Anda di halaman 1dari 56

Pembimbing : dr. Syah Mirsya Warli, Sp U.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia

pria yang terletak di sebelah inferior buli buli


dan membungkus uretra posterior.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan
penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
pada usia yang kurang dari 40 tahun.
Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia
60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia
80 tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Prostat


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di

sebelah inferior buli buli, di depan rectum dan


membungkus uretra posterior.
Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x
2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan
salah satu komponen dari cairan ejakulat.
Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian
dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi.
Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh
volume ejakulat.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Prostat


Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik

dan parasimpatik dari pleksus prostatikus.


Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima
masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis
S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T10L2 ).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran
cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti
pada saat ejakulasi

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Prostat


Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada

hormon testosteron, yang di dalam sel sel


kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestoteron ( DHT ) dengan
bantuan enzim 5 reduktase.
Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung
memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor
yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Prostat


Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada

hormon testosteron, yang di dalam sel sel


kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestoteron ( DHT ) dengan
bantuan enzim 5 reduktase.
Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung
memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor
yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Prostat

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2. Aliran Urin Normal Gambar 3. Aliran Urin pada BPH

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4. Histologi Prostat

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar

periurethral yang kemudian mendesak


jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah.
Hiperplasia kelenjar prostat adalah suatu
pertumbuhan yang cepat sehingga kelenjar
prostat membengkak dengan penyebabnya
diduga karena adanya ketidakseimbangan
hormonal yaitu kadar testoteron yang tinggi
dalam darah.

TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi
BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial

dari glandula prostat yang sering didapatkan gejala


voiding. Dengan bertambahnya usia, akan terjadi
perubahan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat adalah :

Teori dihidrotestosteron
Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Teori stem sel

TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi

serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran


kemih berarti penderita harus menunggu pada
permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir
miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa
belum puas sehabis miksi.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi
retensi urin sehingga pada akhir miksi masih di
dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan
terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak
mampu lagi miksi.

TINJAUAN PUSTAKA

Gejala Obstruktif

Pancaran melemah
Rasa tidak puas setelah miksi
Terminal dribbling : menetes setelah miksi
Terminal dribbling dan rasa belum puas setelah miksi terjadi
karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli.
Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama
Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat melawan resistensi uretra.
Straining : harus mengedan jika miksi
Intermittency: kencing terputus putus
Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra
sampai akhir miksi
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin
dan inkontinen karena overflow.

TINJAUAN PUSTAKA

Gejala Iritatif
Frekuensi : sering miksi
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia )

karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus


sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi
lebih pendek.
Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak
Disuria : nyeri pada saat miksi
Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan
oleh ketidaksatabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi
involunter.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan colok dubur / digital rectal

examination (DRE)
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas
masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <
60 gr.

Derajat berat obstruksi


Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan
menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pencitraan prostat
Foto Polos Abdomen
Intravenous Pielogram
Transabdominal Ultrasound
TRUS (Transrectal Ultrasonography)
CT (Computed Tomography)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan Tambahan
Uroflowmetri
Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pemeriksaan Volume Residu Urin

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 5. Gambaran vesika urinaria yang mengalami peradangan (cystitis) akibat


retensi urin pada penderita BPH.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 6. Tampak gambaran J-ing atau fish hooking pada ureter


distal dan elevasi pada vesika urinaria.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Penunjang
Transabdominal Ultrasound
Gambaran BPH pada Transabdominal Ultrasound:
- Area inhomogen dari echodenicity tinggi dan rendah pada
bagian tengah prostat
- Accoustic shadow mengindikasikan kalsifikasi
- Visualisasi terbatas pada anatomi zona prostat
- Penonjolan dari pembesaran kelenjar prostat pada bagian
bawah vesika urinaria

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 7. (A) Longitudinal, (B) transversal. Gambaran Ultrasound dari


buli-buli yang memperlihatkan pembesaran prostat jinak lobulus moderat
dengan kalsifikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 8. Gambar TRUS prostat memperlihatkan batas antara zona


transisi dan zona perifer (Bidang cross-sectional).

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 9. Gambar transrectal ultrasound prostat bidang axial, pada


pasien berumur 64 thn. Pada kelenjar sentral,nampak dua nodul
besar hyperplasia prostat (panah putih).

