Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KERACUNAN SIANIDA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

Disusun oleh :
ANTONIUS P. GULTOM 211 210 287
GERHAD SIMATUPANG 211 210 283

Dokter Pembimbing :
dr. REINHARD J.D. HUTAHAEAN, SH, Sp.F

INSTALASI JENAZAH DAN KEDOKTERAN FORENSIK


RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan Rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan paper ini dengan judul

KERACUNAN SIANIDA. Paper ini kami buat sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan program Kepanitraan Klinik Senior (KKS) dibagian KEDOKTERAN

FORENSIK RSUD. DJASAMEN SARAGIH PEMATANG SIANTAR.

Paper ini dapat kami selesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dr. REINHARD J.D.

HUTAHAEAN SH. SpF yang telah memberikan bimbingan dan juga kepercayaan

kepada kami untuk menyelesaikan paper ini.

Kami menyadari bahwa paper ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Pematangsiantar, July 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
KERACUNAN SIANIDA..................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
PENGGUNAAN SIANIDA ................................................................................. 3
PROSES BIOKIMIA ............................................................................................ 6
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK ......................................... 7
GEJALA KLINIS ................................................................................................. 12
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................ 13
PENGKLASIFIKASIAN ..................................................................................... 13
TERAPI/PENGOBATAN .................................................................................... 13
PENATALAKSANAAN DI LOKASI BENCANA............................................. 17
KESIMPULAN..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
KERACUNAN SIANIDA

PENDAHULUAN

Racun menurut Taylor adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah
relatif kecil, bila masuk kedalam tubuh, akan menimbulkan reaksi kiwiawi yang
akan menyebabkan penyakit atau kematian. Suatu bahan atau zat disebut racun
bila sipemberi bahan atau zat tersebut bermaksud untuk merusak kesehatan atau
menyebabkan kematian pada orang yang diberi obat atau zat tadi, dengan
demikian disini yang dipentingkan adalah itikad atau niat, pemberian.

Racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan secara
faali, yang dalam dosis toksik, selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal
mana dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. (1)

Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak
digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan
dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. (2)

Sianida merupakan racun yang sangat toksik, karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan
cepat seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh Nazi.Kematian
akibat keracunan sianida umunya terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan.
Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaan di laboratorium, pada
penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan penyemprotan di gudang-gudang
kapal. (3).

Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri
dan jamur. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan
makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu
juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan

1
pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau
kalsium sianida. Sianida yang sering digunakan adalah yang jenis cair yaitu asam
hidrosianik (HCN).

Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam;


mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu
berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan
baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini
harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung
dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.(2)

Bentuk-bentuk sianida bisa berupa :

1. Inorganic cyanide : Hidrogen sianida (HCN)


2. Cyanide salts ( garam sianida) : Potasium sianida (KCN), sodium sianida
(NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2
3. Metal cyanide (logam sianida) : potasim silver cyanide ( C2AgN2K), gold(I)
cyanide (AuCN), mercury cyanide (Hg(CN)2), zinc cyanide (Zn(CN)2, lead
cyanide (Pb(CN)2
4. Metal cyanide salts : sodium cyanourite
5. Cyanogens halides : Cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide (CBrN)
6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2
7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N), butyronitrile
( C4H7N), propionitrile (C3H5N)
8. Cyanogens glycosides : Amygdalin ( C20H27NO11), linamarin
(C10H17NO6)

Hidrogen Sianida (asam sianida,HCN) Merupakan cairan jernih yang


bersifat asam, larut dalam air, alkohol dan eter. Mempunyai titik didih 26,5 derajat
C sehingga mudah menguap dalar suhu ruangan dan titik beku 14 derajat C.

HCN mempunyai aroma khas amandel (bitter almonds, peach pit). HCN
juga dipakai dalam sintesis kimia dan fumigasi gudang-gudang kapal untuk

2
membunuh tikus. HCN dapat dibuat dengan jalan mereaksikan garam sianida
dengan asam sehingga akan terbentuk HCN.

Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan


dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan
tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat
volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara
dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air
sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium
sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.

