakitnya adalah ujian dari Tuhan masalah
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/Diam Gelisah Tegang Marah/Menangis
c. Reaksi saat interaksi : Kooperatif Tidak Kooperatif Curiga
d. Gangguan konsep diri : -
e. Lain-lain : -

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


a. Kebersihan diri : Masalah Keperawatan :
Pasien melakukan aktivitas ditempat tidur dan dibantu
oleh keluarga Tidak ditemukan
masalah keperawatan
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan :
- Mandi : di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Ganti pakaian : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Kramas : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- sikat gigi : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Memotong kuku : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Berhias : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Makan : dibantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri

PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
- Selama sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah :
klien jarang melakukan ibadah sholat lima waktu saat sakit juga tidak bisa
melaksanakan sholat namun tetap membaca doa dan dzikir
Masalah Keperawatan :
Tidak ditemukan
masalah keperawatan
24

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG, dll)


Laboratorium
Hasil pemeriksaan gas darah 14-11-2016

Parameter Hasil Nilai rujukan

Ph 7,38 7,35 – 7,45


pCO2 41mmHg 35-45
PO2 137mmHg 80-100
TCO2 25,6mmol/l 23-30
S02 99% 94-98
%FiO2 53,0% 0,00-0,00
HCO3- 24,3mmol/l 22,0-26,0
Temp 37,3o C

Hasil pemeriksaan kimia klinik 13-11-2016

Parameter Hasil Nilai rujukan

albumin 2,92g/dL 3,40-5,00


Glukosa darah 136mg/dL 40-121

Hasil pemeriksaan hematologi 13-11-2016

Parameter Hasil Nilai rujukan

WBC 16,84 x 103 /uL 4,0-10,4


RBC 4,3 x 106 /uL 3,6-5,46
HGB 10,5g/dL 13,3-16,6
HCT 36% 41,3-52,1

Hasil pemeriksaan ECG


- ECG ; Irama sinus takikardi 110x/menit
CXR :COR bentuk dan ukuran normal
Kesimpulan ;CRI Kelas II Risk Of MACE 0,9%

TERAPI

Tanggal 14 November 2016


Inf Clinimix 1000cc/24 jam
Inf Kalbamin 500cc/24 jam
Inj Ivelip 100cc/24jam
Inj Ceftriaxone 2 x 1g / 12jam
Inj Metronidazole 3 x 500mg / 8jam
Inj Omeprazole 3x40mg / 12 jam
Inj Antrain 3x1 g / 8jam
Nebul Ventolin : Pz 1:1 tiap 6 jam
25

DATA TAMBAHAN LAIN


Kebutuhan Nutrisi BB 50 Kg
Volume : 30-50 : 1500-2500
Kalori : 25-35 : 1250-1750
Protein : 1-2 : 50-100
Na : 2-4 : 100-200
K : 1-3 : 50-150

Surabaya, 14 November 2016

(Kelompok 6 Stase KMB)


26

3.2 Analisa Data

INTERPRETASI MASALAH
DATA (Sesuai dengan KEPERAWATA
patofisiologi) N
DS: operasi besar (eksplorasi Ketidakefektifan
Pasien mengatakan sesak laparotomy) bersihan jalan
saat bernafas nafas
DO: respons inflamasi
- Suara napas : Ronkhi
- RR : 24x/menit refleks batuk menurun
- Tirah baring lama
- Batuk produktif akumulasi sekret

ketidakefektifan bersihan
jalan nafas

DS: Peritonitis Nyeri Akut


P : nyeri akibat peritonitis
Q : seperti ditusuk-tusuk Respon lokasi syaraf terhadap
R : seluruh permukaan inflamasi
abdomen
S : skala 6 Distensi abdomen
T : terus menerus
DO: Nyeri
- Pasien tidak tenang ,
gelisah, wajah
meringis
- RR : 24x/menit
- Terdapat luka post
laparotomy
DS: Peritonitis Nutri kurang dari
Pasien mengatakan kebutuahan tubuh
27

merasa lemas Hipermetabolisme akibat


DO: infeksi
- BB 50Kg
- TB 165 cm Peningkatan kebutuhan kalori
- IMT 18,36 (BB Peritonitis
Kurang)
- Albumin 2,92 glukoneogenesis
- Hb : 10,5
- Diet cair parenteral proteolisis + lipolisis
Glukosa 6x50cc per
hari intake tidak adekuat
- Pasien terlihat lemas
- Mukosa mulut kering
Nutri kurang dari kebutuahan
tubuh

