Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanganan segera yang sering berupa tindak bedah,
misalnya pada perforasi, obstruksi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun
di saluran cerna. Infeksi, obstruksi, atau strangulasi saluran cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi
saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
1,2

Peradangan peritoneum peritonitis! merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ"organ abdomen misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal!, ruptura saluran cerna,
komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Peritonitis menggambarkan sebuah penyebab penting morbiditas dan mortalitas
bedah.
1,#,$

Peritonitis dapat terjadi secara lokalisata maupun generalisata, dan
diperkirakan melalui tiga fase% pertama, fase pembuangan cepat kontaminan"
kontaminan dari ka&um peritoneum ke sirkulasi sistemik' kedua, fase interaksi
sinergistik antara aerob dan anaerob' dan ketiga' fase usaha pertahanan tubuh
untuk melokalisasi infeksi. Peritonitis generalisata umumnya sering berhubungan
dengan disfungsi(kegagalan organ, dan mortalitas dapat mencapai 2)"$)*.
$

1.2. Tujuan
+ujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik ,enior -epartemen .nestesiologi dan +erapi Intensif /akultas Kedokteran
0ni&ersitas ,umatera 0tara 1 2,0P 3. .dam 4alik 4edan dan meningkatkan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai aspek anestesi pada peritonitis.
1
1.3. Manfaat
4anfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai aspek anestesi pada peritonitis yang berlandaskan teori sehingga
peritonitis dapat dikenali dan ditatalaksana sedini mungkin sesuai kompetensinya
pada tingkat pelayanan primer.

2
BAB 2
ISI
2.1. Anatom !an "#olog Pertoneum
Peritoneum merupakan membran serosa terbesar tubuh, yang terdiri dari
selapis epitel gepeng mesotelium! dengan lapisan penyokong berupa jaringan
penghubung areolar yang mendasarinya. Peritoneum dibagi menjadi peritoneum
parietal yang melapisi dinding ka&um abdominopel&ik, dan peritoneum &iseral
yang melapisi beberapa organ di dalam ka&um. ,uatu ruang sempit yang
mengandung cairan serosa pelumas yang berada di antara peritoneum parietal dan
&iseral disebut ka&um peritoneum. Pada beberapa penyakit, ka&um peritoneum
dapat membesar akibat akumulasi beberapa liter cairan, dan kondisi ini disebut
asites.
5
6eberapa organ berada pada bagian posterior dari dinding abdomen dan
dilapisi peritoneum hanya pada permukaan anteriornya saja. 7rgan"organ tersebut
tidak berada di dalam ka&um peritoneum. 7rgan"organ seperti ginjal, kolon
asenden dan desenden, duodenum dari usus halus, dan pankreas disebut sebagai
organ retroperitoneal.
5
+idak seperti perikardium dan pleura yang melindungi jantung dan paru,
peritoneum mengandung lipatan"lipatan besar yang melingkupi &isera. 8ipatan"
lipatan tersebut mengikat organ"organ satu sama lain dan juga mengikat dinding
ka&um abdomen. 8ipatan"lipatan tersebut juga mengandung pembuluh darah,
saluran limfe, dan saraf"saraf yang menyuplai organ"organ pada abdomen. .da
lima lipatan peritoneum utama, yakni omentum besar, ligamentum falsiformis,
omentum kecil, mesenterium, dan mesokolon.
5

Peritoneum parietal mendapat iner&asi dari ner&us interkostalis 9"11 dan
ner&us subkostalis. Peritoneum parietal yang melapisi sisi kaudal diafragma
diiner&asi oleh ner&us frenikus &.c #"5!. Peritoneum &iseral mendapat iner&asi
sesuai organ yang ditutupinya.
5

Peritoneum berfungsi untuk mengurangi gesekan antar organ intra abdomen
agar dapat bergerak bebas. Peritoneum menghasilkan cairan peritoneum sekitar
#
1)) cc berwarna kuning jernih. :ika terjadi cedera peritoneum, daerah defek
mesotelium akan segera ditutupi oleh mesotelium sekitarnya dan sembuh dalam
waktu #"5 hari. :ika cedera cukup luas dan membran basalis terpapar cairan
peritoneum maka akan memacu timbulnya jaringan fibrosis sehingga timbul
adhesi yang akan mencapai maksimal 2"# minggu setelah cedera.
;