Garam sianida, NaCN dan KCN dipakai dalam proses pengerasan besi dan
baja, dalam proses penyepuhan emas dan perak serta dalam fotografi. AgCN
digunakan dalam pembuatan semir sepatu putih. K-Ferosianida digunakan dalam
bidang fotografi, acrylonitrile digunakan untuk sintesis karet. Ca-cyanimide untuk
pupuk penyubur.

Cyanogen dipakai dalam sintesis kimiawi. Sianida juga didapat dari biji
tumbuh-tumbuhan terutama biji-bijian dari genus prunus yang mengandung
glikosida sianogenetik atau amigdalin seperti singkong liar, umbi-umbian liar,
temulawak, ceri liar, plum, apricot, amigdalin liar, jetberry bush dll.(2,3)

PENGGUNAAN SIANIDA

Penggunaan Militer

Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai


senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk
meracuni angota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat
mengganggu keamanan. Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk
menggunakan sianida pada bayonet pasukannya Selama perang dunia pertama,
Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida

3
yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang kurang mematikan dibandingkan
dengan bentuk cairnya.

Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi
pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang
efektifnya penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis
sianida gas lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara,
lebih mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan
adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini
sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi
mata dan paru. Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat
pada sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.

Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang
berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen
bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan
pada mukosa saluran pernafasan. Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman
menggunakan asam hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi
ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.

Penggunaan Non Militer

Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi daripada


kepentingan militer. Kebanyakn hampir tiap hari kontak dengan sianida. Ratusan
bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia ini tiap harinya. Sianida banyak
digunakan untuk bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak,
metalurgi, anti jamur dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling
banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang. Singkong pada
beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi makanan utama dan
dianggap sebagai biang kerok tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini.
Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan maupun perorangan
untuk bermacam keperluan.

4
Cara Masuk :

1. Inhalasi : gas HCN, gas penerangan, fumigasi kapal. Sisa pembakaran produk
sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan
melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif
dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada
perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya.
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat
timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen
sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan
konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu,
gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat
jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke
angkasa.

Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada
orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi.

2. Mata : Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan
kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan
sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.

3. Oral : garam CN lebih cepat (fotografi, penyepuhan, pewarnaan dan


sebagainya). amigdalin lebih lambat (singkong, ubi, pir, biji apel dan
sebagainya)

Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang
korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan
dalam saluran pencernaan.(2,4)

PROSES BIOKIMIA

5
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim,
tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia
adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase
sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu
transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu
sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini
adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari
reaksi antara ion sianida (CN–) dan MetHb.

Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya:

 Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini adalah
asam nitirit.

 Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik seperti


hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam sel.

 Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan sulfur
untuk mengikat sianida.

Reaksi detoksifikasi sianida

Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak
militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi, memakan
atau menelan garam sianida atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini
sebenarnya telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak
heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik tersendiri untuk
mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini
adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin.
Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim
rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur
persulfida.

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

6
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber
lainnya. Makan dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat
mengganggu kesehatan. Sianida cepat diabsorpsi melalui saluran pencernaan.
Cyanogen dan uap HCN diabsorbsi melalui pernapasan. HCN cair akan cepat
diabsorbsi melalui kulit tetapi gas HCN lambat. Sedangkan nitril organik
(iminodipropilnitril, glikonitril, asetonitril) cepat diserap melalui kulit.

Sianida dapat masuk kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan kulit.
Setelah diabsorbsi, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida
akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin.
Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida
yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu
untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin
B12.

Sianida dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif


seluruh jaringan secara radikal, terutama citikrom oksidase dengan mengikat
bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa oleh darah. Selain itu sianida
juga secara refleks merangsang pernafasan dengan bekerja pada ujung saraf
sensoris sinus (kemoreseptor) sehingga pernafasan bertambah cepat dan
menyebabkan gas beracun yang diinhalasi makin banyak.

