Anda di halaman 1dari 23

http://ekspresiman.blogspot.com/2012/03/penyakit-aktinomikosis.

html
PENYAKIT AKTINOMIKOSIS
Aktinomikosis adalah penyakit menular supuratif kronis yang disebabkan
olehActinomyces israelii yang sebenarnya adalah flora normal mulut
manusia.Organisasi ini menimbulkan penyakit apabila masuk kedalam jaringan dan
bekerja sama dengan kuman filamentus anaerob lainnya misalnya Arachnia.

Actinomycetes
Actinonomycetes adalah kuman filamentous yang bentuknya mirip jamur,
tumbuh bercabang-cabang namun sering terputus-putus sehingga bentuknya
menyerupai bakteri yang bersifat Gram-positif. Sebagian besar organisme ini hidup
bebas di tanah, namun ada yang hidup dengan sedikit udara (mikro aerofilik) atau hidup
tanpa udara (anaerob) didalam rongga mulut (misalnya Actinomyces).
Spesies Nocardia dan streptomycesyang bersifat anaerob dan hidup di dalam tanah
dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun hewan.
Actinomyces mempunyai bentuk seperti butiran belerang (sulphur granule)
bersifat Gram-positif, terdiri dari koloni filamen miselium yang bercabang mirip huruf V
atau Y. Pada proses pengerusan, filamen terputus-putus sehingga bentuknya mirip
kokus atau batang. Pada biakan medium tioglikolat, Actinomyces israelii tumbuh seperti
bola berburu.

Gejala klinis aktinomikosis


Aktinomikosis mula-mula menunjukan adanya pembengkakan jaringan yang
keras dan berwarna merah, yang terjadi secara perlahan-lahan. Pembengkakan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Pembengkakan kemudian menjalar ke arah permukaan
jaringan, membentuk saluran-saluran sinus yang mengeluarkan cairan, dan bersifat
menahun. Kerusakan terus berlanjut, menyebar luar bersambungan dan biasanya tidak
melalui aliran darah.
Aktinomikosis umumnya terjadi di wajah, leher, lidah atau mandibula.
Aktinomikosis yang terjadi di paru-paru sering terjadi di paru-paru sering di sertai
pembentukan abses atau empiema. Aktinomikosis abdominal dapat terjadi di sekum,
apendiks, dan organ didaerah pelviks dapat menyebabkan terjadinya fistula multipel
yang selalu mengeluarkan cairan.

Pengobatan dan pencegahan aktinomikosis


Antibiotika misalnya penisilin dengan dosis 5-10 juta unit perhari yang diberikan
dalam jangka perhari yang diberikan dalam jangka panjang dapat menyembuhkan
aktinomikosis sebagian besar penderita.Tetrasiklin dan eritromisin juga dapat digunakan
mengobati aktinomikosis.
Pembedahan dilakukan untuk mengeluarkan nanah dan cairan jaringan, namun
jaringan yang sudah rusak sukar dipulihkan fungsinya.
Perawatan gigi dan rongga mulut, mencegah trauma pada selaput lendir rongga
mulut, menghindari makanan keras yang mudah menyebabkan luka dapat mencegah
aktinomikosis.

« SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM »


http://defimauliyah.blog.unissula.ac.id/2012/02/06/aktinomikosis/
http://www.artikelkedokteran.com/795/aktinomikosis.html

http://medicastore.com/penyakit/215/Aktinomikosis.html

AKTINOMIKOSIS
6 FEBRUARI 2012 - BY DEFI MAULIYAH

1. PENDAHULUAN

Aktinomikosis merupakan infeksi kronik yang ditandai oleh adanya lesi kulit bergranul dan supuratif yang
disebabkan oleh bakteri endogen gram-positif berfilamen. Aktinomikosis terutama disebabkan
oleh Actinomyces israelii, bakteri anaerob yang normalnya berada pada enamel gigi, gusi, tonsil, dan
lapisan membran intestinal, serta vagina. Lokasi infeksi biasanya terdapat pada wajah, leher, thoraks, dan
abdomen. Pada wanita dapat terjadi infeksi pada pelvik. Aktinomikosis kutaneus primer sangat jarang
terjadi dan biasanya berhubungan dengan trauma eksternal dan iskemi lokal. Infeksi sering terjadi di
daerah tropis dan memiliki karakteristik sebagai infeksi supuratif yang progresif dan bersifat kronik serta
terdapat pembentukan abses multipel dan traktus sinus yang akan mengeluarkan granul sulfur. 1-4

Aktinomikosis adalah infeksi yang relatif jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 300.000 orang per
tahun. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada daerah dengan
sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam predileksi terjadinya
aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Aktinomikosis dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi pada usia
dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,5

1. II. DEFINISI

Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan bergranul, yang terutama disebabkan
oleh Actinomyces israelii. Actinomyces spp. merupakan bakteri prokaryotik tingkat tinggi yang
merupakan family Actinomyceataceae. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada awal abad ke-19 dan
sering salah diklasifikasikan sebagai fungi. Kata “actinomycosis” berasal dari bahasa
Yunani, actino berarti gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur dan mycosmenggambarkan suatu
kondisi pada penyakit mikosis.5

1. III. EPIDEMIOLOGI

Aktinomikosis merupakan infeksi dengan distribusi yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat, penyakit
ini sering terjadi pada lelaki. Insiden penyakit ini sukar diprediksikan karena bukan merupakan penyakit
yang sering dilaporkan. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada
daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam predileksi
terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan. Aktinomikosis dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi
pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,7

50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis servikofasial, 20% dari semua kasus
aktinomikosis adalah aktinomikosis abdomino-pelvis dan 15% dari semua kasus aktinomikosis adalah
aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang melibatkan organ lain seperti sistem saraf pusat, jantung,
mata adalah sangat jarang.5

1. IV. ETIOLOGI

Agen yang sering menyebabkan aktinomikosis adalah Actinomyces israelii dan A. gerencseries. Terdapat
empat spesies Actinomyces yang lain (A. viscosus, A. odontolyticus dan A.meyeri),Propionibacterium
propionum dan Bifidobacterium dentium (A. erisonii)mungkin juga mempunyai gejala klinis yang hampir
sama.7

Etiologi pada human actinomycoses tidak dimiliki oleh satu spesis, tetapi dimiliki oleh beberapa anggota
yang berbeda dari genus Actinomyces, Propionibacterium dan Bifidobacterium. Namun secara esensialnya,
pada aktinomisit patogenik, semua lesi aktinomikotik yang tipikal mengandung antara 1 hingga 10 spesies
bakteri. Bakteri ini berperan sebagai patogen sinergis yang menguatkan aktinomisit dan bertanggung jawab
pada gejala awal penyakit dan kegagalan terapi.7

1. V. PATOFISIOLOGI

Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran mulut tetapi tidak menonjol pada
saluran gastrointestinal bawah dan saluran genitalia wanita. Karena mikroorganisme tersebut tidak virulen,
mikroorganisme tersebut membutuhkan perpecahan atau kerusakan membran mukosa dan kemunculan
jaringan yang rusak untuk menyerang struktur tubuh yang lebih dalam dan menyebabkan penyakit pada
manusia.2

Aktinomikosis biasanya merupakan infeksi polimikrobial, dengan jumlah bakteri yang terisolasi sebanyak
5-10 spesies bakteri. Terjadinya infeksi pada manusia membutuhkan keterlibatan bakteri lain, yang
berpartisipasi dalam pembentukan infeksi dengan pengeluaran toksin atau enzim atau dengan menghambat
pertahanan lokal tubuh. Kumpulan bakteri tersebut bekerja sebagai copathogen yang meningkatkan
invasi Actinomycetes. Secara spesifik, bakteri tersebut berperan dalam manifestasi awal dari aktinomikosis
dan penyebab kegagalan terapi. Ketika infeksi terjadi, sebagai pertahanan lokal terbentuk respon inflamasi
yang hebat, yang bersifat supuratif dan bergranul, serta disusul terbentuknya fibrosis. Infeksi secara khas
menyebar berdampingan, dan menyerang jaringan atau organ sekitar. Akhirnya infeksi akan menyebabkan
terbentuknya sinus sebagai tempat pengeluaran pus. Penyebaran hematogen ke organ yang jauh dapat
terjadi pada beberapa tingkatan aktinomikosis, sedangkan penyebaran limfatogen jarang terjadi.2