2.2. Pertont#
2.2.1. Defn#
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel"
sel, dan pus' biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada
abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi pada peritoneum.
1,#,<
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil"kecilan!, namun apabila terjadi kontaminasi yang terus menerus,
bakteri yang &irulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau en=im
pencerna aktif, hal tersebut merupakan faktor"faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis.
<
2.2.2. Etolog
Peritonitis umumnya disebabkan oleh bakteri, namun dapat juga
disebabkan oleh =at kimia aseptik!, empedu, tuberkulosis, klamidia, diinduksi
obat atau diinduksi oleh penyebab lainnya yang jarang. Peritonitis bakterial dapat
diklasifikasikan primer atau sekunder, bergantung pada apakah integritas saluran
gastrointestinal telah terganggu atau tidak.
$
Peritonitis bakterial primer Spontaneous Bacterial Peritonitis(,6P!
merupakan infeksi bakteri yang luas pada peritoneum tanpa hilangnya integritas
saluran gastrointestinal. 3al ini jarang terjadi, tetapi umumnya muncul wanita usia
remaja. >)* kasus ,6P terjadi akibat infeksi monomikroba. Streptococcus
pneumoniae biasanya merupakan organisme penyebabnya. /aktor risiko yang
berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intra abdomen,
imunosupresi, dan splenektomi. Kelompok risiko tinggi adalah pasien dengan
$
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis
hepatis dengan asites.
#,$,;,<
Peritonitis bakterial sekunder merupakan infeksi peritoneum akut yang
terjadi akibat hilangnya integritas saluran gastrointestinal. Kuman aerob dan
anaerob sering terlibat, dan kuman tersering adalah Escherichia coli dan
Bacteroides fragilis.
$
6akteri dapat mengin&asi ka&um peritoneum melalui empat cara% 1!
in&asi langsung dari lingkungan eksternal misalnya pada luka tusuk abdomen,
infeksi saat laparatomi!' 2! translokasi dari organ dalam intra abdomen yang
rusak misalnya pada perforasi ulkus duodenum, gangren usus yakni pada
apendisitis, trauma, atau iatrogenik pada bocornya anastomosis!' #! melalui
aliran darah dan(atau translokasi usus, misalnya pada peritonitis primer dimana
terjadi tanpa sumber infeksi yang jelas sebagai contoh peritonitis Streptococcus
-hemolyticus primer dan pasien post splenektomi, ,6P pada pasien dengan gagal
hati dan asites!' dan $! melalui saluran reproduksi wanita misalnya penyebaran
langsung dari lingkungan eksternal, peritonitis pneumkokus primer, salpingitis
akut, perforasi uterus akibat alat intra uterus!.
$
Peritonitis akibat =at kimia aseptik! terjadi sekitar 2)* dari seluruh kasus
peritonitis, dan biasanya sekunder dari perforasi ulkus duodenum atau gaster.
Peritonitis steril akan berlanjut menjadi peritonitis bakterial dalam waktu
beberapa jam akibat transmigrasi mikroorganisme misalnya dari usus!.
$
Peritonitis biliaris merupakan bentuk yang jarang dari peritonitis steril dan
dapat terjadi berbagai sumber penyebab% iatrogenik misalnya kelicinan saat
penyatuan duktus sistikus saat kolesistektomi!, kolesistitis akut, trauma, dan
idiopatik.
$

