Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

 
Ketoasidosis Diabetik pada Anak
Program Internship Dokter Indonesia Tahun 2020 Periode IV

disusun oleh:
 dr. Laksmi Amelia

Pembimbing : dr. Lidya Yudith Priskila


DPJP : dr. Esti Sp.A

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ADJIDARMO


KABUPATEN LEBAK
2021
A. Identitas Pasien
 nama : An. A
 Tgl lahir: 4 nov 2013
 usia : 7 tahun
 Alamat : perum baros indah permai
 Pekerjaan :-
 status :-
 Tgl masuk : 10/1/2021
 Tgl & jam periksa: 10/1/2021 jam 20.00
II. Riwayat Penyakit Sekarang
B. Anamnesis • sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 hari yang lalu

• sesak dirasakan mendadak dan berat.

• sesak tidak berhubungan dengan aktivitas maupun cuaca.

• keluhan disertai batuk dan pilek sejak 2 hari terakhir. demam

disangkal. nyeri saat buang air kecil juga disangkal. mual,


I. keluhan utama
muntah, nyeri ulu hati disangkal. pasien terakhir BAK sekitar 5

Sesak nafas. jam SMRS.


• pasien sudah memiliki riwayat DM tipe 1 dan mendapat

pengobatan insulin sejak 1 tahun yang lalu.


• ibu pasien mengatakan rutin menyuntik insulin sesuai jadwal

dan tidak pernah terlewat.


• sebelum keluhan ini muncul, pasien sering BAK, mudah lapar

dan sering haus


III. Riwayat Penyakit Dahulu

riwayat asma, penyakit jantung bawaan dan alergi disangkal

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. riwayat DM pada kakak, ibu dan ayah
nya disangkal.

V. Riwayat pengobatan

riwayat pengobatan insulin Levemir 0-0-6 dan Novorapid 3-3-4


C. Pemeriksaan Fisik
keadaan umum : tampak sakit berat Head To Toe
kesadaran : CM kepala : CA-/-, Si-/-, mata cekung +/+, mulut
BB : 17 kg kering
leher : JVP tidak meningkat
Tanda-tanda vital thorax : simetris
Nadi : 108, regular, lemah cor : s1s2 reguler,
RR : 35, cepat dan dalam (pernafasan kussmaul +) pulmo : SDV +/+, Wh -/-, Rh-/-
T : 36,2 abdomen : datar supel BU(+), turgor kembali cepat
SpO2 : 97,8 ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan penunjang awal
GDS CITO  HI

Diagnosis awal
 dyspnea ec KAD dd/ HONK
 DM tipe 1
 ISPA dd/ Bronkopneumoni
Tatalaksana Triase
 O2 2 lpm nasal kanul

 loading NaCl 0,9% 20ml/kgBB  340 cc


 cek GDS post loading
 cek DL, GDS vena, SGOT SGPT, ureum kreatinin, elektrolit, AGD, urin lengkap, rapid
sarscov2
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap kimia klinik imunoserologi AGD - arteri
leukosit : 18610 (H) SGOT : 16   pH : 7,16 (L)
Eritrosit : 5,70 SGPT : 12 IgG/IgM pCO2 : 14,6 (L)
Hb : 15,70 (H) Ur : 35,31 SARSCoV2 BE : -20,3 (L)
Ht : 45,1 (H) Cr : 0,40   HCO3 : 5,2 (L)
MCV: 79,1 eGFR : 187,3 IgM : NR total CO2 : 5,70 (L)
MCH : 27,5 Na : 125 (L) IgG : NR saturasi O2 : 98,2
MCHC: 34,8 K : 5,7 (H) (H)
Trombosit: 374 Cl : 98 pO2 : 150 (H)
  GDS (vena) :  
Hitung Jenis 800 (HH) Kesimpulan:
basophil : 1   asidosis metabolik
eosinophil : 0 (L) Keton darah:
batang : 0 (L) 7.7 (H)
segmen : 66 (H)
limfosit : 26
monosit : 7 (H)
 Rontgen thorax

intrepetasi:

corakan bronkovaskular
meningkat
Diagnosis Kerja
 dyspnea e.c KAD derajat sedang
 ISPA dd/ bronkopneumoni
 hiperkalemi
 hiponatremi
Tatalaksana Lanjutan
pasang infus 2 jalur: o inj. ceftriaxone 1 x 850 mg iv.

