STEMI ANTERIOR
disusun oleh:
KABUPATEN LEBAK
2021
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
UMUR : 43 tahun
AGAMA : islam
III . ANAMNESA
Diambil : autoanamnesa
Tanggal : 12 januari 2021
Riwayat penyakit Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak pukul 22.00,
sekarang nyeri dada dirasakan sampai tembus ke punggung, disertai dengan Keringat
dingin (+) mual (+), sesak nafas (+), muntah (-), batuk (-), dan demam (-)
Riwayat penyakit Riwayat penyakit yang jantung (+) th 2019 anjuran untuk pasang ring , tapi
dahulu pasien tidak berangkat. Sudah tidak pernah kontrol lagi
Riwayat penyakit hipertensi
Riwayat penyakit DM
Riwayat penyaki asma (-)
Alergi (-)
Riwayat penyakit Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
keluarga seperti pasien
IV . PEMERIKSAAN
A. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran :Compos Mentis
Nadi :62 x/ menit
Respirasi :22 x / menit
Suhu :36,4 C
Tekanan Darah :137/92 mmHg
Spo2 : 97 %
BB / TB :65 kg/ 172 cm
Klinis : edema (-) , tampak kurus (-)
KIMIA KLINIK
SGOT 26 <50
SGPT 27 <50
UREUM 17.500 20.000-40.000
KREATININ 0,77 0,62-1,10
Egfr (CKD-EPI) 111,9 >90 normal , 60 -89 :penurunan
ringan, 45-59:penurunan sedang
ELEKTROLIT
NATRIUM (Na ) 134 135 – 147
KALIUM (K) 3,3 3,5- 5,0
KLORIDA (Cl ) 108 95 – 105
Glukosa Sewaktu ( Vena ) 108 >200
CK MB 36 <25
Troponin T 83 <40
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Interpretasi EKG :
- P wave : 0.04 s
- PR interval : 0.12 s
- Axis : 40o
RO. THORAX
KESAN :
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung koroner (PJK) merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan dan
menjadi penyebab kematian utama di negara-negara Indonesia. World Health Organization (WHO)
memperkirakan sekitar 16,7 juta penduduk seluruh dunia per tahun meninggal saat ini karena
penyakit kardiovaskular, penyakit ini merupakan penyebab 30% dari seluruh kematian di dunia tiap
tahunnya.
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan sumbatan
akut arteri koroner jantung akibat rupturnya plak aterosklerosis. Di Indonesia angka kematian karena
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sindrom klinis yang biasanya disebabkan oklusi total
atau sebagian dari yang mendadak pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis.
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total
pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik
atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan
marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris
akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat
presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark
Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada
Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner
akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian.
Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina
berulang .
Faktor resiko :
Hipertensi
Merokok
Kolesterol
Diabetes mellitus
Hiperurisemia
[Pick the date] Page 11
Aktivitas fisik kurang
Stres
Dan gaya hidup
2.4 PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler,
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural
pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya
lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang larut (integrin) seperti vWF dan
fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi
diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus
yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh
emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
2.4 DIAGNOSIS
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran
EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan. Pemeriksaan enzim
jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan
memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.
1. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Selanjutnya perlu dibedakan apakah
nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark
miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM, dislipidemia, merokok,
stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga,
[Pick the date] Page 13
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi
sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah
bangun tidur.
Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri
dada angina sbb:
Lokasi: sub/retrosternal, prekordial
Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas, dan
dipelintir
Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas
2. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya
STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan
hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
[Pick the date] Page 14
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral
dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama
pasca STEMI.
3. Elektrokardiografi (EKG)
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus
menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien
dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik.
Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat
darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali. Penilaian ST
elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang
elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan
adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia
dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun
adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai
ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan
wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria
usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah
≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior
(elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB
(komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh
karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal,
nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan
terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark
miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak
stabil atau non-STEMI.
4. Laboratorium
(LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-
15.000/uL.
2.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA
a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantarkan pasien mencari
pertolongan ke rumah sakit atau menelpon rumah sakit terdekat meminta dikirimkan ambulan
beserta petugas kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan/dokter umum di klinik
- Mengenali gejala sindrom koroner akut dan pemeriksaan EKG bila ada
[Pick the date] Page 18
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160-325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15
menit sampai 3 kali
- Bila memungkinkan pasang jalur infus
- Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas ICCU (Intensive Coronary Care
Unit) yang memadai dengan pemasangan oksigen dan didampingi dokter/paramedik
yang terlatih
Pemberian nitrat: sebagai vasodilator koroner untuk mengurangi gejala nyeri dada, menurunkan
tekanan darah pada hipertensi dan vasodilator pada edema paru. Preparat nitrat oral sublingual
isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang tiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada. Bila nyeri
belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara titrasi sesuai respon tekanan darah,
dimulai dengan dosis 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-20 mikrogram/menit
sampai respon nyeri berkurang atau MAP (mean arterial pressure) menurun 10 % pada normotensi
Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi pada SKA terdiri dari terapi fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan
(PCI), merupakan hal penting dalam tatalaksana STEMI. Sampai saat ini belum ada terapi tertentu
yang efektif untuk semua pasien dan kondisinya. Pada pasien SKA dengan elevasi segmen ST di
UGD atau ICCU dengan onset klinis nyeri dada < 12 jam harus secepatnya dilakukan pemilihan dan
penentuan terapi reperfusi fibrinolitik atau intervensi koroner perkutan (PCI).
