Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

MIGRAIN TANPA AURA

DISUSUN OLEH:

Putri Rachmawati 1102013234

PEMBIMBING:
dr.Bertha Saulina P., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN SARAF


RSUD SOREANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 36 tahun  usia dapat digunakan untuk menentukan prognosis
Jenis kelamin : Wanita  untuk melihat pola hidup seseorang
Agama : Islam  menentukan batasan dalam mengatur kebiasaan seseorang
seperti pola makan dan tidak meminum alkohol
Alamat : Sodong Rt 004/004 Kecamatan Soreang  untuk menentukan jarak
tempuh dari rumah ke rumah sakit.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga  pekerjaan dapat merupakan merupakan faktor
resiko dari suatu penyakit
No. Medik : 470576
Tanggal Masuk : 25-07-2017
Tanggal Periksa : 25-07-2017

ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala 1 minggu SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang


1 minggu SMRS OS mengeluh nyeri kepala. Keluhan dirasakan sejak 20 tahun yang lalu,
hilang timbul dan dirasakan pada kepala sebelah kanan. Setiap kali serangan datang selalu
terjadi pada tempat yang sama. Nyeri kepala dirasakan berdenyut dan tidak menjalar ke
tengkuk. Lama tiap serangan ± 6 jam. Nyeri sering dirasakan pada siang hari sehingga
mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengaku nyeri kepala sering timbul ketika pasien
menstruasi. Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang jika pasien beristirahat. Nyeri kepala
kadang disertai dengan mual, dan muntah. Kelemahan anggota gerak disangkal, demam
disangkal, berat badan tidak berkurang sejak sakit, riwayat diabetes mellitus disangkal,
riwayat operasi disangkal, riwayat kemoterapi disangkal, kejang disangkal, telinga
berdenging disangkal dan penurunan pendengaran disangkal. Riwayat hipertensi disangkal,
riwayat asam urat disangkal dan riwayat kolestrol tinggi disangkal.

2
Anamnesis Tambahan
Kelemahan anggota gerak disangkal, demam disangkal, berat badan tidak berkurang sejak
sakit, riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat operasi disangkal, riwayat kemoterapi
disangkal, kejang disangkal, telinga berdenging disangkal dan penurunan pendengaran
disangkal. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat asam urat disangkal dan riwayat kolestrol
tinggi disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Keadaan umum : Sakit Ringan
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit regular  Nadi dalam batas normal dan tidak ada
kelainan pada jantung seperti atrial fibrilasi)
Respirasi : 20 x/menit  Pernapasan dalam batas normal dan tidak ada kelainan
pada paru-paru.
Suhu : 36,7 °C  afebris yang menandakan OS tidak mengalami infeksi
Turgor : Baik  OS tidak mengalami dehidrasi
Gizi : Baik
Kepala : Normocephal
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thoraks : Simetris bilateral
Jantung :
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : iktus kordis teraba.
- Perkusi :
Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler. murmur (-), Gallop (-)
Paru :

3
- Inspeksi : Hemitorax simetris kanan dan kiri dalam keadaan
statis dan dinamis
- Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan.
- Auskultasi : Vesicular breathing sound simetris kanan dan kiri,
rhonki -/-, wheezing -/-, Vesikuler Ka = Ki ; Rhonki -/- ; Wheezing -/-
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus normal, hepar dan lien tidak
tampak membesar
Extremitas : Akral hangat, edema -/-, turgor baik, CRT < 2 detik

B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala : Normocephal, tidak ada deformitas
Columna vertebra : Tidak ada deformitas
2. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -/-
Brudzinski 1 : -/-
Brudzinski 2 : -/-
Brudzinski 3 : -/-
Laseque : Tidak terbatas, > 700/ > 700
Kernig : Tidak terbatas, > 1350/ > 1350
3. Saraf otak
N. Cranialis Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius) Penciuman Baik Baik
N. II (Optikus)
Baik Baik
Ketajaman Penglihatan
Baik Baik
Campus (tes konfrontasi) (+) (+)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
RCL (Refleks cahaya langsung)
Fundus okuli