 jalur pertama untuk insulin  insulin 50 IU + 500 o PO ambroxol 3 x 8,5 mg

ml NaCl 0,9% ~ 10 cc/jam o PCT 200 mg k/p

 jalur kedua NaCl 0,9% 500 ml + KCl 10 ml/8jam, o turunkan O2 menjadi 1 lpm
infus bergantian dengan aminosteril 10% 200
o cek AGD ulang besok pagi.
ml/24 jam

 cek GDS tiap 2 jam, bila penurunan kadar GD <

50 dari GD sebelumnya, maka kecepatan infus


insulin naik per 2cc, max 20 cc / jam.

 bila penurunan GD > 100 dari GD sebelumnya,

maka cairan infus dikurangi kecepatan per 2 cc.


target GDS akhir < 250 mg/dl
Tgl & jam KU dan TTV Lab Terapi
10/1/2021   GDS HI loading NaCl 0,9% 20 ml/kgBB  340 cc

Tabel
19.45  
21.00   GDS post pasang infus 2 jalur:
loading = HI - 1st : inf insulin 1 U / jam (50 U dalam

Observasi 500 ml NaCl 0,9%) ~ 10 ml/jam


- 2nd : inf NaCl 0,9% 500 ml + KCl 10

GDS
ml/8jam
 
cek GDS tiap 2 jam

23.00   GDS 573  terapi lanjut


23.50 pasien pindah dari igd ke ruangan flamboyan
11/1/2021   GDS = 442 terapi lanjut
01.00
05.00   GDS = 87 insulin di stop

08.00   GDS = 422 Insulin drip lanjut


10.00   GDS= 322  
13.00   GDS = 264  
15.00   GDS = 366  
19.00   GDS = 289  
23.00   GDS = 383  
12/1/2021   GDS = 108  
03.00
07.00   GDS = 238 BLPL:
(mencapai target inj NovoRapid 3-3-4
yaitu < 250 mg) inj Levemir 0-0-7
 
Pembahasan
Diabetik Ketoasidosis Pada
Anak
Definisi
 Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu keadaan darurat akibat

berkurangnya insulin absolut atau relatif yang disertai dengan


meningkatnya kadar hormone hormon counter regulatory (katekolamin,
glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan).
Epidemiologi
 KAD  penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan

diabetes melitus tipe-1. Mortalitas terutama berhubungan dengan


edema serebri yang terjadi sekitar 60% - 90% dari seluruh kematian
akibat KAD
Faktor pencetus
 tidak ada compliance terhadap pemberian insulin Pada Pasien:

 infeksi  paling sering. infeksi yg sering


 ibu pasien mengatakan rutin menyuntik
ditemukan: ISK dan pneumonia, walaupun faktor
pencetus nya infeksi, kebanyakan pasien tidak insulin sesuai jadwal dan tidak pernah

mengalami demam terlewat.


 keluhan disertai batuk dan pilek sejak 2
 trauma
hari terakhir. demam disangkal
 infark  keluhan nyeri saat BAK disangkal
Patofisiologi
manifestasi klinis
 Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.

 Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi.

 Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan syok.

 Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung

sampai koma.

 Pola napas Kussmaul.


 Nilai derajat dehidrasi

 Dehidrasi dianggap sedang jika dehidrasinya mencapai 5%-9%, tanda-tanda dehidrasi

meliputi:

Capillary refill memanjang, Turgor menurun, Hiperpnea, Serta adanya tanda-tanda dehidrasi
seperti membran mukus yang kering, mata cekung, dan tidak ada air mata.
 Dehidrasi dianggap > 10% atau berat jika terdapat nadi yang lemah, hipotensi, dan oliguria.

 Mengingat derajat dehidrasi dari klinis sangat subyektif dan seringkali tidak akurat maka

direkomendasikan bahwa pada KAD sedang dehidrasinya adalah 5-7% sedangkan pada
KAD berat derajat dehidrasinya adalah 7-10%
Diagnosis
 Kriteria Diagnosis
Pada Pasien:
Diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan jika terdapat:
 hiperglikemi  GDS (vena) 800
Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah >200 mg/dL
 asidosis  pH : 7,16 (L), HCO3 : 5,2
(>11 mmol/L)
(L)
Asidosis yaitu pH < 7,3 dan / atau HCO3- < 15 mEq/L  keton darah 7.7 (H)
dan

ketonemia dan ketonuria


 Pemeriksaan penunjang

 glukosa plasma, elektrolit serum, analisis gas darah (pH, HCO3 dan pCO2 ), kadar BOHB,

dan darah tepi lengkap.

