Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

Prurigo Hebra

Oleh:

Afifatul Munawarah

NIM. 1730912320146

Pembimbing:

dr. Sani Widjaja, Sp.KK, FINSDV

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus 2020
LAPORAN KASUS
Prurigo Hebra

Afififatul Munawarah/1730912320146

SMF Kulit dan Kelamin


FK ULM/RSUD Ulin Banjarmasin
Pendahuluan
Prurigo hebra merupakan penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi atau anak dimulai
sejak bayi atau anak. Prurigo hebra yang sering terlihat di Indonesia adalah prurigo Hebra
disusul oleh prurigo nodularis. Prurigo Hebra pertama kali dideskripsikan oleh dokter
dermatologi Austri yaitu Ferdinand Von Hebra. Entitas klinis tersebut dideskripsikan sebagai
pruritas berat dengan papula miliar berbentuk kubah disertai vesikel kecil di puncaknya, lebih
mudah diraba daripada dilihat terutama di ekstremitas bagian eksterior, serta bagian tubuh
yang tidak tertutup pakaian (misalkan wajah). Prurigo hebra sering ditemukan pada usia
muda dan pada umumnya menetap seumur hidup.1,2
Prurigo hebra sering terdapat pada keadaan sosial-ekonomi dan higienis yang rendah.
Di Jakarta, penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Umumnya terdapat pada
anak. Di Eropa dan Amerika Serikat penyakit ini jarang ditemukan. Selain prurigo hebra jenis
prurigo yang paling sering muncul lainnya yaitu prurigo nodularis.3
Penyebab pasti dari prurigo hebra belum diketahui. Pada umumnya terdapat anggota
keluarga yang menderita penyakit tersebut, sehingga penyakit ini dianggap herediter.
Sebagian para ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka terhadap gigitan serangga,
misalnya nyamuk. Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam ludah serangga
menyebabkan alergi. Di samping itu juga terdapat beberapa faktor yang berperan, antara lain
suhu dan investasi parasit (misalnya Ascaris dan Oxyuris). Selain itu juga infeksi fokal,
misalnya tonsil atau saluran cerna, endokrin, alergi makanan. Pendapat lain mengatakan
penyakit ini didasari faktor atopi.4,5
Awitan penyakit sering pada anak berumur di atas satu tahun. Kelainan yang khas
adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba
daripada dilihat. Rasa gatal yang berat menyebabkan garukan terus menerus dan
menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi, serta likenifikasi. Sering juga terjadi
infeksi sekunder. Jika telah kronik tampak kulit yang sakit sedikit lebih gelap kecoklatan dan
likenifikasi. Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat pula
meluas ke bokong dan perut, wajah dapat pula terkena. Bagian distal lengan dan tungkai
seringkali lebih parah dibandingkan bagian proksimal. Demikian pula umumnya tungkai
lebih parah dibandingkan lengan. Kelenjar getah bening regional biasanya membesar
meskipun tidak disertai infeksi, tidak nyeri, tidak bersupurasi, pada perbaan teraba lebih
lunak. Pembesaran kelenjar getah bening disebut juga bubo prurigo. Keadaan umum
penderita biasanya adanya stres psikologis, gangguan makan, dan tidur akibat gatal hebat.
Hal ini dapat menyebabkan permasalahan komplikasi terkait malnutrisi atau gangguan mental
yang dpat berkembang.4,6,7
Untuk menyatakan derajat keparahan penyakit dipakai istilah prurigo mitis jika
ringan, dan disebut prurigo feroks (agria) jika berat. Prurigo mitis hanya terbatas di
ekstremitas bagian ekstensor serta pada umumnya sembuh sebelum pubertas. Sebaliknya
pada prurigo feroks, lokasi lesi lebih luas dan berlanjut sampai dewasa.4,8,9
Diagnosis prurigo Hebra dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis papul-papul
miliar, berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor. Keluhan pasien
pada umumnya kulit sangat gatal. Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak diperlukan
untuk menegakkan diagnosis prurigo Hebra.6,7
Prurigo Hebra merupakan penyakit multifaktorial, tatalaksana pada penyakit ini
belum ada pengobatan yang sesuai. Tatalaksana saat ini dengan memberikan anjuran kepada
pasien untuk menghindari hal hal yang berkaitan dengan prurigo, yaitu menghindari gigitan
nyamuk atau serangga, mencari dan mengobati infeksi fokal, memperbaiki higiene seseoramg
atau lingkungannya. Tatalaksana medikamentosa diberikan untuk mengurangi gejala gatal
dengan pemberian sedatif atau antihistamin golongan sedatif. Bila terdapat infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotik.6,7,8,10
Sebagian besar prurigo Hebra akan sembuh spontan pada usia pubertas, namun karena
kronis dapat meninggalkan bekas makula hiperpigmentasi.
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus prurigo hebra dengan
gambaran klinis berupa papul miliar hiperpigmentasi disertai dengan erosi dan ekskoriasi
pada daerah tangan.
KASUS
Soerang laki-laki berusia 40 tahun, bangsa Indonesia, suku Banjar, alamt Jl.Mataram
No.7, datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin di RSUD Ulin Banjarmasin pada
tanggal 10 Agustus 2020. Keluhan utama bintil pada tangan dan terasa sangat gatal.

(I) ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan gatal sejak 4 tahun yang lalu. Gatal dirasakan pada
kedua punggung tangan yang bersifat hilang timbul. Awalnya keluhan berupa beberapa
bintil kemudian menjadi bersisik. Bintil tersebut menyebar ke kedua tungkai. Pasien
mengatakan keluhan gatal memberat saat digigit nyamuk atau setelah makan makanan
ikan laut dan gejala gatal dirasakan berkurang jika dioleskan bedak antigatal. Pasien
biasanya menaburkan bedak di sekitar lesi dan belum pernah berobat ke dokter.
Pasien mengatakan bahwa pasien sering digigit nyamuk karena tinggal di gunung.
Pasien juga mengatakan bahwa pasien memiliki gejala gatal pada saat memakan ikan-
ikan laut. Pasien mengatakan bahwa ayah pasien memiliki keluhan serupa saat masih
kecil namun saat ini sudah tidak ada keluhan.

(II) PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESEN

Keadaan Umum : Baik RR : 24x/menit


Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36,7oC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg SpO2 : 98% (tanpa suplementasi O2)
HR : 80x/menit

STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, alopesia (-), rambut hitam, lurus
Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), nystagmus (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : Jantung dalam batas normal, bising jatung (-), paru dalam batas normal,
vesicular, ronki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, timpani, bising usus 8x/m, nyeri tekan (-) di seluruh region abdomen,
nyeri nyetakan suprapubik (-) pembesaran kelenjar inguinal (-)

- -

- -
Ekstremitas: hangat + + edema

+ +

STATUS DERMATO-VENEROLOGIK
Inspeksi dan Palpasi

1) Gambaran Umum :

Warna Kulit : sawo matang


Turgor kulit : cepat kembali
Suhu : 36,7oC

2) Gambaran khusus
Regio dorsum manus dextra et sinistra:
UKK I : Papul miliar hiperpigmentasi
UKK II : Erosi, ekskoriasi

(III) DIAGNOSIS BANDING


1. Prurigo hebra
2. Skabies
3. Miliaria
4. Dermatitis kontak alergika

(IV) DIAGNOSIS SEMENTARA


Prurigo hebra

(V) PEMERIKSAAN LAB/ USULAN PEMERIKSAAN


1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan histopatologi
3. Ink burrow test
4. Pemeriksaan uji tempel kulit

(VI) DIAGNOSIS KERJA


Prurigo hebra

(VII) PENGOBATAN

Bedak salisil mentol 2 kali/hari


Tablet Cetirizin 10 mg/hari
Krim betametason valerat 0,1% 2 kali/hari

(VIII) PROGNOSIS
1. Ad Vitam : ad bonam
2. Ad Sanationam : dubia ad bonam
3. Ad Functionam : ad bonam

(IX) ANJURAN/SARAN
1. Bedak salisil mentol ditaburkan 2 kali sehari secara rutin untuk mengurangi gatal.
2. Obat cetirizin diminum 1 kali sehari pada malam hari. Obat ini berfungsi sebagai
anti gatal. Obat ini diminum sampai keluhan gatal hilang.
3. Krim betametason valerat 0,1% dioleskan tipis-tipis 2 kali sehari pada pagi dan sore
hari setelah mandi. Krim ini berfungsi untuk mengurangi reaksi peradangan.
4. Menghindari hal hal yang berkaitan dengan prurigo yaitu gigitan nyamuk dan
mengkonsumsi ikan laut.
5. Menggunakan pakaian tertutup atau menggunakan krim anti nyamuk jika berada di
luar rumah.
6. Jangan menggaruk lesi karena dapat menimbulkan luka pada kulit dan
mengakibatkan infeksi kulit.
7. Jika keluhan tidak membaik dan bertambah parah, segera kontrol ulang ke dokter.

PEMBICARAAN
Diagnosis prurigo hebra pada kasus ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien seorang laki-laki berusia 40 tahun
datang dengan keluhan gatal yang berat pada bintil pada kedua tangan sejak 4 tahun yang
lalu. Bintil pada awalnya pada punggung tangan kemudian menyebar ke tungkai. Pasien
mengatakan sering digigit nyamuk, memiliki alergi ikan, serta adanya riwayat keluarga
dengan keluhan serupa semasa kecil tetapi sudah sembuh. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa prurigo hebra merupakan penyakit kulit kronis
dengan presentasi klinik gatal yang berat pada lesi papul miliar dengan predileksi
ekstremitas bagian ekstensor. Menurut kepustakaan prurigo hebra merupakan penyakit
multifaktorial yaitu faktor intrinsik (genetik) dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Hal ini
sesuai dengan gambaran pasien dimana terdapat riwayat keluhan serupa pada keluarga dan
adanya alergi konsumsi ikan.4
Menurut kepustakaan manifestasi klinis prurigo hebra yaitu papul-papul miliar
tidak berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Rasa gatal yang
berat menyebabkan garukan terus menerus dan menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta,
hiperpigmentasi, serta likenifikasi. Sering juga terjadi infeksi sekunder. Jika telah kronik
tampak kulit yang sakit sedikit lebih gelap kecoklatan dan likenifikasi. Tempat predileksi
di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat pula meluas ke bokong dan perut,
wajah dapat pula terkena. Bagian distal lengan dan tungkai seringkali lebih parah
dibandingkan bagian proksimal.4,5,6
Hal ini sesuai dengan kasus, dimana lesi pada umumnya muncul papul miliar di
punggung tangan kemudian menyebar ke tungkai, adanya rasa gatal yang berat dan
bersifat hilang timbul. Pada lesi kulit juga didapatkan UKK erosi, ekskoriasi, dan
hiperpigmentasi yang menandakan garukan serta proses inflamasi kronik.
Pemeriksaan penunjang khusus sebenranya tidak diperlukan pada kasus prurigo
hebra karena tidak adanya tanda khusus yang bisa ditemukan dan pemeriksaan
histopatologi gambaran tidak khas. Sering ditemukan akantosis, hiperkeratosis, edema
pada epidermis bagian bawah, dan dermis bagian atas. Pada papul yang masih baru
terdapat pelebaran pembuluh darah, infiltrasi ringan sel radang sekitar papul dan dermis
bagian atas. Bila telah kronik infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta
deposit pigmen di bagian basal.4
Diagnosis banding dengan skabies dapat disingkirkan secara klinis. Skabies
memiliki manifestasi klinis akut. Pasien pada umumnya merasakan gatal hilang timbul
terutama pada malam hari, dengan predileksi di ekstremitas dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama pada lipatan. Biasanya terdapat riwayat keluarga dengan keluhan serupa.
Pada pemeriksaan mikroskopik juga dapat ditemukan telur dan Sarcoptes scabii. Hal ini
tidak ditemukan pada kasus tersebut.1,5
Diagnosis banding miliaria dapat disingkirkan secara klinis. Miliaria adalah
kelainan kulit akibat retensi keringat yang disebabkan oklusi duktus ekrin, ditandai dengan
erupsi papul-vesikel, tersebar di tempat predileksi, dapat mengenai bayi, anak dan dewasa.
Miliaria memilki predileksi daerah yang tertutup dan lipatan tubuh seperti leher, badan,
dan ketiak. Miliaria kristalina terdiri atas vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda
radang, mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari. Miliaria rubra merupakan jenis
tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar eritematosa, tersebar diskret.
Gejala dipengaruhi oleh perubahan cuaca panas dan membaik dengan pemberian kaladin.
Hal ini tidak ditemukan pada kasus tersebut. 1,5
Diagnosis banding dermatitis kontak alergi dapat disingkirkan secara klinis.
Dermatitis kontak alergi dapat bersifat akut, sub akut, dan kronis. Pasien pada umumnya
memiliki gatal yang hilang timbuk. Tampakan lesi pada lesi kronis pada umumnya berupa
plaque eritem dengan likenifikasi dan hiperpigmentasi. Dermatitis kontak alergi biasanya
memiliki predilesksi pada telapak tangan dan adanya kontak dengan bahan alergen. Bila
pajanan terhadap bahan alergen dihentikan pada umumnya keluhan dermatitis kontak
alergen akan membaik. Hal ini tidak ditemukan pada kasus tersebut. 1,5
Tatalaksana pada prurigo hebra dapat diberikan non medikamentosa dan
mendikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi kepada pasien utnuk
menghindari hal hal yang berkaitan dengan prurigo. Pada kasus tersebut yaitu
menggunakan pakaian tertutup dan repellent untuk menghindari gigitan nyamuk serta
menghindari konsumsi ikan. Selain itu, pasien juga perlu diedukasi untuk tidak menggaruk
kulit karena dapat menyebabkan luka dan infeksi pada kulit. Pasien juga dianjurkan untuk
menjaga kebersihan diri.1,4,5
Tatalaksana medikamentosa pada prurigo bertujuan untuk mengurangi gatal,
mengurangi proses inflmasi, dan mengobati infeksi kulit sekunder. Obat topikal dapat
diberikan untuk mengurangi gatal yaitu menthol 0,25-1% atau kamper 2-3%. Antihistamin
golongan sedatif juga dapat diberikan untuk mengurangi gatal. Pemberian antibiotik
topikal atau sistemik dapat diberikan jika terdapat tanda-tanda infeksi sekunder.
Sedangkan untuk mengurangi proses reaksi alergi dan inflamasi dapat diberikan steroid
topikal potensi sedang atau kuat. Pada pasien tersebut diberikan topikal mentol 2 kali
sehari dioleskan pada lesi dan antihistamin cetirizin 10 mg per hari untuk mengurangi
gatal yang dirasakan pasien. Pasien juga diberikan steroid topikal potensi sedang yaitu
betametason valerat 0,1% dioleskan pada lesi 2 kali per hari untuk mengurangi reaksi
inflamasi. Antibiotik topikal belum diberikan pada pasien karena belum ada tanda tanda
infeksi sekunder.1,4,5
Prognosis pada pasien ini baik. Sebagian besar prurigo hebra akan sembuh spontan.
Namun karena kronis dapat meninggalkan bekas makula hiperpigmentasi.4
Pasien perlu diberikan edukasi mengenai perjalanan penyakit, upaya proventif, dan
strategi tatalaksana yang akan diberikan. Hal ini penting untuk mencegah progresi
penyakit, memonitor perkembangan kondisi pasien, dan mengevaluasi stress psikologis
yang disebabkan oleh prurigo.

RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus prurigo hebra pada pasien laki laki dewasa usia 40 tahun
dengan gambaran klinis adanya gatal pada kedua tangan dengan papul miliar disertai
ekskoriasi dan erosi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pengobatan pada
penderita diberikan diberikan bedak mentol 2 kali/hari, cetirizin 10 mg/hari, steroid topikal
potensi sedang betametason valerat 0,1% dioles pada lesi 2 kali per hari. Pasien juga
diedukasi untuk menghindari hal terkait prurigo, kontrol rutin, dan menggunakan obat
sesuai anjuran. Prognosis pada penderita ini baik.
Dibacakan tanggal : 14 Agustus 2020

Mengetahui :
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, P. D. S. K. (2017). Indonesia


(PERDOSKI). Panduan Keterampilan Klinis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
89-91.
2. Bhattacharya, T., Strom, M. A., & Lio, P. A. (2016). Historical perspectives on
atopic dermatitis: eczema through the ages. Pediatric dermatology, 33(4), 375-
379.
3. Zeidler, C., Yosipovitch, G., & Ständer, S. (2018). Prurigo nodularis and its
management. Dermatologic clinics, 36(3), 189-197.
4. Sularsito, S., & Soebaryo, R. (2015). Prurigo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin (7th ed). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 157-65.
5. Wolff, K., Johnson, R. A., Saavedra, A. P., & Roh, E. K. (2017). Fitzpatrick's
color atlas and synopsis of clinical dermatology. McGraw-Hill,.dan Kelamin, P.
D. S. K. (2017). Indonesia (PERDOSKI). Panduan Keterampilan Klinis Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, 89-91.
6. Lorenzini, D., Lorenzini, F. K., Muller, K. R., & Sanvido, S. D. (2018). Prurigo.
In Dermatology in Public Health Environments (pp. 1299-1309). Springer,
Cham.
7. Ständer, S. (2020). Pruritus and prurigo. Braun-Falco´ s Dermatology, 1-17.
8. Ständer, S., & Greaves, M. (2016). Pruritus, Prurigo and Lichen Simplex. Rook's
Textbook of Dermatology, Ninth Edition, 1-23.
9. Pereira, M. P., Steinke, S., Zeidler, C., Forner, C., Riepe, C., Augustin, M., ... &
Gieler, U. (2018). European academy of dermatology and venereology European
prurigo project: expert consensus on the definition, classification and
terminology of chronic prurigo. Journal of the European Academy of
Dermatology and Venereology, 32(7), 1059-1065.
10. Udare, S., Jindal, S., Ahire, P., Somshwar, S., & Rohatgi, S. (2018). History and
Epidemiology. Atopic Dermatitis, 1.

Anda mungkin juga menyukai