Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT SESSION

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Oleh:

Fino Nauvalino 1810313024

Preseptor:

dr. Arkademi, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR. M. ZEIN PAINAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga laporan kasus yang berjudul “Dengue Hemorrhagic Fever” ini dapat penulis
selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Arkademi, Sp.PD selaku preseptor dan juga
kepada rekan-rekan dokter muda.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan,
khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus kompetensi 4, pada masa yang akan datang.

Padang, Februari 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia

mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling

ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD)

sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama

penyakit DBD adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah (vascular).7

Demam Dengue atau DF dan demam berdarah/ DBD (dengue hemorrhagic fever/

DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri oto dan/ nyeri sendi yang dsertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rogga

tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome)/ DSS adalah demam berdarah

dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok. Diagnosis klinis DBD didasarkan kriteria klinis

dan laboraturium, trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Diagnosis pasti adalah

dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus di tubuh penderita.

Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan isolasi virus, deteksi antigen

virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum

penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipiretik

untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mengatasi renjatan (syok), dan

mengatasi perdarahan.2
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah

perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika

Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar

50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000

kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia,

tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan

nyamuk setempat.8

Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik

bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di

antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,setiap tahunnya selalu terjadi

KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah

penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun

berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna

dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang

dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009

sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.9

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
karena DHF.
1.3 Tujuan penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
DHF.
1.4 Metode penulisan
Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh

infeksi virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes

aegypti (Stegomiya aegypti) atau Aedes albopictus (Stegomiya albopictus). Keempat

serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan.1 Demam

dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai oleh demam 2 – 7 hari, yang timbul

mendadak, tinggi, terus – menerus dan ditambah dengan adanya 2 atau lebih gejala lain yaitu

manifestasi perdarahan baik spontan (ptekie, perdarahan gusi, purpura, epistaksis,

hematemesis, atau melena) maupun berupa uji tourniquet positif, nyeri kepala, leukopenia (<

4.000/mm3), dan trombositopenia (< 100.000/mm3). Dengue hemorrhagic Fever (DHF)

merupakan infeksi virus dengue dengan ditandai 2 atau lebih manifestasi klinis ditambah

dengan bukti perembesan plasma dan trombositopenia.1,2

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada

DHF yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma.

Syok dengue pada umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada

hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning

signs).2

2.2 Epidemiologi

Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus mosquito-borne yang tersebar

paling cepat di dunia. Dalam 50 tahun terakhir kejadiannya meningkat 30 kali lipat dengan
penyebaran yang meluas ke berbagai negara baru dengan karakteristik geografis yang

beragam dari area pemukiman ke perkotaan. Sekitar 70% populasi yang berada dalam resiko

terinfeksi dengue berada di kawasan asia tenggara dan pasifik bagian barat. Semenjak tahun

2000 angka kematian akibat dengue mencapai rata rata 1% di area ini, namun di Indonesia,
3
India dan myanmar angka kematian mencapai 3-5% (Gambar 1.)

3
Gambar 1. Negara-negara/area-area dengan risiko transmisi dengue.

Tahun 2008 telah dilaporkan jumlah kasus DBD 137.469 orang, kemudian meningkat

pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus lebih dari setengahnya,

namun meningkat kembali tahun 2012. Walaupun angka kematian (CFR) telah berhasil

diturunkan menjadi di bawah 1% sekitar 0,80% - 0,89%.

2.3 Etiologi

Etiologi penyakit DHF adalah virus dangue termasuk famili Flaviviridae, genus

Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

Indonesia memiliki keempat serotipe virus dengue ini. Virus dengue termasuk dalam

kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta memiliki masa

viremia yang pendek. Virion virus dengue tersusun oleh genom RNA yang dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung dua protein yaitu
3,4
selubung protein E dan protein membran M.

Jika seseorang terinfeksi pertama kali (primer) dengan satu serotipe maka orang

tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi pada

infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologous infection)

pada umumnya memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi
2
primer.

2.4 Klasifikasi

WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu demam yang tidak

terklasifikasikan, demam dengue, dan Dengue haemorrhagic Fever (DHF). DHF memiliki 4

derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue shock syndrome
5
(DSS).

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue.

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue.