DS: Peritonitis Kerusakan


Pasien mengatakan nyeri integritas kulit

di perut Intervensi bedah laparotmy


DO:
- Terdapat luka post Pascaoperatif
laparotomy di
Midline supra Kerusakan integritas kulit
umbilikus hari ke 2.
Luas luka + 20cm,
kondisi luka baik
tidak ada tanda-tanda
infeksi
- Turgor kulit baik
- RR : 24x/menit
- N : 80x/menit
- S : 37,5oC
- TD : 130/80mmHg
28

3.3 WOC Kasus


Perforasi gaster Infeksi bakteri Trauma abdomen

Kebocoran asam Menginvasi Perforasi organ


lambung dan partikel rongga dalam abdomen
makanan ke dalam peritoneum
peritoneum

Kontaminasi
peritoneum

Masuk ke dalam
pembuluh darah
mesentrika

Peritonitis

Respon inflamasi

Pengeluaran zat:
Prostaglandin,
Bradikinin,
Histamin,
Leukotrin,
Serotonin,

Pelepasan Permeabilitas Penyebaran


bradikinin pembuluh darah infeksi
kapiler meningkat

Otot abdomen Hipermetabolisme


Cairan masuk ke
Spasme otot interstisial Peningkatan
kebutuhan kalori
29

Distensi Terjadi peregangan Glukoneogenesis


abdomen usus dan perlekatan
lengkung usus yang
meregang Proteolisis,
Merangsang
lipolisis
nosiseptor/resepto
r nyeri
Penurunan
motilitas usus
Intake tidak
MK: Nyeri adekuat
akut

Gangguan aliran Ganggun


Tindakan pencernaan absorpsi
laparotomy makanan nutrisi
explorasi
repair gaster
Makanan Suplai nutrisi
tertumpuk di ke jaringan
Luka operasi usus tidak adekuat

MK: Obstruksi Kelemahan


Kerusakan
integritas
kulit MK:
Refluks Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Proses kebutuhan tubuh
inflamasi Lambung
penuh

Nyeri
Mual/munta
h
Pasien takut untuk
mobilisasi

Tirah baring Akumulasi MK: Ketidakefektifan


lama sekret bersihan jalan napas
30

3.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan

TANGGAL /
DIAGNOSA
NO JAM Ttd
KEPERAWATAN (NANDA)
DITEMUKAN
1 14 november 2016 Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas

2 14 november 2016 Nyeri akut

3. 14 november 2016 Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

3. 14 november 2016 Kerusakan integritas kulit


3.5 Rencana Intervensi

HARI/
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL/ INTERVENSI RASIONAL
(Tujuan. Kriteria Hasil)
WAKTU
Selasa / 15 Dx : ketidakefektifan bersihan jalan 1. Berikan posisi pasien yang 1. Untuk meningkatkan ekpansi
November nafas memungkinkan pengembangan paru
2016/12.00 Tujuan : rongga dada (posisi semi fowler) 2. Untuk mengetahui letak
Setelah dilakukan tindakan
2. Auskultasi adanya ronkhi pada suara sekret dan bunyi nafas
keperawatan selama 1x24 jam
bersihan jalan nafas kembali normal nafas 3. Untuk membantu
NOC : 3. Lakukan clapping dan vibrating mengarahkan sekret ke jalan
Respiratory Status : Aiway Patency 4. Ajarkan latihan nafas dalam dan nafas yang besar
(0410) batuk efektif 4. Mengarhakan sekret kejalan
1. RR dalam batas normal 16- 5. Kolaborasi pemberian O2 7Lpm sesuai nafas yang besar
20x/menit advice dokter 5. Untuk memenuhi kebutuhan
2. Saturasi oksigen 96-100% 6. Kolaborasi pemberian bronkodilatot oksigen
3. Whezing (-), Ronkhi (-) Ventolin:Pz 1:1 tiap 6 jam 6. Untuk mendilatasi jalan nafas
4. Suara nafas vesikuler

Selasa / 15 Dx : Nyeri akut bd proses inflamasi 1. Ajarkan pasien dengan teknik 1. Memberikan rasa nyaman
November Tujuan : distraksi nyeri dengan nafas dalam dan mengurangi nyeri
2016/ 12.00 Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan waktu istirahat yang cukup 2. Membuat rilex pasien
keperawatan selama 1x24 jam skala
3. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Memberikan rasa nyaman
nyeri berkurang
NOC : memicu terjadinya nyeri ( suara dan mengurangi nyeri