 Pemeriksaan tambahan lain  serum kreatinin, osmolalitas plasma, serum albumin, fosfor,

dan magnesium.

 elektrolit  kadar K+ yang ↑/↓ (meskipun kadar K+ ↑, biasanya jumlah total K tubuh menurun)

 Periksa HbA1c.

 urinalisis  menyingkirkan pencetus ISK

 Lakukan EKG jika hasil pemeriksaan elektrolit tertunda

 Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan analisis gas

darah harus diulang tiap 4-6 jam


Diagnosis Banding
Klasifikasi
 Untuk kepentingan tata laksana, KAD diklasifikasikan
Pada Pasien:
berdasarkan derajat beratnya asidosis dan dibagi menjadi:

 KAD ringan : pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L  pH : 7,16


 HCO3 : 5,2
 KAD sedang : pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L

 KAD berat : pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L2


∴ KAD Sedang
Tatalaksana
 Tujuan utama  menghentikan proses asidosis bukan  Indikasi perawatan di Ruang Rawat

hanya menurunkan kadar glukosa Intensif adalah:

o KAD berat.
 Prinsip :

o terapi cairan untuk mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan o Risiko edema serebri.

fungsi sirkulasi o Usia sangat muda (< 5 tahun)

o pemberian insulin untuk menghentikan produksi badan


o Aritmia
keton yang berlebihan
o mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit

o mengatasi penyakit yang mendasari KAD serta monitor

komplikasi terapi.
Tatalaksana awal
 Amankan airway, breathing, circulation:
Pada Pasien:
o Airway: amankan jalan napas. Jika perlu kosongkan isi lambung

o Breathing: berikan oksigen pada pasien dengan dehidrasi berat  Airway: amankan jalan nafas
atau syok.  Breathing  O2 2 lpm via Nasal
o Circulation: pemantauan jantung sebaiknya menggunakan EKG Kanul
untuk mengevalusi adanya kemungkinan hiperkalemia atau  Circulation: terpasang 2 jalur IV line
hipokalemia. Sebaiknya dipasang dua kateter intravena (IV)  GCS: CM

 Nilai kesadaran menggunakan GCS  derajat dehidrasi sedang (5-7%)


 faktor pencetus pasien : ISPA dd/
 Nilai derajat dehidrasi
bronkopneumonia
 Evaluasi klinis apakah terdapat infeksi atau tidak
 Cairan dan elektrolit

 Apabila terjadi renjatan, berikan NaCl 0,9% atau RL 20 ml/kgBB dan

dapat diulangi sampai renjatan teratasi.


Pada Pasien:
 Rehidrasi awal harus menggunakan NaCl 0,9% atau ringer asetat
kadar Na+ = 125 (L) 
paling tidak selama 4-6 jam. pseudohiponatemia

 Salah satu indikator status hidrasi adalah kadar Natrium. Pada KAD kadar Na+ sebenarnya =
136,2 (N)
terjadi pseudohiponatremia sehingga kadar natrium pasien KAD
dihitung untuk mengetahui kadar Natrium sebenarnya (Na+ ), dengan
rumus
 Kadar Na+ harus tetap dalam kisaran normal yaitu 135–145 mEq/L atau perlahan-lahan menjadi

normal jika pada awalnya meningkat.

 Kadar Na+ yang tinggi  tanda adanya dehidrasi hipertonik dan rehidrasi perlu dilakukan lebih

lambat.

 Bila Na+ turun dibawah nilai normal  menunjukkan pemberian cairan yang terlalu cepat atau

retensi air.

 Hati-hati, penggunaan NaCl 0,9% dalam jumlah besar dapat mengakibatkan timbulnya asidosis

metabolik hiperkloremik.

- Hiperkloremia didefinisikan dengan rasio klorida : Natrium > 0,79

 Kebutuhan cairan pada KAD yang sudah teratasi sama dengan kebutuhan cairan anak normal

lainnya.
 Insulin
Pada Pasein
 pemberian insulin 1-2 jam setelah pemberian cairan.
Pemberian insulin sejak awal tata laksana meningkatkan
1. jam 19.45 : loading NaCl 0,9%
risiko hipokalemia
20ml/kgBB (340 cc)

 Jenis insulin yang boleh diberikan  short acting atau rapid dilakukan pemberian insulin 1,15 jam
acting
setelah pemberian cairan