6entuk peritonitis lainnya yang dapat terjadi adalah peritonitis
tuberkulosis, peritonitis klamidia, dan peritonitis akibat obat dan benda asing.
$
2.2.3. Patof#olog
Peritonitis diperkirakan melalui tiga fase% pertama, fase pembuangan cepat
kontaminan"kontaminan dari ka&um peritoneum ke sirkulasi sistemik' kedua, fase
5
interaksi sinergistik antara aerob dan anaerob' dan ketiga' fase usaha pertahanan
tubuh untuk melokalisasi infeksi.
$
Pada fase pertama terjadi pembuangan cepat kontaminan"kontaminan dari
ka&um peritoneum ke sirkulasi sistemik. 3al ini terjadi karena cairan peritoneum
yang terkontaminasi bergerak ke arah sefal sebagai respons terhadap perbedaan
gradien tekanan yang dibuat oleh diafragma. ?airan tersebut melewati stomata
pada peritoneum diafragmatika dan diabsorpsi ke lakuna limfatik. ?airan limfe
akan mengalir ke duktus limfatikus utama melalui nodus substernal. ,eptikemia
yang terbentuk umumnya melibatkan bakteri Gram negatif fakultatif anaerob dan
berhubungan dengan morbiditas yang tinggi.
$
Pada fase kedua terjadi interaksi sinergistik antara kuman aerob dan
anaerob dimana mereka akan menghadapi sel"sel fagosit dan komplemen pejamu.
.kti&asi komplemen merupakan kejadian awal pada peritonitis dan melibatkan
imunitas bawaan dan didapat. .kti&asi tersebut muncul terutama melalui jalur
klasik, dengan jalur alternatif dan lektin yang membantu. ,urfaktan fosfolipid
yang diproduksi oleh sel mesotel peritoneum bekerja secara sinergis dengan
komplemen untuk meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. ,el mesotel
peritoneum juga merupakan sekretor poten mediator pro"inflamasi, termasuk
interleukin-6, interleukin-8, monocyte chemoattractant protein-1, macrophage
inflammatory protein-1, dan tumor necrosis factor-. 7leh karena itu, sel
mesotel peritoneum memegang peranan penting pada jalur pensinyalan sel untuk
memanggil sel"sel fagosit ke ka&um peritoneum dan upregulation sel mast dan
fibroblas pada submesotelium.
$

Pada fase ketiga terjadi usaha sistem pertahanan tubuh untuk melokalisasi
infeksi, terutama melalui produksi eksudat fibrin yang mengurung mikroba di
dalam matriksnya dan mempromosikan mekanisme efektor fagositik lokal.
@ksudat fibrin tersebut juga mempromosikan perkembangan abses. Pengaturan
pembentukan dan degradasi fibrin merupakan hal &ital pada proses ini. .kti&itas
pengaktifan plasminogen yang dibuat oleh sel mesotel peritoneum menentukan
apakah fibrin yang terbentuk setelah cedera peritoneum dilisiskan atau dibentuk
menjadi adhesi fibrin. ,ecara khusus, tumor necrosis factor- menstimulasi
;
produksi plasminogen activator-inhiitor-1 oleh sel mesotel peritoneum, yang
menghambat degradasi fibrin.
$

2.2.$. Manfe#ta# %ln#
Pada peritonitis terjadi pergeseran cairan dan gangguan metabolik.
/rekuensi jantung dan frekuensi napas pada awalnya akan meningkat sebagai
hasil dari refleks &olumetrik, intestinal, diafragmatik, dan nyeri. .sidosis
metabolik dan peningkatan sekresi aldosteron, antidiuretic hormone .-3!, dan
katekolamin yang juga menyusul akan mengubah cardiac output dan respirasi.
Protein akan dirusak dan glikogen hati dimobilisasikan akibat tubuh sedang
memasuki suatu keadaan katabolisme yang hebat. Ileus paralitik dapat terjadi,
yang kemudian akan menyebabkan sekuestrasi hebat cairan, dan hilangnya
elektrolit dan eksudat kaya protein. -istensi abdomen yang hebat akan
menyebabkan ele&asi diafragma, dan akan menyebabkan atelektasis dan
pneumonia. Gagal organ multipel, koma, dan kematian akan mengancam jika
peritonitis tetap berlangsung dan gagal untuk terlokalisasi.
$