31
1. Skala nyeri berkurang atau bising , pencahayaan) 4. Untuk menekan nyeri
menurun 4. Kolaborasi pemberian analgesik seuai 5. Perubahan ttv merupakan
2. Td 120/80 mmHg advice dokter (Antrain 3 x 1g) indikator status kesehatan
3. RR = 16-20x/menit 5. Observasi TTV tiap 2 jam klien
4. S = 36,5 – 37,5 oC
5. N = 60-100x/menit
Selasa / 15 Dx : nutrisi kurang dari kebutuhan 1. Berikan informasi tentang pentingnya 1. Membantu pemahaman klien
November tubuh
nutrisi untuk kebutuhan tubuh pasien pentingnya nutrisi
2016/ 12.00 Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 2. Lakukan oral hygiene secara rutin tiap 2. Kebersihan mulut akan
keperawatan selama 2x24 jam
pagi mendorong nafsu makann
masalah teratasi
NOC : 3. Oleskan madu pada mukosa bibir menjadi lebih baik
1. IMT dalam batas normal
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan 3. Untuk menjaga mukosa tetap
2. I(ntake nutrisi adekuat
3. Mukosa lembab intake protein dan vitamin lembab
4. Albumin normal 3,4 -5,0g/dL 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 4. Untuk mempercepat
5. Hb normal 13,3 -16,6g/dL menentukan jumlah kalori yang sesuai enyembuhan luka post oerasi
kebutuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh
5. Memberikan diet yang tepat
sesuai kebutuhan
Selasa / 15 Dx : kerusakan integritas kulit 1. Lakukan perawatan luka secara steril 1. Untuk mencegah terjadinya
November Tujuan : sesuai sop infeksi

32
2016/ 12.00 Setelah dilakukan tindakan - Lakukan cuci tangan 2. Menggunakan cairan
keperawatan selama 2x24 jam maalah - Berikan penjelasan prosedur fisiologis tubuh
teratasi tindakan 3. Menjaga kelembaban dan
NOC : - Lakukan identifikasi pasien
memercepat penyembuhan
6. Elastisitas kulit normal - Pakailah sarung tangan
- Bersihkan bekas plester dengan 4. Melancarkan sirkulasi ke
7. Turgor normal
yod bensin arela luka
8. Kondisi luka baik
- Bukalah pembalut dengan pinset 5. Mengetahui perkembangan
9. Tidak ada tanda-tanda infeksi
dan taruh di bengkok kondisi luka
- Bersihkan luka dengan NaCl 0,9%
dari arah dalam keluar
- Tutuplah luka dengan kasa steril,
balut dengan verband
- Taruh kapas kotor di bengkok dan
pinset masukkan di larutan clorin
0,5 %.
- Bereskan peralatan
- Catatlah dan dokumentasikan
keadaan luka
2. Berikan massase ringan di sekitar
luka
3. Observasi kondisi luka karakteristik,
drainase, warna ukuran dan bau

33
2.6 Implementasi Keperawatan

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Selasa/ 1 08.00 1. Memberikan posisi semifowler 08.00 S : Pasien mengatakan sesak
2. Melakukan observasi ttv O : Dispnea, RR : 24x/menit
15 Nov 2016/
3. Melakukan clapping Terpasang masker 02 8
Pagi Lpm
4. Mengajarkan latihan nafas
PH = 7,38
dalam dan batuk efektif pCO2 = 41mmHg
5. Memberikan o2 masker 8 lpm pO2 = 137mmHg
6. Melakukan nebulizing ventolin: SO2 = 99%
pz = 1:1 FiO2 = 53,0%
A : Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

2 08.00 1. Ajarkan pasien dengan teknik S : Pasien mengatakan nyeri


distraksi nyeri dengan nafas di seluruh perut
O : Pasien nampak meringis,
dalam
tidak tenang, gelisah,
2. Menganjurkan untuk istirahat TD 120/80 mmHg, RR
yang cukup = 24 x/menit, S = 37,5
3. Mengontrol lingkungan yang o
C, N = 80x/menit
dapat memicu terjadinya nyeri A : Belum teratasi
4. Memberikan obat analgesik P : Intervensi dilanjutkan
sesuai advice dokter (Antrain

34
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam
3 08.00 S : pasien mengatakan
1. Memberikan informasi tentang badannya lemas
O:
pentingnya nutrisi untuk - Mukosa kering
kebutuhan tubuh pasien - Terpasang NGT
- Pasien
2. Melakukan oral hygiene secara
mengkonsumsi obat
rutin tiap pagi penambah protein
3. memberikan inf ivelip 200cc/24
A : masalah belum teratasi
jam
P : intervensi dilanjutkan
4. memberikan inf tutofusin
1000cc/ 24jam
5. menganjurkan pasien untuk
meningkatkan intake protein dan
vitamin
6. berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
yang sesuai kebutuhan