N. III (Okulomotorius)/ N. IV
(Troklearis)/ N. VI (Abdusens) (-) (-)
Isokor, D : 3mm Isokor, D : 3mm
Ptosis
(+) (+)
Pupil Ortoforia Ortoforia
Baik ke segala arah Baik ke segala arah
RCTL (Refleks cahaya tak langsung)
(-) (-)

4
Posisi mata
Gerakan bola mata
Nistagmus

N. V (Trigeminus)
Sensorik
Normal Normal
Oftalmicus Normal Normal
Normal Normal
Maksillaris
Normal Normal
Mandibularis
Refleks kornea
Normal Normal

Motorik
Refleks mengunyah
N. VII (Facialis)
Baik Baik
Mengangkat alis mata
Baik Baik
Memejamkan mata Baik Baik
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lipatan nasolabial & oral commisure
Rasa kecap 2/3 bagian lidah
N. VIII (Vestibulokoklearis)
Baik Baik
Pendengaran

Keseimbangan Tidak dilakukan


N. IX (Glosofaringeus) /N. X (Vagus)
Baik
Suara bicara
Baik
Menelan Tidak dilakukan
Refleks faring Baik
Uvula Tidak dilakukan
Refleks kecap 1/3 belakang

N. XI ( Assesorius )
Baik
Menenggok kanan kiri Baik
Baik
Mengangkat Bahu Baik

N. XII (Hipoglossus)
Baik
Gerakan Lidah
(-)
Atrofi otot lidah (-)
Tremor Lidah/fasikulasi

5
4. Motorik
Pemeriksaan Kekuatan Tonus Atrofi Fasikulasi
Anggota badan atas Kanan : 5 Kiri : 5 baik/baik (-) (-)
Anggota badan bawah Kanan : 5 Kiri : 5 baik/baik (-) (-)
Batang tubuh
Gerakan involunter Tidak ada
Cara berjalan Normal

5. Sensorik
Pemeriksaan Permukaan Dalam
Anggota gerak atas N/N N/N
Batang tubuh N N
Anggota gerak bawah N/N N/N

6. Vegetatif
BAK : Normal
BAB : Normal

7. Koordinasi
Cara bicara : Normal
Tremor : Tidak ada
Test telunjuk hidung : Tidak dilakukan
Test tumit lutut : Tidak dilakukan
Test romberg : Tidak dilakukan

8. Pemeriksaan fungsi luhur


Hubungan psikis : Baik
Afasia : Motorik : (-)
Sensorik : (-)
Ingatan : Jangka pendek : Baik
Jangka panjang : Baik

9. Refleks

6
Reflek Fisiologis
Refleks Dextra / Sinistra
Biseps +/ +
Triseps +/ +
Brachioradialis +/+
Patella +/ +
Achiles +/ +

Refleks Patologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Refleks Primitif
Hoffman Tromner - -
Glabela - -
Mencucur Bibir - -
Palmo Mental - -

RESUME
1 minggu SMRS OS mengeluh nyeri kepala. Keluhan dirasakan sejak 20 tahun yang lalu,
hilang timbul dan dirasakan pada kepala sebelah kanan. Setiap kali serangan datang selalu
terjadi pada tempat yang sama. Nyeri kepala dirasakan berdenyut dan tidak menjalar ke
tengkuk. Lama tiap serangan ± 6 jam. Nyeri sering dirasakan pada siang hari sehingga
mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengaku nyeri kepala sering timbul ketika pasien
menstruasi. Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang jika pasien beristirahat. Nyeri kepala
kadang disertai dengan mual, dan muntah. Kelemahan anggota gerak disangkal, demam
disangkal, berat badan tidak berkurang sejak sakit, riwayat diabetes mellitus disangkal,
riwayat operasi disangkal, riwayat kemoterapi disangkal, kejang disangkal, telinga
berdenging disangkal dan penurunan pendengaran disangkal. Riwayat hipertensi disangkal,
riwayat asam urat disangkal dan riwayat kolestrol tinggi disangkal.
Pemeriksaan fisik : Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi : 90 x/menit regular, respirasi : 20
x/menit, suhu: 36,7 °C

