Anda di halaman 1dari 23

Identitas Pasien

No rekam medic
: 087258
Nama
: Tn. P
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Laki laki
Pekerjaan
: Alamat
: PT. Salim
Agama
: Islam
Status perkawinan : Menikah
Anamnesis
: Auto anamnesis
Keluhan Utama
: Nyeri kaki kiri
Keluhan Tambahan
RPS
Pasien datang ke UGD RS Profesor Tabrani dengan keluhan punggung
kaki sebelah kiri terkena duri sawit sejak 1 minggu yang lalu, bengkak (+),

nanah (+), dan merah (+)


RPD
Tidak pernah di operasi dan tidak pernah dirawat sebelumnya

RPK
Riwayat penyakit pada anggota keluarga disangkal

RSE
-

Merokok (-)
Minum alcohol (-)
Pengguna obat obatan (-)
Olah raga tidak teratur

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital sign
- T
: 37 C
- TD
: 110/90 mmHg
- HR
: 80 /menit
- RR
: 26 /menit
- Irama teratur
- Pulsasi kuat
Status General
1

Kepala
: DBN
Mata
: DBN
Hidung
: DBN
Telinga
: DBN
Mulut
: DBN
Tenggorokan : DBN
Leher
: DBN
Thorax
:
- Paru paru
I
: DBN
Pa : DBN
Pr : DBN
Au : DBN
- Jantung
I
: DBN
Pa : DBN
Pr : DBN
Au : DBN
- Abdomen
I
: DBN
Pa : DBN
Pr : DBN
Au : DBN
- Ekstremitas atas :
Akral hangat
Pergerakan sendi bebas
- Ekstremitas bawah :
Akral hangat
Edema kaki kiri
Pergerakan sendi kaki kiri terbatas
Status Lokalis
Regio
: Pedis sinistra
Inspeksi
: merah (+), bengkak (+), dan nanah (+)
Palpasi
: Pedis sinistra bengkak (+)
Movement : Pergerakan sendi pedis sinistra terbatas
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a.

Tanggal

: 09 - 12 - 2013

Hb

: 14,8 mg%

Leukosit

: 14.100 mm3

E:1
B:0
St : 5
Sg : 69
L : 19
M:6

LED

: 69 mm/jam

Trombosit

: 182.000 Ul

Ht

: 45,4 %

Eritrosit

: 4,82 juta/mm3

SGOT

: 34 uL

SGPT

: 50 Ul

Ureum

: 42 mg/dl

Asam urin

: 4,4 mg/dl

Kreatinin

: 0,8 mg/dl

Kadar gula sewaktu :116 mg/dl

Urin
3

Ph : 6,0 kuning jernih


BJ : 1,015
Sedimen :
-

Epitel : 0-1/LPB

Leukosit : 2-5/LPB

Eritrosit : 0-2/LPB

b. Tanggal

: 12 - 12 - 2013

Hb

: 13,8 mg%

Leukosit

: 14.200 mm3

E:2
B:0
St : 2
Sg : 76
L : 12
M:8

LED

: 12 mm/jam

Trombosit

: 244.000 Ul

Ht

: 41,9 %

Eritrosit

: 4,48 juta/mm3

2. Rontgen Thoraks
3. EKG
Diagnosa Kerja : Corpal regio pedis sinistra + infeksi sekunder
Diagnosa Banding : Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. UGD : Tanggal 09 - 12 - 2013

Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit

Injeksi ceftriaxone 21

Injeksi ketorolac 31 amp

Injeksi ranitidine 31

Kompres Nacl di kaki kiri

2. Ruangan : Tanggal 10 - 12 - 2013

Ceftriaxone 21

Ranitidine 31

Ketorolac 31

Clindamicin 21

3. Ruangan : Tanggal 11 - 12 - 2013

Clindac 300 31 puasa

Ceftriaxone stop 21

Ranitidine 21
5

Ketorolac 31

Cefepime 21

Infuse metronidazole 31

4. Ruangan : Tanggal 12 - 12 - 2013

Clindac 300 31

Cefipime 22

Ranitidine 21

Ketorolac 31

Infuse metronidazol 31

5. Ruangan : Tanggal 13 - 12 - 2013

Vip albumin 33

Clindac 300 31

Cefepime 22

Ranitidine 21

Ketorolac 31

Infuse metronidazol 31

b. Edukatif : Prognosis : -

PEMBAHASAN

A.

