Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Meningen
Meninges adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meninges
kranial berlanjut menjadi meninges spinal, dan keduanya memiliki struktur dasar
yang sama dan memiliki nama yang sama, yaitu terdiri dari 3 lapisan, lapisan terluar
disebut durameter, lapisan tengah arakhnoid, dan lapisan dalam piameter. 2

Gambar 2.1. Anatomi Meningen 2

1. Duramater
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Duramater
merupakan lapisan yang tebal kuat yang tersusun dari jaringan pengikat irreguler
yang padat. Duramater medula spinalis membentuk kantung dari level foramen
magnum pada tulang osipital, yang merpukan perpanjangan duramater otak, dan
berlanjut hingga vertebra sakral kedua. Duramater juga berlanjut dengan
epineurium, lapisan luar yang membungkus nervus spinalis dan kranialis.
Perbedaan antara duramater kranial dan spinal adalah pada duramater spinal
memiliki 2 lapisan, yaitu lapisan periosteal (luar) dan lapisan meningeal (dalam),
kedua lapisan ini saling bersatu di sekeliling otak, kecuali pada bagian-bagian
tertentu mereka berpisah membentuk sinus vena dural yang mengalirkan darah vena
dari otak dan menyalurkannya ke vena jugularis interna. Yang kedua, yaitu tidak
adanya lapisan rongga epidural pada sekeliling otak. Terdapat tiga perpanjangan
dari duramater yang memisahkan bagian bagian otak : falx serebri yang
memisahkan kedua hemisfer serebrum di bagian longitudinal, falx serebeli yang
memisahkan kedua hemisfer serebellum, dan tentorium serebeli yang memisahkan
serebrum dan serebellum.22
2. Arakhnoid
Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan
lembut yang tersusun dari sel-sel dan serabut elastis dan kolagen yang tipis dan
longgar menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran
ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Antara duramater dan arakhnoidmater
terdapat rongga subdural yang berisi cairan intertitial. Sedangkan antara
arakhnoidmater dan piamater (lapisan terdalam meninges) terdapat rongga
subarahnoid yang berisi cairan cerebrospinal (CSS) yang berfungsi untuk meredam
goncangan. Pada dinding arakhnoid terdapat vili-vili arakhnoid. Vili-vili arakhnoid
merupakan penjorokkan dari arakhnoidmater, yang mempunyai bentuk seperti jari
tangan yang menjorok pada sinus vena dural, terutama sinus sagitalis superior, dan
untuk berfungsi mereabsorbsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS diproduksi 500
cc/hari dan diabsorbsi oleh vili arakhnoid 500 cc/hari. Karena laju produksi dan
reabsobsi selalu sama, makan terkanan dan volume daripada CSS selalu sama.22
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan, yang membungkus otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak hingga
medula spinalis. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan
otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis. 2 Piamater tersusun dari lapisan sel squamous
hingga kuboid tipis dalam bundel serat kolagen dan beberapa serat elastis. Dalam
piamater terdapat banyak pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan nutrisi pada
otak dan medula spinalis. Pada regio medula spinalis, terdapat perpanjangan
membran berbentuk triangular yang merupakan pemenebalan dari piamater, disebut
juga ligamentum dentikulata, yang keluar secara lateral dan bersatu dengan
arakhnoidmater dan lapisan dalam dari duramater antara radiks anterior dan
posterior nervus spinalis pada masing-masing sisi medula spinalis. Ligamentum ini
berfungsi untuk menjaga agar medula spinalis tetap berada ditengah dari selaput
dural. Ligamentum denticulata berada di sepanjang medula spinalis dan melindungi
medula spinalis terhadap perpindahan/benturan mendadak yang dapat
menyebabkan shock.22

Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan yang jernih, tidak berwarna, yang
tersusun terutama dari air yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula
spinalis dari kerusakan mekanik dan kimia. Cairan ini membawa sedikit oksigen,
glukosa, dan zat kimia lain dari darah kepada neuron dan neuroglia. Selain itu,
cairan ini juga mengandung sejumlah kecil glukosa, protein, asam laktat, urea,
kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+), dan anion (Cl- dan HCO3-); dan juga mengandung
beberapa sel darah putih. Volume total daripada CSS adalah 80-150 ml pada orang
dewasa. CSS mengalir melalui rongga-rongga dalam otak dan medula spinalis dan
di sekeliling otak dan medula spinalis pada rongga subarakhnoid.22
CSS berfungsi antaralain sebagai : 1. Perlindungan mekanik, dengan
berfungsi sebagai medium penyerap goncangan yang melindungi jaringan otak dan
medula spinalis yang lembut dari sentakan yang daoat menyebabkan mereka
terbentur pada dinding bertulang dari rongga kranium dan vertebra yang keras,
cairan ini juga menyebabkan otak dapat mengapung pada rongga kranial. 2.
Homeostatik, pH dari CSS mempengaruhi ventilasi daripada paru dan aliran darah
otak, yang berfungsi menjaga kontrol homeostatik untuk jaringan otak. CSS juga
berfungsi sebagai media transport bagi hormon polipeptida yang disekresikan oleh
neuron hipotalamus. 3. Sirkulasi, CSS berfungsi sebagai medium untuk pertukaran
minor dari nutrisi dan zat sisa antara darah dan jaringan otak di dekatnya.22
Sirkulasi daripada CSS diawali dari proses pembentukannya pada pleksus
khoroideus di ventrikel lateral otak. Pleksus khoroideus adalah jaringan pembuluh
darah kapiler pada dinding ventrikel. Sel-sel ependim pada pleksus khoroideus
bergabung membentuk suatu taut erat (tight junction) yang meliputi kapiler dari
pleksus khoroideus. Substansi tertentu (terutama air) dari plasma darah yang
terfiltrasi dari kapiler darah disekresikan oleh sel-sel ependim untuk memproduksi
CSS. Kapasitan sekresi ini bersifat dua arah dan menyumbang baik produksi
berkelanjutan dari CSS dan transportasi metabolit dari jaringan saraf kembali ke
darah. Kerana adanya taut kuat antara masing-masing sel-sel ependim, zat-zat yang
memasuki CSS dari kapiler pleksus khoroideus tidak dapat bocor menembus calah
antara sel-sel ependim tersebut, melainkan mereka harus menembus melalui sel-sel
ependim tersebut. Sawar darah cairan serebrospinal ini menyebabkan hanya zat-
zat tertentu saja yang dapat menembus menjadi CSS. Hal ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medula spinalis dari zat-zat yang potensial berbahaya dari
darah. Berbeda dengan sawar darah otak, sawar darah-CSS dibentuk oleh taut erat
antara sel-sel ependim, sedangkan sawar darah otak dibentuk kebanyakan karena
taut kuat antara sel-sel endotel kapiler darah. 22
CSS diproduksi oleh pleksus khoroideus pada ventrikel lateralis, dan
mengalir menuju ventrikel ketiga melalui foramen monroo, lalu dari ventrikel
ketiga menuju ventrikel keempat melalui aqueduktus silvii, dan dari ventrikel
keempat menuju rongga subarakhnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis
melalui 3 foramen, yaitu sepasang foramen luscha pada sisi lateral ventrikel ke
empat dan foramen magendhi pada sisi medial ventrikel keempat. CSS juga
kemudian mengalir menuju canalis sentralis dari medula spinalis. Kemudian pada
rongga subarakhnoid, CSS akan di reasorbsi melalui vili-vili arachnoid menuju
sinus dural untuk kemudian kembali ke darah vena menuju aliran vena jugularis
interna.22

Aliran Darah Otak dan Sawar Darah Otak


Aliran darah otak kebanyakan berasal dari arteri karotis interna dan arteri
vertebralis, sedangkan sinus vena dural mengalirkan darah vena menuju vena
jugularis interna untuk mengembalikan aliran darah dari kepala kembali menuju
jantung.22
Sawar darah otak tersusun terutama melalui taut erat yang menyegel
bersama sel-sel endothelial dari pembuluh darah kapiler otak dan membran basal
yang tebal yang mengelilingi kapiler tersebut. Astrosit adalah salah satu jenis dari
neuroglia, proses daripada banyak astrosit menekan kapiler dan mengeluarkan zat-
zat kimia tertentu yang berfungsi menjaga karakteristik permeabilitas dari taut erat
tersebut. Beberapa zat laut air seperti glukosa menembus sawar darah otak melalui
transpor aktif. Beberapa zat-zat lain seperti kreatinin, urea, dan kebanyakan ion,
menembus sawar darah otak dengan sangat lambat. Sedangkan, zat-zat larut lemak
seperti oksigen, karbon dioksida, alkohol, dan banyak zat-zat anestetik dapat
menembus sawar darah otak secara bebas. Trauma, beberapa jenis toksin, dan
inflamasi dapat menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak.22