2.2.&. Dagno##
-iagnosis peritonitis biasanya secara klinis. .namnesis sebaiknya
termasuk operasi abdomen yang baru saja, peristiwa sebelum peritonitis,
perjalanan anamnesis, penggunaan agen immunosuppresif, dan adanya penyakit
contoh% inflammatory o!el disease" diverticulitis" peptic ulcer disease! yang
mungkin menjadi predisposisi untuk infeksi intra abdomen.
#
Pada pemeriksaan fisik, banyak dari pasien yang mempunyai suhu tubuh
lebih dari #9
o
?, meskipun pasien dengan sepsis berat bisa menjadi hipotermi.
+akikardia bisa ada, sebagai hasil dari pelepasan mediator inflamasi, dan
hipo&olemia intra&askular akibat muntah dan demam. -engan dehidrasi progresif,
pasien bisa menjadi hipotensif 5"1$* pasien!, juga oliguria atau anuria. -engan
peritonitis berat, akan tampak jelas syok sepsis. ,yok hipo&olemik dan gagal
organ multipel pun dapat terjadi.
#,$
<
Ketika melakukan pemeriksaan abdomen pasien yang dicurigai peritonitis,
posisi pasien harus supinasi. 6antal dibawah lutut pasien bisa membuat dinding
abdominal relaksasi.
#
Pada pemeriksaan abdomen, hampir semua pasien menunjukkan
tenderness pada palpasi, juga menunjukkan kekakuan dinding abdomen.
Peningkatan tonus muskular dinding abdomen mungkin &olunter, respons
in&olunter sebab iritasi peritoneum. .bdomen sering mengembung dengan suara
usus hipoaktif atau tidak ada. +anda gagal hepatik contoh% jaundice, angiomata!
bisa terjadi. Pemeriksaan rektal sering meningkatkan nyeri abdomen, terutama
dengan inflamasi organ pel&ik, tetapi jarang mengindikasikan diagnosis spesifik.
4assa inflamasi kenyal di kanan bawah mengindikasikan appendisitis, dan
fluktuasi dan penuh bagian anterior bisa mengindikasikan cul de sac ascess.
#,<
Pada pasien wanita, penemuan pemeriksaan bimanual dan &aginal bisa
dengan penyakit inflamasi pel&ik contoh% endometriosis, salpingo"ooforitis, abses
tubo"o&arian!, tetapi pada pemeriksaan sulit untuk menginterpretasikan peritonitis
berat.
#
Pemeriksaan fisik lengkap penting untuk menghindari adanya gejala yang
mirip dengan peritonitis. 4asalah toraks dengan iritasi diafragma contoh%
empiema!, ekstraperitoneal pielonefritis, sistitis, retensi urin akut!, dan dinding
abdomen contoh% infeksi, hematoma rektus! bisa meniru tanda dan gejala pasti
dari peritonitis.
#
:adi keluhan pokok pada peritonitis adalah nyeri abdomen dan lemah.
,edangkan tanda penting yang dapat dijumpai pada pasien peritonitis antara lain
pasien tampak ketakutan, diam atau tidak mau bergerak, perut kembung, nyeri
tekan abdomen, defans muskular, bunyi usus berkurang atau menghilang, dan
pekak hati menghilang.
#
3asil pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada pasien
peritonitis antara lain leukositosis, peningkatan hematokrit, dan asidosis
metabolik.
;

Prediktor tunggal paling baik dari ,6P adalah jumlah neutrofil cairan
asites A 5)) sel(B8, dengan sensiti&itas 9;* dan spesifisitas >9*. ?airan
peritoneum seharusnya die&aluasi untuk glukosa, protein, 8aktat -ehidrogenase
8-3!, jumlah sel, pewarnaan gram, dan kultur aerobik dan anaerobik. ?airan
9
peritoneum pada peritonitis bakterial umumnya menunjukkan p3 rendah dan le&el
glukosa munurun dengan le&el 8-3 dan protein meningkat. 6iasanya, p3 cairan
asites C <,#$ adalah diagnosis ,6P. ,6P ditegakkan ketika jumlah P4D A 25)
sel(B8 dengan hasil kultur bakterial positif. Keraguan menegakkan ,6P jika hasil
kultur cairan asites negatif tetapi jumlah P4D A 25) sel(B8.
#
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen # posisi anterior, posterior,
lateral!. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus
buntu apendiks! atau karena sebab lain, tanda utama radiologi% 1! posisi
supinasi, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada ka&um abdomen' 2! posisi duduk atau berdiri, didapatkan free
air subdiafragma berbentuk bulan sabit semilunar shado!!' dan #! posisi #eft
#ateral $ecuitus 88-!, didapatkan free air intra peritoneal pada daerah perut
yang paling tinggi. 8etaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pel&is dengan dinding abdomen. :adi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu
adanya kekaburan pada ka&um abdomen, preperitonial fat dan psoas line
menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
;,9
2.2.'. Dagno## Ban!ng
Pneumonia basal, infark miokardium, gastroenteritis, hepatitis, dan infeksi
saluran kemih mungkin sering salah didiagnosis dengan peritonitis. Penyebab lain
nyeri abdomen yang hebat adalah obstruksi saluran cerna, kolik ureter, dan kolik
bilier.
$