DIAGNOSA

7
Klinis : Cephalgia primer et causa migrain tanpa aura
Lokalisasi : Intrakranial
Etiologi : Idiopatik
Faktor resiko : Menstruasi

DIAGNOSA BANDING :
Tension type headache, nyeri kepala kluster dan nyeri kepala servikogenik

PEMERIKSAAN PENUNJANG/USULAN PEMERIKSAAN


Laboratorium :
Hb : 15 gr/dl
Leukosit : 6.000/mm3
Ht : 42%
Trombosit : 154.000
Na/K/Cl : 140/4/102 mmol/l
GDS : 110

TERAPI
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x150 mg
Omeprazole 3 x 10 mg
Domperidon 3 x 10 mg

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam (setelah menjalani pengobatan keadaan OS semakin
membaik).
Quo ad functionam : Dubia ad bonam (setelah menjalani pengobatan dan obat diminum
dengan teratur keadaan OS semakin membaik).
Quo ad sanationam : Dubia ad malam (penyakit ini dapat hilang secara spontan dan dapat
kambuh kembali).

8
BAB II
PEMBAHASAN

1. Mengapa di diagnosis stroke pada pasien ini?


ANAMNESIS PASIEN KETERANGAN
OS mengalami nyeri kepala Kemungkinan adanya gangguan pada
system trigemino vaskular yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah di otak dan akan mengurangi nilai
ambang nyeri
OS mengalami mual dan muntah Kemungkinan penurunan kadar serotonin
juga dapat menyebabkan pembuluh
darah di permukaan otak melebar dan
menyebabkan terjadinya serangan
migraine, mual dan muntah.

2. Apakah terapi pada pasien ini sudah benar?


TERAPI YANG DIBERIKAN PADA KETERANGAN
PASIEN
Parasetamol 3 x 500 mg Untuk mengurangi keluhan nyeri kepala
Ranitidin 3 x 150 mg Untuk mempercepat kompensasi
perbaikan aliran darah pada
mikrosirkulasi di daerah telinga tengah

9
dan system vestibular serta obat anti
vertigo.
Omeprazole 3 x10 mg Untuk mengurangi keluhan mual
Domperidon 3 x 10 mg Untuk mengurangi keluhan muntah

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Quo ad vitam : Ad Bonam (setelah menjalani pengobatan keadaan OS semakin
membaik).
Quo ad functionam : Dubia ad bonam (setelah menjalani pengobatan dan obat diminum
dengan teratur keadaan OS semakin membaik).
Quo ad sanationam : Dubia ad malam (penyakit ini dapat hilang secara spontan dan dapat
kambuh kembali).

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III. 1 Definisi
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala primer dengan kualitas
vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia,
gangguan tidur dan depresi. Serangan seringkali berulang dan cenderung tidak akan
bertambah parah setelah bertahun-tahun. Migren bila tidak diterapi akan berlangsung antara
4-72 jam dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase prodromal (kurang lebih 25 % kasus),
fase aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri kepala dan fase postdromal. Pada wanita
migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita hamil tidak luput
dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester I. Sampai
saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan
neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan avikasi sistem trigeminal-vaskular,
sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer (Alfian dkk., 2014).