Fe ++ sitokrom-oksidase ----------------Fe+++ sitokrom-oksidase

CN

/---Fe+++ sitokrom-oksidase-sianida

Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat


berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan 02 ke sel jaringan
sehingga menimbulkan anoksia jaringan (anoksia histotoksik). Hal ini merupakan

7
keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi dalam
darahnya kaya akan oksigen.

Sianida dioksida dioksidasi dalam tubuh menjadi sianat dan sulfosianat


dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Takaran toksik peroral untuk HCN
adalah 60-90mg sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah 200mg.

Kadar gas sianida dalam udara di lingkungan dan lama inhalasi akan
menentukan kecepatan timbul gejala keracunan dan kematian.

Nilai TLV ( Threshold Limit Value ) adalah 11 mg per M 3 untuk gas HCN
sedangkan TLV untuk debu sianida adalah 5gr per M 3 . kadang-kadang korban
keracunan CN melebihi takaran mematikan ( letal ) tapi tidak meninggal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh toleransi individual dengan daya detoksifikasi tubuh
berlebihan, dengan mengubah CN menjadi sianat dan sulfosianat. Dapat pula
disebabkan oleh keadaan an-asiditas asam lambung, sehingga menyebabkan
garam CN yang ditelan tidak terurai menjadi HCN. Keadaan ini dikenal sebagai
imunitas raskutin. Tetapi sekarang hal ini telah dibantah, karena cukup dengan air
saja dalam lambung, garam CN sudah dapat terurai menjadi HCN kemungkinan
lain adalah karena dalam penyimpanan sianida sudah berubah menjadi garam
karbonat. Misalnya NaCN + udara ---> Na2CO3 + NH3 .

Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia
lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan
kadar sianida tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak.
Sebaliknya, bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi
adalah di hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem
kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di
dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat
mengakibatkan kematian atau juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida
dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari.
Bila timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan mengakibatkan
perubahan pada otak dan hipoksia otak dan kematian dapat timbul dalam jangka
waktu satu tahun.(2,3)

8
Tanda dan Gejala Keracunan

Pada keracunan akut racun yang di telan cepat menyebabkan kegagalan


pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval
waktu yang pendek antara menelan racun sampai kematian, dapat ditemukan
gejala-gejala dramatis, korban mengeluh terasa terbakar pada kerongkongan dan
lidah, sesak nafas, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi,
tinitus, pusing dan kelelahan.

Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi
cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi
dan refleks melambat, udara pernafasan dapat berbau amandel, juga dari
muntahan dapat tercium bau amandel. Menjelang kematian, sianosis lebih nyata
dan timbul kedut otot-otot kemudian kejang-kejang dengan inkontinensi urin dan
alvi.

Racun yang inhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernafas,mual,


muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi,iritasi mulut dan kerongkongan, pusing
dan kelemahan ekstremitas cepat timbul dan kemudian kolaps, kejang-kejang,
koma dan meninggal.

Pada keracunan kronik korban tampak pucat, berkeringat dingin, pusing,


rasa tidak enak dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak
nafas. Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipotiroid, akibat
terbentuk sulfosianat.

Calcium cyanimide menghambat aldehida-oksidase sehingga toleransi


terhadap alkohol menurun. Gejala keracunan berupa kepala, vertigo, sesak nafas
dan meninggal akibat kegagalan bernafas.

Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida


adalah :

9
 Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
 Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
 Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
 Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.(2,4)

GEJALA KLINIS

Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari :

 Dosis sianida
 Banyaknya paparan
 Jenis paparan
 Tipe komponen dari sianida

Efek yang ditimbulkan oleh sianida pada beberapa organ tubuh.

Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada


tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem
otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa
pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa
saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam
konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon
dengan hiperpnoe, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3
menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan
mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir
dengan kematian.

Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30
menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.

Tanda awal dari keracunan sianida adalah

10
 Hiperpnea sementara,
 Nyeri kepala,
 Dispnea
 Kecemasan
 Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
 Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul.

Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma
dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi
mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.

Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan


penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam
jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada
arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan.
Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan
timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada.(2)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya penurunan tekanan


partial oksigen (PO2) dengan adanya asidosis laktat. Pemeriksaan darah dan urin
sangat penting pada mereka yang sering terpapar agen ini. Selain itu juga,
pemeriksaan ini akan menentukan pemberian jenis terapi. Konsentrasi sianida
dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan ditimbulkannya.