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 10. Transrectal ultrasound (gambar transversal) pada pasien dengan pembesaran
prostat jinak (BPH). (A) memperlihatkan tanda pembesaran prostat. Kelenjar sentral
memperlihatkan gambaran multinoduler dengan kista jinak (panah) dan pembesaran yang
nyata. Hal ini telah diganti dan kompresi lebih echogenic pada zona perifer. (B)
memperlihatkan penyakit yang lebih sederhana dengan pembesaran kelenjar prostat yang
kecil. Kista jinak (penunjuk panah)dan nodul adenomatous (panah-panah) dapat
teridentifikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Penunjang
CT (Computed Tomography)
Gambaran BPH pada CT yaitu;
- Zona anatomi tidak nampak
- Pembesaran keseluruhan kelenjar prostat
- Lobus medial menonjol hingga ke dasar vesika urinaria
- Tidak dapat dibedakan dengan kanker prostat

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 11. Bidang Axial CT setelah kontras intravena memperlihatkan


area homogen pada nodul pembesaran prostat jinak pada kelenjar sentral
prostat (panah putih).

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 12. Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior


simfisis pubis

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Penunjang
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Gambaran MRI BPH :
- Zona anatomi tergambar jelas pada gambar T2
- Pembesaran Zona Transisional terlihat jelas
- Biasanya inhomogen dengan intensitas tinggi serta
rendah
- Penampakan halus zona periferal

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 13. T2-W bidang transversal prostat pada pria 63 tahun. Pada kelenjar prostat
sentral, tampak dua nodul besar benign prostatic hyperplasia dengan intensitas sinyal
rendah ke tinggi (panah putih). Catatan; intensitas sinyal rendah pada area sebelah kiri
zona perifer menunjukkan karsinoma prostat (panah hitam).

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 14. Serial T2-W MRI . Visualisasi zona anatomi prostat baik.
Zona transisional ditandai dengan pembesaran dan penonjolan ke bagian
dasar vesika urinaria.

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan

melalui:
Anamnesis: gejala obstruktif dan gejala iritatif

Pemeriksaan fisik: terutama colok dubur ;

hiperplasia prostat teraba sebagai prostat yang


membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata,
asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin
berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin
sulit untuk diraba.
Pemeriksaan laboratorium: berperan dalam
menentukan ada tidaknya komplikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

(Lanjutan)
Pemeriksaan radiologi: pada pielografi intravena

terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar


kandung kemih atau ujung distal ureter membelok
ke atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans
rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat
prostat yang membesar.
Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
Mengukur volume residu urin: pada hiperplasi
prostat terdapat volume residu urin yang meningkat
sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan
intervensi)

TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan

berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS ( WHO


Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung
berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi.
Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di
bawah 15.
Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas
atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I
IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.

TINJAUAN PUSTAKA

DERAJAT I
Belum memerlukan tindak bedah, diberikan

tindakan konservatif, misalnya dengan


penghambat adrenoreseptor alfa seperti
alfazosin, prazosin dan terazosin.
Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor
alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan,
tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia
prostat sedikit pun.
Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan
untuk pemakaian lama.

TINJAUAN PUSTAKA

DERAJAT II
Merupakan indikasi untuk melakukan

pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi


endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection = TUR).
Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar
8%.
Kadang derajat dua dapat dicoba dengan
pengobatan konservatif.

TINJAUAN PUSTAKA

DERAJAT III
Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh

pembedah yang cukup berpengalaman.


Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar
sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu
jam, sebaiknya dilakukan pembedahan.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui
transvesikal, retropubik atau perineal.

TINJAUAN PUSTAKA

DERAJAT IV
Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah

membebaskan penderita dari retensi urin total


dengan memasang kateter atau sistotomi.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosis.
kemudian terapi definitif dengan TUR atau
pembedahan terbuka.

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Pengobatan Gejala Klinik


Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat

dan kapsul prostat


Melebarkan uretra pars prostatika, menambah
kekuatan detrusor

TINJAUAN PUSTAKA

Tindakan terapi didalam penatalaksanaan


hiperplasia prostat benigna:
Observasi (Watchful waiting)
Medikamentosa
Penghambat adrenergik
Fitoterapi
Hormonal
Operatif
Prostatektomi terbuka
Endourologi
Invasif minimal

TINJAUAN PUSTAKA

Prognosis
Pada umumnya prognosis penyakit ini baik jika

diobati dengan cepat dan tepat.


pengobatan dini mungkin tidak dibutuhkan karena
keluhan-keluhan penderita bisa hilang sendiri tanpa
pengobatan pada kasus BPH ringan.
Pada BPH terjadi penambahan jumlah kelenjar dan
sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel
silindris atau kubis dan pada beberapa tempat
membentuk papila-papila ke dalam lumen.
Perubahan yang terjadi masih bersifat irreversible.
Oleh karena itu, jika diobati dengan cepat dan tepat,
hal ini masih bisa diperbaiki. Meskipun akan
menimbulkan jaringan parut.