2.5 Patofisiologi

a. Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan

antara demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue (DHF) ialah peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,

trombositopenia, disertai diathesis hemoragik. Plasma akan merembes selama perjalanan

penyakit mulai dari awal masa demam dan mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus

berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat secara bersamaan dengan

menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Bukti adanya kebocoran

plasma ialah meningkatnya berat badan, ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga

serosa seperti peritoneum, pleura, dan perikardium.6

b. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian

besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai

terendah pada masa syok. Trombositopenia diduga disebabkan oleh depresi fungsi

megakariosit dan peningkatan destruksi trombosit. Peningkatan destruksi trombosit

disebabkan oleh virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel

dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut

fungsi trombosit pada DHF terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis

terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan

fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DHF. 6

c. Sistem Komplemen

Aktivasi sistem komplemen oleh virus dengue akan menghasilkan anafilaktoksin C3

dan C5 yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine

yang merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,


pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan

epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan
6
waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan.

2.6 Patogenesis

Patogenesis dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS)

masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis

infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune

enhancement. Halstead menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection.

Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF atau DSS. Antibodi

heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran

sel leukosit terutama makrofag. Sifat antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak

dinetralisirkan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag

(respon antibodi anamnestik).6,7

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-

antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma

merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga


6,7
menyebabkan hipovolemia hingga syok.

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan


perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti

dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami

perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh

manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
6,7
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel

endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DHF.

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada

membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga

trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh

RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin

dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai

mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi

trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya

koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan

peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor


6,7
pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jadi, perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
6,7
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi.

2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan

derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites.

3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti

disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.3

3
Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue.
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik / tak bergejala,
demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain (sindrom virus), demam
dengue, dengue hemorraghic syndrome, expanded dengue syndrome.

Gambar 3. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 20115


a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam
reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.2
b. Demam dengue (DD)
Demam timbul mendadak tinggi : 39-40°C, terus menerus (pola demam kurva
kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2 – 7 hari. Pada hari ketiga, sakit pada
umumnya suhu tubuh menurun, namun masih di atas normal, kemudian suhu naik kembali,
pola ini disebut sebagai demam pola bifasik. Demam disertai dengan myalgia, sakit
punggung, atralgia, muntah, fotofobia dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakkan. Pada
hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform Manifestasi perdarahan pada
umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif ( ≥ 10 ptekie dalam area 2,8 x 2,8
cm) atau beberapa ptekie spontan. 2
c. Demam berdarah dengue
Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7 hari. Demam disertai gejala lain
yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan, anoreksia, nyeri kepala,
dan nyeri otot dan sendi. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di
daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan
konjungtiva yang kemerahan. Demam dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. 2
Manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif (≥10 petekie/inch2), ptekie
spontan, yang ditemukan pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak. Epistaksis dan
perdarahan gusi dapat ditemukan kadang, disertai dengan perdarahan saluran cerna.
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. 2
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa
penyembuhan (convalescence, recovery). 2
1. Fase demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiringdengan menghilangnya
demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak
secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai keringat dan perubahan pada laju nadi
dan tekanan darah, hal ini merupakan gangguan ringan system sirkulasi akibat kebocaran
plasma yang tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang
bermakna sehingga akan menimbulkan hypovolemia dan bila berat menimbulkan syok
dengan mortalitas yang tinggi. 2
2. Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence). Kewaspadaan dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang
mendahului syok. Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara
hari sakit ke 3 – 7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak
semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan
di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan
nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi
di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematocrit di atas dasar merupakan tanda awal
perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3). 2
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling awal
yang sensitive dalam mendeteksi perembesan plasma yang umumnya berlangsung selama 24
– 48 jam. Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi,
oleh karena itu, pengukuran hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat
berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan intravascular bertambah, sehingga
penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hypovolemia. 2
3. Fase penyembuhan (Fase konvalesen)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24 – 48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular yang berlangsung
secara bertahap pada 48 – 72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian.
Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan
tetapi pemulihan trombosit umumnya lebih lambat.2
d. Sindrom Syok Dengue
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok terkompensasi),
namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke dalam syok
dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock yang menyebabkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata
2
(KID). Pada DSS seluruh criteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun, hipotensi dibandingkan standar sesuai dengan umur,
kulit dingin dan lembab, serta gelisah.
Gejala syok terkompensasi
- Takikardi
- Takipnea
- Tekanan nadi ( perbedaan antara sistolik dan diastolic ) < 20mmhg
- Waktu pengisian kapiler > 2 detik
- Kulit dingin
- Produksi urin menurun < 1ml/kgBB/jam
- Anak gelisah
Gejala syok dekompensasi
- Takikardi
- Hipotensi (sistolik dan diastolic turun)
- Nadi cepat dan kecil
- Pernafasan kusmaull atau hiperne
- Sianosis
- Kulit lembab dan dingin
- Profound shock : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