Definisi1
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,

terutama yang menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme,


toksin, replikasi intraselular, atau respon antigen-antibodi.
Inflamasi adalah respon jaringan protektif terhadap cedera atau kerusakan
jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen
yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera itu.
B.

Sumber Sumber Infeksi2,4


1. Dari pasien sendiri (endogen)
Sumber kuman endogen berasal dari kulit, nasofaring, ketiak, hidung,
selangkangan, dan rambut. Infeksi endogen dari usus dapat terjadi pada
operasi saluran cerna, sedangkan infeksi endogen dari mulut mungkin terjadi
pada pembedahan daerah oral atau leher.
2. Dari luar (eksogen)
Infeksi eksogen paling banyak berasal dari ahli bedah dan personel
bedah lainnya sebagai pembawa kuman pathogen dari hidung, mulut, faring,
atau tangan. Mencuci tangan dengan baik dan berbicara sedikit mungkin
selama operassi dapat menurunkan kejadian infeksi.
3. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
4. Debrideman yang tidak memadai
5. Pus yang tidak disalir

C.

Mekanisme Pertahanan Tubuh pada Infeksi2,4


Kuman penyakit yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan

jaringan dengan cara mengeluarkan eksotoksin, mengeluarkan zat toksik terhadap


dinding sel, dan menimbulkan efek imunopatologis. Eksotoksin dapat berefek local
(misalnya, toksin Escherichia coli dan Clostridium difficile) atau sistemik (misalnya,
toksin kuman tetanus). Efek imunopatologis dapat berupa reaksi anafilaksis,
sitotoksitas akibat antibody, dan hipersensitivitas kopleks imun yang dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan, perdarahan, dan nekrosis.
Tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk mengatasi kerusakan
yang ditimbulkan oleh kuman:
1. Pertahanan permukaan tubuh, yaitu kulit dan mukosa saluran cerna, saluran
napas, saluran kemih, dan saluran kelamin.
Pada kulit, yang berperan adalah lapisan epidermis. Selain itu, terdapat
sawar biologis yang dibentuk oleh kuman / flora normal kulit, dan sawar
kimia yang berupa keasaman yang ditimbulkan oleh cairan keringat dan asam
lemak dari kelenjar sebasea. Pertahanan permukaan pada saluran cerna
dilakukan melalui proses dekontaminasi, yang dapat berlangsung secara
mekanis, seperti muntah dan diare, yakni upaya mengeluarkan isi usus, secara
biologis oleh flora normal usus, dan secara kimia oleh liur yang mengandung
enzim musin serta oleh cairan asam lambung. Pada saluran napas, saluran
kemih, dan saluran kelamin, pertahanan permukaan juga dilakukan melalui
proses dekontaminasi. Pada jalan napas, dekontaminasi mekanik terjadi
melalui batuk dan gerakan bulu getar selaput lendirnya.
2. Eliminasi penyebab infeksi oleh reaksi radang melalui reaksi vaskular dan
selular.
Inflamasi ini menyebabkan pengumpulan sel leukosit dan cairan serum
di daerah trauma seperti disebutkan diatas.
9

3. Upaya membatasi invasi kuman penyakit secara regional melalui limfadenitis.


Setelah kuman masuk ke dalam tubuh, kuman terbawa oleh aliran
limf, dan menyebabkan aktivasi fagositosis didalam system limfoid. System
limfoid yang terdekat dengan jaringan yang rusak dan terdekat dengan
masuknya kuman, lebih dahulu aktif dan secara klinis terlihat sebagai suatu
limfadenitis regional. Limfadenitis ini merupakan bagian dari upaya tubuh
untuk mencegah meluasnya infeksi.
4. Pembasmian kuman oleh sistem retikuloendotelial yang terdiri atas sel
retikulum pada limpa dan sistem limfatik.
Kesemuanya

mempunyai

kemampuan

fagositosis.

Sel

system

retikuloendotelial ini berperan lebih besar dalam fase sesudah radang akut,
baik dalam fase resolusi, organisasi, maupun penyembuhan.
D.