KESIMPULAN

Cara pencitraan yang sering dilakukan


adalah pemeriksaan USG. Cara
pemeriksaan ini untuk prostat hipertrofi
dianggap sebagai pemeriksaan yang
baik oleh karena ketepatannya dalam
mendeteksi pembesaran prostat.

Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama
:
Jenis Kelamin :
Usia
:
Suku Bangsa :
Agama
:
Alamat
:
Tanggal Masuk:
Berat Badan :

Tn. MB
Laki-laki
84thn
Batak
Kristen
Dusun III Sondel Kuta Tinggi
3 November 2014
68 kg

Riwayat Perjalanan Penyakit


Keluhan Utama
: Tidak bisa buang air kecil
Telaah
: Hal ini dialami os sejak 4 bulan yang lalu. Os kemudian berobat ke RSU
Sidikalang untuk memasang kateter dan diganti tiap 2 minggu. Sebelum di pasang kateter, os
sering merasa masih ada sisa selesai kencing (+), harus kembali kencing dalam waktu < 2 jam
setelah selesai kencing (+), pancaran kencing melemah (+), mengejan untuk mulai kencing (+),
nyeri saat kencing (+), nyeri pinggang (-), bangun untuk kencing pada waktu malam > 10x
(+). Riwayat kencing berpasir (-), riwayat air kencing bercampur darah (+), riwayat buang air
kecil warna keruh (-), demam (-). Kemudian, os dirujuk untuk berobat ke Poli Urologi RSUP
HAM. Total IPSS skor: 25 (Gejala berat) . Total skor kualitas hidup: 4 ( pada umumnya tidak
puas)
RPT
: DM (-), Hipertensi (-), Stroke (-)
RPO
: Tidak jelas

Pemeriksaan Fisik :
Status Presens
Sens
: CM
TD
: 130/80 mmHG
HR
: 80x/i
RR
: 20 x/i
Temp
: 36,5oC
BB
: 68 kg

Anemia
Sianosis
Edema
Dispnue

: tidak dijumpai
: tidak dijumpai
:tidak dijumpai
: tidak dijumpai

Status Lokalisata
Kepala : Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat (-/-)
T/H/M : dbn/dbn/dbn
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R-2cmH2O
Thoraks : Inspeksi : simetris fusiform, retraksi (-)
Auskultasi : SP : vesikuler ; ST : (-), Frek. Jantung 80 x/menit, desah tidak
dijumpai
Abdomen : Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/L/R : tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Ekstremitas
: Superior :Edema(-)
: Inferior: Edema (-)

Status Urologi
Flank area
Inspeksi: Bulging (-), tanda radang (-)
Palpasi: Ballotement (-), nyeri tekan (-)
Perkusi: Nyeri ketuk (-)
Suprapubic area
Inspeksi: Bulging (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), buli: kesan kosong, tidak teraba massa
Genitalia Eksterna
Jenis kelamin:
Laki- laki, sirkumsisi (-), terpasang Folley Catheter No. 18, produksi urine:
kuning pekat, testis teraba +/+
Digital Rectal Examination
Tonus sphincter ani: Ketat, mukosa licin, Bulbuscavernosus reflex: +, prostate teraba membesar
dengan simetris, kenyal, tidak bernodul, nyeri tekan (-)

Hasil Laboratorium (3/11/2014)


Hb
: 13,6 gr%
Eri/Leu/ Tromb
: 4.85.106/10.67.103/229.103
Ht
: 40.30
Na/K/Cl
: 141/3.9/100
Ur/Cr
: 10.00 mg/dL / 0.90 mg/dL

Urinalisa
Warna
: Kuning pekat
Glukosa
:Bilirubin
:Keton
:Berat Jenis : 1.015
pH
: 5.0
Protein
: +2
Urobilinogen : Nitrit
:Darah
:Casts
:Crystals
:-