Karena sel darah merah banyak mengandung sianida di dalam darahnya,


maka pemeriksaan seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit
dilakukan karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida

11
dalam darah dengan cepat dapat berkurang. Oleh sebab itu, faktor waktu dan
kondisi tempat penyimpanan sangat penting dalam menentukan hasil
pemeriksaan.

Uji kertas saring. Kertas saring dicelupkan kedalam larutan asam pikrat
jenuh, biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah
korban, diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10% 1 tetes.
Uji positif bila berwarna unggu.

Kertas saring dicelupkan kedalam larutan HJO3 1%, kemudian kedalanm


larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring dipotong-potong seperti
kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan massal pada para pekerja
yang di duga kontak dengan CN. Caranya dengan membasahi kertas dengan ludah
dibawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi warna biru. Hasiluji
berwarna biru muda meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah
muda) berarti tidak terdapat keracunan.

Kertas saring dicelupkan dalam larutan KCL dikeringkan dan dipotong-


potong kecil. Kertas tersebut dicelupkan kedalam darah korban, bila positif maka
warna akan berubah menjadi merah terang karena berbentuk sianmethemoglobin.

Reaksi schonbein-pagenstecher (reaksi guajacol). Masukkan 50mg isi


lambung/jaringan kedalam botol elenmeyer. Kertas saring (panjang 3-4cm,L 1-
2cm) dicelupkan kedalam larutan guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu
celupkan kedalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan
diatas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat
untuk mengasamkan,agar KCN mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila
hasil reaksi positif, akan berbentuk warna biru-hijau pada kertas saring. Reaksi ini
tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung mengandung klorin,
nitrogen oksidasi atau ozon : sehingga reaksi ini hanya untuk skrining.

Reaksi prussian blue (biru berlin). Isi lambung/ jaringan didestilasi


dengan destilator. 5ml destilat + 1ml NaOH 50% + 3tetes FeSO 4 10% rp + 3tetes
FeCl3 5%, panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCL

12
pekat tetes demi tetes sampai berbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai
endapan larut kembali dan berbentuk biru berlin.

Cara gettler goldbaum. Dengan menggunakan 2 buah flage(piringan) dan


diantara 2 flage dijepitkan kertas saring what-man No.50 yang digunting sebesar
flage. Kertas saring dicelupkan kedalam larutan FeSO4 10%rp selama 5 menit,
keringkan lalu celupkan kedalam NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan
dan jepitkan kertas saring diantara 2 flage. Panaskan bahan dan salurkan uap yang
terbentuk hingga melewati kertas saring berreagensia antara ke-2 flage. Hasil
positif bila terjadi perubahan warna pada kertas saring menjadi warna biru.(2,3)

PENGKLASIFIKASIAN

Pengklasifikasian ini berdasarkan kemungkinan seseorang tersebut dapat


terpapar;1,8

 Diduga : bila seseorang tersebut sangat berpotensi mengalami kontak dengan


bahan-bahan kimia tertentu, tetapi tidak terdapat sumber atau paparan kimia
yang nyata.
 Mungkin : secara klinis sangat tinggi kemungkinannya untuk terkena zat
kimia (berdasar pada riwayat lama dan lokasi aktifitas orang tersebut).
 Dipastikan : Bila ada riwayat terpapar dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hasil yang positif atau melebihi nilai normal.(2)

TERAPI/PENGOBATAN

Pada keracunan CN yang masuk secara inhalasi, pindahkan korban ke


udara bersih , bersihkan amil-nitrit dengan inhalasi , 1 ampul (0,2ml) tiap
5menit . Hentikan pemberian bila tekanan darah sitolik kurang dari 80 mmhg.

Berikan pernafasan buatan dengan 100% oksigen untuk menjaga PO 2


dalam darah agar tetap tinggi . Dapat juga dipakai oksigen hiperbarik , resusitasi
mulut ke mulut merupakan kontra indikasi .