III. 2 Klasifikasi
Fase migraine (Suharjanti, 2013) :
 Fase prodromal
Dapat ditemukan sekitar 10- 80% penderita migrain, fase ini mendahului timbulnya fase
nyeri kepala yang berlangsung 1-24 jam dengan gambaran klinis berupa iritabilitas,
eksitabilitas, hiperaktif, atau depresi. Gejala awal ini juga termasuk hipoaktif, keinginan
makan, menguap berulang- ulang, kaku leher, dan lain-lain. Gejala- gejala prodromal ini
menunjukkan sistem saraf sentral yang terlibat dalam serangan migren
 Fase Aura

11
Aura didapatkan pada 15-20% penderita migrain. Fase ini kontradiktif dengan fase
prodromal; merupakan fenomena fokal bisa berupa gejala “positif” (kelebihan sensasi) dan
“negatif” (sedikit sensasi). Aura tipikal berlangsung 5-60 menit, 90% berupa aura visual,
yang lain bisa berupa gangguan sensoris maupun gangguan bicara (disfasia).5,7,8 Aura
tersering adalah berupa kilatan visual scotoma dengan pandangan kabur sebagian.
 Fase Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada penderita migrain 60% unilateral, dapat berpindah-pindah, mungkin
berbeda sisi pada serangan yang berbeda. Karakteristik nyeri kepala pada migrain adalah
unilateral atau bilateral, bisa di frontal, oksipital atau suboksipital dengan intensitas sedang
sampai berat, berdenyut, dan diperberat dengan aktivitas fisik atau batuk, bersin, dan turun
atau naik tangga. Gejala penyerta yang penting saat serangan migren adalah anoreksia, mual
dan atau muntah. Mual terjadi pada 90% penderita sedangkan muntah terjadi pada sepertiga
penderita. Dibedakan dari mual muntah pada meningitis yang mungkin hanya sekali
sedangkan penderita migren berulang-ulang. Gejala lain adalah gangguan persepsi visual
berlebihan berupa fotofobia, fonofobia, dan ketidaksukaan akan bau-bauan. Penderita lebih
suka di ruangan gelap dan tenang. Selain itu, dapat juga disertai hipertensi ortostatik,
dizziness, gangguan behavior, seperti irritable, gangguan memori, dan sulit berkonsentrasi.
 Fase Postdromal
Setelah fase nyeri kepala penderita biasanya terganggu konsentrasinya dan merasa lelah,
kehabisan tenaga, iritabel. Kemudian penderita merasa lemah, kesakitan, dan lapar.

III. 3 Etiologi
Faktor Predisposisi (Alfian dkk., 2014) :
 Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
 perubahan hormonal.
 Puasa dan terlambat makan
 Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
 Cahaya kilat atau berkelip.
 Banyak tidur atau kurang tidur
 Faktor herediter
 Faktor kepribadian

III. 4 Patofisiologi

12
Gambar 1. Patofisiologi Migrain (Perdossi, 2011)

Migrain merupakan reaksi neurovaskular terhadap perubahan mendadak didalam


lingkungan eksternal maupun internal, serta setiap individu mempunyai “ambang migren”
berbeda dimana patofisiologinya melibatkan vaskuler, neurogenik, neurotransmitter, dan
genetik. Sebagian besar peneliti mengasumsikan bahwa inflamasi neurogenik menyebabkan
aktivasi dari pembuluh darah otak yang menimbulkan rasa sakit serta mengaktivasi saraf
lainnya. Proses sensitisasi menyebabkan korteks serebral dalam keadaan hipereksitabilitas
dan yang berakibat pada munculnya kondisi berulang, nyeri kronis, yang akhirnya mengubah
migren tipe episodik menjadi migren tipe kronik. Tiga proses yang mendasari terjadinya
serangan migrain antara lain ( Suharjanti, 2013) :
1. Cortical Spreading Depression pada migrain dengan aura
CSD adalah gelombang lambat hasil depolarisasi neuron berkelanjutan, yang dimulai
di lobus oksipital, meluas ke korteks serebral dan diikuti oleh penekanan pada saraf. Situasi
ini mengakibatkan rilis mediator inflamasi menyebabkan iritasi saraf kranial akar, terutama
trigeminal saraf, yang menyampaikan informasi sensorik untuk wajah dan banyak kepala.
Depolarisasi ini mungkin mulai pada 24 jam sebelum serangan, dengan munculnya sakit
kepala yang terjadi ketika wilayah otak terdepolarisasi.