Patofisiologi Infeksi2,4
1. Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan
saraf dan sistem hormon yang menyebabkan perubahan metabolik.
Pada saat itu, terjadi reaksi jaringan limforetikularis di seluruh tubuh
berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibody (limfosit B).
2. Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut.
Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi perusakan jaringan
oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas, sisa jaringan
yang rusak, yakni debris, akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai
terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit
kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu
rongga, membentuk abses, atau bertumpuk di sel jaringan tubuh lain,
membentuk flegmon (peradangan yang luas dijaringan ikat).

10

Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus-menerus menimbulkan


reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris, yang diikuti
dengan pembentukan jaringan granulasi vascular untuk mengganti jaringan
yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini perusakan
jaringan berhenti, terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan
granulasi fibrosa. Namun, bila perusakan jaringan terus berlangsung, terjadi
fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak
dihilangkan.
E.

Gambaran Infeksi Inflamasi2,4


Dikenal tiga tingkatan radang, yaitu inflamasi akut, sub-akut, dan
kronik. Gambaran klinis inflamasi akut memperlihatkan tanda rubor dan kalor
akibat vasodilatasi, serta tumor karena eksudasi. Ujung saraf perasa terangsang
oleh peradangan sehingga timbul dolor. Nyeri dan pembengkakan akan
menyebabkan gangguan faal. Kelima gejala ini dikenal dengan nama gejala
cardinal Celsus.
Abses akibat radang akut berat didekat permukaan ditandai oleh fluktuasi,
sedangkan flegmon yang sering ditemukan dijaringan subkutis ditandai oleh
pembengkakan difus yang merah dan sangat nyeri. Pada keduanya, umum
didapati demam dan keadaan umum yang menurun. Abses dapat pecah oleh
adanya nekrosis jaringan dan kulit diatasnya.
Fase inflamasi akut dapat diikuti oleh radang kronik. Inflamasi akut atau
kronik pada permukaan kulit atau mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel
yang disebut tukak atau ulkus. Kadang pusat infeksi atau radang berada jauh
dibawah kulit sehingga nanah keluar melalui jalan khusus yang terbentuk pada
jaringan yang paling lemah. Jalan khusus ini disebut fistula atau sinus.
Tubuh akan berusaha membatasi infeksi ini dengan mengaktifkan jaringan
limfoid sehingga terjadi radang akut kelenjar limf (limfadenitis) regional.

11

Bila kuman yang masuk virulensinya tinggi, atau keadaan pertahanan tubuh
sedang lemah, kuman dapat masuk ke pembuluh darah, terbawa aliran darah, lalu
berkembang biak dan masuk ke seluruh jaringan tubuh, menyebabkan septisemia.
Kerusakan jaringan
Inflamasi

Minimal

Resolusi
(penyembuhan)

Hebat

Abses / flegmon

Inflamasi kronik

Organisasi
-

Fagositosis

Granulasi

Penyembuhan
-

Granulasi

Fibrosis

Jaringan parut

Gambar 1. Gambaran inflamasi2

12

A.

Perawatan Luka13

1. Definisi
a. Suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka (menutup luka) dengan benang,
sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
b. Teknik yang digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur
anatomi yang terpotong.
c.

Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau


terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.

2. Tujuan Penjahitan
a. Penutupan ruang mati
b. Mendukung dan memperkuat penyembuhan luka sampai meningkatkan
kekuatan tarik mereka
c. Mendekatkan tepi kulit untuk hasil estetika dan fungsional
d. Meminimalkan risiko perdarahan dan infeksi
3. Prinsip Umum Penjahitan Luka
a. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama
lain dengan hati-hati.
b. Tegangan dari tepitepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin
tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan
kulit secara hatihati sebelum dijahit.
c. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengan memakai traksi
ringan pada tepitepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada
kulit yang dijahit.
d. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat
diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu menjahit kulit.

13

e.

Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai
daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.

f.

Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh


karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam5 hari),
sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10
hari atau lebih.

g. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.


h. Pemakaian forsep dan trauma jaringan (pincet cirugis) diusahakan seminimal
mungkin.
4. Komplikasi Penjahitan
a. Overlapping: terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga
luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat
dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
b. Nekrosis: jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi
sehingga menyebabkan kematian jaringan.
c. Infeksi: infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka
yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
d.

Perdarahan: terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.

e.

Hematoma: terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan
tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan
menyebabkan bengkak.

f.