13
Antidotum berupa natrium nitrit 3% IV diberikan sesegera mungkin
dengan kecepatan 2,5 sampai 5ml permenit .pemberian dihentikan bila tekanan
darah sistolik dibawah 80mmhg . pemberian nitrit akan mengubah Hb menjadi
met-Hb dan akan mengikat CN menjadi sian met-Hb . Jumlah nitrit yang
diberikan harus didasarkan pada kadar Hb dan berat badan korban.

Jumlah natrium nitrit cukup untuk mengubah 25% Hb menjadi met-Hb


.kadar met-Hb tidak boleh melebihi 40% karena met-Hb tidak dapat mengangkut
O2. Bila kadar met-Hb melebihi 40% berikan reduktor ,misalnya vitamin c
intravena.

Bila tekanan darah turun karena pemberian nitrit ,berikan 0,1 mg


levarterenol atau epinefrin IV.

Natrium tiosulfat 25% IV diberikan menyusuk setelah pemberian Na nitrit


dengan kecepatan 2,5-5ml permenit . tiosulfat mengubah CN mengubah tiosianat.

Hidroksokobalamin juga dianjurkan sebagai antidotum terutama untuk


keracunan kronik. Dikatakan bahwa Kobalt EDTA adalah obat pilihan dengan
takaran 300mg IV yang akan mengubah CN menjadi kobaltsianida CO(CN)6 yang
larut dalam air.

Pada keracunan CN yang ditelan lakukan tindakan darurat dengan


pemberian inhalasi amil-nitrit,1 ampul(0,2ml,dalam waktu 3 menit) setiap 5 menit
. bilas lambung harus ditunda sampai setelah diberikan antidontum nitrit dan
tiosulfat . bilas labung dengan Na-tiosulfat 5% dan sisakan 200 ml dan ( 10g )
dalam lambung. Dapat juga dengan K permanganat 0,1 % atau H 2O2 3% yang
diincerkan 1sampai 5 kali. Atau dengan 2 sendok teh karbon aktif atau Universal
Antidote dalam 1 gelas air dan kemungkinan kosongkan lambung dengan jalan
dimuntahkan atau bilas lambung.

Berikan pernafasan buatan dengan oksigen 100%. Penggunaan antidotum


sama seperti pada pengobatan keracunan CN yang diinhalasi.

14
Selain nitrit, dapat juga diberikan biru metilen 1% 50 ml I.V. sebagai
antidotum. Biru metilin akan mengubah Hb menjadi Met-Hb dan Met-Hb yang
terbentuk pada pemberian biru metilin ini ternyata tidak dapat bereaksi dengan
CN oleh sebab yang masih belum diketahui.

Bila korban keracunan akut dapat bertahan hidup selama 4 jam maka
biasanya akan sembuh. Kadang-kadang terdapat gejala sisa berupa kelainan
neurologik.

Pada keracunan Ca-Sianamida, belum diketahui antidotum yang dapat


digunakan. Setelah bilas lambung diberikan terapi secara simtomatik.

Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang


terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban
keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan
lamanya waktu paparan.

 Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam
ruangan maka segera keluar dari ruangan.
 Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam
ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun
pemanas ruangan sampai bantuan datang.
 Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi
oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat
dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-
anak.
 Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air
yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.

Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat
balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum
seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih
serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di
rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.

15
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida
masih sering dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan
meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme
anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena
dan bila pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti
diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari
terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Obat vasopressor
seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah
diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak
jantung. Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang
timbul.

Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan


ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin.
Methemoglobin akan mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun
cairan ekstra seluler. Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya
berdasar dari eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk
menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat
bila sedang berada dalam situasi yang besifat emergensi.