2.2.(. Penatalak#anaan
2.2.(.1. Tera) %on#er*atf
+erapi medikamentosa diindikasikan jika% 1! infeksi telah terlokalisasi
misalnya appendi% mass!' 2! penyebab peritonitis tidak membutuhkan tindakan
pembedahan misalnya pankreatitis akut!' #! pasien tidak cocok untuk anestesi
umum(general anaesthesia misalnya pada pasien lanjut usia, pasien sekarat
dengan komorbiditas yang hebat!' dan $! fasilitas medis tidak dapat mendukung
manajemen bedah yang aman. @lemen utama pada terapi medikamentosa adalah
hidrasi cairan melalui i&v& line dan antibiotik spektrum luas. +erapi suportif
sebaiknya mencakup early enteral feeding daripada total parenteral nutrition!
untuk pasien dengan sepsis abdomen yang kompleks di I?0.
$

>
2.2.(.2. Tera) Segera +Immediate,
Penanganan pasien peritonitis saat pertama kali datang tetap mengikuti
kaidah primary survey 'ir!ay, Breathing, (irculation, $isaility, dan
E%posure!.
>,1),11

-alam hal air!ay, kelancaran jalan napas harus dijaga. Penilaian adanya
obstruksi jalan napas harus dilakukan segera. ,elain melakukan pembebasan jalan
napas, harus juga dijaga agar leher tetap dalam posisi netral.
>,1),11

-alam hal reathing, penolong harus membebaskan leher dan dada
sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala. 8alu dinilai laju dan dalamnya
pernapasan. Inspeksi dan palpasi leher dan dada dilakukan untuk menentukan
adanya de&iasi trakea, pemakaian otot pernapasan tambahan, dan tanda cedera
lainnya. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi merupakan hal &ital untuk semua
pasien syok. 3ipoksia dapat dipantau melalui pulse o%imetry atau pemeriksaan
.nalisis Gas -arah .G-.!.
$,>,1),11

-alam hal circulation, harus dilakukan kontrol perdarahan. Penilaian
kecepatan, kualitas, dan keteraturan nadi harus dilakukan. Earna kulit dan
tekanan darah juga harus dinilai. ) i&v line berukuran besar harus segera dipasang,
terutama pada pasien dengan ancaman syok. Pasien peritonitis umumnya datang
dengan keadaan dehidrasi bahkan syok. 2esusitasi cairan merupakan hal penting
dalam menangani keadaan tersebut. 2esusitasi cairan diawali dengan pemberian
kristaloid i.&. hangat. Folume cairan yang diberikan disesuaikan dengan derajat
dehidrasi dan syok. ,ubstitusi elektrolit terutama kalium! kadang diperlukan.
Pasien perlu dipasang kateter urin untuk memantau urine output tiap jam. ,ampel
darah diambil untuk pemeriksaan darah rutin, analisis kimia, tes kehamilan,
golongan darah dan cross match, dan .G-..
$,>,1),11

-alam hal disaility, dilakukan pemeriksaan neurologis singkat. +ingkat
kesadaran ditentukan dengan menggunakan skor *lasgo! (omma Scale G?,!.
Pupil dinilai besarnya dan refleks cahayanya.
$,>,1),11
-alam hal e%posure, pakaian penderita dibuka dan dilakukan
pencegahan hipotermia.
>
6ila seluruh penilaian dan penangan awal pada primary survey sudah
dilakukan dan pasien telah stabil, maka dapat dilakukan secondary survey. Pada
secondary survey, dilakukan penilaian terhadap seluruh sistem organ secara
1)
lengkap dan komprehensif, yakni sistem pernapasan reathing(61!, sistem
peredaran darah lood(62!, sistem saraf rain(6#!, sistem saluran kemih
ladder(6$!, sistem pencernaan o!el(65!, dan sistem muskuloskeletal
one(6;!.
>

Pasien peritonitis umumnya datang dengan keadaan dehidrasi bahkan
mungkin syok. -ehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan
cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit. -ehidrasi terjadi karena kehilangan air output! lebih banyak daripada
pemasukan air input!. ?airan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit.
12
Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun,
kulit bibir dan lidah kering, sali&a menjadi kental. +urgor kulit dan tonus
berkurang, apatis, gelisah, dan kadang"kadang disertai kejang. .khirnya timbul
gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan
lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan
+ussmaul.
12,1#
6erdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi
menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
2,12,1#,1$
+abel 2.1. Klasifikasi -ehidrasi 6erdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan /isik
Tan!a-Tan!a
%ln#
.ngan Se!ang Berat
3emodinamik +akikardi +akikardi,
hipotensi
ortostatik, nadi
lemah, &ena
kolaps
+akikardi,
sianosis, nadi sulit
diraba, akral
dingin
:aringan 4ukosa lidah
kering
8idah lunak,
keriput
.tonia, mata
cekung(corong
+urgor Kulit C CC CCC
0rin Pekat Pekat, jumlah
menurun
7liguria
Kesadaran Dormal .patis, gelisah Koma
-efisit #"5* 66 ;"9* 66 1)* 66
11
6erdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi%
1! dehidrasi hiponatremik atau hipotonik, 2! dehidrasi isonatremik atau isotonik,
dan #! dehidrasi hipernatremik atau hipertonik.
12,1#,1$
-ehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih
besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 1#) m@G(8. .pabila terdapat
kadar natrium serum 12)"125 m@G(8, maka akan terjadi keluhan pusing, mual,
muntah, atau bingung. .pabila kadar natrium turun sampai di bawah 115 m@G(8,
akan terjadi kejang, koma, bahkan kerusakan neurologis permanen. Kehilangan
natrium dapat dihitung dengan rumus %
-efisit natrium m@G! H 1#5 " , Da! air tubuh total dalam 8! ),; I berat badan
dalam kg!.
12,1#,1$,15
-ehidrasi isonatremik isotonik! terjadi ketika hilangnya cairan sama
dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama
jumlahnya(besarnya dalam kompartemen cairan ekstra&askular maupun
intra&askular. Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 1#)"15) m@G(8. +idak
ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik.
12,1#,1$,15
-ehidrasi hipernatremik hipertonik! terjadi ketika cairan yang hilang
mengandung lebih sedikit natrium daripada darah kehilangan cairan hipotonik!,
kadar natrium serum J 15) m@G(8. Kehilangan natrium serum lebih sedikit
daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di ekstra&askular pindah ke
intra&askular meminimalisir penurunan &olume intra&askular. -ehidrasi
hipertonik dapat terjadi karena pemasukan intake! elektrolit lebih banyak
daripada air. ?airan rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula
garam yang tidak tepat takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap
kejadian hipernatremia. +erapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar
karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum dengan
perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. :ejas serebri ini dapat
mengakibatkan defisit neurologis menetap.
12,1#,1$,15
2esusitasi cairan adalah tindakan mengganti kehilangn cairan tubuh
yang hilang patologis kembali menjadi normal. .lgoritme penanganan pasien
dengan dehidrasi meliputi langkah"langkah berikut ini% 1! Pemasangan jalur
12
intra&ena ukuran besar untuk akses pemberian terapi cairan' 2! 4enilai kondisi
umum pasien seperti hemodinamik, jaringan, turgor kulit, urin, dan kesadaran,
untuk kemudian pasien diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya' #!
4enghitung perkiraan kehilangan cairan berdasarkan derajat dehidrasi dan berat
badan pasien' $! 4emberikan terapi cairan berdasarkan derajat dehidrasinya
dimana pasien dengan dehidrasi berat, dilakukan pemberian cairan awal dehidrasi
tahap cepat! dengan kecepatan 2)"$) ml(kg66(jam selama #)";) menit.
,elanjutnya diberikan terapi cairan tahap lambat yang dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu 9 jam pertama dan 1; jam berikutnya. Pada 9 jam pertama, diberikan
setengah dari kekurangan cairan yang telah dihitung sebelumnya dikurangi cairan
yang diberikan pada tahap cepat, ditambah dengan cairan rumatan untuk 9 jam.
0ntuk 1; jam berikutnya, diberikan setengah dari kekurangan cairan yang telah
dihitung sebelumnya dikurangi cairan yang diberikan pada tahap cepat, ditambah
dengan cairan rumatan untuk 1; jam. +erapi cairan pada dehidrasi derajat ringan
atau sedang langsung dimulai dengan tahap lambat seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. :enis cairan yang dipilih untuk terapi cairan pada pasien dengan
dehidrasi adalah kristaloid seperti 2inger 8aktat, 2inger .setat, atau Da?l ),>*.
Kristaloid juga dipilih untuk memberikan cairan rumatan' 5! 4elakukan
penilaian dari respon pasien terhadap terapi cairan yang diberikan. .pabila pasien
berespon dengan baik, diteruskan pemberian cairan rumatan. .pabila pasien tidak
berespon terhadap terapi cairan yang diberikan, dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menemukan penyebab lain dari dehidrasi. ,elain itu, kondisi ini dapat
pula diakibatkan oleh terapi cairan yang kurang adekuat, sehingga perlu dilakukan
penilaian ulang terhadap derajat dehidrasi pasien dan kebutuhan cairannya.
12,1#,1$
Kebutuhan normal untuk rumatan dapat dilihat pada tabel berikut%
+abel 2.2. Kebutuhan Dornal ?airan 2umatan
12,1#,1$

6erat 6adan :umlah cairan
) 1 1) kg $ml(kg(jam
1) 1 2) kg berikutnya +ambahkan 2ml(kg(jam
0ntuk setiap kg di atas 2)kg +ambahkan 1ml(kg(jam
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intra&ena, pemberian antibiotik yang sesuai,
1#
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik apendiks, dsb! atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar, dan tindakan"tindakan menghilangkan nyeri.
.ntibiotik yang diberikan harus spektrum luas, dapat menjangkau bakteri aerob
dan anaerob, dan diberikan secara intra&ena. ,efalosporin generasi ketiga dan
metronida=ole merupakan terapi antibiotik utama yang sering diberikan. 0ntuk
pasien yang menderita peritonitis yang didapat di rumah sakit misalnya
kebocoran anastomosis! atau yang membutuhkan terapi intensif, terapi garis
kedua dengan meropenem atau kombinasi piperacilin dan ta=obactam
direkomendasikan. +erapi antijamur juga sebaiknya dipertimbangkan untuk
menjangkau spesies ?andida yang mungkin menginfeksi. Penggunaan antibiotik
lebih awal dan sesuai merupakan kunci untuk mengurangi mortalitas pada pasien
dengan syok septik yang berhubungan dengan peritonitis. ,elain untuk
dekompresi saluran cerna, penggunaan pipa nasogastrik juga berfungsi untuk
mengurangi risiko pneumonia aspirasi.
1,$
2.2.(.3. Tera) Defntf
8aparotomi biasanya dilakukan melalui upper atau lo!er middle
incision bergantung pada dugaan lokasi patologis!. +ujuan dari laparotomi
adalah% 1! membuktikan penyebab peritonitis, 2! mengontrol sumber sepsis
dengan membuang organ yang meradang atau iskemik atau menutup organ yang
bocor!, #! melakukan pencucian ka&um peritoneum yang efektif.
$
4engontrol sumber utama sepsis adalah hal yang esensial. 3anya
terdapat sedikit bukti tentang manfaat klinis irigasi peritoneum. 3al ini mungkin
dikarenakan adanya resistensi koloni mikroba peritoneum terhadap pencucian
peritoneum, atau karena adanya kerusakan ikutan yang timbul pada sel
mesotelium. Pembuangan debris"debris, fekal, atau pus dari ka&um peritoneum
mungkin cukup berguna daripada melakukan irigasi yang hebat pada ka&um
peritoneum. .ntibiotik dapat diberikan hingga 5 hari setelah operasi pada kasus
peritonitis difusa atau kompleks.
$

1$
8aparoskopi juga merupakan modalitas terapi alternatif yang dapat
dilakukan. 8aparoskopi juga terbukti efektif untuk penanganan apendisitis akut
dan perforasi ulkus duodenum. 8aparoskopi juga bisa digunakan untuk perforasi
kolon, namun angka kon&ersi ke laparotomi tinggi ,yok atau ileus merupakan
kontraindikasi laparoskopi.
$
Penggunaan drain cenderung efektif untuk mendrainase ruang yang
terlokalisasi, namun kurang efektif bila digunakan untuk mendrainase seluruh
ka&um peritoneum. 3anya sedikit bukti yang mendukung penggunaan drain
profilaksis setelah laparotomi.
$
2.2./. Progno##
Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses peritonitis
sudah terjadi. ,emakin lama orang dalam keadaan peritonitis akan mempunyai
prognosis yang makin buruk. Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga,
tergantung lamanya peritonitis% 1! kurang dari 2$ jam% prognosisnya J >) *' 2!
2$ 1 $9 jam% prognosisnya ;) *' dan #! lebih dari $9 jam% prognosisnya 2) *.
1
6elum ada suatu tes laboratorium yang mudah dan tersedia untuk
memprediksi keparahan dan prognosis pasien peritonitis. Konsentrasi interleukin-
18 intraperitoneum dan kultur jamur berhubungan dengan prognosis yang buruk,
namun tes laboratorium ini memiliki aplikabilitas klinis yang kecil.
$

2.2.0. %om)lka#
,yok septik, abses intraabdomen, dan adhesi merupakan komplikasi yang
dapat terjadi pada peritonitis. Pasien dengan syok septik membutuhkan perawatan
di I?0. ,epsis abdomen membawa mortalitas #)";)*. Keluaran dari sepsis
abdomen biasanya buruk meskipun telah dirawat di I?0. /aktor"faktor yang
berhubungan dengan risiko mortalitas antara lain usia, skor .P.?3@ II skor
prognostik!, syok septik, penyakit kronik, jenis kelamin wanita, sepsis yang
berasal dari saluran cerna atas, dan kegagalan mengatasi sumber sepsis. .dhesi
dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna atau &ol&ulus.
$

15
DA"TA. PUSTA%A
1. ,jamsuhidajat, 2., -ahlan, 4urni=al, dan :usi, -jang. 6uku .jar Ilmu 6edah
@disi #. :akarta% @G?, 2)11' Gawat .bdomen.
2. :ames, -a&id. .naesthetic .ssessment of Patients with Gastrointestinal
Problems. 'naesthesia and ,ntensive (are -edicine 2))>' 1) <!% #19"#22.
#. .rief, 4., ,uprohaita, Eahyu, I.K., and Eieiek, ,. Kapita ,elekta Kedokteran
@disi #. :akarta% 4edia .esculapius /K0I, 2)))' 6edah -igestif.
$. ,kipworth, 2.:.@ and /earon, K.?.3. .cute .bdomen% Peritonitis. Surgery
2))<' 2; #!% >9"1)1.
5. +ortora, Gerard : and -errickson, 6ryan. Principles of .natomy and
Physiology 12
th
@dition. 0,.% :ohn Eiley K ,ons, 2))>, ?hapter 2$' +he
-igesti&e ,ystem.
;. 2amli, 2osdiana. 2)11. Peradangan Peritoneum. .&ailable from%
http%((www.infokedokteran.com(info"obat(diagnosis"dan"penatalaksanaan"
pada"penyakit"peritonitis.html(feed. L.ccessed 7ctober #), 2)12M.
1;
<. :ames, 6rian -aley. 2)11. Peritonitis and .bdominal ,epsis. .&ailable from%
http%((emedicine.medscape.com(article(<9>1)5"o&er&iew. L.ccessed 7ctober
#), 2)12M.
9. 2asad, ,., Kartoleksono, ,., dan @kayuda, I. 2adiologi -iagnostik. :akarta%
Gaya 6aru, 1>>>' .bdomen .kut.
>. Komisi +rauma IK.6I. 2))$. .+8, .d&anced +rauma 8ife ,upport! 0ntuk
-okter.
1). 6ac -":, ,iersema, P.-., 4ulder, P.G.3., -e"4arie, ,., and Eilson, :.P.3.
,pontaneous 6acterial Peritonitis% 7utcome and Predicti&e /actors. Eur .
*astroenterol /epatol 1>>#' 5% ;#5";$).
11. ,ubanada, ,upadmi, .ryasa, dan ,udaryat. Kapita ,elekta Gastroenterologi.
:akarta% ?F ,agung ,eto, 2))<' 6eberapa Kelainan Gastrointestinal yang
4emerlukan +indakan 6edah.
12. 8atief, ,..., ,uryadi, K..., dan -achlan, 4.2. Petunjuk Praktis .nestesiologi
@disi Kedua. :akarta% 6agian .nestesiologi dan +erapi Intensif /K 0I, 2))2'
+erapi ?airan pada Pembedahan.
1#. 8eksana, @. +erapi ?airan dan -arah. (ermin $unia +edokteran 2)1)' 1<<%
292"#2).
1$. 8atief, ,..., ,uryadi, K..., dan -achlan, 4.2. Petunjuk Praktis .nestesiologi
@disi Kedua. :akarta% 6agian .nestesiologi dan +erapi Intensif /K 0I, 2))2'
+ransfusi -arah pada Pembedahan.
15. 3ardiono, 3anindito, @li=eus, 2ahardjo, Puger, dan 2ahardjo, @ddy. 6uku
.jar Ilmu 6edah @disi #. :akarta% @G?, 2)11' Keseimbangan ?airan,
@lektrolit, dan .sam 6asa.
1<

Anda mungkin juga menyukai