Eritrosit : 20-25 LBP


Leukosit : 30-35 LBP
Epithel : 0-1 LBP

USG

Ginjal kanan: Hydronephrosis (-), Acoustic shadow (-), Parenchym baik


Ginjal kiri: Hydronephrosis (-), Acoustic shadow (-), Parenchym baik
Vesica Urinaria: Acoustic shadow (-), massa (-), dinding menebal
Prostate: Protruding, 4.3x 5.02x 4.06 = 46 gram
Kesimpulan: Benign Prostate Hyperplasia

Diagnosis : Benign Prostate Hyperplasia


Penatalaksanaan
- Rencana Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

Tgl
4-112014

Demam(-) Sens : CM, HD stabil Suhu 36,8oC

Post
Kepala : Mata : reflex cahaya (+/+), TURP
pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat a/i
BPH
(-/-)

T/H/M:dbn/dbn/dbn
Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thoraks

I : simetris fusiform, retraksi(-)


A: sp :vesikuler ; st : (-) Frek.
Jantung 80x/menit, desah tidak
dijumpai

P
-Tirah baring
-Diet MB

30mg/ 8jam
-Inj. Ranitidine

-Inj.VitaminK
10mg/ 8jam

A: Peristaltik (-)
Ekstremitas

Superior: Edema(-)
Inferior: Edema (-)
FC: Irigasi (+) Warna urine: merah

Na: 138

K: 3.1
Cl:109

P: Soepel
P: Timpani

Eri: 5.01.106

-Inj.Ceftriaxone 1gr/ Tromb: 229.103


8jam
Ht: 40.0
- Inj.Ketorolac

-Inj.Transamin 50mg/
8jam

I: Simetis

Hb: 13,6 gr%

-IVFD Nacl 0,9% 20


Leu: 11.39.103
gtt/i makro

50mg/ 12jam

Abdomen :

Hasil Laboratorium

-IrigasiFC
dengan
Nacl 0.9% 40gtt/i
(kuning jernih)

Tgl
5-112014

O
S
A
P
Demam( Sens : CM, HD stabil Suhu 36,8oC Post TURP a/i - Tirah baring
-)
Kepala : Mata : reflex cahaya (+/+), BPH (H1)
- Diet MB
pupil isokor, conjungtiva palp. Pucat
(-/-)
-IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i makro
T/H/M:dbn/dbn/dbn
-Inj.Ceftriaxone 1gr/ 8jam
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thoraks

- Inj.Ketorolac

I : simetris fusiform, retraksi(-)

30mg/ 8jam

A: sp :vesikuler; st : (-) ,Frek.


Jantung 80x/menit, desah tidak
dijumpai

-Inj. Ranitidine

Abdomen :

-Inj.Transamin 50mg/ 8jam

I: Simetis

-Inj.VitaminK

P: Soepel

-IrigasiFC dengan Nacl 0.9% 40gtt/i


(kuning jernih)

P: Timpani
A: Peristaltik (-)
Ekstremitas
Superior: Edema(-)
Inferior: Edema (-)
FC: Irigasi(+)

50mg/ 12jam

10mg/ 8jam

Tgl
6-112014

S
(-)

O
Sens : CM, HD stabil Suhu 36,8oC
Kepala : Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor,
conjungtiva palp. Pucat (-/-)

A
P
Post TURP - Tirah baring
a/i BPH
- Diet MB

T/H/M:dbn/dbn/dbn

--Inj.Ceftriaxone 1gr/ 8jam

Leher

: Pembesaran KGB (-)

- Inj.Ketorolac

Thoraks

30mg/ 8jam

I : simetris fusiform, retraksi(-)

-Inj. Ranitidine

A: sp :vesikuler ; st : (-), Frek. Jantung


80x/menit, desah tidak dijumpai

50mg/ 12jam

Abdomen :

-Inj.Transamin 50mg/ 8jam

I: Simetis

-Inj. Vit C 10mg/ 8jam

P: Soepel

-IrigasiFC dengan Nacl 0.9%


40gtt/i

P: Timpani
A: Peristaltik (-)
Ekstremitas:
Superior: Edema(-)
Inferior: Edema (-)
FC : Irigasi (+)
Warna Urine: Kuning Jernih

Tgl
7-112014

S
(-)

O
Sens : CM, HD stabil Suhu 36,8oC
Kepala : Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor,
conjungtiva palp. Pucat (-/-)