Kesulitan dalam melakukan penelitian mengenai penggunaan antidotum


ini disebabkan karena:

 kecilnya jumlah korban keracunan


 fakta bahwa kebanyakan koban keracunan harus mendapatkan terapi segera
 Sulitnya untuk mendapatkan hasil analisis darah dan konsentrasi sianida
dalam jaringan
 terbatasnya penelitian yang membandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh hewan.(2,3)

PENATALAKSANAAN DI LOKASI BENCANA

Pada Zona Kontaminasi (Hot Zone)

16
Para penolong harus memakai pelindung karena hidrogen sianida adalah
zat berbahaya yang sangat mudah masuk ke dalam. Selain itu juga, tim
penyelamat pada kejadian dengan korban keracunan yang banyak harus sudah
terlatih membawa peralatan yang memadai. Peralatan itu antara lain; Pelindung
pernafasan: tekanan positif, dan membawa oksigen sendiri pada lokasi dengan
tingkat hidrogen sianida yang tidak dapat diperkirakan. Pelindung kulit: Pakaian
yang anti zat kimia yang melindungi kontak langsung hidrogen sianida dengan
kulit. Pada korban yang keracunan sianida, segera cek pernafasan dan nadinya.
Segera bawa korban ke tempat yang bebas racun sianida.

Pada Zona Dekontaminasi

Periksa respirasi dan nadi ulang. Bila ternyata pernafasan sangat rendah atau tidak
ada, berikan nafas buatan. Segera berikan oksigen 100% dan antidotum spesifik
bila perlu. Selain itu, segera lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan siram kulit
dan air dengan air selama 2-3 menit, setelah itu cuci dengan sabun.
Irigasi dan siram mata yang teriritasi dengan air bersih selama lima menit. Tetap
lakukan irigasi pada mata walaupun sedang dilakukan tindakan lain.
Pada kasus yang tertelan, jangan menyuruh atau membuat korban muntah. Jika
korban tidak sadar, berikan zat karbon misalnya arang sebanyak 60-90 gram. Jika
korban dalam keadaan sadar maak dapat diberikan antidotum dengan segera.
Setelah selesai dilakukan proses dekontaminasi racun maka segera pindahkan ke
zona pendukung.

Pada Zona Pendukung

Periksa kembali respirasi dan nadi korban. Selain itu nilai juga tingkat
kesadaran korban. Segera nilai apakah antidotum yang diberikan berhasil
menghilangkan gejala-gejala yang timbul akibat keracunan. Tetap teruskan
melakukan irigasi pada kulit dan mata.(2)

Pemerikasaan Kedokteran Forensik

17
Pada pemeriksaan terhadap korban mati, pada pemeriksaan luar jenasah,
dapat tercium bau amandel yang patogmonomonik untuk keracunan CN, dapat
tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut
dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan karena indera pencium kita
cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut. Harus diingat
bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena kemampuan untuk
menciuum bau khas tersebut bersifat genetik sex-linked trait.

Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada khasus
keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan warna
lebam mayat yang bewarna biru kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada
keadaan dan derajat keracunan.

Pada pemeriksaan bedah jenasah dapat tercium bau amandel yang khas
pada waktu membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot dan penampang organ tubuh dapat bewarna merah
terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ-organ
tubuh.

Pada korban yang menelan garam alkalis sianida, dapat ditemukan


kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan bewarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun.
Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau
postmortal.(3)

Aspek Medikolegal

- Bunuh diri
- Pembunuhan
- Kecelakaan

18
KESIMPULAN

 Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Hidrogen sianida adalah
cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar.
Bersifat volatile dan mudah terbakar .
 Sianida ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti
bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat
ditemukan pada beberapa produk sintetik
 Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai
dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu
berkeringat sampai korban tidak sadar
 Korban dapat terpapar sianida secara inhalasi, kontak langsung melalui kulit
dan mata dan dengan menelan atau tertelan sianida.
 Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia
lainnya di dalam darah
 Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis
yang akan ditimbulkannya. (1,2,3,4)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries dr. Mun’im , Ilmu Kedokteran Forensik Edisi ! , Binarupa angksara,


1997

2. http//www.netdetective.com

3. Ilmu Kedokteran Forensik , Universitas Indonesia , edisi pertama,1994

4. Purwadianto Agus, Sampurna Budi , Herkutanto , Krista-kristal Ilmu


Kedokteran Forensik , cetakan pertama , 981

20

Anda mungkin juga menyukai