Tergantung pada tempat infeksinya, sebagian besar kasus aktinomikosis


juga disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lainnya selain Actinomyces spp. Pada hasil kultur, telah
diisolasi Acinobacillus actinomycetesmcomitans, Eikenella corrodens, Enterobacteriaceace, dan
spesies Fusobacterium, Bacteroides, Capnocytophagia, Staphylococci, dan Streptococci. Mikroorganisme
tersebut ditemukan bersamaan dengan Actinomyces sppdalam berbagai kombinasi. Rata-rata dua sampai
empat dan terkadang sampai 10 spesies biasanya ditemukan dengan Actinomycetes. Peranan bakteri
tersebut dalam patogenesis aktinomikosis tidak jelas. Bakteri tersebut umumnya dianggap sebagai
nonpatogenik dalam kasus aktinomikosis, dengan kemungkinan bahwa penyakit aktinomikosis disebabkan
oleh infeksi polimikrobial di mana Actinomyces spp. tetap mendominasi. Ada kemungkinan bahwa
organisme lain meningkatkan patogenisitas aktinomisetes dengan menciptakan suasana anaerob di
mana Actinomyces dapat tumbuh subur. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di jaringan
dan inhibisi fagosit yang diinduksi suasana anaerob.5

Sebuah tahap penting dalam perkembangan aktinomikosis adalah gangguan pertahanan mukosa, yang
memungkinkan mikroorganisme menyerang. Pada aktinomikosis servikofasial, gangguan pertahanan
mukosa dapat berasal dari sepsis di gigi. Infeksi sering terjadi pada pasien dengan kebersihan mulut yang
buruk, atau setelah operasi. 2,5

Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat operasi usus (misalnya
pada perforasi apendisitis akut, divertikulitis, trauma abdomen), atau masuknya benda asing (misalnya:
tulang ikan atau tulang ayam). Aktinomikosis pelvik dapat disebabkan dari penggunaan alat IUD (intra-
uterine devices). 2,5

Aktinomikosis pulmonar dapat disebabkan oleh masuknya sekresi orofaringeal atau saluran pencernaan
yang mengandung aktinomisetes ke dalam saluran pernapasan. Kebersihan mulut yang buruk dan penyakit
gigi terkait dapat meningkatkan risiko. Aktinomikosis pulmonar dapat diawali ketika saliva atau material
lain yang mengandung Actinomyces spp. masuk ke dalam bronkus menyebabkan atelektasis dan
penumonitis. Saat terjadi bentuk awal inflamasi akut akan diikuti dengan karakteristik kronik, yaitu fase
indolent menghasilkan nekrosis lokal, fibrosis dan kavitas. Jika tidak dicegah, infeksi tersebut akan
meluas ke pleura, dinding thoraks, struktur tulang, dan jaringan lunak sekitar, serta pembentukan sinus
yang dapat mengeluarkan granul sulfur.2,5

VI. GEJALA KLINIS

Aktinomikosis merupakan penyakit bakteri subakut hingga kronik yang supuratif, membentuk saluran
sinus yang mengeluarkan cairan berbentuk granul sulfur. Aktinomikosis dapat memberikan efek pada
semua organ dan jaringan pada tubuh. Terdapat lima tipe klinis utama yang dapat dikenali, tergantung dari
tempat infeksinya yaitu aktinomikosis servikofasial, aktinomikosis thorakal, aktinomikosis abdominal,
aktinomikosis pelvik dan aktinomikosis kutaneus primer.2,7,8

Aktinomikosis servikofasial dapat berbentuk pembengkakan yang kecil dan keras yang berkembang di
dalam mulut, wajah, leher, dan rahang. Pembengkakan ini akan menjadi lunak dan mengeluarkan pus yang
mengandung granul sulfur. Pasien juga akan mengeluh nyeri, pruritus dan trismus. Pada aktinomikosis
thorakal, didapatkan gejala demam, berat badan menurun, batuk dan nyeri dada. Pada aktinomikosis
abdominal dan pelvik, biasanya ditemukan teraba massa dan nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah
abdomen, keluar cairan dari vagina, penurunan berat badan dan juga demam. Pada aktinomikosis kutaneus
primer dapat ditemukan gejala klinis seperti lesi berbentuk nodus, saluran sinus dan fistel pada bagian
yang terinfeksi.3,4,9,13,17

1. Aktinomikosis servikofasial

Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan ditemukan dalam 50% dari kasus
aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya adalah kebersihan mulut yang buruk yang menyebabkan
terjadinya abses periodontal atau keroposan gigi, trauma orofasial, benda asing yang mempenetrasi tepi
mukosa seperti tulang ikan.2,8,10

Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan rasa nyeri, indurasi dan
pembengkakan yang berwarna merah pudar (dull-red) pada jaringan lunak pada daerah lesi. Massa
inflamasi berada pada regio mandibula.6 Selain itu, pasien juga mengeluh sering gatal dan trismus.7,8,9

Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan berubah warna menjadi warna
kebiruan (bruish discoloration). Massa menjadi lebih fluktuasi dan membentuk saluran sinus pada extra
atau intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi edema, pembengkakan jaringan lunak dan pembentukan abses
disertai gejala umum seperti demam dan penurunan berat badan pada pasien.4,7

Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus, selaput otak, regio kranial dan
pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada tipe ini, tidak terdapat penyebaran melalui kelenjar limfe.2,3,7,12

Aktinomikosis thorakal

Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat melibatkan paru-paru, dinding dada
atau kedua-duanya. Aktinomikosis tipe ini sering terjadi pada penderita dengan struktur gigi yang buruk
dan mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti penurunan berat badan, nyeri dada, batuk dan demam.
Gejala klinis dan radiologi yang dimiliki mirip dengan malignansi TB. Apabila bakteri dari paru-paru
menyebar ke kulit, dapat ditemukan beberapa saluran sinus pada kulit bagian thoraks. Infeksi juga dapat
menyebar ke tulang iga dan membentuk osteomielitis.3,4,8,9,11

Aktinomikosis abdominal
Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling sering terjadi di regio
iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi adalah esofagus, lambung dan anorektal. Pada
aktinomikosis tipe ini, organ yang paling sering terkena infeksi adalah apendiks, diikuti kolon, lambung
dan hepar. Penderita yang terkena aktinomikosis tipe ini sering bermanifestasi seperti gejala apendisitis
yaitu demam, teraba massa dan nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah abdomen serta
leukositosis.2,8,6,11,12,18

Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran kelenjar lunak pada organ yang
terinfeksi. Namun, diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi untuk membedakan
penyakit ini dengan neoplasma atau infeksi lain. Massa pada lesi diambil menggunakan tekhnik aspirasi
jarum halus. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan granul sulfur dengan pewarnaan Giemsa.18

Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in ano. Penyebaran organisme ini ke
hepar dapat menyebabkan gejala ikterus dan terbentuk massa intrahepatik atau abses hepar yang multipel
dan menyerupai neoplasma. Organisme ini juga dapat menyebar ke ovarium, ginjal, kandung kemih atau
tulang belakang. Pada keadaan kronik, dapat terbentuk saluran yang menyambung langsung ke kulit dan
menjadi saluran sinus yang purulen.2,7,8,11,12

1. Aktinomikosis pelvis

Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama, prolaps uteri dan aborsi septik.
Pada tipe ini, gejala klinis yang sering muncul adalah keluarnya cairan dari vagina, pembengkakan lokal,
pembentukan abses, massa tuba-ovari dan terjadinya penyakit infeksi pelvis dengan gejala kaku pada
pelvis dan mirip keganasan. Penyakit ini umumnya tidak memberikan manifestasi pada kulit. Selain itu,
terdapat juga gejala yang tidak spesifik seperti nyeri pada bagian bawah abdomen, demam dan perdarahan
vaginal di luar siklus menstrual.3,8,9,11

Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai adanya infeksiActinomyces aktif.
Sebuah studi melaporkan bahwa A. israelii menginfeksi rata-rata 1,6%–11,6% pengguna IUD di seluruh
dunia. Penggunaan IUD jangka panjang melebih 5 tahun merupakan faktor resiko terjadinya infeksi. Pada
pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan yang menyebabkan perubahan dan nekrosis pada
endometrium. Proses ini akan mencetuskan terbentuknya keadaan anaerob yang sesuai untuk
pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri anaerob yang lainnya.11,17

1. Aktinomikosis kutaneus primer.

Aktinomikosis kutaneus primer merupakan tipe aktinomikosis yang paling jarang terjadi dan lebih sering
terkena pada kulit yang terpapar. Penyakit ini sering disebabkan oleh faktor trauma seperti luka tusukan,
fraktur, ekstraksi gigi dan injeksi terkontaminasi atau gigitan serangga yang membentuk lesi pada kulit.
Infeksi oleh organisme ini terjadi melalui implantasi ke jaringan anaerob.3,14,17
Setelah beberapa waktu setelah infeksi, akan terbentuk nodul subkutaneus yang eritema. Nodul ini
menyebar secara perlahan dan membentuk sinus yang mengeluarkan pus purulen berbentuk granul yang
mudah menyebar ke organ di sekitarnya. Lesi nodular yang membentuk sinus pada tipe ini harus
dibedakan dengan gejala klinis dari penyakik infeksi kronis kulit yang lain seperti tuberkulosis kutaneus,
sporotrikosis dan nokardiosis.8,15