Dead space (ruang/rongga mati): yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi
karena penjahitan yang tidak lapis demi lapis.

g.

Sinus: bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya
ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak
sebagai benda asing.

14

h. Dehisensi: adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena


jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
i.

Abses: infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.

5. Alat dan Bahan dalam Penjahitan Luka


Bahan habis pakai yang digunakan dalam penjahitan luka diantaranya: benang
jahit (catgut, side), kassa steril, anestesi local, dan larutan antiseptic. Alat-alat yang
digunakan diantaranya: needle/ jarum jahit, needle holder/ nalpoeder, pincet anatomis,
gunting jaringan/ gunting benang, bengkok, doek lubang steril dan sarung tangan steril.
Benang dan jarum yang digunakan dalam menjahit luka, disesuaikan dengan jenis luka
dan letak luka berada.
6. Teknik Penjahitan
Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan
keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan
menjadi :
a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik
penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena
sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau

bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan
saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan
terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah
bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup
dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk
mengerjakannya. Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:
a) Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi
lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
b) Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis,
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang
pertama
15

c) Dibuat simpul dan benang diikat.


b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)
Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya

dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya.
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan
hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang
longgar, dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit. Teknik jahitan jelujur
dilakukan sebagai berikut:

1)

Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang terikat tetapi
tidak dipotong

2)

Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa mengikat atau


memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul

3)

Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan

4)

Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul terakhir
pada akhir garis jahitan

5)

Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/ penempatan
jahitan terakhir.

c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)


Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai
stitch bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini
biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul,
dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat. Cara
melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur,
bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.

16

d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)


Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik,
untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk
jaringan luka dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di
bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang
terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.
Teknik ini dilakukan sebagai berikut:
a) Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis
kulit salah satu dari tepi luka
b) Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian
dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain
c) Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara
parallel di sepanjang luka tersebut.
e. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal.
Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan.
Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati,
dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini
adalah penggarisan silang. Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan
ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit.
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di
bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat. Waktu yang dianjurkan untuk
menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum pembentukan epitel trek jahit
selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka, dapat
meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak dalam menanggapi edema
17

pascaoperasi. Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan


simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

Gambar 4. Teknik Penjahitan13

Perawatan luka operasi


18

A. Ganti Balutan
Perawatan luka umumnya diawali dengan tindakan penggantian balutan. Ganti
balutan/ verban merupakan suatu tindakan mengganti verban untuk melindungi luka
dengan drainase minimal terhadap kontaminasi mikroorganisme. Ganti balutan
dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan
disesuaikan terlebih dahulu dengan: kondisi klinis pasien, sifat operasi, tipe/jenis luka
dan tampilan luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena
efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal
saline (NaCl). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, sebaiknya tidak
sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan
dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat
dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu
banyak manipulasi gerakan.
B. Angkat Jahitan
Angkat jahitan adalah suatu tindakan melepas jahitan yang biasanya dilakukan
pada hari ke-7 atau sesuai dengan proses penyembuhan luka. Tujuan dilakukan
angkat jahitan adalah untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi. Pertimbangan dilakukan angkat jahitan adalah tegangan pada tepi
luka operasi/luka jahitan. Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan tindakan
angkat jahitan adalah :
1.

Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan tegang

2.

Luka yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit setelah
banyak bagian kulit diambil, akan menyebabkan tegangan tepi luka yang
besar, pengambilan jahitan ditunda lebih lama, sampai dicapai kekuatan
jaringan yang cukup, sehingga bekas jahitan tidak mudah terbuka lagi

3.

Jahitan yang dibiarkan terlalu lama, akan memperlambat penyembuhan luka.

C. Prinsip Perawatan Luka Operasi

19

Perawatan luka dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Perawatan luka
terbuka diutamakan pada luka yang sederhana dan dangkal, sedangkan pada luka
operasi, dilakukan secara tertutup. Perawatan luka tertutup bertujuan untuk :
1. Menjaga luka dari trauma mekanik
2. Menekan dan mengimobilisasi daerah luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah luka dari kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorbsi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis
7. Debridemen sel nekrotik
8. Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka
9. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
Mengganti balutan dilakukan apabila balutan sudah kotor atau basah akibat
eksternal maupun karena rembesan eksudat; ingin mengkaji keadaan luka dengan
frekuensi tertentu; dan untuk mempercepat debridemen (pengangkatan) jaringan
nekrotik. Tipe penggantian balutan dibagi menjadi dua, yaitu tipe tipe basah dan
kering. Balutan basah digunakan untuk luka yang basah atau banyak drainase,
sedangkan balutan kering digunakan untuk luka kering atau drainase minimal.
Adapun cara membersihkan luka adalah :
1.

Luka kering cukup diusap dengan larutan antiseptik

2.

Luka berwarna kekuningan/terinfeksi dibersihkan dengan pencucian sampai


pus (nanah) terangkat

3.

Luka berwarna hitam (nekrotik) harus dinekrotomi secara mekanik atau kimia.

D. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Perawatan Luka


20

a. Menghindari terjadinya pencemaran. Dilakukan dengan membalut luka


dengan verban steril, dan melakukan disinfeksi luka dan kulit sebelum
mengganti balutan.
b. Mengusahakan

balutan

tetap

kering.

Mikroorganisme

dengan

cepat

berkembangbiak dalam lingkungan yang basah.


c. Proses perkembangan aliran darah local. Dilakukan dengan cara : tidak
membalut luka terlalu kencang, memberi obat-obatan tertentu, dan melakukan
penatalaksanaan panas-dingin sesuai anjuran dokter atau sesuai dengan
anjuran kapala bagian perawatan.
d. Mengembangkan kondisi yang baik. Kondisi pasien yang baik : status nutrisi
dan cairan yang baik.
e. Selalu berusaha agar luka bersih. Membersihkan luka dengan : NaCl 0,9%,
alcohol, larutan Iodium (betadhin).
f. Penyokong yang baik untuk luka. Sokongan luka dapat dilakukan dengan
balutan plester perekat atau balutan yang member dukungan pada luka
tersebut.
g. Menghindari kondisi luka yang makin memburuk. Dilakukan dengan
observasi luka yang baik, untuk mencegah terjadinya infeksi.
h. Menghindari rasa sakit yang tidak perlu. Hal ini dapat dilakukan dengan :
1.

Mencukur rambut sebelum menempelkan perekat

2.

Mengurangi pemakaian plester perekat (jika memungkinkan)

3.

Tidak memakai bahan-bahan pembalut yang bersifat mengikat

4.

Sedapat mungkin tidak memakai bahan-bahan yang keras, seperti


alcohol

5.

Memungkinkan pasien mengambil posisi yang rileks


21

E. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka


1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Sodium
klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma.
Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah.
Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida
dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline. Merupakan
larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan
dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka
menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih
murah.
2. Larutan povodine-iodine
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam
yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non metalik
iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine
hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol
dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif
melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan. Larutan ini akan
melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir
sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif,
spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta
meninggalkan residu.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumala, Poppy (1998) Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC


2. Sjamsuhidajat, R (2010) Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong.
Jakarta. EGC
3. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty (2005) Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. EGC
4. Sudoyo, Aru W et al (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Internal
Publishing
5. Baratawidjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris (2010) Imunologi Dasar.
Jakarta. FKUI
6. McPherson RA, Pincus MR. Hematology, coagulation, and transfusion
medicine. Henrys clinical diagnosis and management by laboratory method.
22nd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.519-21
7. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Westergren_pipet_array.JPG
8. MacKenzie SB, Williams JL. Hematology procedures. Clinical laboratory
hematology. 2nd ed. New Jersey: Pearson; 2010. P.777-8
9. Bain BJ, Bates I, Laffan MA, Lewis SM. Supplementary techniques including
blood parasite diagnosis. Dacie & Lewis practical hematology. London:
Churchill Livingstone; 2011. P.102-5
10. http://www.medicine.mcgill.ca/physio/vlab/bloodlab/esr.htm
11. Kumar V., et al. Acute inflammation. Robbins and Cotran pathologic basis of
disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010
12. Delves PJ., et al. Innate immunity. Roitts essential immunology.
Massachustes: Blackwell Publishing; 2006. p.1-18.Delves PJ., et al. Innate
immunity. Roitts essential immunology. Massachustes: Blackwell Publishing;
2006. p.1-18
13. KDK-II/Smt.II-Poltekkes Surakarta/Gita.K Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan

23

Anda mungkin juga menyukai