2. Aktivasi Sistem Trigeminovascular


Sistem trigeminovaskular (TGVs) terdiri dari pembuluh darah meningeal yang
dipersarafi oleh cabang pertama saraf trigeminal (oftalmika). Pengaktifan TGVs merangsang
pelepasan neuropeptida seperti CGRP - kalsitonin gene related peptide ;substansi P, VIP dari
ujung perifer saraf trigeminal yang menyebabkan inflamasi pada pembuluh darah.

13
Neuropeptida ini berperan dalam proses inflamasi dinding pembuluh darah meningeal
(duramater) yang menyebabkan rasa sakit pada migrain. Lalu, serat aferen saraf trigeminal
mengirimkan sinyal rasa sakit melalui batang otak ke beberapa pusat otak yang terlibat
dengan persepsi nyeri.

3. Sensitisasi dari area perifer dan sentral otak


Proses ini menyebabkan nyeri berdenyut pada migrain. Selain itu, gejala yang sering
terlihat pada migrain adalah allodynia, yaitu perasaan rasa sakit yang disebabkan oleh
rangsangan yang tidak berbahaya. Hal ini diperkirakan merupakan hasil dari proses
sensitisasi sentral neuron pada nukleus trigeminal yang menerima input sinyal dari duramater
dan kulit. Berikutnya, sensitisasi sentral memainkan peran dalam serangan migrain dan
menyebabkan otak dalam keadaan sensitivitas berlebihan, yang disebut "perpetum migraine”.
Sensitisasi sentral dan perifer membuat korteks serebral berada pada keadaan
hipereksitabilitas. Pada pasien dengan migrain kronis, terdapat rangsangan yang meningkat di
somatosensori dan korteks visual dimana otak gagal menghilangkan rangsangan sensorik
tersebut secara cepat.

III. 5 Manifestasi Klinis


Kriteria Migren:
Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam dengan gejala dua dari nyeri kepala unilateral,
berdenyut, bertambah berat dengan gerakan, intensitas sedang sampai berat ditambah satu
dari mual atau muntah, fonofobia atau fotofobia.

III. 6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Hasil anamnesis (Alfian dkk., 2014) :
Keluhan
Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau seluruh tanda dan gejala, sebagai
berikut:
1. Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan penderita migren merasakan nyeri hanya pada
satu sisi kepala, namun sebagian merasakan nyeri pada kedua sisi kepala.
2. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
3. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
4. Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
5. Mual dengan atau tanpa muntah.
6. Fotofobia atau fonofobia.

14
7. Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada siang hari dan setelah bangun tidur,
kebanyakan pasien melaporkan merasa lelah dan lemah setelah serangan.
8. Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala prodormal, seringkali terjadi beberapa jam
atau beberapa hari sebelum onset dimulai. Pasien melaporkan perubahan mood dan
tingkah laku dan bisa juga gejala psikologis, neurologis atau otonom.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) (Alfian dkk., 2014) :
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan neurologis normal. Temuan-
temuan yang abnormal menunjukkan sebab-sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan
diagnostik dan terapi yang berbeda.

Pemeriksaan Penunjang (Alfian dkk., 2014) :


1. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, pemeriksaan ini dilakukan jika ditemukan
hal-hal, sebagai berikut:
a. Kelainan-kelainan struktural, metabolik dan penyebab lain yang dapat menyerupai gejala
migren.
b. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit penyerta yang dapat menyebabkan komplikasi.
c. Menentukan dasar pengobatan dan untuk menyingkirkan kontraindikasi obat-obatan
yang diberikan.
2. Pencitraan (dilakukan di rumah sakit rujukan).
3. Neuroimaging diindikasikan pada hal-hal, sebagai berikut:
a. Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur hidup penderita.
b. Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis pada migren.
c. Pemeriksaan neurologis yang abnormal.
d. Sakit kepala yang progresif atau persisten.
e. Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria migren dengan aura atau hal-hal
lain yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
f. Defisit neurologis yang persisten.
g. Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan dengan gejala-gejala
neurologis yang kontralateral.

15
h. Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
i. Gejala klinis yang tidak biasa.