Waktu dan pemberian terapi reperfusi yang tepat sangat penting. Idealnya waktu yang dibutuhkan
dari pasien masuk ruang gawat darurat sampai mulainya terapi fibrinolitik (door-to-needle time)
[Pick the date] Page 20
adalah 30 menit, sedangkan untuk PCI adalah 90 menit. Gambar alur strategi reperfusi dengan
pasien stemi :
Selama terapi fibrinolitik dilakukan pemantauan terhadap irama jantung, tekanan darah, dan
kesadaran pasien. Selama pemberian terapi fibrinolitik diberikan tidak jarang terjadi komplikasi
aritmia, hipotensi atau edema paru, maupun alergi. Komplikasi ini harus ditangani bersamaan dengan
fibrinolitik.
Terapi fibrinolitik dilanjutkan dengan pemberian antitrombin/antikoagulan
sebagai ko-terapi. Indikasi keberhasilan terapi fibrinolitik
- Berkurangnya rasa nyeri dada
- Evolusi atau perubahan EKG berupa kembalinya elevasi segmen ST ke garis isoelektrik atau
menurunnya elevasi ST > 50 % pada sadapan yang paling jelas terlihat setelah 90 menit
dimulainya terapi fibrinolitik
- Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak
- Timbulnya aritmia reperfusi bukan indikator yang baik untuk keberhasilan reperfusi
Bila nyeri dada terus berlanjut dan elevasi segmen ST menetap. Komplikasi gagal jantung atau
aritmia banyak terjadi sehingga harus dipertimbangkan rescue PCI yaitu strategi reperfusi PCI yang
diakukan pada pasien yang telah mendapat terapi fibrinolitik tapi dicurigai tidak berhasil yaitu bila
ditemukan kondisi-kondisi sebagai berikut ;
- hemodinamik tidak stabil
- gejala nyeri dada yang tidak membaik
- gambaran EKG tidak dijumpai penurunan elevasi segmen ST > 50 %
A.Aritmia
Aritmia jantung yang mengancam nyawa yaitu ventricular tachycardia (VT), ventricular
fibrillation (VF), dan AV blok total dapat menjadi manifestasi awal terjadinya SKA. Insidens
aritmia ventrikel biasanya terjadi 48 jam pertama setelah onset SKA.
B.Gagal jantung
Gagal jantung pada SKA biasanya disebabkan oleh kerusakan miokard tapi dapat pula terjadi
karena aritmia atau komplikasi mekanik seperti ruptur septum ventrikel atau regurgitasi mitral
iskemik. Gagal jantung pada SKA menandakan prognosis yang lebih buruk.
C.Komplikasi mekanik
Pencegahan Sekunder
Ada berbagai cara pencegahan sekunder pasien dengan infark miokard yaitu dengan
mengontrol atau modifikasi berbagai faktor risiko Penyakit jantung koroner yang dimiliki yaitu:
1. Berhenti merokok
2. Melakukan latihan atau aktifitas fisik secara teratur dengan target latihan 30 menit tiap
latihan dan dilakukan 3-4 x/minggu
3. Memiliki berat badan ideal dengan target IMT 18,5 – 22,5 dan lingkar metabolic < 35 inch
pada wanita dan < 40 inch pada laki-laki mmHg
4. Mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes yaitu dengan target HbA1C < 6,5 %
5. Mengontrol tekanan darah dengan target < 140/90 atau <130/80 mmHg pada penderita diabetes
6. Mengontrol kadar lemak darah dengan target kadar LDL < 100 mmHg, trigliserida < 150
mg/dl dan HDL > 40 mg/dl
Pemberian antitrombotik atau antikoagulan sesuai indikasi yaitu :
1. Antman EM et al. ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-Elevation
Myocardial Infarction. J Am Col Cardiol. 2004; 44: e1-e211.
2. Bax J, Betriu A, Blomstrom-Lundqvist C, Crea F, Falk V, Fillipatos G, et al. The Task Force on
the Management of St- segment elevation acute myocardial infarction of the European Society of
Cardiology. ESC guideline for Management of Acute myocardial infarction in patients presenting
persistent ST-segmen elevation. Eur Heart J. 2008; 29: 2909-45.
3. Warkentin, TE et al. Treatment and Prevention of Heparin Induced Thrombocytopenia.
American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice guidelines (8th
edition). Chest. 2008;133: 340s-380s.
4. Antman EM et al. A Report of the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines. 2007
Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-
Elevation Myocardial Infarction. Circulation. 2008;117: 296-329.
5.