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granul sulfur yang merupakan penanda untuk aktinomikosis,
leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis. Untuk membedakan dengan
sporotrikosis, pada pemeriksaan ditemukan sel polimorfonuklear, eosinofil, dan makrofag pada dinding
lesi. Sedangkan pada tuberkulosis kutis didapatkanMantoux test positif, dan bakteri tahan asam.8,19,20

Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen Gram positif dan koloni
aktinomises. Kultur ini menggunakan media anaerob seperti thioglycollate selama 14 hari. Sedangkan pada
Sporotrikosis ditemukan pengelompokan konidia.8,20

Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi yang spesifik. Tetapi biasanya ada
leukositosis, polimorfonuklear predominan, atau anemia normokrom.5

Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan plain x-ray, tapi tidak memberikan gambaran yang khas.
Pada aktinomikosis torakal gambarannya menyerupai kelainan paru-paru yang lain. CT-Scan abdomen
memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal, untuk menegakkan diagnosis aktinomikosis
abdominal.5,18

1. VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja. Dibutuhkan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun pemeriksaan kultur untuk menegakkan diagnosis
aktinomikosis. Pada aktinomikosis servikofasialis, pasien datang dengan keluhan adanya fistula pada
daerah kepala dan leher, tapi umumnya pada daerah perimandibular, disertai adanya edema,
pembengkakan jaringan lunak, pembentukan abses serta gejala umum seperti demam dan penurunan berat
badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan
adanya granuloma aktinomises, jaringan perifer bergranul dan berisi sel plasma, fibroblast, sel giant, dan
pembuluh darah, dan keseluruhan membentuk infiltrat polimorfonuklear.3

Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis, keringat malam, dan penurunan
berat badan. Tidak ada perubahan pada kulit. Pasien mengalami nyeri dada dan demam yang berlangsung
lama. Pada pemeriksaan sputum, ditemukan filamen aktinomises. Biasanya tampak granul sulfur dengan
koloni sederhana. Pada pemeriksaan radiologi, dapat menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi
maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan leukositosis, polimorfonuklear dominan,
dan anemia normokrom.5

Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis, demam, muntah diare atau
konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan proses inflamasi yang
spesifik yang berhubungan dengan keganasan, penyakit infeksi usus, maupun penyakit infeksi lain. CT-
Scan abdomen merupakan modalitas yang dianjurkan. Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran lesi
massa yang padat. MRI juga merupakan modalitas lain yang memberikan gambaran adanya fistula pada
daerah perianal. Sama dengan pemeriksaan histopatalogi aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran
adanya granul sulfur dari aktinomises.18

Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD yang lama. Gejalanya seperti
nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam, penurunan berat badan, keluar cairan maupun darah dari vagina.
Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses dan apusan servikal memberikan karakteristik filamen gram positif
dan adanya granul sulfur dengan pemberianmetilen blue 1%. Anemia dan leukositosis dapat ditemukan
pada pemeriksaan darah. Pada kasus yang berat, pemeriksaan radiologi (CT-Scan) memberikan gambaran
sebuah proses keganasan sehingga harus dilakukan pembedahan kompleks.16

Aktinomikosis kutaneus memiliki gambaran nodul subkutaneus yang menyebar secara perlahan
membentuk sinus, dapat mengenai kelenjar limfe. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi jaringan
menunjukkan leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis.16,17,18

1. IX. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding aktinomikosis tergantung dari tempat terjadinya. Aktinomikosis memiliki gejala yang
cukup khas. Tetapi sebagai penyakit yang jarang, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan mudah.
Aktinomikosis kadang sulit didiagnosis karena menyerupai Tuberkulosis dan penyakit noninfeksi seperti
tumor ganas pada regio cervicofacial. Diagnosis ditegakkan dengan mengidentifikasi butiran-butiran di
nanah dan pada pemeriksaan histologis. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan kultur.7,8,21

1. Tuberkulosis Kutis

TBC kutis memiliki distribusi di seluruh dunia. Meskipun penyakit manusia denganMycobacterium
tuberculosis dan M. bovis biasanya menyebar melalui droplet, dan masuk sering melalui saluran
pernapasan, Tuberkulosis kutis juga dapat terjadi secara primer. Diagnosis banding dari tuberkulosis yang
paling mendekati aktinomikosis adalah Tuberkulosis cutis colliquativa (skrofuloderma). Skrofuloderma
adalah Tuberkulosis cutis yang dapat menyebabkan abses dan kerusakan kulit atasnya. Skrofuloderma
dapat multibasiler maupun paucibasiler. Prevalensi tertinggi Skrofuloderma terjadi pada anak-anak, remaja
dan usia lanjut.22,23
Skrofuloderma kebanyakan terjadi di regio parotis, submandibular, dan supraklavikular. Pertama kali
terlihat sebagai nodul subcutaneous yang berbatas tegas, mobile, dan asimtomatik. Semakin membesar
nodul tersebut, akan semakin lunak. Setelah beberapa bulan, pengeluaran cairan dengan perforasi akan
muncul yang menyebabkan timbulnya ulkus dan sinus. Ulkus pada Skrofuloderma berbentuk sangat rusak,
tepi kebiruan dan lunak, dan mempunyai lantai yang bergranula.20

Nekrosis masif dan abses pada tengah lesi tidaklah spesifik. Meskipun demikian, tepi abses atau batas dari
sinus mengandung granula tuberkuloid untuk pemeriksaan histopatologis. Diagnosis biasanya dilakukan
melalui aspirasi jarum halus, atau biosi eksisi dari masa dan tes bakteriologis melalui pewarnaan bakeri
tahan asam (BTA). Apabila terdapat limfadenitis tuberkulosa atau kerusakan tulang dan sendi, diagnosis
Skrofuloderma dapat ditegakkan dengan mudah. Hasil positif pada kultur dapat memastikan diagnosis.

Pendekatan terbaik untuk pengobatan kelainan seperti Skrofuloderma adalah obat anti tuberkulosis
konvensional. Sementara individu yang pernah kontak dekat dengan pasien, seperti anggota keluarga,
harus menjalani tes tuberkulin. Nodul yang terkena dapat disembuhkan dengan electrosurgery,
cyrosurgery, dan kuretase dengan electrodessication. Terapi farmakologis tetap mengiringi sebagai
pengobatan utama.

1. Tumor Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Kelenjar ini terletak di regio preaurikular, jauh di
dalam kulit dan jaringan subkutan. Kebanyakan tumor parotis, baik jinak maupun ganas bermanifestasi
sebagai masa yang tidak nyeri. Meskipun demikian, tumor ganas dapat merusak nervus di sekitarnya yang
menyebabkan nyeri lokal atau regional, mati rasa, parestesia, dan kehilangan fungsi motorik.24

Gambar 14. tumor parotis

(Dikutip dari kepustakaan 25)

Pada pemeriksaan fisik, yang paling sering ditemukan adalah massa tidak nyeri tekan, mobile, tegas, dan
soliter. Dapat dilakukan inspeksi pada duktus Stensen untuk memeriksa karakter dari aliran saliva
(kejelasan, konsistensi, dan nanah), adanya kemerahan, bengkak, dan iritasi lubang duktus.24

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tumor parotis adalah tes hematologis, serologis dan pemeriksaan
radiologis. CT-Scan hampir 100% sensitif dalam mendeteksi massa kelenjar ludah, tetapi tidak dapat
membedakan antara massa jinak dan ganas. CT-Scanmembantu menentukan ukuran dan luas tumor secara
anatomis. Diagnosis pasti dari tumor parotis ditegakkan dengan biopsi jarum halus dengan akurasi lebih
dari 96% dan sensitifitas 88-98%.27
Pengobatan yang dianjurkan biasanya pembedahan untuk mengangkat kelenjar ludah yang terkena. Jika
tumor jinak, tidak ada pengobatan lain yang ganas. Kemoterapi kadang digunakan pada pasien yang
dianggap beresiko tinggi atau ketika telah menyebar ke keluar dari kelenjar ludah.24

X. TERAPI

Terapi antimikroba yang diperpanjang (yaitu, 6-12 bulan) biasanya telah direkomendasikan untuk pasien
dengan semua bentuk klinis aktinomiksis untuk mencegah kambuhnya penyakit. Namun, individualisasi
terapi dianjurkan dimana durasi antibiotik tergantung pada beban awal penyakit, tempat infeksi, dan respon
klinis dari pengobatan. Drainase yang tepat diperlukan jika terdapat abses. Penggunaan antibiotik telah
meningkatkan prognosis untuk semua bentuk aktinomikosis. Saat ini, tingkat kesembuhan yang tinggi
dengan tidak mengalami cacat atau kematian adalah hal yang umum. Penisilin G adalah obat pilihan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari Actinomyces. Penisilin G diberikan dalam dosis
tinggi dalam jangka waktu yang lama, karena infeksi memiliki kecenderungan untuk kambuh. Kebanyakan
infeksi diharapkan dapat merespon penisilin G intravena, 10 sampai 20 juta unit / hari diberikan selama 2
sampai 6 minggu, diikuti oleh phenoxypenicillin oral dalam dosis 2 sampai 4 g / hari. Terapi penisilin oral
tambahan selama beberapa minggu mungkin memadai untuk aktinomikosis servikofasial tanpa komplikasi;
kasus yang disertai komplikasi dan penyakit paru atau perut yang luas mungkin memerlukan pengobatan
selama 12 sampai 18 bulan.27

Resistensi penisilin G oleh Actinomyces selama terapi berkepanjangan jarang ditemukan. Kombinasi
penisilin (yaitu, amoksisilin, piperasilin) dan inhibitor beta-laktamase (yaitu, klavulanat, tazobactam) dapat
digunakan untuk terapi dari patogen aerobik dan anaerobik yang resisten terhadap penisilin. Beberapa
kopatogen dapat menghasilkan enzim beta-laktamase yang dapat melindungi Actinomyces dari penisilin. 27

Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif antibiotik lini pertama termasuk
amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan klindamisin. Berikut ini adalah dosis dari
masing-masing antibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif:

● Amoksisilin: 1.5 g/hari peroral, diberikan setiap 8 jam

● Tetrasiklin: 1-2 g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam

● Doksisiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12-24 jam

● Minosiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12 jam

● Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 1-2g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam
● Klindamisin: 2.7g/hari intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.2-1.8g/hari peroral, diberikan setiap 6-
8jam.28

Metronidazol, aminoglikosida, aztreonam, kotrimoksazol (TMP-SMX), penisilinase (misalnya, methicillin,


nafcillin, oksasilin, kloksasilin) dan sefaleksin dan obat antijamur tidak efektif terhadap organisme
aktinomikosis. 27

1. XI. PROGNOSIS

Prognosis dari aktinomikosis tanpa pengobatan umumnya buruk. Apabila aktinomikosis didiagnosis dini
dan diobati dengan terapi antibiotik yang tepat, prognosisnya sangat baik.8

Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap di mana infeksi didiagnosa dan
diobati. Meskipun perbaikan lambat dan membutuhkan terapi antibiotik selama berbulan-bulan,
kebanyakan individu dapat pulih. Aktinomikosis servikofasial adalah yang paling mudah diobati.
Prognosis kurang menggembirakan pada aktinomikosis toraks dan abdomen atau ketika infeksi yang
meluas terjadi. Jika infeksi tidak sepenuhnya dihilangkan, individu berisiko untuk relaps dalam bentuk
yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan cedera jaringan luas atau kematian.

1. XII. KOMPLIKASI

Komplikasi aktinomikosis diantaranya adalah:

● Abses otak

● Endokarditis

● Meningitis

● Osteomielitis

Abses yang terjadi sebagai akibat dari

1. I. PENDAHULUAN
Aktinomikosis merupakan infeksi kronik yang ditandai oleh adanya lesi kulit bergranul dan
supuratif yang disebabkan oleh bakteri endogen gram-positif berfilamen. Aktinomikosis terutama
disebabkan oleh Actinomyces israelii, bakteri anaerob yang normalnya berada pada enamel gigi,
gusi, tonsil, dan lapisan membran intestinal, serta vagina. Lokasi infeksi biasanya terdapat pada
wajah, leher, thoraks, dan abdomen. Pada wanita dapat terjadi infeksi pada pelvik. Aktinomikosis
kutaneus primer sangat jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan trauma eksternal dan
iskemi lokal. Infeksi sering terjadi di daerah tropis dan memiliki karakteristik sebagai infeksi
supuratif yang progresif dan bersifat kronik serta terdapat pembentukan abses multipel dan
traktus sinus yang akan mengeluarkan granul sulfur. 1-4
Aktinomikosis adalah infeksi yang relatif jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 300.000 orang
per tahun. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada daerah
dengan sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam
predileksi terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-
laki dibanding perempuan. Aktinomikosis dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus
yang dilaporkan terjadi pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,5
1. II. DEFINISI
Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan bergranul, yang terutama
disebabkan oleh Actinomyces israelii. Actinomyces spp. merupakan bakteri prokaryotik tingkat
tinggi yang merupakan family Actinomyceataceae. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada awal
abad ke-19 dan sering salah diklasifikasikan sebagai fungi. Kata “actinomycosis” berasal dari
bahasa Yunani, actino berarti gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur
dan mycosmenggambarkan suatu kondisi pada penyakit mikosis.5
1. III. EPIDEMIOLOGI
Aktinomikosis merupakan infeksi dengan distribusi yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat,
penyakit ini sering terjadi pada lelaki. Insiden penyakit ini sukar diprediksikan karena bukan
merupakan penyakit yang sering dilaporkan. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan
prevalensi tertinggi pada daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak
ada perbedaan ras dalam predileksi terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih
sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Aktinomikosis dapat menyerang semua usia,
namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-
50 tahun.2,7
50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis servikofasial, 20% dari semua
kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis abdomino-pelvis dan 15% dari semua kasus
aktinomikosis adalah aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang melibatkan organ lain seperti
sistem saraf pusat, jantung, mata adalah sangat jarang.5
1. IV. ETIOLOGI
Agen yang sering menyebabkan aktinomikosis adalah Actinomyces israelii dan A. gerencseries.
Terdapat empat spesies Actinomyces yang lain (A. viscosus, A. odontolyticus dan
A.meyeri),Propionibacterium propionum dan Bifidobacterium dentium (A. erisonii) mungkin juga
mempunyai gejala klinis yang hampir sama.7
Etiologi pada human actinomycoses tidak dimiliki oleh satu spesis, tetapi dimiliki oleh beberapa
anggota yang berbeda dari genus Actinomyces, Propionibacterium dan Bifidobacterium. Namun
secara esensialnya, pada aktinomisit patogenik, semua lesi aktinomikotik yang tipikal mengandung
antara 1 hingga 10 spesies bakteri. Bakteri ini berperan sebagai patogen sinergis yang
menguatkan aktinomisit dan bertanggung jawab pada gejala awal penyakit dan kegagalan terapi.7
1. V. PATOFISIOLOGI
Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran mulut tetapi tidak menonjol
pada saluran gastrointestinal bawah dan saluran genitalia wanita. Karena mikroorganisme tersebut
tidak virulen, mikroorganisme tersebut membutuhkan perpecahan atau kerusakan membran
mukosa dan kemunculan jaringan yang rusak untuk menyerang struktur tubuh yang lebih dalam
dan menyebabkan penyakit pada manusia.2
Aktinomikosis biasanya merupakan infeksi polimikrobial, dengan jumlah bakteri yang terisolasi
sebanyak 5-10 spesies bakteri. Terjadinya infeksi pada manusia membutuhkan keterlibatan
bakteri lain, yang berpartisipasi dalam pembentukan infeksi dengan pengeluaran toksin atau
enzim atau dengan menghambat pertahanan lokal tubuh. Kumpulan bakteri tersebut bekerja
sebagai copathogen yang meningkatkan invasi Actinomycetes. Secara spesifik, bakteri tersebut
berperan dalam manifestasi awal dari aktinomikosis dan penyebab kegagalan terapi. Ketika infeksi
terjadi, sebagai pertahanan lokal terbentuk respon inflamasi yang hebat, yang bersifat supuratif
dan bergranul, serta disusul terbentuknya fibrosis. Infeksi secara khas menyebar berdampingan,
dan menyerang jaringan atau organ sekitar. Akhirnya infeksi akan menyebabkan terbentuknya
sinus sebagai tempat pengeluaran pus. Penyebaran hematogen ke organ yang jauh dapat terjadi
pada beberapa tingkatan aktinomikosis, sedangkan penyebaran limfatogen jarang terjadi.2
Tergantung pada tempat infeksinya, sebagian besar kasus aktinomikosis
juga disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lainnya selain Actinomyces spp. Pada hasil kultur,
telah diisolasi Acinobacillus actinomycetesmcomitans, Eikenella corrodens, Enterobacteriaceace,
dan spesies Fusobacterium, Bacteroides, Capnocytophagia, Staphylococci, dan Streptococci.
Mikroorganisme tersebut ditemukan bersamaan dengan Actinomyces sppdalam berbagai
kombinasi. Rata-rata dua sampai empat dan terkadang sampai 10 spesies biasanya ditemukan
dengan Actinomycetes. Peranan bakteri tersebut dalam patogenesis aktinomikosis tidak jelas.
Bakteri tersebut umumnya dianggap sebagai nonpatogenik dalam kasus aktinomikosis, dengan
kemungkinan bahwa penyakit aktinomikosis disebabkan oleh infeksi polimikrobial di
mana Actinomyces spp. tetap mendominasi. Ada kemungkinan bahwa organisme lain
meningkatkan patogenisitas aktinomisetes dengan menciptakan suasana anaerob di
mana Actinomyces dapat tumbuh subur. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di
jaringan dan inhibisi fagosit yang diinduksi suasana anaerob.5
Sebuah tahap penting dalam perkembangan aktinomikosis adalah gangguan pertahanan mukosa,
yang memungkinkan mikroorganisme menyerang. Pada aktinomikosis servikofasial, gangguan
pertahanan mukosa dapat berasal dari sepsis di gigi. Infeksi sering terjadi pada pasien dengan
kebersihan mulut yang buruk, atau setelah operasi. 2,5
Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat operasi usus
(misalnya pada perforasi apendisitis akut, divertikulitis, trauma abdomen), atau masuknya benda
asing (misalnya: tulang ikan atau tulang ayam). Aktinomikosis pelvik dapat disebabkan dari
penggunaan alat IUD (intra-uterine devices). 2,5
Aktinomikosis pulmonar dapat disebabkan oleh masuknya sekresi orofaringeal atau saluran
pencernaan yang mengandung aktinomisetes ke dalam saluran pernapasan. Kebersihan mulut
yang buruk dan penyakit gigi terkait dapat meningkatkan risiko. Aktinomikosis pulmonar dapat
diawali ketika saliva atau material lain yang mengandung Actinomyces spp. masuk ke dalam
bronkus menyebabkan atelektasis dan penumonitis. Saat terjadi bentuk awal inflamasi akut akan
diikuti dengan karakteristik kronik, yaitu fase indolent menghasilkan nekrosis lokal, fibrosis dan
kavitas. Jika tidak dicegah, infeksi tersebut akan meluas ke pleura, dinding thoraks, struktur
tulang, dan jaringan lunak sekitar, serta pembentukan sinus yang dapat mengeluarkan granul
sulfur.2,5
VI. GEJALA KLINIS

Aktinomikosis merupakan penyakit bakteri subakut hingga kronik yang supuratif, membentuk
saluran sinus yang mengeluarkan cairan berbentuk granul sulfur. Aktinomikosis dapat memberikan
efek pada semua organ dan jaringan pada tubuh. Terdapat lima tipe klinis utama yang dapat
dikenali, tergantung dari tempat infeksinya yaitu aktinomikosis servikofasial, aktinomikosis
thorakal, aktinomikosis abdominal, aktinomikosis pelvik dan aktinomikosis kutaneus primer. 2,7,8
Aktinomikosis servikofasial dapat berbentuk pembengkakan yang kecil dan keras yang
berkembang di dalam mulut, wajah, leher, dan rahang. Pembengkakan ini akan menjadi lunak dan
mengeluarkan pus yang mengandung granul sulfur. Pasien juga akan mengeluh nyeri, pruritus dan
trismus. Pada aktinomikosis thorakal, didapatkan gejala demam, berat badan menurun, batuk dan
nyeri dada. Pada aktinomikosis abdominal dan pelvik, biasanya ditemukan teraba massa dan nyeri
tekan pada bagian kuadran kanan bawah abdomen, keluar cairan dari vagina, penurunan berat
badan dan juga demam. Pada aktinomikosis kutaneus primer dapat ditemukan gejala klinis seperti
lesi berbentuk nodus, saluran sinus dan fistel pada bagian yang terinfeksi.3,4,9,13,17
1. Aktinomikosis servikofasial
Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan ditemukan dalam 50% dari
kasus aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya adalah kebersihan mulut yang buruk yang
menyebabkan terjadinya abses periodontal atau keroposan gigi, trauma orofasial, benda asing
yang mempenetrasi tepi mukosa seperti tulang ikan.2,8,10
Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan rasa nyeri, indurasi dan
pembengkakan yang berwarna merah pudar (dull-red) pada jaringan lunak pada daerah lesi.
Massa inflamasi berada pada regio mandibula.6 Selain itu, pasien juga mengeluh sering gatal dan
trismus.7,8,9
Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan berubah warna menjadi
warna kebiruan (bruish discoloration). Massa menjadi lebih fluktuasi dan membentuk saluran
sinus pada extra atau intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi edema, pembengkakan jaringan
lunak dan pembentukan abses disertai gejala umum seperti demam dan penurunan berat badan
pada pasien.4,7
Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus, selaput otak, regio kranial
dan pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada tipe ini, tidak terdapat penyebaran melalui kelenjar
limfe.2,3,7,12
Aktinomikosis thorakal
Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat melibatkan paru-paru,
dinding dada atau kedua-duanya. Aktinomikosis tipe ini sering terjadi pada penderita dengan
struktur gigi yang buruk dan mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti penurunan berat badan,
nyeri dada, batuk dan demam. Gejala klinis dan radiologi yang dimiliki mirip dengan malignansi
TB. Apabila bakteri dari paru-paru menyebar ke kulit, dapat ditemukan beberapa saluran sinus
pada kulit bagian thoraks. Infeksi juga dapat menyebar ke tulang iga dan membentuk
osteomielitis.3,4,8,9,11
Aktinomikosis abdominal
Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling sering terjadi di regio
iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi adalah esofagus, lambung dan anorektal. Pada
aktinomikosis tipe ini, organ yang paling sering terkena infeksi adalah apendiks, diikuti kolon,
lambung dan hepar. Penderita yang terkena aktinomikosis tipe ini sering bermanifestasi seperti
gejala apendisitis yaitu demam, teraba massa dan nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah
abdomen serta leukositosis.2,8,6,11,12,18
Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran kelenjar lunak pada organ
yang terinfeksi. Namun, diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi untuk
membedakan penyakit ini dengan neoplasma atau infeksi lain. Massa pada lesi diambil
menggunakan tekhnik aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan granul
sulfur dengan pewarnaan Giemsa.18
Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in ano. Penyebaran
organisme ini ke hepar dapat menyebabkan gejala ikterus dan terbentuk massa intrahepatik atau
abses hepar yang multipel dan menyerupai neoplasma. Organisme ini juga dapat menyebar ke
ovarium, ginjal, kandung kemih atau tulang belakang. Pada keadaan kronik, dapat terbentuk
saluran yang menyambung langsung ke kulit dan menjadi saluran sinus yang purulen.2,7,8,11,12
1. Aktinomikosis pelvis
Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama, prolaps uteri dan aborsi
septik. Pada tipe ini, gejala klinis yang sering muncul adalah keluarnya cairan dari vagina,
pembengkakan lokal, pembentukan abses, massa tuba-ovari dan terjadinya penyakit infeksi pelvis
dengan gejala kaku pada pelvis dan mirip keganasan. Penyakit ini umumnya tidak memberikan
manifestasi pada kulit. Selain itu, terdapat juga gejala yang tidak spesifik seperti nyeri pada
bagian bawah abdomen, demam dan perdarahan vaginal di luar siklus menstrual.3,8,9,11
Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai adanya
infeksiActinomyces aktif. Sebuah studi melaporkan bahwa A. israelii menginfeksi rata-rata 1,6%–
11,6% pengguna IUD di seluruh dunia. Penggunaan IUD jangka panjang melebih 5 tahun
merupakan faktor resiko terjadinya infeksi. Pada pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan
yang menyebabkan perubahan dan nekrosis pada endometrium. Proses ini akan mencetuskan
terbentuknya keadaan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri
anaerob yang lainnya.11,17
1. Aktinomikosis kutaneus primer.
Aktinomikosis kutaneus primer merupakan tipe aktinomikosis yang paling jarang terjadi dan lebih
sering terkena pada kulit yang terpapar. Penyakit ini sering disebabkan oleh faktor trauma seperti
luka tusukan, fraktur, ekstraksi gigi dan injeksi terkontaminasi atau gigitan serangga yang
membentuk lesi pada kulit. Infeksi oleh organisme ini terjadi melalui implantasi ke jaringan
anaerob.3,14,17
Setelah beberapa waktu setelah infeksi, akan terbentuk nodul subkutaneus yang eritema. Nodul ini
menyebar secara perlahan dan membentuk sinus yang mengeluarkan pus purulen berbentuk
granul yang mudah menyebar ke organ di sekitarnya. Lesi nodular yang membentuk sinus pada
tipe ini harus dibedakan dengan gejala klinis dari penyakik infeksi kronis kulit yang lain seperti
tuberkulosis kutaneus, sporotrikosis dan nokardiosis.8,15
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granul sulfur yang merupakan penanda untuk
aktinomikosis, leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis. Untuk
membedakan dengan sporotrikosis, pada pemeriksaan ditemukan sel polimorfonuklear, eosinofil,
dan makrofag pada dinding lesi. Sedangkan pada tuberkulosis kutis didapatkanMantoux
test positif, dan bakteri tahan asam.8,19,20
Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen Gram positif dan koloni
aktinomises. Kultur ini menggunakan media anaerob seperti thioglycollate selama 14 hari.
Sedangkan pada Sporotrikosis ditemukan pengelompokan konidia.8,20
Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi yang spesifik. Tetapi
biasanya ada leukositosis, polimorfonuklear predominan, atau anemia normokrom.5
Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan plain x-ray, tapi tidak memberikan gambaran yang
khas. Pada aktinomikosis torakal gambarannya menyerupai kelainan paru-paru yang lain. CT-
Scan abdomen memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal, untuk menegakkan
diagnosis aktinomikosis abdominal.5,18

1. VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja. Dibutuhkan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun pemeriksaan kultur untuk menegakkan
diagnosis aktinomikosis. Pada aktinomikosis servikofasialis, pasien datang dengan keluhan adanya
fistula pada daerah kepala dan leher, tapi umumnya pada daerah perimandibular, disertai adanya
edema, pembengkakan jaringan lunak, pembentukan abses serta gejala umum seperti demam dan
penurunan berat badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada pemeriksaan
histopatologi menunjukkan adanya granuloma aktinomises, jaringan perifer bergranul dan berisi
sel plasma, fibroblast, sel giant, dan pembuluh darah, dan keseluruhan membentuk infiltrat
polimorfonuklear.3
Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis, keringat malam, dan
penurunan berat badan. Tidak ada perubahan pada kulit. Pasien mengalami nyeri dada dan
demam yang berlangsung lama. Pada pemeriksaan sputum, ditemukan filamen aktinomises.
Biasanya tampak granul sulfur dengan koloni sederhana. Pada pemeriksaan radiologi, dapat
menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah
dapat menunjukkan leukositosis, polimorfonuklear dominan, dan anemia normokrom.5
Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis, demam, muntah diare
atau konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan proses
inflamasi yang spesifik yang berhubungan dengan keganasan, penyakit infeksi usus, maupun
penyakit infeksi lain. CT-Scan abdomen merupakan modalitas yang dianjurkan. Pemeriksaan
tersebut memberikan gambaran lesi massa yang padat. MRI juga merupakan modalitas lain yang
memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal. Sama dengan pemeriksaan
histopatalogi aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran adanya granul sulfur dari
aktinomises.18
Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD yang lama. Gejalanya
seperti nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam, penurunan berat badan, keluar cairan maupun
darah dari vagina. Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses dan apusan servikal memberikan
karakteristik filamen gram positif dan adanya granul sulfur dengan pemberianmetilen blue 1%.
Anemia dan leukositosis dapat ditemukan pada pemeriksaan darah. Pada kasus yang berat,
pemeriksaan radiologi (CT-Scan) memberikan gambaran sebuah proses keganasan sehingga harus
dilakukan pembedahan kompleks.16
Aktinomikosis kutaneus memiliki gambaran nodul subkutaneus yang menyebar secara perlahan
membentuk sinus, dapat mengenai kelenjar limfe. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi jaringan
menunjukkan leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis.16,17,18

1. IX. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding aktinomikosis tergantung dari tempat terjadinya. Aktinomikosis memiliki gejala
yang cukup khas. Tetapi sebagai penyakit yang jarang, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan
mudah. Aktinomikosis kadang sulit didiagnosis karena menyerupai Tuberkulosis dan penyakit
noninfeksi seperti tumor ganas pada regio cervicofacial. Diagnosis ditegakkan dengan
mengidentifikasi butiran-butiran di nanah dan pada pemeriksaan histologis. Diagnosis harus
dikonfirmasi dengan kultur.7,8,21
1. Tuberkulosis Kutis
TBC kutis memiliki distribusi di seluruh dunia. Meskipun penyakit manusia denganMycobacterium
tuberculosis dan M. bovis biasanya menyebar melalui droplet, dan masuk sering melalui saluran
pernapasan, Tuberkulosis kutis juga dapat terjadi secara primer. Diagnosis banding dari
tuberkulosis yang paling mendekati aktinomikosis adalah Tuberkulosis cutis
colliquativa (skrofuloderma). Skrofuloderma adalah Tuberkulosis cutis yang dapat menyebabkan
abses dan kerusakan kulit atasnya. Skrofuloderma dapat multibasiler maupun paucibasiler.
Prevalensi tertinggi Skrofuloderma terjadi pada anak-anak, remaja dan usia lanjut.22,23
Skrofuloderma kebanyakan terjadi di regio parotis, submandibular, dan supraklavikular. Pertama
kali terlihat sebagai nodul subcutaneous yang berbatas tegas, mobile, dan asimtomatik. Semakin
membesar nodul tersebut, akan semakin lunak. Setelah beberapa bulan, pengeluaran cairan
dengan perforasi akan muncul yang menyebabkan timbulnya ulkus dan sinus. Ulkus pada
Skrofuloderma berbentuk sangat rusak, tepi kebiruan dan lunak, dan mempunyai lantai yang
bergranula.20
Nekrosis masif dan abses pada tengah lesi tidaklah spesifik. Meskipun demikian, tepi abses atau
batas dari sinus mengandung granula tuberkuloid untuk pemeriksaan histopatologis. Diagnosis
biasanya dilakukan melalui aspirasi jarum halus, atau biosi eksisi dari masa dan tes bakteriologis
melalui pewarnaan bakeri tahan asam (BTA). Apabila terdapat limfadenitis tuberkulosa atau
kerusakan tulang dan sendi, diagnosis Skrofuloderma dapat ditegakkan dengan mudah. Hasil
positif pada kultur dapat memastikan diagnosis.
Pendekatan terbaik untuk pengobatan kelainan seperti Skrofuloderma adalah obat anti
tuberkulosis konvensional. Sementara individu yang pernah kontak dekat dengan pasien, seperti
anggota keluarga, harus menjalani tes tuberkulin. Nodul yang terkena dapat disembuhkan
dengan electrosurgery, cyrosurgery, dan kuretase dengan electrodessication. Terapi farmakologis
tetap mengiringi sebagai pengobatan utama.
1. Tumor Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Kelenjar ini terletak di regio preaurikular,
jauh di dalam kulit dan jaringan subkutan. Kebanyakan tumor parotis, baik jinak maupun ganas
bermanifestasi sebagai masa yang tidak nyeri. Meskipun demikian, tumor ganas dapat merusak
nervus di sekitarnya yang menyebabkan nyeri lokal atau regional, mati rasa, parestesia, dan
kehilangan fungsi motorik.24

Gambar 14. tumor parotis


(Dikutip dari kepustakaan 25)

Pada pemeriksaan fisik, yang paling sering ditemukan adalah massa tidak nyeri tekan, mobile,
tegas, dan soliter. Dapat dilakukan inspeksi pada duktus Stensen untuk memeriksa karakter dari
aliran saliva (kejelasan, konsistensi, dan nanah), adanya kemerahan, bengkak, dan iritasi lubang
duktus.24
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tumor parotis adalah tes hematologis, serologis dan
pemeriksaan radiologis. CT-Scan hampir 100% sensitif dalam mendeteksi massa kelenjar ludah,
tetapi tidak dapat membedakan antara massa jinak dan ganas. CT-Scan membantu menentukan
ukuran dan luas tumor secara anatomis. Diagnosis pasti dari tumor parotis ditegakkan dengan
biopsi jarum halus dengan akurasi lebih dari 96% dan sensitifitas 88-98%.27
Pengobatan yang dianjurkan biasanya pembedahan untuk mengangkat kelenjar ludah yang
terkena. Jika tumor jinak, tidak ada pengobatan lain yang ganas. Kemoterapi kadang digunakan
pada pasien yang dianggap beresiko tinggi atau ketika telah menyebar ke keluar dari kelenjar
ludah.24
X. TERAPI
Terapi antimikroba yang diperpanjang (yaitu, 6-12 bulan) biasanya telah direkomendasikan untuk
pasien dengan semua bentuk klinis aktinomiksis untuk mencegah kambuhnya penyakit. Namun,
individualisasi terapi dianjurkan dimana durasi antibiotik tergantung pada beban awal penyakit,
tempat infeksi, dan respon klinis dari pengobatan. Drainase yang tepat diperlukan jika terdapat
abses. Penggunaan antibiotik telah meningkatkan prognosis untuk semua bentuk aktinomikosis.
Saat ini, tingkat kesembuhan yang tinggi dengan tidak mengalami cacat atau kematian adalah hal
yang umum. Penisilin G adalah obat pilihan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh salah
satu dari Actinomyces. Penisilin G diberikan dalam dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama,
karena infeksi memiliki kecenderungan untuk kambuh. Kebanyakan infeksi diharapkan dapat
merespon penisilin G intravena, 10 sampai 20 juta unit / hari diberikan selama 2 sampai 6
minggu, diikuti oleh phenoxypenicillin oral dalam dosis 2 sampai 4 g / hari. Terapi penisilin oral
tambahan selama beberapa minggu mungkin memadai untuk aktinomikosis servikofasial tanpa
komplikasi; kasus yang disertai komplikasi dan penyakit paru atau perut yang luas mungkin
memerlukan pengobatan selama 12 sampai 18 bulan.27
Resistensi penisilin G oleh Actinomyces selama terapi berkepanjangan jarang ditemukan.
Kombinasi penisilin (yaitu, amoksisilin, piperasilin) dan inhibitor beta-laktamase (yaitu, klavulanat,
tazobactam) dapat digunakan untuk terapi dari patogen aerobik dan anaerobik yang resisten
terhadap penisilin. Beberapa kopatogen dapat menghasilkan enzim beta-laktamase yang dapat
melindungi Actinomyces dari penisilin. 27
Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif antibiotik lini pertama
termasuk amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan klindamisin. Berikut ini
adalah dosis dari masing-masing antibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif:
● Amoksisilin: 1.5 g/hari peroral, diberikan setiap 8 jam
● Tetrasiklin: 1-2 g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam
● Doksisiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12-24 jam
● Minosiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12 jam
● Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 1-2g/hari peroral, diberikan
setiap 6 jam
● Klindamisin: 2.7g/hari intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.2-1.8g/hari peroral, diberikan
setiap 6-8jam.28
Metronidazol, aminoglikosida, aztreonam, kotrimoksazol (TMP-SMX), penisilinase (misalnya,
methicillin, nafcillin, oksasilin, kloksasilin) dan sefaleksin dan obat antijamur tidak efektif terhadap
organisme aktinomikosis. 27

1. XI. PROGNOSIS
Prognosis dari aktinomikosis tanpa pengobatan umumnya buruk. Apabila aktinomikosis didiagnosis
dini dan diobati dengan terapi antibiotik yang tepat, prognosisnya sangat baik.8
Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap di mana infeksi
didiagnosa dan diobati. Meskipun perbaikan lambat dan membutuhkan terapi antibiotik selama
berbulan-bulan, kebanyakan individu dapat pulih. Aktinomikosis servikofasial adalah yang paling
mudah diobati. Prognosis kurang menggembirakan pada aktinomikosis toraks dan abdomen atau
ketika infeksi yang meluas terjadi. Jika infeksi tidak sepenuhnya dihilangkan, individu berisiko
untuk relaps dalam bentuk yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan cedera
jaringan luas atau kematian.
1. XII. KOMPLIKASI
Komplikasi aktinomikosis diantaranya adalah:
● Abses otak
● Endokarditis
● Meningitis
● Osteomielitis
Abses yang terjadi sebagai akibat dari aktinomikosis yang dapat berkembang di berbagai tempat
di tubuh, termasuk paru-paru. Abses dapat menyebar dengan mudah dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain.7
Actinomyces dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan infeksi
dalam darah (sepsis), dalam selaput otak tulang belakang (meningitis bakteri), dalam otak (abses
otak), atau di hati. Meskipun jarang, komplikasi ini sering fatal. Aktinomikosis yang melibatkan
wajah atau leher dapat menyebar ke gusi, tulang rahang, telinga tengah (otitis media), tulang
rusuk, atau tulang belakang(osteomielitis). Aktinomikosis paru dapat menyebabkan pneumonia.29
Aktinomikosis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Aktinomikosis adalah penyakit menular yang disebabkan


oleh bakteri spesies Actinomyces species[1] seperti Actinomyces israelii atau gerencseriae A. Penyakit ini
juga dapat disebabkan oleh Propionibacterium propionicus . Actinomycosis jarang terjadi pada manusia
tetapi lebih sering pada sapisebagai penyakit yang disebut rahang bengkak. Nama ini mengacu pada
abses besar yang tumbuh di kepala dan leher hewan yang terinfeksi. Hal ini juga dapat mempengaruhi
babi, kuda, dan anjing, dan kurang sering binatang liar dan domba. Lihat: actinomycosis pada hewan.
Nama ini mengacu pada abses besar yang tumbuh di kepala dan leher hewan yang terinfeksi. Hal ini juga
dapat mempengaruhi babi, kuda, dan anjing, dan lebih sering pada binatang liar dan domba.
Lihat: Aktinomikosis pada hewan.

Daftar isi

[sembunyikan]

 1 Tanda dan gejala

 2 Penyebab

 3 Pengobatan

 4 Epidemiologi

 5 Sejarah

 6 Referensi

 7 Pranala luar

[sunting]Tanda dan gejala

Penyakit ini ditandai dengan pembentukan abses menyakitkan di mulut, paru-paru,[2][3] atau saluran
pencernaan.[4] Abses actinomycosis tumbuh lebih besar sebagai penyakit yang berlangsung, sering selama
berbulan-bulan. Pada kasus yang parah, mereka mungkin menembus tulang dan otot sekitarnya pada kulit,
di mana mereka melanggar jumlah besar terbuka dan kebocoran nanah. Kebocoran bernanah
melalui rongga sinus berisi "butiran belerang," sebenarnya tidak mengandung belerang tapi mirip seperti
belerang. Butiran ini mengandung bakteri turunan.

[sunting]Penyebab
Aktinomikosis terutama disebabkan oleh salah satu dari beberapa anggota genus bakteri Actinomyces.
Bakteri ini umumnya anaerobik. [5] Pada hewan, mereka biasanya tinggal di ruang kecil antara gigi dan
gusi, menyebabkan infeksi hanya bila mereka dapat berkembang biak dengan bebas dalam
lingkungan anoksik. Pada manusia sering menyerang orang yang bekerja sebagai dokter gigi, kebersihan
mulut yang buruk, penyakitperiodontium, atau terapi radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal
pada mukosa mulut, yang semuanya mempengaruhi perkembangan penyakit aktinomikosis. Mereka juga
penghuni normal usus buntu, aktinomikosis perut dapat mengakibatkan pengangkatan usus buntu. Tiga
lokasi yang paling umum dihuni ialah gigi, paru-paru, dan usus. Aktinomikosis tampak menyatu dengan
bakteri lain. Infeksi ini bergantung pada bakteri lain (gram positif, gram negatif, dan kokus) untuk
membantu penyerangan jaringan.

[sunting]Pengobatan

Bakteri Actinomyces umumnya sensitif terhadap penisilin, yang sering digunakan untuk mengobati
aktinomikosis. Dalam kasus alergi penisilin, doksisiklin digunakan. Sulfonamid seperti sulfametoksazol
dapat digunakan sebagai alternatif dengan dosis harian total 2-4 gram. Respon terhadap terapi lambat dan
mungkin memakan waktu berbulan-bulan.

[sunting]Epidemiologi

Resiko terjadinya penyakit lebih besar pada laki-laki antara usia 20 dan 60 tahun daripada
wanita.[6] Sebelum pengobatan antibiotik mulai tersedia, angka kejadian di Belanda dan Jerman adalah 1
per 100.000 orang / tahun.[6] Penggunaan spiral (IUD) telah meningkatkan kejadian actinomycosis
genitourinari pada wanita. Timbulnya actinomycosis mulut, yang lebih sulit untuk didiagnosis, telah
meningkat.[6]

[sunting]Sejarah

Pada tahun 1877, ahli patologi Otto Bollinger menggambarkan keberadaan Actinomyces bovis pada sapi,
dan tak lama kemudian, James Israelmenemukan Actinomyces israelii pada manusia. Pada tahun
1890, Eugen Bostroem mengisolir organisme penyebab penyakit dari budidaya gabah, rumput, dan tanah.
Setelah penemuan Bostroem ada kesalahpahaman secara umum bahwa aktinomikosis
adalah mikosis bahwa individu yang terkena yang mengunyah rumput atau jerami.

Pemain biola Joseph Joachim meninggal karena actinomycosis.

Actinomycosis
Definisi
Actinomycosis adalah infeksi terutama yang disebabkan oleh para bakteri Actinomyces israelii. Infeksi
paling sering terjadi di daerah wajah dan leher dan ditandai oleh adanya benjolan membesar
perlahan, keras, merah.
Deskripsi
Actinomycosis adalah infeksi relatif jarang terjadi dalam satu dari 300.000 (1 / 300, 000) orang per
tahun. Hal ini ditandai oleh adanya benjolan atau massa yang sering
bentuk, saluran sinus pengeringan pada permukaan kulit. Lima puluh persen kasus actinomycosis
adalah kepala dan daerah leher (Juga disebut rahang "kental" dan "actinomycosis cervicofacial"),
15% berada di dada, 20% berada di perut, dan sisanya di panggul, jantung, dan otak. Pria tiga lebih
mungkin untuk mengembangkan actinomycosis daripada wanita kali.

Penyebab dan gejala


Actinomycosis biasanya disebabkan oleh bakteri Actinomyces israelii. Bakteri ini biasanya hadir di
mulut tetapi dapat menyebabkan penyakit jika masuk jaringan berikut
cedera. Actinomyces israelii adalah anaerobik bakteri yang berarti oksigen tidak suka tapi tumbuh
sangat baik di jaringan dalam mana tingkat oksigen yang rendah. Gigi
ekstraksi, penyakit gigi, perawatan saluran akar, rahang operasi, atau kesehatan gigi yang buruk
dapat memungkinkan Actinomyces israelii menyebabkan infeksi di daerah kepala dan leher.

Gejala utama adalah actinomycosis cervicofacial


adanya benjolan keras pada wajah atau leher. Benjolan mungkin atau mungkin tidak merah. Demam
terjadi dalam beberapa kasus.

Diagnosa
actinomycosis Cervicofacial dapat didiagnosis dengan keluarga dokter atau dokter gigi dan pasien
dapat disebut lisan ahli bedah atau ahli penyakit menular. Diagnosis
actinomycosis didasarkan pada beberapa hal. Kehadiran benjolan merah dengan sinus draining pada
kepala atau leher sangat sugestif dari actinomycosis cervicofacial. Sebuah sejarah baru-baru ini
ekstraksi gigi atau tanda-tanda kerusakan gigi atau miskin gigi kebersihan membantu diagnosis.
Pemeriksaan mikroskopis fluida mengalir dari sinus menunjukkan karakteristik "belerang butiran
"(materi berwarna kuning kecil di fluida) diproduksi oleh israelii Actinomyces. Biopsi dapat dilakukan
untuk
menghapus sebuah contoh dari jaringan yang terinfeksi. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
anestesi lokal di kantor dokter. Kadang-kadang kuman bisa dibiakkan dari cairan saluran sinus atau
dari sampel jaringan yang terinfeksi.

Actinomycosis di paru-paru, perut, panggul, atau otak bisa sangat sulit untuk mendiagnosa sejak
gejala sering menyerupai penyakit lain. Actinomycosis dari
paru-paru atau perut dapat menyerupai tuberkulosis atau kanker. hasil x-ray, adanya pengeringan
saluran sinus, dan analisis mikroskopis dan biakan jaringan yang terinfeksi membantu dalam
diagnosis.

Pengobatan
Actinomycosis sulit untuk mengobati karena nya lokasi jaringan padat. Bedah sering diperlukan untuk
mengalirkan lesi dan / atau menghapus situs infeksi. Untuk membunuh
bakteri, dosis besar penisilin diberikan melalui vena harian selama dua sampai enam minggu diikuti
oleh enam hingga dua belas bulan penisilin diambil melalui mulut. Tetrasiklin, klindamisin, atau
eritromisin bisa digunakan sebagai pengganti penisilin. Terapi antibiotik harus diselesaikan untuk
memastikan bahwa infeksi tidak kembali. Hiperbarik oksigen (Oksigen di bawah tekanan tinggi) terapi
dalam kombinasi
dengan terapi antibiotik telah berhasil.

Prognosa
Lengkap pemulihan dicapai setelah pengobatan. Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebabkan tulang
lokal kehancuran.

ACTINOMYCOSIS
http://kumpulanartikelkesehatan.wordpress.com/2009/10/10/actinomycosis/
http://huisvandegrot.blogspot.com/2010/06/actinomycosis.html

1. Identifikasi – Peyakit bakteri kronis, paling sering ditemukan di rahang, thoraks dan
rongga perut. Lesi jelas terlihat berupa jaringan indurasi bernanah dan fibrotik, menyebar
secara perlahan pada jaringan sekitarnya; bisa terjadi sinusitis yang mengeluarkan discharge
dan menembus ke permukaan. Didalam jaringan yang terinfeksi, organisme tumbuh
bergerombol, disebut sebagai “granula sulfur”.

Diagnosa dibuat dengan ditemukannya, basil berbentuk langsing gram positif dengan atau
tanpa cabang yang tidak membentuk spora, atau ditemukannya “granula sulfur” pada
jaringan atau luka infeksi, atau dengan cara mengisolasi mikroorganisme dari sampel yang
tidak terkontaminasi dengan flora normal selama pengambilan.

Diagnosa klinis dan kultur bisa membedakan antara actinomycosis dan actinomycetoma, dua
penyakit yang sama sekali berbeda.

2. Penyebab penyakit.

Actinomyces israelii adalah mikroorganisme patogen bagi manusia;A. naeslundii, A. meyeri,


A. odontolyticus dan Propionibacterium propionicus (Arachnia propionica atau Actinomyces
propionicus)juga telah dilaporkan menyebabkan actinomycosis pada manusia. A.
viscosus jarang dilaporkan menyebabkan actinomycosis pada manusia tetapi dapat
menyebabkan penyakit periodontal. Semua spesies adalah gram positif, tidak tahan asam
bersifat, anaerob sampai dengan mikroaerofilik merupakan flora normal pada manusia.

3. Distribusi penyakit.

Infeksi pada manusia jarang terjadi, muncul sporadis di seluruh dunia. Semua ras, jenis
kelamin dan kelompok umur bisa terserang penyakit ini, tersering menyerang kelompok
umur 15 hingga 35 tahun; rasio laki-laki dan perempuan kira kira 2:1. Penyakit yang
menyerang ternak, kuda dan binatang lainnya disebabkan oleh spesies lain dari Actinomyces.

4. Reservoir.

Manusia merupakan reservoir alami dari A. israelii dan agen lain. Pada rongga mulut normal,
organisme hidup sebagai mahluk saprofit pada lapisan plak gigi dan kripte tonsil, tanpa
penetrasi yang jelas atau tanpa perubahan dari jaringan sekitarnya. Survei yang dilakukan di
AS, Swedia dan di beberapa negara lain secara mikroskopis, ditemukan adanya A.
israelii pada 40% dari granula kripte tonsil yang diambil, dan dengan kultur anaerob, A.
israeliiditemukan pada 30 – 48% dari spesimen ludah atau sampel dari karies gigi.
A. israelii ditemukan di sekret vagina dari kira-kira 10 % wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi spiral. Tidak ditemukan adanya reservoir diluar manusia seperti pada sedotan
minuman atau tanah.

5. Cara penularan.

Diasumsikan terjadinya penularan melalui kontak dari orang ke orang dan merupakan bagian
dari flora mulut yang normal. Dari rongga mulut organisme ini masuk ke paru-paru atau
masuk ke tenggorokan melalui luka, dengan pencabutan gigi atau abrasi dari lapisan
mukosa. Penyakit pada saluran pencernaan dan rongga perut penularan biasanya berasal
dari usus buntu. Sumber penyakit bersifat endogen.

6. Masa inkubasi.

Tidak pasti, mungkin beberapa tahun sesudah kolonisasi pada jaringan rongga mulut, dan
berhari-hari hingga berminggu-minggu sesudah terjadi luka dan penetrasi jaringan.

7. Masa penularan.

Waktu dan cara bagaimana spesies Actinomyces dan Arachnia menjadi bagian dari flora
normal rongga mulut tidak diketahui; kecuali karena gigitan manusia yang jarang terjadi,
infeksi tidak berhubungan dengan pajanan spesifik dengan orang yang terinfeksi.

8. Kerentanan dan kekebalan.

Kerentanan alami biasanya rendah. Imunitas yang terjadi sesudah terkena infeksi belum
pernah dilaporan.

9. Cara pemberantasan.

A. Tindakan pencegahan.

Tidak ada, kecuali dengan menjaga kesehatan dan kebersihan mulut dengan baik,
menghilangkan plak gigi akan mengurangi risiko infeksi mulut.

B. Pengawasan dari penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1). Laporan pada instansi kesehatan setempat; laporan resmi biasanya tidak dilakukan. Kelas
5 ( lihat tentang pelaporan penyakit menular)

2). Isolasi : tidak dilakukan.

3). Disinfeksi serentak : tidak dilakukan.


4). Karantina : tidak dilakukan.

5). Imunisasi kontak : tidak dilakukan.

6). Investigasi dari kontak dan sumber infeksi : tidak perlu.

7). Pengobatan spesifik : tidak terjadi penyembuhan spontan. Pemberian penisilin jangka
panjang dengan dosis tinggi biasanya efektif; tetrasiklin, eritromisin, klindamisin dan
sefalosporin adalah pengobatan alternatif yang lain. Drainase abses dengan tindakan bedah
kadang diperlukan.

C. Penanggulangan wabah :

Tidak dilakukan, merupakan penyakit yang sporadis.

D. Implikasi bencana : tidak ada.

E. Tindakan Internasional : tidak ada

Anda mungkin juga menyukai