`
Oleh:
Esti Yunita Safitri Masbait
NIM: 2018-84-025
Konsulen:
dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL
Terdapat dua sinus, Dextra dan Sinistra. Terletak didalam Corpus maxillaris, sinus ini
memiliki bentuk menyerupai piramida. Basis-nya membentuk dinding lateral dari Nasal
sedangkan bagian apeksnya berada didalam Processus zygomatico-maxillae
Atap sinus ini dibentuk oleh Fossa orbita sedangkan dasarnya dibentuk oleh Proc.
Alveolaris. Akar Pre-molar 1 dan 2, Molar 3, serta kadang-kadang Caninus dapat
menonjol kedalam sinus ini. Ekstraksi dari gigi dapat menimbulkan adanya Fistula, yang
berujung pada infeksi sinus (Sinusitis)
Sinus maxillaris bermuara kedalam Meatus nasi media melalui Hiatus semilunar. Inervasi
Sinus maxillaris diperankan oleh Nervus alveolaris superior dan Nervus infraorbitalis
Sinus frontalis
Ada dua buah, terdapat didalam Os frontale dan dipisah satu sama lainnya dengan Septum
tulang yang sering menyimpang dari median. Setiap sinusnya berbentuk seperti segitiga
dan meluas kearah atas pada ujung medial dan kebelakang, ke bagian medial atap orbita. 7
Masing-masing Sinus frontalis akan bermuara kedalam Cavum nasi, tepatnya pada Meatus
nasi media. Membran Mucosa sinus in di inervasi oleh Nervus supraorbitalis
Sinus ethmoidalis
Terdapat didalam Os ethmoid, Os ethmoid, diantara Nasal dan Orbita. Sinus ini terpisah
dari Orbita oleh selapis tipis tulang, sehingga apabila terjadi peradangan pada Sinus
ethmoidalis akan sangat mudah menyebar kedalam Orbita. Sinus ini dibagi menjadi tiga
kelompok yakni Anterior, Media dan Posterior. Kelompok anterior akan bermuara
kedalam Infundibulum, kelompok kedua akan bermuara di Meatus nasi media, pada atau
diatas Bullae ethmoidalis. Kelompok Posterior akan bermuara pada Meatus nasi superior.
Membran Mucosa sinus ini di inervasi oleh Nervus ethmoidalis anterior dan Posterior
Sinus sphenoidalis
Terdapat dua buah sinus yang terletak didalam Corpus ossis spenoidalis. Setiap sinus ini
akan bermuara ke kedalam Recessus sphenoethmoidalis di atas Conchae nasalis superior.
Membran mucosa diinervasi oleh Nervus ethmoidalis posterior
Potongan Coronal Cavum nasi memperlihatkan Osteomeatal complex
(OMC), Sinus maxillaris, Sinus ethmoidalis dan Sinus frontalis.
Pharynx
• sistem pencernaan yang meluas ke superior, terletak di posterior Cavitas nasi dan Oris,
yang memanjang ke inferior melewati Larynx. Pharynx meluas dari Basis cranii ke Margo
inferior cartilago cricoidea di Anterior dan Margo inferior Vertebrae C6 di Posterior.
Pada ujung Inferior-nya berlanjut dengan Oesophagus
• Saraf yang menyuplai ke Pharynx berasal dari Plexus pharyngeus. Serat motorik pada
Plexus berasal dari N. vagus (N.X) melalui R. pharyngeus. Serat sensorik pada Plexus
berasal dari N. glossopharyngeus (IX). Saraf sensorik yang menyuplai selaput lendir
Nasopharynx anterior dan superior terutama dari N. maxillaris (N V/II).
Bagian Pharynx; potongan Midsagital
Persarafan sensorik Pharynx
Trachea
Trachea adalah tabung Fibrocartilaginosa yang mengisi posisi median leher. Trachea
memanjang dari ujung inferior Larynx setinggi Vertebrae C6 ke dalam Thorax, berakhir di
Inferior pada level Angulus sterni atau Discus IV T4-T5 dan terbagi menjadi Bronchus
utama dextra dan sinistra. Trachea membawa udara ke dan dari Pulmo, dan epitelnya
mengeluarkan mucus bermuatan debris ke arah Pharynx untuk dikeluarkan dari mulut
Bronchus
Sinobronchial Syndrome (SBS)
tipe Sinusitis yang muncul pada gangguan Tractus respiratorius inferior, seperti Bronchitis
atau Asthma. SBS juga digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan hubungan antara
sinus dan gejala Tractus respiratorius inferior, yang sering dialami oleh anak-anak dengan
Tractus respiratorius yang reaktif, Cysctic fibrosis, imunodefisiensi dan Diskinetic cilia.
SBS juga didefinisikan sebagai peradangan kronik yang melibatkan Rhino-sinus dan
Tractus respiratorius inferior ( penyebab tersering adalah Bronchitis)
Epidemiologi
Suzaki dkk (1990) dalam penelitiannya melaporkan dari 307 pasien dengan penyakit
Rhinosinusitis kronik, setelah dilakukan pemeriksaan kembali ditemukan 32 (10,4 %)
pasien mengalami SBS. Penemuan SBS ini juga terjadi pada kelompok pasien dengan
peradangan kronik Tractus respiratorius inferior, dimana dari 74 pasien, ditemukan 41
(55,4 %) pasien mengalami SBS
Gwaltney (1981), dalam penelitiannya menyatakan bahwa setiap tahunnya anak-anak, rata-
rata mengalami 6-8 kali infeksi saluran nafas atas, sedangkan dewasa hanya sebanyak 2-3
kali. Dimana 5-10 % infeksi yang terjadi pada anak akan berkembang menjadi Sinusitis.
Keadaan ini menyebabkan anak-anak akan lebih sering mengalami SBS
Dalam penelitian lainnya menyatakan bahwa sekitar 20 sampai 70 % pasien dewasa
dengan Asthma akan disertai oleh peradangan pada Sinus (SBS)
Etiologi
lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri patogen, patogen yang terbanyak adalah:
Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Selain
kelompok patogen tersebut proses infeksi dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri
anaerob dan virus (Rhinovirus dan Influeza virus). alergen berupa tungau, debu rumah, zat
iritan, spora jamur, susu, dan lain-lain diketahui juga dapat memicu terjadinya Sinusitis
Rahajoe (2000) dalam penelitiannya mengemukaan dalam penelitiannya, patogen
penyebab infeksi sinusitis akut dan kronis tertinggi adalah Streptococcus pneumoniae,
Branhamella catarrhalis dan Haemophylus influenza. Sedangkan patogen terbanyak yang
menyebabkan infeksi Sinus paranasalis dan Bronchus secara bersamaan adalah
Pseudomonas, Streptococcus hemolyticus dan Streptococcus anhemolyticus
Manifestasi
Patogenesis
Quinn dan Meyer melaporkan bahwa, ketika Iodize oil dimasukan kedalam Cavum nasi
seseorang yang tidur, tanpa diindentifikasi ada gangguan Tractus respiratorius superior, 50
% kontras tersebut ternyata dapat mencapai percabangan Tracheobronchial dipagi hari, hal
tersebut dikonfirmasi melalui foto X-ray. Penelitian ini menunjukan bahwa Suppuratif
nasal discharge yang mengandung banyak bakteri memiliki peluang untuk menyebabkan
infeksi pada Trachea dan Broncus. Selain rute aspirasi Trachea ini, jalur limfatik dan rute
hematogen juga dapat menjadi rute penyebaran infeksi pada SBS
Patogenesis
Chew dan Bursen juga menjelaskan dalam penelitiannya, bahwa obstruksi Nasal yang
kronik dapat menyebabkan perubahan fungsi refleks pulmonal dan hal tersebut cukup kuat
untuk menyebabkan SBS. Keadaan ini juga didukung oleh fakta bahwa Tractus
respiratorius superior maupun inferior memiliki struktur yang sama, sehingga penyebaran
infeksi dan peradangan mudah terjad
Patogenesis
Anamnesis
pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang : Radiologi Sinus, Transiluminasi, USG Sinoskopi,
Pemeriksaan mikrobiologi
Radiologi Sinus
Posisi yang rutin digunakan adalah posisi Waters, Posteroanterior (PA) dan lateral. Posisi
digunakan untuk menilai Sinus maxillaris, frontalis dan ethmoidalis. Posisi PA untuk
menilai Sinus frontalis, sedangkan foto lateral untuk menilai Sinus frontalis, sphenoidalis
dan ethmoidalis. Pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ditemukan perkabutan parsial
atau komplit di rongga sinus, atau adanya air fluid level
Transiluminasi
Pemeriksaan ini memiliki manfaat yang terbatas hanya pada Sinus maxillaris dan frontalis,
sehingga hanya akan dilakukan jika tidak tersedianya fasilitas radiologi. Transluminasi
dilakukan untuk mengetahui adanya cairan di sinus yang sakit, yang akan terlihat lebih
gelap bila dibandingkan dengan sinus yang normal
USG
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan antara cairan dalam rongga sinus dan penebalan
mukosa
Sinoskopi
Bahan pemeriksaan berasal dari sekret di rongga hidung, dan dapat ditemukan bermacam-
macam bakteri yang merupakan flora normal hidung atau kuman patogen
Tatalaksana