S : Pasien mengatakan
08.00

35
1. Melakukan perawatan luka terdapat luka operasi di
secara steril erut
2. Membersihkan dengan nacl atau O : Terdapat luka post
laparotomy di midline
pembersih luka yang sesuai
sub umbilikus, TD
3. Memberiakan salep yang sesuai 120/80 mmHg, RR = 24
4. Memberikakan massase ringan x/menit, S = 37,5 oC, N
di sekitar luka = 80x/menit,
5. Observasi kondisi luka Luka + 20cm, keadaan
karakteristik, drainase, warna baik, warna merah ,
ukuran dan bau tidak ada tanda-tanda
infeksi, tidak ada pus.
A : Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutka
No.
Hari/Tgl/Shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Rabu / 1 14.00 1. Memberikan posisi semifowler 14.00 S : Pasien mengatakan sesak
2. Melakukan observasi ttv O : Gerak dada simetris,
16 Nov 2016 /
3. Melakukan clapping RR 24x/menit
Sore Suara nafas vesikuler
4. Memberikan o2 masker 7 lpm
Whezing (-), ronkhi (-)
5. Melakukan nebulizing ventolin : A : Belum teratasi
pz = 1:1 P : Intervensi dilanjutkan

2 14.00 1. Ajarkan pasien dengan teknik S : Pasien mengatakan nyeri


distraksi nyeri dengan nafas di seluruh perut
dalam O : Skala nyeri 5. pasien

36
2. Menganjurkan untuk istirahat nampak meringis, tidak
yang cukup tenang, gelisah, TD
3. Mengontrol lingkungan yang 160/90 mmHg, RR = 24
x/menit, S = 37,4 oC, N
dapat memicu terjadinya nyeri
= 90x/menit
4. Memberikan obat analgesik A : Belum teratasi
sesuai advice dokter (Antrain P : Intervensi dilanjutkan
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam

1. mengoleskan madu pada


S : pasien mengatakan
3 14.00 mukosa bibir badannya lemas
2. memberikan inf ivelip 200cc/24 O:
- Mukosa kering
jam
- Terpasang NGT
3. memberikan inf tutofusin - Pasien
1000cc/ 24jam mengkonsumsi obat
penambah protein
4. menganjurkan pasien untuk
meningkatkan intake protein dan A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
vitamin
5. berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
yang sesuai kebutuhan

37
1. Melakukan perawatan luka
secara steril S : Pasien mengatakan
4. 14.00 2. Membersihkan dengan nacl atau terdapat luka operasi di
erut
pembersih luka yang sesuai
O : Terdapat luka post
3. Memberiakan salep yang sesuai laparotomy di midline
4. Memberikakan massase ringan sub umbilikus dengan
di sekitar luka kondisi baik, TD 160/90
5. Observasi kondisi luka mmHg, RR = 24
karakteristik, drainase, warna x/menit, S = 37,4 oC, N
ukuran dan bau = 90x/menit
A : Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

No.
Hari/Tgl/Shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Rabu / 1 08.00 1. Memberikan posisi semifowler 08.00 S : Pasien mengatakan sesak
2. Melakukan observasi ttv O : Dispnea, RR : 24x/menit
15 Nov 2016 /
3. Melakukan clapping Terpasang 02 masker 8
Pagi lpm
4. Mengajarkan latihan nafas
PH = 7,38
dalam dan batuk efektif pCO2 = 41mmHg
5. Memberikan o2 masker 8 lpm pO2 = 137mmHg
6. Melakukan nebulizing ventolin: SO2 = 99%
pz = 1:1 FiO2 = 53,0%
A : Belum teratasi

38
P : Intervensi dilanjutkan

2 08.00 1. Ajarkan pasien dengan teknik S: Pasien mengatakan nyeri


distraksi nyeri dengan nafas di seluruh perut
dalam O: Pasien nampak meringis,
tidak tenang, gelisah, TD
2. Menganjurkan untuk istirahat
120/80 mmHg, RR = 24
yang cukup x/menit, S = 37,5 oC, N =
3. Mengontrol lingkungan yang 80x/menit
dapat memicu terjadinya nyeri A: Belum teratasi
4. Memberikan obat analgesik P: Intervensi dilanjutkan
sesuai advice dokter (Antrain
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam
S : pasien mengatakan
3 08.00 1. mengoleskan madu pada badannya lemas
mukosa bibir O:
- Mukosa kering
2. memberikan inf ivelip 200cc/24
- Terpasang NGT
jam - Pasien
3. memberikan inf tutofusin mengkonsumsi obat
penambah protein
1000cc/ 24jam
4. menganjurkan pasien untuk A : masalah belum teratasi
meningkatkan intake protein dan P : intervensi dilanjutkan

vitamin

39
5. berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
yang sesuai kebutuhan

1. Melakukan perawatan luka


4. 08.00 S: Pasien mengatakan
secara steril terdapat luka operasi di
2. Membersihkan dengan nacl atau perut
pembersih luka yang sesuai O: Terdapat luka post
3. Memberiakan salep yang sesuai laparotomy di midline sub
4. Memberikakan massase ringan umbilikus, TD 120/80
di sekitar luka mmHg, RR = 24 x/menit,
S = 37,5 oC, N=80x/menit
5. Observasi kondisi luka
A: Belum teratasi
karakteristik, drainase, warna P: Intervensi dilanjutkan

No.
Hari/Tgl/Shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Kamis / 1 16.00 1. Memberikan posisi semifowler 16.00 S : Pasien mengatakan sesak

40
17 Nov 2016 / 2. Melakukan observasi TTV nafas
3. Melakukan clapping O : Gerak dada simetris,
sore
4. Memberikan o2 masker 8 lpm RR 24x/menit
Suara nafas vesikuler
5. Melakukan nebulizing ventolin
Whezing (-), ronkhi (-)
: pz = 1: 1 A : Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

2 12.30 1. Menganjurkan untuk istirahat S: Pasien mengatakan nyeri


yang cukup perut bagian bawah
2. Mengontrol lingkungan yang sebelah kanan dan kiri
dapat memicu terjadinya nyeri O: Skala nyeri 5. pasien
3. Memberikan obat analgesik nampak meringis, tidak
tenang, gelisah, TD
sesuai advice dokter (Antrain
120/80 mmHg, RR = 26
3x1g) x/menit, S = 37,1 oC, N =
4. Memantau TTV tiap 2 jam 76x/menit
A: Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

3 12.30 1. Melakukan perawatan luka S: Pasien mengatakan


secara steril terdapat luka operasi di
2. Membersihkan dengan nacl atau perut
pembersih luka yang sesuai O: Terdapat luka post
laparotomy di midline sub
3. Memberiakan salep yang sesuai
umbilikus dengan kondisi
4. Memberikakan massase ringan baik, TD 120/80 mmHg,

41
di sekitar luka RR = 26 x/menit, S =
5. Observasi kondisi luka 37,1 oC, N = 76x/menit.
karakteristik, drainase, warna Akral hangat, CRT =
2<detik
ukuran dan bau
A: Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Jumat / 1 08.30 1. Memberikan posisi semifowler 08.30 S : Pasien mengatakan sesak

42
18 Nov 2016 / 2. Melakukan observasi TTV O : Dispnea , RR :20x/menit
3. Melakukan clapping Terpasang masker 02 6
pagi
4. Mengajarkan latihan nafas lpm
A : Sesak berkurang,
dalam dan batuk efektif
masalah teratasi
5. Memberikan O2 masker 6 lpm sebagian
6. Melakukan nebulizing P : Intervensi dilanjutkan
ventolin:pz = 1:1

2 08.30 1. Ajarkan pasien dengan teknik 08.30 S: Pasien mengatakan nyeri


distraksi nyeri dengan nafas di seluruh perut
dalam O: Pasien nampak meringis,
tidak tenang, gelisah, TD
2. Menganjurkan untuk istirahat
120/80 mmHg, RR = 24
yang cukup x/menit, S = 37,5 oC, N =
3. Mengontrol lingkungan yang 80x/menit
dapat memicu terjadinya nyeri A: Belum teratasi
4. Memberikan obat analgesik P: Intervensi dilanjutkan
sesuai advice dokter (Antrain
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam

3 08.30 08.30 S: pasien mengatakan


1. Melakukan perawatan luka terdapat luka operasi di
secara steril erut

43
2. Membersihkan dengan nacl atau O: terdapat luka post
pembersih luka yang sesuai laparotomy di midline sub
3. Memberiakan salep yang sesuai umbilikus, TD 120/80
mmHg, RR = 24 x/menit,
4. Memberikakan massase ringan
S = 37,5 oC, N =
di sekitar luka 80x/menit
5. Observasi kondisi luka A: belum teratasi
karakteristik, drainase, warna P: intervensi dilanjutkan
ukuran dan bau
No.
Hari/Tgl/Shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Sabtu / 1 21.00 1. Memberikan posisi semifowler 21.00 S : Pasien mengatakan sesak
2. Melakukan observasi TTV O : Gerak dada simetris,
19 Nov 2016 /
3. Melakukan clapping RR 24x/menit
malam Suara nafas vesikuler
4. Memberikan o2 masker 6 lpm
Whezing (-), ronkhi (-)
5. Melakukan nebulizing A : Belum teratasi
ventolin:pz = 1:1 P : Intervensi dilanjutkan

2 21.00 1. Ajarkan pasien dengan teknik S: Pasien mengatakan nyeri


distraksi nyeri dengan nafas di seluruh perut
dalam O: Skala nyeri 5. pasien
2. Menganjurkan untuk istirahat nampak meringis, tidak
tenang, gelisah, TD
yang cukup
160/90 mmHg, RR = 24
3. Mengontrol lingkungan yang x/menit, S = 37,4 oC, N
dapat memicu terjadinya nyeri = 90x/menit

44
4. Memberikan obat analgesik A: Belum teratasi
sesuai advice dokter (Antrain P: Intervensi dilanjutkan
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK
Senin / 1 08.00 1. Memberikan posisi semifowler 08.00 S : Pasien mengatakan sesak
2. Melakukan observasi TTV berkurang
21 Nov 2016 /
O : Gerak dada simetris,

45
pagi 3. Melakukan clapping RR 24x/menit
4. Memberikan O2 masker 6 lpm Suara nafas vesikuler
5. Melakukan nebulizing Whezing (-), ronkhi (-)
A : teratasi sebagian
Ventolin:Pz = 1:1
P : Intervensi dilanjutkan

2 08.00 08.00 S: Pasien mengatakan nyeri


1. Ajarkan pasien dengan teknik berkurang
distraksi nyeri dengan nafas O: Skala nyeri 3., TD
dalam 130/90 mmHg, RR = 24
2. Menganjurkan untuk istirahat x/menit, S = 37,4 oC, N =
yang cukup 90x/menit
3. Mengontrol lingkungan yang A: teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
dapat memicu terjadinya nyeri
4. Memberikan obat analgesik
sesuai advice dokter (Antrain
3x1g)
5. Memantau TTV tiap 2 jam
3 08.00 08.00 S : pasien mengatakan
1. mengoleskan madu pada kondisinya sudah lebih baik
O:
mukosa bibir - Mukosa lembab
2. memberikan inf ivelip 200cc/24 - NGT aff
jam - Pasien
mengkonsumsi obat
3. memberikan inf tutofusin penambah protein

46
1000cc/ 24jam
A : masalah teratasi
4. menganjurkan pasien untuk
P : intervensi dihentikan
meningkatkan intake protein dan
vitamin
5. berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
yang sesuai kebutuhan
4. 08.00 08.00 S: Pasien mengatakan
terdapat luka operasi di
1. Melakukan perawatan luka
erut
secara steril O: Terdapat luka post
2. Membersihkan dengan NaCl laparotomy di midline sub
atau pembersih luka yang umbilikus, TD 120/80
sesuai mmHg, RR = 24 x/menit,
3. Memberiakan salep yang S = 37,5 oC, N =
sesuai 80x/menit, Luka + 20cm,
keadaan baik, warna
4. Memberikakan massase ringan
merah , tidak ada tanda-
di sekitar luka tanda infeksi, tidak ada
5. Observasi kondisi luka pus.
karakteristik, drainase, warna A: Belum teratasi
ukuran dan bau P: Intervensi dilanjutkan

Hari/Tgl/Shift No. Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


DK

47
Selasa / 1 21.00 1. Memberikan posisi 08.00 S : Pasien mengatakan tidak
semifowler sesak
22 Nov 2016 /
2. Melakukan observasi TTV O : Gerak dada simetris,
malan RR 24x/menit
3. Melakukan clapping
Suara nafas vesikuler
4. Memberikan O2 masker 4 Whezing (-), ronkhi (-)
lpm A : teratasi
5. Melakukan nebulizing P : Intervensi dihentikan,
Ventolin:Pz = 1:1 pasien rencana krs

2 21.00 1. Ajarkan pasien dengan 21.00 S: Pasien mengatakan tidak


teknik distraksi nyeri dengan terasa nyeri
O: Skala nyeri 3., TD
nafas dalam
120/80 mmHg, RR = 24
2. Menganjurkan untuk x/menit, S = 37,4 oC, N =
istirahat yang cukup 90x/menit
3. Memberikan obat analgesik A: teratasi
sesuai advice dokter (Antrain P: I Intervensi dihentikan,
3x1g) pasien rencana krs
4. Memantau TTV tiap 2 jam

48
BAB IV

PEMBAHASAN

Peritonitis adalah inflamasi dari membran peritoneum serosa halus yang


melapisi dinding kavum abdominal serta pelvik dan juga membungkus organ-
organ yang ada di dalamnya. (Baughman, 2000). Biasanya diakibatkan oleh
infeksi bakteri atau kuman (Schwartz, 2004). Peritonitis pada Tn. J disebabkan
karena mengalami perforasi gaster.
Tn. J mengalami nyeri di seluruh permukaan perut. Nyeri dirasakan saat
pasien datang bekerja dari sawah. Pasien dibawa ke Rumah sakit Sakinah dan
dilakuakn pemeriksaan USG dan didapatkan diagnosa perforasi gaster akhirnya
pasien dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 12 November 2016
untuk dilakukan operasi dan saat ini dirawat di ruang Bedah Aster. Setelah
dilakukan pengkajian sejak tanggal 14 November 2016 pada Tn. J ditemukan tiga
masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, nyeri dan
kerusakan integritas kulit.

4.1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada Pasien dengan Peritonitis

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas didefinisikan oleh North


American Nursing  Diagnosis Association/ NANDA (2014) sebagai suatu
kedaaan dimana individu mengalami ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi dari saluran pernapasan untuk menjaga kebersihan jalan nafas.
Bersihan jalan nafas tidak efektif terjadi karena adanya peningkatan produksi
sputum pada seseorang. Sputum merupakan substansi yang keluar bersama
batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkial secara normal
memproduksi sekoitar 3 ons mukus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme
pembersihan normal (normal cleaning mechanism). Namun produksi sputum
karena batuk adalah tidak normal. Apalagi berwarna kuning atau hijau yang
menandakan adaya infeksi (Somantri, 2007).
Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas muncul
pada Tn. J karena pasien bedrest setelah melakukan operasi besar (eksplorasi
laparotomy) sehingga terjadi akumulasi sekret. Hal ini didukung dengan DS

49
50

yaitu pasien mengatakan sesak saat bernafas dan terdapat sekret dijalan nafas
dan DO yaitu RR : 24x/menit, terpasang masker 02 8 Lpm, PH = 7,38, pCO2 =
41mmHg, pO2 = 137mmHg, SO2 = 99% dan FiO2 = 53,0%.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Tn. J yaitu 1)
memberikan posisi pasien yang memungkinkan pengembangan rongga dada,
2) melakukan auskultasi bunyi nafas, 3) melakukan nebulizing dengan
ventolin, 4) melakukan clapping dan vibrating, 5) mengajarkan latihan nafas
dalam dan batuk efektif, 6) memberikan O2 8 Lpm dan 7) memberikan
bronkodilator. Setelah dilakukan implementasi tersebut, dilakukan evaluasi
dengan hasil masalah teratasi dan dilakukan implementasi lagi apabila
masalah muncul kembali.

4.2 Nyeri pada Klien dengan Peritonitis

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat


terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut syaraf dalam tubuh keotak
dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi dan emosional (Hidayat & Uliyah,
2012). Nyeri sendiri dapat timbul karena adanya stimulus nyeri, diantaranya
karena: injuri biologis (infeksi, oedema akibat adanya penekanan pada
reseptor nyeri, iskemia, dan neoplasma), injuri kimia (terbakar, capsaicin dan
methylene chloride) dan injuri fisk (abses, amputasi, angkat berat, prosedur
operasi, trauma dan latihan berlebih) (Herdman, 2014).
Masalah keperawatan nyeri muncul pada Tn. J karena peritonitis yang
dialami klien mengakibatkan adanya respon lokasi syaraf terhadap inflamasi
dan terjadi distensi abdomen sehingga klien mengalami nyeri. Hal ini
didukung dengan DS yaitu P : nyeri akibat peritonitis, Q : seperti ditusuk-
tusuk, R : seluruh permukaan abdomen, S : skala 6, T : terus menerus dan DO
yaitu pasien tidak tenang , gelisah, wajah meringis, RR 24x/menit, terdapat
luka post laparotomi.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Tn. J yaitu: 1)
mengajarkan pasien dengan teknik relaksasi nyeri dengan nafas dalam, 2)
memberikan waktu istirahat yang cukup, 3) mengontrol lingkungan yang
dapat memicu terjadinya nyeri, 4) memberian analgesik dan 5) Mengobservasi
51

TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik. Setelah dilakukan


implementasi tersebut, dilakukan evaluasi dengan hasil masalah teratasi
sebagian dan dilakukan implementasi nomor 1-5 sampai masalah teratasi
sepenuhnya.

4.3 Kerusakan Integritas Kulit pada Pasien dengan Peritonitis

Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu


mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis
(Carpenito, 2000; 302). Menurut NANDA (2014) Kerusakan integritas kulit
adalah terjadinya perubahan pada epidermis dan/ atau dermis. Kerusakan
integritas kulit dapat terjadi karena faktor eksternal dan internal. Faktor
Eksternal (lingkungan) yaitu injuri kimia (terbakar, capsaicin dan methylene
chloride), kelembaban, hipertermia, hipotermia, faktor mekanik (terpotong,
tertekan, imobilitas fisik), prosedur operasi, kelembaban kulit, obat dan terapi
radiasi. Faktor internal (somatic) yaitu perubahan status cairan, perubahan
metabolism, perubahan pigmentasi, perubahan sensasi (spinal cord injury,
DM, dll), perubahan turgor kulit, perubahan hormonal, defisit imunologis,
ketidakseimbangan nutrisi dan penonjolan tulang (Herdman, 2014).
Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit muncul pada Tn. J
karena prosedur operasi laparotomi berupa insisi midline supra umbilikus. Hal
ini didukung dengan DO: terdapat luka post laparotomy di midline supra
umbilikus hari ke 2, RR 24x/menit, N 80x/menit, S 37,5oC dan TD
130/80mmHg.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Tn. J yaitu: 1)
Melakukan perawatan luka secara steril setiap pagi, 2) Membersihkan dengan
NaCl atau pembersih luka yang tidak beracun yang sesuai 3) memberiakan
salep yang sesuai 4) memberikakan massase ringan di sekitar luka dan 5)
mengobservasi kondisi luka karakteristik, drainase, warna ukuran dan bau.
Setelah dilakukan implementasi tersebut, dilakukan evaluasi dengan hasil
masalah teratasi sebagian dan dilakukan implementasi nomor 1-5 sampai
masalah teratasi sepenuhnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum atau lapisan membran serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik atau kumpulan tanda dan
gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular dan tanda-tanda umum inflamasi. Penyebab terjadinya peritonitis
invasi kuman bakteri kedalam rongga peritoneum. Selain invasi kuman
langsung melalui asites dalam rongga peritonium terjadinya peritonitis dapat
disebabkan karena adanya luka insisi pada operasi, luka robek atau cedera,
ulkus lambung dan duodenal, inflamasi usus, divertikulitis sigmoid serta
apendisitis.
Prinsip umum pengobatan peritonitis adalah mengistirahatkan saluran
cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal,
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dengan melakukan tindakan
secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang
lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar serta tindakan-
tindakan yang dapat menghilangkan nyeri.
Kita sebagai perawat diharapkan dapat memberikan intervensi yang
tepat pada pasien peritonitis dengan cara melakukan intervensi sebelum
dilakukan tindakan medis untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.

5.2 Saran

Perawat dalam membuat asuhan keperawatan sebaiknya benar-benar


memperhatikan setiap keluhan dari pasien sehingga komplikasi dapat
dihindari dan dapat meningkatkan kualitas hidup klien. Selain itu, perawat
juga harus berkolaborasi dengan tim medis lain untuk memberi terapi pada
klien serta keluarga sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara
maksimal, baik secara mandiri dan berkolaborasi.

52
53

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C, et al. (2000). Keperawatan Medikal- Bedah: Buku Saku


untuk Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Behrman, Richard E., dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. (2006). At Glance Medicine. Hal 43. Jakarta: Erlangga.
Doherty, Gerard. (2006). Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis &
Treatment 12ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Ehrlich, Steve D. 2010. Peritonitis. http://www.umm.edu/altmed/articles/
peritonitis-000127. htm diakses pada 13 Mei 2014. Pukul: 10.00 WIB.
Eliastam, Michael. (1998). Penuntun Kedaruratan Medis. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Grace, Pierce. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Price, Sylvia Anderson., dkk. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Schwartz, M. William, et al. (2004). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzane & Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Watson, Roger. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat (Edisi 10). Jakarta:
EGC.
Widjaja, Harjadi. (2009). Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC.
World Health Organization (WHO). (2002). Safe Motherhood, Modul Sepsis
Puerperalis: Materi Pendidikan untuk Kebidanan. hal 63. Jakarta: EGC.
http://books.google.co.id/books?
id=3ZyOm94xiCMC&pg=PA197&dq=anatomi+peritoneum&hl=en&sa=X
&ei=wgcbUxDMePrQfOyIDICw&redir_esc=y#v=onepage&q=anatomi
%20peritoneum&f=false diakses pada tanggal 10 Maret 2014. Pukul 20.00
WIB.

Anda mungkin juga menyukai