A
P
Post TURP - Tirah baring
a/i BPH (H3)
- Diet MB

T/H/M:dbn/dbn/dbn

-Inj.Ceftriaxone 1gr/ 8jam

Leher

: Pembesaran KGB (-)

- Inj.Ketorolac

Thoraks

30mg/ 8jam

I : simetris fusiform, retraksi(-)

-Inj. Ranitidine

A: sp :vesikuler ; st : (-) , Frek. Jantung


80x/menit, desah tidak dijumpai

50mg/ 12jam

Abdomen :

Cabut Kateter- pasien bisa


miksi spontan

I: Simetis

Pasien PBJ

P: Soepel
P: Timpani
A: Peristaltik (-)
Ekstremitas

Superior: Edema(-)
Inferior: Edema (-)
FC: Irigasi (+)
Warna urine: kuning jernih, Produksi urin:

TEORI
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai
angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat
sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun
(50-79 tahun).

PEMBAHASAN
Os datang ke RSUPHAM dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil. Hal ini telah
terjadi 4 bulan yang lalu. Usia os saat ini
adalah 84 tahun. Berdasarkan keluhan dan
usia os, Os dicuragai kemungkinan adanya
pembesaran kelenjar prostat.

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami


pembesaran prostat jinak. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60
tahun dan kurang lebih 80% pria yang
berusia 80 tahun.
Kejadian
pembesaran
prostat
ini Berdasarkan total skor kualitas hidup Os
menyebabkan penurunan kualitas hidup adalah 4 yaitu (Pada umumnya tidak puas).
seseorang.
Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala Gejala obstruktif yang dijumpai pada pasien
obstruktif dan gejala iritatif.
ini adalah:
Gejala obstruktif disebabkan karena
penyempitan uretra pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan
kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga

1. Pancaran miksi yang lemah


2. Miksi terputus
3. Menetes pada akhir miksi
4. Rasa belum puas sehabis miksi

1. Harus menunggu pada permulaan


miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor
stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal
dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi
(Sensation of incomplete bladder
emptying)
Gejala iritatif disebabkan oleh karena
pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh karena hipersensitifitas
otot detrusor karena pembesaran
prostat menyebabkan rangsangan pada
vesica,
sehingga
vesica
sering
berkontraksi meskipun belum penuh.,
gejalanya ialah:
1. Bertambahnya frekuensi miksi
(Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala iritatif yang dijumpai pada pasien


ini adalah:
1. Bertambahnya frekuensi miksi
2. Nokturia
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Terdapat beberapa sistem skoring, di Total IPSS skor pada pasien ini adalah
antaranya skor International Prostate 25 yaitu termasuk gejala berat.
Skoring System (IPSS) yang diambil
berdasarkan skor American Urological
Association (AUA).
Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan.
Pasien diminta untuk menilai sendiri
derajat keluhan obstruksi dan iritatif
mereka dengan skala 0-5. Total skor
dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination
(DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat
memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan
tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan:
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat
konsistensinya kenyal)
b. Simetris/ asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan

Pemeriksaan colok dubur atau Digital


Rectal Examination dilakukan pada pasien
ini. Dari hasil pemeriksaan tersebut
didapati:
Tonus sphincter ani: ketat, mukosa licin,
Bulbuscavernosus reflex: +, prostate teraba
membesar dengan simetris, kenyal, tidak
bernodul, nyeri tekan (-)

Indikasi operasi pada pasien BPH


Indikasi absolut
1.Hematuri berulang
2.Gagal medikamentosa
3.Penurunan fungsi ginjal(ur/cr)
4.Vesicolithiasis
5.ISK berulang
6.Retensi kronis
7.Retensi berulang
8.Divertikel buli

Indikasi operasi BPH pada pasien ini adalah:


Indikasi absolute
1) Retensi urin berulang
Indikasi relative
1) Keinginan pasien

Indikasi relatif
1.Keinginan pasien
2.Faktor pekerjaan
3.Ada kelainan di luar bidang urologi
sehubungan dengan BPH (hemoroid atau
hernia)

Salah satu terapi pembedahan BPH adalah


TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a) Jaringan abnormal diangkat melalui
rektroskop yang dimasukan melalui uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah
operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah
operasi.

Untuk pasien ini tindakan operasi TURP


(Trans Uretral Reseksi Prostat) telah
dilakukan pada tanggal 3/11/2014 dan
setelah operasi pasien memakai kateter
foley.

Anda mungkin juga menyukai