Diagnosis Banding (Perdossi, 2011)


Arteriovenous Malformations, Atypical Facial Pain, Cerebral Aneurysms, Childhood
Migraine Variants, Chronic Paroxysmal Hemicrania, Cluster-type hedache (nyeri kepala
kluster)

III. 7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (Alfian dkk., 2014) :
1. Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan.
2. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
a. Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah dan tingkat keparahan migren, baik pada
pasien yang menggunakan obat-obat preventif atau tidak.
b. Menghindari pemicu, jika makanan tertentu menyebabkan sakit kepala, hindarilah dan
makan makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang dapat memicu maka harus
dihindari. Secara umum pola tidur yang reguler dan pola makan yang reguler dapat cukup
membantu.
c. Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara teratur mengurangi tekanan dan dapat
mencegah migren.
d. Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan migren dimana estrogen menjadi
pemicunya atau menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau orang dengan riwayat
keluarga memiliki tekanan darah tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi obat-obatan
yang mengandung estrogen.
e. Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit kepala atau membuat sakit kepala
menjadi lebih parah (dimasukkan di konseling).
f. Penggunaan headache diary untuk mencatat frekuensi sakit kepala.
g. Pendekatan terapi untuk migren melibatkan pengobatan akut (abortif) dan preventif
(profilaksis).
3. Pengobatan Abortif: Melihat kembali rujukan yang ada .
a. Analgesik spesifik adalah analgesik yang hanya bekerja sebagai analgesik nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID. Contoh:

16
Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan yang merupakan agonis selektif
reseptor serotonin pada 5-HT1.
b. Ergotamin dan DHE diberikan pada migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Kombinasi ergotamin
dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin sebagai analgesik. Hindari
pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
c. Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia dan fonofobia. Obat ini diberikan pada
migren berat atau yang tidak memberikan respon terhadap analgesik non spesifik. Dosis
awal 50 mg dengan dosis maksimal 200 mg dalam 24 jam.
d. Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang dapat diberikan pada nyeri lain selain nyeri
kepala, dapat menolong pada migrain intensitas nyeri ringan sampai sedang. Domperidon
atau Metoklopropamid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri kepala atau
bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal.
Tabel 1. Regimen Analgesik untuk Migrain (Alfian dkk., 2014)

4. Pengobatan preventif:
Pengobatan preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut), atau
jangka panjang (kronis). Pada serangan episodik diberikan bila faktor pencetus dikenal
dengan baik, sehingga dapat diberikan analgesik sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek
diberikan apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu
tertentu, misalnya migren menstrual. Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan
bahkan tahun tergantung respon pasien.
Tabel 2. Farmakoterapi Pencegahan Migren (Alfian dkk., 2014)

17
III. 9 Komplikasi
Komplikasi Migrain (Perdossi, 2011) :
 Obat-obat NSAID seperti Ibuprofen dan Aspirin dapat menyebabkan efek samping seperti
nyeri abdominal, perdarahan dan ulkus, terutama jika digunakan dalam dosis besar dan
jangka waktu yang lama.
 Penggunaan obat-obatan abortif lebih dari dua atau tiga kali seminggu dengan jumlah
yang besar, dapat menyebabkan komplikasi serius yang
dinamakan rebound.

III. 10 Prognosis (Perdossi, 2011)


Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad malam

18
DAFTAR PUSTAKA

Alfian A, Oendari A, Pamungkas A, Natsir B. 2014. Panduan Praktis Klinis Bagi


Dokter Umum di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Kementrian Kesehatan
(KemenKes). Hal. 269 – 275.

Perdossi. 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta:


Kementrian Kesehatan (KemenKes). Hal. 150 – 154.

Suharjanti I 2013. Strategi Pengobatan Akut Migrain. Continuing Medical Education.


Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Vol. 40(2):87-
91. Viewed 25 July 2017, from http://www.kalbemed.com/Portals/6/CME%20201-Strategi
%20Pengobatan%20Migren%20Akut.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai