Anda di halaman 1dari 18

Aktinimikosis

DEFINISI

Actinomycosisadalahpenyakitsupuratifdangranulomatosakronisdaerahcervico-
wajah, toraksatauperut.
Actinomyces spp.Aktinomikosis pada manusia pertama kali dilaporkan oleh
Lebert tahun 1857 dan pada tahun 1891 Wolf dan Israel berhasil membiakkan penyakit
ini secara anaerob yaituActinomyces israelii.Aktinomikosis adalah suatu penyakit jamur
sistemik yang disebabkan oleh jamur yang temasuk actinomyces anaerob yaitu suatu
parasit obligat (sejati) bagi manusia yaitu Actinomices bovis = Actinomyces israelii.
Penyebab paling umumdariactinomycosisadalahorganismeActinomycesisraelii
yang menginfeksimanusiadanhewan.Padasapi, penyakitinidisebut "rahangkental"
karenaabsesbesarterbentuk di sudutrahang. Padapria, A. israeliiadalahorganisme
endogen yang dapatdiisolasidarimulut orang sehat.Sering, pasien yang
terinfeksimemilikiabsesgigiataupencabutangigidanorganisme endogen menjadididirikan
di jaringan trauma
danmenyebabkaninfeksisupuratif.Iniabsestidakterbataspadarahangdanjugadapatditemuk
an di daerah dada danperut.Pasienbiasanyamenyajikandenganlesinanahpengeringan,
sehinggananahakanmenjadibahanklinis yang dikirimkelaboratorium. Diagnosis
inidapatdibuat di lantairumahsakit.Ketika vial nanahdiputar, butirankuningbelerang,
karakteristikorganismeini, dapatdilihatdenganmatatelanjang.
Inibutiranjugadapatdilihatdenganmenjalankan air sterilselamakasa yang

1
digunakanuntukmenutupilesi.Air
membilasbahanpurulenmeninggalkanbutiranemaspadakainkasa.Organismeini, yang
terjadi di seluruhdunia, dapatdilihatsecarahistologissebagai "butiranbelerang" yang
dikelilingiolehsel-selpolimorfonuklear (PMN)
membentukreaksijaringanpurulen.Organismeadalahbatang gram positif yang
seringcabang.Laboratoriumkhususharusdiperintahkanuntukbudayauntukorganismeanaer
ob.Lesiiniharuspembedahandikeringkansebelumterapiantibiotikdanobatpilihanadalahdo
sisbesarpenisilin.

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk


kuman, meskipun sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi
berlubang, pada gigi dalam pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya
berdasarkan isolasi jamur, tetapi berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang
ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai sekarang Actinomyces belum berhasil
diisolasi dari alam bebas.

Aktinomikosis merupakan infeksi dengan distribusi yang jarang dijumpai. Di


Amerika Serikat, penyakit ini sering terjadi pada lelaki. Insiden penyakit ini sukar
diprediksikan karena bukan merupakan penyakit yang sering dilaporkan.
Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada daerah
dengan sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras
dalam predileksi terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering
terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Aktinomikosis dapat menyerang semua
usia, namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi pada usia dewasa hingga usia
pertengahan, yaitu 20-50 tahun.

50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis servikofasial,


20% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis abdomino-pelvis dan 15%
dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang
melibatkan organ lain seperti sistem saraf pusat, jantung, mata adalah sangat jarang.

ETIOLOGI

2
Agen yang sering menyebabkan aktinomikosis adalah Actinomyces israelii
dan A. gerencseries. Terdapat empat spesies Actinomyces yang lain (A. viscosus, A.
odontolyticus dan A.meyeri),Propionibacterium propionum dan Bifidobacterium
dentium (A. erisonii) mungkin juga mempunyai gejala klinis yang hampir sama.

Etiologi pada human actinomycoses tidak dimiliki oleh satu spesis, tetapi


dimiliki oleh beberapa anggota yang berbeda dari genus Actinomyces,
Propionibacterium dan Bifidobacterium. Namun secara esensialnya, pada aktinomisit
patogenik, semua lesi aktinomikotik yang tipikal mengandung antara 1 hingga 10
spesies bakteri. Bakteri ini berperan sebagai patogen sinergis yang menguatkan
aktinomisit dan bertanggung jawab pada gejala awal penyakit dan kegagalan terapi.

PATOFISIOLOGI

Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran mulut


tetapi tidak menonjol pada saluran gastrointestinal bawah dan saluran genitalia wanita.
Karena mikroorganisme tersebut tidak virulen, mikroorganisme tersebut membutuhkan
perpecahan atau kerusakan membran mukosa dan kemunculan jaringan yang rusak
untuk menyerang struktur tubuh yang lebih dalam dan menyebabkan penyakit pada
manusia.
Aktinomikosis biasanya merupakan infeksi polimikrobial, dengan jumlah
bakteri yang terisolasi sebanyak 5-10 spesies bakteri. Terjadinya infeksi pada manusia
membutuhkan keterlibatan bakteri lain, yang berpartisipasi dalam pembentukan infeksi
dengan pengeluaran toksin atau enzim atau dengan menghambat pertahanan lokal
tubuh. Kumpulan bakteri tersebut bekerja sebagai copathogen yang meningkatkan
invasi Actinomycetes. Secara spesifik, bakteri tersebut berperan dalam manifestasi awal
dari aktinomikosis dan penyebab kegagalan terapi. Ketika infeksi terjadi, sebagai
pertahanan lokal terbentuk respon inflamasi yang hebat, yang bersifat supuratif dan
bergranul, serta disusul terbentuknya fibrosis. Infeksi secara khas menyebar
berdampingan, dan menyerang jaringan atau organ sekitar. Akhirnya infeksi akan
menyebabkan terbentuknya sinus sebagai tempat pengeluaran pus. Penyebaran
hematogen ke organ yang jauh dapat terjadi pada beberapa tingkatan aktinomikosis,
sedangkan penyebaran limfatogen jarang terjadi.
3
Tergantung pada tempat infeksinya, sebagian besar kasus aktinomikosis
juga disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lainnya selain Actinomyces spp. Pada
hasil kultur, telah diisolasi Acinobacillus actinomycetesmcomitans, Eikenella
corrodens, Enterobacteriaceace, dan spesies Fusobacterium, Bacteroides,
Capnocytophagia, Staphylococci, dan Streptococci. Mikroorganisme tersebut
ditemukan bersamaan dengan Actinomycessppdalam berbagai kombinasi. Rata-rata dua
sampai empat dan terkadang sampai 10 spesies biasanya ditemukan
dengan Actinomycetes. Peranan bakteri tersebut dalam patogenesis aktinomikosis tidak
jelas. Bakteri tersebut umumnya dianggap sebagai nonpatogenik dalam kasus
aktinomikosis, dengan kemungkinan bahwa penyakit aktinomikosis disebabkan oleh
infeksi polimikrobial di mana Actinomycesspp. tetap mendominasi. Ada kemungkinan
bahwa organisme lain meningkatkan patogenisitas aktinomisetes dengan menciptakan
suasana anaerob di mana Actinomyces dapat tumbuh subur. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan kadar oksigen di jaringan dan inhibisi fagosit yang diinduksi suasana
anaerob.
Sebuah tahap penting dalam perkembangan aktinomikosis adalah gangguan
pertahanan mukosa, yang memungkinkan mikroorganisme menyerang. Pada
aktinomikosis servikofasial, gangguan pertahanan mukosa dapat berasal dari sepsis di
gigi. Infeksi sering terjadi pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, atau
setelah operasi. 
Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien dengan
riwayat operasi usus (misalnya pada perforasi apendisitis akut, divertikulitis, trauma
abdomen), atau masuknya benda asing (misalnya: tulang ikan atau tulang ayam).
Aktinomikosis pelvik dapat disebabkan dari penggunaan alat IUD (intra-uterine
devices). 
Aktinomikosis pulmonar dapat disebabkan oleh masuknya sekresi orofaringeal
atau saluran pencernaan yang mengandung aktinomisetes ke dalam saluran pernapasan.
Kebersihan mulut yang buruk dan penyakit gigi terkait dapat meningkatkan risiko.
Aktinomikosis pulmonar dapat diawali ketika saliva atau material lain yang
mengandung Actinomyces spp. masuk ke dalam bronkus menyebabkan atelektasis dan
penumonitis. Saat terjadi bentuk awal inflamasi akut akan diikuti dengan karakteristik
kronik, yaitu fase indolent menghasilkan nekrosis lokal, fibrosis dan kavitas. Jika  tidak
dicegah, infeksi tersebut akan meluas ke pleura, dinding thoraks, struktur tulang, dan
jaringan lunak sekitar, serta pembentukan sinus yang dapat mengeluarkan granul sulfur.

4
MANIFESTASI KLINIS

Aktinomikosis merupakan penyakit bakteri subakut hingga kronik yang


supuratif, membentuk saluran sinus yang mengeluarkan cairan berbentuk granul sulfur.
Aktinomikosis dapat memberikan efek pada semua organ dan jaringan pada tubuh.

Terdapat lima tipe klinis utama yang dapat dikenali, tergantung dari tempat
infeksinya yaitu:

1. Aktinomikosisservikofasial
2. Aktinomikosis thorakal
3. Aktinomikosis abdominal
4. Aktinomikosis pelvik
5. Aktinomikosis kutaneus primer.

Aktinomikosis servikofasial dapat berbentuk pembengkakan yang kecil dan


keras yang berkembang di dalam mulut, wajah, leher, dan rahang.Pembengkakan ini
akan menjadi lunak dan mengeluarkan pus yang mengandung granul sulfur.Pasien juga
akan mengeluh nyeri, pruritus dan trismus.Pada aktinomikosis thorakal, didapatkan
gejala demam, berat badan menurun, batuk dan nyeri dada. Pada aktinomikosis
abdominal dan pelvik, biasanya ditemukan teraba massa dan nyeri tekan pada bagian
kuadran kanan bawah abdomen, keluar cairan dari vagina, penurunan berat badan dan
juga demam.Pada aktinomikosis kutaneus primer dapat ditemukan gejala klinis seperti
lesi berbentuk nodus, saluran sinus dan fistel pada bagian yang terinfeksi.

1. Aktinomikosis servikofasial

Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan


ditemukan dalam 50% dari kasus aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya adalah
kebersihan mulut yang buruk yang menyebabkan terjadinya abses periodontal atau
keroposan gigi, trauma orofasial, benda asing yang mempenetrasi tepi mukosa seperti
tulang ikan.

5
Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan rasa
nyeri, indurasi dan pembengkakan yang berwarna merah pudar (dull-red) pada
jaringan lunak pada daerah lesi. Massa inflamasi berada pada regio mandibula.Selain
itu, pasien juga mengeluh sering gatal dan trismus.

Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan berubah
warna menjadi warna kebiruan (bruish discoloration). Massa menjadi lebih fluktuasi
dan membentuk  saluran sinus pada extra atau intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi
edema, pembengkakan jaringan lunak dan pembentukan abses disertai gejala umum
seperti demam dan penurunan berat badan pada pasien.

Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus,


selaput otak, regio kranial dan pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada tipe ini, tidak
terdapat penyebaran melalui kelenjar limfe.

Gambar :PenderitaAktinomikosis servikofasial

2. Aktinomikosis thorakal

Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat


melibatkan paru-paru, dinding dada atau kedua-duanya. Aktinomikosis tipe ini sering
terjadi pada penderita dengan struktur gigi yang buruk dan mempunyai gejala yang
tidak spesifik seperti penurunan berat badan, nyeri dada, batuk dan demam. Gejala
klinis dan radiologi yang dimiliki mirip dengan malignansi TB.Apabila bakteri dari
paru-paru menyebar ke kulit, dapat ditemukan beberapa saluran sinus pada kulit

6
bagian thoraks. Infeksi juga dapat menyebar ke tulang iga dan membentuk
osteomielitis.

3. Aktinomikosis abdominal

Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling


sering terjadi di regio iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi adalah esofagus,
lambung dan anorektal. Pada aktinomikosis tipe ini, organ yang paling sering terkena
infeksi adalah apendiks, diikuti kolon, lambung dan hepar. Penderita yang terkena
aktinomikosis tipe ini sering bermanifestasi seperti gejala apendisitis yaitu demam,
teraba massa dan nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah abdomen serta
leukositosis.

Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran kelenjar


lunak pada organ yang terinfeksi. Namun, diagnosis dapat dipastikan dengan
pemeriksaan histopatologi untuk membedakan penyakit ini dengan neoplasma atau
infeksi lain. Massa pada lesi diambil menggunakan tekhnik aspirasi jarum halus. Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan granul sulfur dengan pewarnaan Giemsa.

Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in ano.
Penyebaran organisme ini ke hepar dapat menyebabkan gejala ikterus dan terbentuk
massa intrahepatik atau abses hepar yang multipel dan menyerupai neoplasma.
Organisme ini juga dapat menyebar ke ovarium, ginjal, kandung kemih atau tulang
belakang. Pada keadaan kronik, dapat terbentuk saluran yang menyambung langsung
ke kulit dan menjadi saluran sinus yang purulen.

4. Aktinomikosis pelvis

Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama,


prolaps uteri dan aborsi septik. Pada tipe ini, gejala klinis yang sering muncul adalah
keluarnya cairan dari vagina, pembengkakan lokal, pembentukan abses, massa tuba-
ovari dan terjadinya penyakit infeksi pelvis dengan gejala kaku pada pelvis dan mirip
keganasan. Penyakit ini umumnya tidak memberikan manifestasi pada kulit.  Selain
itu, terdapat juga gejala yang tidak spesifik seperti nyeri pada bagian bawah abdomen,
demam dan perdarahan vaginal di luar siklus menstrual.

7
Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai
adanya infeksiActinomyces aktif. Sebuah studi melaporkan bahwa A. israelii
menginfeksi rata-rata 1,6%–11,6% pengguna IUD di seluruh dunia. Penggunaan IUD
jangka panjang melebih 5 tahun merupakan faktor resiko terjadinya infeksi. Pada
pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan yang menyebabkan perubahan dan
nekrosis pada endometrium. Proses ini akan mencetuskan terbentuknya keadaan
anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri anaerob
yang lainnya.

5. Aktinomikosis kutaneus primer.

Aktinomikosis kutaneus primer merupakan tipe aktinomikosis yang paling


jarang terjadi dan lebih sering terkena pada kulit yang terpapar. Penyakit ini sering
disebabkan oleh faktor trauma seperti luka tusukan, fraktur, ekstraksi gigi dan injeksi
terkontaminasi atau gigitan serangga yang membentuk lesi pada kulit. Infeksi oleh
organisme ini terjadi melalui implantasi ke jaringan anaerob.

Setelah beberapa waktu setelah infeksi, akan terbentuk nodul subkutaneus


yang eritema. Nodul ini menyebar secara perlahan dan membentuk sinus yang
mengeluarkan pus purulen berbentuk granul yang mudah menyebar ke organ di
sekitarnya. Lesi nodular yang membentuk sinus pada tipe ini harus dibedakan dengan
gejala klinis dari penyakik infeksi kronis kulit yang lain seperti tuberkulosis kutaneus,
sporotrikosis dan nokardiosis.

2.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granul sulfur yang merupakan penanda


untuk aktinomikosis, leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan
infiltrasi dermis. Untuk membedakan dengan sporotrikosis, pada pemeriksaan
ditemukan sel polimorfonuklear, eosinofil, dan makrofag pada dinding lesi. Sedangkan
pada tuberkulosis kutis didapatkanMantoux test positif, dan bakteri tahan asam.

Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen Gram
positif dan koloni aktinomises. Kultur ini menggunakan media anaerob

8
seperti thioglycollate selama 14 hari. Sedangkan pada Sporotrikosis ditemukan
pengelompokan konidia.

1) Kultur Media

Media thioglycollate Pewarnaan PAS

 Filamen dengan pembesaran 1000x (→).Filamen-filamen Actinomyces israelii tidak


tercat oleh pengecatan H&E atau PAS

 Filamen dengan pembesaran 450x (→).Filamen-filamen Actinomyces israelii tidak


tercat oleh pengecatan H&E atau PAS

9
2) PemeriksaanLangsung

Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi yang


spesifik. Tetapi biasanya ada leukositosis, polimorfonuklear predominan, atau anemia
normokrom.

Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan plain x-ray, tapi tidak


memberikan gambaran yang khas. Pada aktinomikosis torakal gambarannya
menyerupai kelainan paru-paru yang lain. CT-Scan abdomen memberikan gambaran
adanya fistula pada daerah perianal, untuk menegakkan diagnosis aktinomikosis
abdominal.

DIAGNOSIS

Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja.


Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun
pemeriksaan kultur untuk menegakkan diagnosis aktinomikosis. Pada aktinomikosis
servikofasialis, pasien datang dengan keluhan adanya fistula pada daerah kepala dan
leher, tapi umumnya pada daerah perimandibular, disertai adanya edema,
pembengkakan jaringan lunak, pembentukan abses serta gejala umum seperti demam
dan penurunan berat badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada
pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya granuloma aktinomises, jaringan

10
perifer bergranul dan berisi sel plasma, fibroblast, sel giant, dan pembuluh darah, dan
keseluruhan membentuk infiltrat polimorfonuklear.
Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis, keringat
malam, dan penurunan  berat badan. Tidak ada perubahan pada kulit. Pasien mengalami
nyeri dada dan demam yang berlangsung lama. Pada pemeriksaan sputum, ditemukan
filamen aktinomises. Biasanya tampak granul sulfur dengan koloni sederhana. Pada
pemeriksaan radiologi, dapat menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi
maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan leukositosis,
polimorfonuklear dominan, dan anemia normokrom.
Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis,
demam, muntah diare atau konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan
darah tidak menunjukkan proses inflamasi yang spesifik yang berhubungan dengan
keganasan, penyakit infeksi usus, maupun penyakit infeksi lain. CT-Scan abdomen
merupakan modalitas yang dianjurkan. Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran
lesi massa yang padat. MRI juga merupakan modalitas lain yang memberikan
gambaran adanya fistula pada daerah perianal. Sama dengan pemeriksaan histopatalogi
aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran adanya granul sulfur dari aktinomises.
Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD yang
lama. Gejalanya seperti nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam, penurunan berat
badan, keluar cairan maupun darah dari vagina. Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses
dan apusan servikal memberikan karakteristik filamen gram positif dan adanya granul
sulfur dengan pemberianmetilen blue 1%. Anemia dan leukositosis dapat ditemukan
pada pemeriksaan darah. Pada kasus yang berat, pemeriksaan radiologi (CT-Scan)
memberikan gambaran sebuah proses keganasan sehingga harus dilakukan pembedahan
kompleks.
Aktinomikosis kutaneus memiliki gambaran nodul subkutaneus yang menyebar
secara perlahan membentuk sinus, dapat mengenai kelenjar limfe. Pemeriksaan
histopatologi dari biopsi jaringan menunjukkan leukosit polimorfonuklear dengan
keratosis epidermis dan infiltrasi dermis.

DIAGNOSIS BANDING

11
Diagnosis banding aktinomikosis tergantung dari tempat terjadinya.
Aktinomikosis memiliki gejala yang cukup khas. Tetapi sebagai penyakit yang jarang,
diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan mudah. Aktinomikosis kadang sulit
didiagnosis karena menyerupai Tuberkulosis dan penyakit noninfeksi seperti tumor
ganas pada regio cervicofacial. Diagnosis ditegakkan dengan mengidentifikasi butiran-
butiran di nanah dan pada pemeriksaan histologis. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan
kultur.

A. Tuberkulosis Kutis

TBC kutis memiliki distribusi di seluruh dunia. Meskipun penyakit manusia


denganMycobacterium tuberculosis dan M. bovis biasanya menyebar melalui droplet,
dan masuk sering melalui saluran pernapasan, Tuberkulosis kutis juga dapat terjadi
secara primer. Diagnosis banding dari tuberkulosis yang paling mendekati
aktinomikosis adalah Tuberkulosis cutis colliquativa (skrofuloderma). Skrofuloderma
adalah Tuberkulosis cutis yang dapat menyebabkan abses dan kerusakan kulit
atasnya. Skrofuloderma dapat multibasiler maupun paucibasiler. Prevalensi tertinggi
Skrofuloderma terjadi pada anak-anak, remaja dan usia lanjut.

Skrofuloderma kebanyakan terjadi di regio parotis, submandibular, dan


supraklavikular. Pertama kali terlihat sebagai nodul subcutaneous yang berbatas tegas,
mobile, dan asimtomatik. Semakin membesar nodul tersebut, akan semakin lunak.
Setelah beberapa bulan, pengeluaran cairan dengan perforasi akan muncul yang
menyebabkan timbulnya ulkus dan sinus. Ulkus pada Skrofuloderma berbentuk sangat
rusak, tepi kebiruan dan lunak, dan mempunyai lantai yang bergranula.

Nekrosis masif dan abses pada tengah lesi tidaklah spesifik. Meskipun
demikian, tepi abses atau batas dari sinus mengandung granula tuberkuloid untuk
pemeriksaan histopatologis. Diagnosis biasanya dilakukan melalui aspirasi jarum
halus, atau biosi eksisi dari masa dan tes bakteriologis melalui pewarnaan bakeri
tahan asam (BTA). Apabila terdapat limfadenitis tuberkulosa atau kerusakan tulang
dan sendi, diagnosis Skrofuloderma dapat ditegakkan dengan mudah. Hasil positif
pada kultur dapat memastikan diagnosis.

12
Pendekatan terbaik untuk pengobatan kelainan seperti Skrofuloderma adalah
obat anti tuberkulosis konvensional. Sementara individu yang pernah kontak dekat
dengan pasien, seperti anggota keluarga, harus menjalani tes tuberkulin. Nodul yang
terkena dapat disembuhkan dengan electrosurgery, cyrosurgery, dan kuretase
dengan electrodessication. Terapi farmakologis tetap mengiringi sebagai pengobatan
utama.

B. Tumor Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Kelenjar ini terletak di


regio preaurikular, jauh di dalam kulit dan jaringan subkutan. Kebanyakan tumor
parotis, baik jinak maupun ganas bermanifestasi sebagai masa yang tidak nyeri.
Meskipun demikian, tumor ganas dapat merusak nervus di sekitarnya yang
menyebabkan nyeri lokal atau regional, mati rasa, parestesia, dan kehilangan fungsi
motorik.

Pada pemeriksaan fisik, yang paling sering ditemukan adalah massa tidak
nyeri tekan, mobile, tegas, dan soliter. Dapat dilakukan inspeksi pada duktus Stensen
untuk memeriksa karakter dari aliran saliva (kejelasan, konsistensi, dan nanah),
adanya kemerahan, bengkak, dan iritasi lubang duktus.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tumor parotis adalah tes hematologis,
serologis dan pemeriksaan radiologis. CT-Scan hampir 100% sensitif dalam
mendeteksi massa kelenjar ludah, tetapi tidak dapat membedakan antara massa jinak
dan ganas. CT-Scan membantu menentukan ukuran dan luas tumor secara anatomis.
Diagnosis pasti dari tumor parotis ditegakkan dengan biopsi jarum halus dengan
akurasi lebih dari 96% dan sensitifitas 88-98%.

Pengobatan yang dianjurkan biasanya pembedahan untuk mengangkat kelenjar


ludah yang terkena. Jika tumor jinak, tidak ada pengobatan lain yang ganas.
Kemoterapi kadang digunakan pada pasien yang dianggap beresiko tinggi atau ketika
telah menyebar ke keluar dari kelenjar ludah.

2.2 PENGOBATAN

13
Terapi antimikroba yang diperpanjang (yaitu, 6-12 bulan) biasanya telah
direkomendasikan untuk pasien dengan semua bentuk klinis aktinomiksis untuk
mencegah kambuhnya penyakit. Namun, individualisasi terapi dianjurkan dimana
durasi antibiotik tergantung pada beban awal penyakit, tempat infeksi, dan respon
klinis dari pengobatan. Drainase yang tepat diperlukan jika terdapat abses.
Penggunaan antibiotik telah meningkatkan prognosis untuk semua bentuk
aktinomikosis. Saat ini, tingkat kesembuhan yang tinggi dengan tidak mengalami
cacat atau kematian adalah hal yang umum. Penisilin G adalah obat pilihan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari Actinomyces. Penisilin G
diberikan dalam dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama, karena infeksi memiliki
kecenderungan untuk kambuh. Kebanyakan infeksi diharapkan dapat merespon
penisilin G intravena, 10 sampai 20 juta unit / hari diberikan selama 2 sampai 6
minggu, diikuti oleh phenoxypenicillin oral dalam dosis 2 sampai 4 g / hari. Terapi
penisilin oral tambahan selama beberapa minggu mungkin memadai untuk
aktinomikosis servikofasial tanpa komplikasi; kasus yang disertai komplikasi dan
penyakit paru atau perut yang luas mungkin memerlukan pengobatan selama 12
sampai 18 bulan.

Resistensi penisilin G oleh Actinomyces selama terapi berkepanjangan jarang


ditemukan. Kombinasi penisilin (yaitu, amoksisilin, piperasilin) dan inhibitor beta-
laktamase (yaitu, klavulanat, tazobactam) dapat digunakan untuk terapi dari patogen
aerobik dan anaerobik yang resisten terhadap penisilin. Beberapa kopatogen dapat
menghasilkan enzim beta-laktamase yang dapat melindungi Actinomyces dari
penisilin.

Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif antibiotik


lini pertama termasuk amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan
klindamisin. Berikut ini adalah dosis dari masing-masing antibiotik yang dapat
digunakan sebagai alternatif:

Amoksisilin: 1.5 g/hari peroral, diberikan setiap 8 jam


Tetrasiklin: 1-2 g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam
Doksisiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12-24 jam
Minosiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12 jam

14
Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 1-2g/hari peroral,
diberikan setiap 6 jam
Klindamisin: 2.7g/hari intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.2-1.8g/hari
peroral, diberikan setiap 6-8jam.

Metronidazol, aminoglikosida, aztreonam, kotrimoksazol (TMP-SMX),


penisilinase (misalnya, methicillin, nafcillin, oksasilin, kloksasilin) dan sefaleksin dan
obat antijamur tidak efektif terhadap organisme aktinomikosis.

PROGNOSIS

Prognosis dari aktinomikosis tanpa pengobatan umumnya buruk. Apabila


aktinomikosis didiagnosis dini dan diobati dengan terapi antibiotik yang tepat,
prognosisnya sangat baik.

Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap di


mana infeksi didiagnosa dan diobati. Meskipun perbaikan lambat dan membutuhkan
terapi antibiotik selama berbulan-bulan, kebanyakan individu dapat pulih.
Aktinomikosis servikofasial adalah yang paling mudah diobati. Prognosis kurang
menggembirakan pada aktinomikosis toraks dan abdomen atau ketika infeksi yang
meluas terjadi. Jika infeksi tidak sepenuhnya dihilangkan, individu berisiko untuk
relaps dalam bentuk yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan
cedera jaringan luas atau kematian.

15
KOMPLIKASI

Komplikasi aktinomikosis diantaranya adalah:

Abses otak
Endokarditis
Meningitis
Osteomielitis

Abses yang terjadi sebagai akibat dari aktinomikosis yang dapat berkembang
di berbagai tempat di tubuh, termasuk paru-paru. Abses dapat menyebar dengan
mudah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain.

Actinomyces dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,


menyebabkan infeksi dalam darah (sepsis), dalam selaput otak tulang belakang
(meningitis bakteri), dalam otak (abses otak), atau di hati. Meskipun jarang,
komplikasi ini sering fatal. Aktinomikosis yang melibatkan wajah atau leher dapat
menyebar ke gusi, tulang rahang, telinga tengah (otitis media), tulang rusuk, atau
tulang belakang(osteomielitis). Aktinomikosis paru dapat menyebabkan pneumonia.

16
Actinomycosisadalahpenyakitsupuratifdangranulomatosakronisdaerahcervico-
wajah, toraksatauperut.Penyebab paling
umumdariactinomycosisadalahorganismeActinomycesisraelii yang
menginfeksimanusiadanhewan.Padasapi, penyakitinidisebut "rahangkental".Padapria,
A. israeliiadalahorganisme endogen yang dapatdiisolasidarimulut orang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cet. 2, ed. 3. Jakarta : FKUI.

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit Kulit, Cet. 1. Jakarta : Hipokrates.

Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III. Jil. 2. Jakarta : Media

Aesculapius.

17
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit II. Ed. 6,

Cet. 1 :Jillid II Jakarta: EGC.

http://defimauliyah.blog.unissula.ac.id/2012/02/06/aktinomikosis/

18

Anda mungkin juga menyukai