 Rute pemberian  intravena (IV) 2. jam 21.00  pasang infus 2 jalur:


 jalur 1 : inf insulin 1 U / jam (50 U dalam 500
 Dosis insulin yang digunakan: 0,05-0,1 U/kgBB/jam. ml NaCl 0,9%) ~ 10 ml/jam
 jalur 2 : inf NaCl 0,9% 500 ml + KCl 10
 Untuk memudahkan pemberian, monitoring dan titrasi
ml/8jam
insulin selama tata laksana KAD maka buatlah line IVFD dosis insulin pada pasien (BB 17 kg) range nya
untuk insulin secara tersendiri 0,85 - 1,7 U / jam
 Cara pengencerannya adalah:
50 U insulin di encerkan dalam 500 ml NaCl
0,9% (1 ml = 0,1 U)
5 Unit insulin diencerkan dalam 50 mL NaCl (1mL = 0,1 U) pada pasien membutuhkan 1 Unit insulin / jam
 Pertahankan dosis insulin tetap 0,05-0,1 U/kgBB/jam
 10 ml / jam
sampai KAD teratasi (pH > 7,30, bikarbonat > 15 mEq/L,
BOHB < 1 mmol/L).
 Dosis insulin dapat diturunkan lebih rendah dari 0,05
U/kgBB/ jam jika pasien sensitif terhadap insulin dan tetap
 Kalium

o Jika pasien hipokalemia: mulai pemberian kalium saat resusitasi

cairan awal sebelum pemberian insulin atau berikan setelah cairan


Pada Pasein
resusitasi bersamaan dengan mulai pemberian insulin
pasang infus 2 jalur:
o Jika hiperkalemia (K+ >6 mEq/L): tunda pemberian kalium sampai
 jalur 1 : inf insulin 1 U / jam (50 U
diuresis normal dalam 500 ml NaCl 0,9%) ~ 10 ml/jam
o Umumnya, 20– 30 mEq kalium pada tiap liter cairan infus cukup  jalur 2 : inf NaCl 0,9% 500 ml + KCl

untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 – 5 10 ml/8jam


mEq/l.
o Pemberian kalium harus dilakukan secara terus menerus selama

pasien mendapatkan cairan intravena.


o Kecepatan penggantian kalium tidak boleh melebihi 0,5
mEq/kgBB/jam.
o Jika hipokalemia menetap meskipun penggantian kalium sudah

pada kecepatan maksimal maka dosis insulin dapat diturunkan


Asidosis

 Teratasi dengan pemberian cairan dan insulin.

 Terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan meningkatkan

risiko terjadinya hipokalemia.

 Bikarbonat dapat digunakan pada kondisi hiperkalemia berat atau jika pH darah < 6,8 -

Dosisnya adalah 1-2 mEq/kg BB diberikan IV selama lebih dari 60 menit.


 Pemantauan

Pemantauan pada pasien KAD meliputi:


 Tanda vital (kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, suhu) tiap jam

 Balans cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu dipasang kateter urin)

 Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan analisis gas

darah harus diulang tiap 4-6 jam


 Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi tiba-tiba sakit kepala hebat, perubahan tanda-

tanda vital (bradikardia, hipertensi, apnea), muntah, kejang, perubahan status neurologis
(iritabilitas, mengantuk, inkontinensia) atau tanda neurologis spesifik (parese saraf kranial-
opthalmoplegia, pelebaran pupil dan respon pupil terganggu), menurunnya saturasi oksigen
 Transisi ke insulin subkutan dan mulai asupan peroral

o bila keadaan ketoasidosis teratasi. yaitu dilihat dari pH > 7,30, bikarbonat >15,

BOHB < 1 mmol, GDS mencapai target yaitu < 250, dan pasien dalam keadaan
composmentis.
o Untuk mencegah terjadinya hiperglikemia rebound maka insulin subkutan pertama

harus diberikan 15-30 menit (insulin kerja cepat) atau 1-2 jam (insulin kerja
pendek) sebelum insulin intravena dihentikan. Saat terbaik pengalihan insulin
intravena ke subkutan adalah sebelum waktu makan tiba.
Komplikasi
yang dapat terjadi selama pengobatan KAD adalah
 edema paru

 komplikasi iatrogenic : hipoglikemia, hipokalemia, edema serebri, hipokalsemia

Prognosis
Prognosis baik bila tidak ada komplikasi dan penanganan dilakukan dengan cepat dan
tepat
DAFTAR PUSTAKA
 IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA. Panduan Praktis Klinis: Ketoasidosis Diabetik

dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. 2017.

 Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam.

 Himawan IW, Pulungan AB, Tridjaja B, Batubara JRL. Komplikasi Jangka Pendek dan

Jangka Panjang Diabetes Mellitus Tipe 1. Sari Pediatr. 2016;10(6):367.

Anda mungkin juga menyukai