2.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis


Tuberkulosa yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat), merupakan
komplikasi paling serius pada anak dan mematikan tanpa pengobatan efektif.
Meningitis tuberkelosa biasanya berasal dari pembentukan lesi perkijuan metastatik
didalam korteks serebri atau meningen yang berkembang selama penyebaran
limfohematogen infeksi primer. Kadang-kadang focus tuberculosis dapat
mengeluarkan masa kiju ke dalam liquor serebrospinalis sehingga terjadi
meningitis. Kadang-kadang focus perekijuan mempunyai kapsul dan tetap tenang,
disebut tuberkeloma. Apabila ada trauma atau infeksi seperti morbili, maka focus
ini dapat menjadi aktif dan masa kiju dapat masuk ke liquor serebrospinal.(5)
Hasilnya berupa eksudat gelatin yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah
kortikomeningeal, menimbulkan radang, obstruksi, dan selanjutnya infark korteks
serebri.
Batang otak sering merupakan tempat keterlibatan paling besar yang
menjelaskan seringnya keterkaitan disfungsi saraf III, VI, dan VII. Eksudat juga
mengganggu aliran normal CSS ke dalam dan ke luar sistem ventrikel pada setinggi
sisterna basilaris, menimbulkan hidrosefalus komunikan. Kombinasi vaskulitis,
edem otak, dan hidrosefalus dapat menyebabkan cedera berat yang dapat terjadi
secara perlahan-lahan atau cepat.
Meningitis tuberkulosa menyerang sekitar 0,3 % infeksi primer yang tidak
diobati pada anak. Meningitis ini paling sering pada anak umur 6 bulan - 4 tahun.
Kadang-kadang meningitis tuberkelosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi
primer. Bila robekan satu atau lebih tuberkel subepindemal mengeluarkan basil
tuberkel ke dalam ruang subrachnoid. Pemburukan klinis yang cepat lebih sering
terjadi pada bayi dan anak muda, yang dapat mengalami gejala hanya untuk
beberapa hari sebelum terjadinya hidrosefalus akut, kejang-kejang dan edem otak.
Tanda-tanda yang lebih sering yaitu pemburukan klinis yang terjadi perlahan-lahan
yang dapat berlangsung selama beberapa minggu dan dapat dibagi menjadi 3
stadium:
Stadium pertama, secara khas berakhir 1-2 minggu, ditandai oleh gejala-
gejala nonspesifik, seperti demam, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk dan
malaise. Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi bayi dapat mengalami
stagnasi dan kehilangan perkembangan kejadian yang penting.
Stadium kedua, biasanya mulai lebih mendadak, tanda-tanda yang lebih
sering adalah lesu, kaku kuduk dan kejang-kejang, tanda kernig dan Brudzinski
positif, hipertoni, kelumpuhan saraf kranial, muntah, dan tanda-tanda neurologis
setempat lainnya. Percepatan penyakit klinis biasanya berkorelasi dengan
perkembangan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranil, dan vaskulitis.
Beberapa anak tidak mempunyai bukti adanya iritasi meningeal, tetapi dapat
mempunyai gejala-gejala dan tanda encephalitis seperti disorientasi, gangguan
gerakan, atau gangguan bicara.
Stadium ketiga, ditandai dengan koma, hemiplegi atau paraplegi, hipertensi,
sikap deserbasi, kemunduran tanda-tanda vital dan akhirnya kematian.
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya
adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi,
anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko
tinggi untuk terkena meningitis. 3
Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat membantu
untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa
insiden kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. 4
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara
limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3

2.3 Etiologi Meningitis Tuberkulosis


Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang
pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat
hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat
bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium microti. 4
Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopis 4

2.4 Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis


Tuberkulosis yang menyerang SSP ditemukan dalam tiga bentuk, yakni
meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di
negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di
Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis
tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. 5
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena
morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang
semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih
rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan
4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah
ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3%
anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada
meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala
sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan
intelektual. 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran


Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Diakses dari :
www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.
Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America.
Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
Diakses dari : www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag.
Philladelphia, Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge
2001.
7. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with
Bacterial Meningitis. New England Journal of Medicine.2004.
8. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot
William and Wilkins. 2004.h.443.
9. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. 2005. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI. Jakarta. P. 54-56.
10. Koppel BS. 2009. Bacterial, Fungal, and Parasitic Infections of the Nervous
System in Current Diagnosis and Treatment Neurology. USA; The McGraw-
Hill Companies. p403-408, p421-423.
11. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika. 2008.
Infeksi Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda Melinda.
Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229.
12. Amin, Z., Bahar, A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC.
13. Kemenkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009.
14. Depkes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
15. Depkes RI. 2009. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
16. Scheld, M. 2009. Infection of the Central Nervous System third edition.
Lippincot William and Wilkins. p. 443.
17. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. 2008. Clinical Tuberculosis 2th edition.
IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. p. 160.
18. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak,Infeksi System Saraf Sentral edisi 15,
Jakarta: EGC,.
19. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2007. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-
6. Jakarta: Dian Rakyat.
20. Japardi Iskandar.2011. Meningitis. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan
21. Darto Saharso.2012. Meningitis. Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya
22. Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. 2014. Principles of anatomy &
physiology 14th edition. Amerika Serikat : WILEY.

Anda mungkin juga menyukai