2.8 Diagnosis
Diagnosis klinis demam dengue:
1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, bifasik.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah.
5. Leukopenia < 4.000/mm3
6. Trombositopenia < 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda
2
lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.
Diagnosis klinis demam berdarah dengue:
1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, kontinua.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah.
5. Hepatomegali
6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
- Peningkatan hematocrit, >20% dari Pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut
umur.
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites.
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
7. Trombositopenia < 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda
lain, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
2
diagnosis DBD.
Dengue Shock Syndrome (DSS) :
1. Memenuhi kriteria DHF
2. Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi maupun yang
terkompensasi.
Syok Terkompensasi
9
Tanda dan gejala syok terkompensasi :
1. Takikardi
2. Takipnea
3. Tekanan nadi < 20 mmHg
4. CRT > 2 detik
5. Kulit dingin
6. Produksi urin menurun < 1 mL/kgBB/jam
7. Gelisah
Syok Dekompensasi
9
Tanda dan gejala syok dekompensasi :
1. Takikardi
2. Hipotensi
3. Nadi cepat dan kecil
4. Pernafasan kusmaull
5. Sianosis
6. Kulit lembab dan dingin
7. Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Tanda bahaya :
1. Klinis :
- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
- Muntah yang menetap
- Letargi, gelisah
- Perdarahan mukosa
- Pembesaran hati
- Akumulasi cairan
- Oliguria
2. Laboratorium :
- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit
- Hematokrit awal tinggi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam menunjang penegakan diagnosis
infeksi dengue. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
(1) isolasi virus,
(2) deteksi RNA virus dengan menggunakan pemeriksaan reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR),
(3) deteksi antigen virus dengan pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue,
(4) deteksi respon imun serum berupa pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue,
(5) analisis parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai
hematokrit, dan jumlah trombosit.2
Pada awal fase demam, leukosit dapat normal selanjutnya diikuti penurunan jumlah
leukosit yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<
5.0 sel/mm3) dan rasio antara neutrophil dan limfosit (neutrophil < limfosit) berguna
dalam memprediksi masa kritis perembesan plasma. Pada awal fase demam juga jumlah
trombosit normal, kemudian diikuti oleh penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000
/mm3 dapat ditemukan pada DD, namun selalu ditemukan pada DHF. Penurunan trombosit
yang mendadak di bwah 100.000/mm3 terjadi pada akhir fase demam memasuki fase kritis
atau saat penurunan suhu. Trombositopenia pada umumnya ditemukan pada hari sakit ketiga
sampai kedelapan, dan sering mendahului peningkatan hematocrit. Jumlah trombosit
berhubungan dengan derajat penyakit DHF. Pada awal demam juga ditemukan nilai
hematocrit masih normal. Peningkatan ringan pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Peningkatan hematocrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya
kebocoran plasma. Trombositopenia di bawah 100.000/mm3 dan peningkatan heamtokrit
lebih dari 20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DHF.2
Pemeriksaan radiologi juga dilakukan untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan foto
dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:
 Distres pernafasan/ sesak
 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru
karena overload pemberian cairan.
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
 Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli-buli.

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana DHF secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan, medikamentosa
simptomatik, dan antibiotic jika terdapat infeksi sekunder. Selanjutnya tatalaksana DBD
dibagi menjadi 5 protokol menurut PAPDI.

Gambar 4. Tatalaksana pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok


Gambar 5. Tatalaksana cairan pada pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok

Gambar 6. Tatalaksana DBD pada pasien dengan peningkatan Ht > 20%


Gambar 7. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DBD dewasa

Gambar 8. Tatalaksana DSS pada pasien dewasa


Kriteria Pulang Rawat:
1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Perbaikan klinis yang jelas
4. Jumlah urin cukup
5. Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
6. Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
36
7. Jumlah trombosit >50.000/mm .
Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan
melakukan aktvitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampa trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain
yang menyertai (misalnya ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5
2
hari.
2.10 Komplikasi
1. Demam Dengue :
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
2
trauma.
2. Demam Berdarah Dengue :
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan
4. pada masa perembesan plasma
5. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC,
6. kegagalan organ multipel)
7. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan
2
8. terapi cairan yang tidak sesuai.
BAB 3

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny NA

Usia : 36 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sungai nipah

Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Pendidikan Terakhir : SMK

Suku : Minangkabau

Nomor MR : 316071

Jenis Anamnesis : Autoanamnesis

2. Anamnesis

Seorang pasien perempuan berumur 36 tahun dirawat dibagian penyakit dalam RSUD DR.

M. Zein Painan dengan:

Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Demam sejak 4 hari SMRS, demam mendadak tinggi, demam terus menerus dan naik

turun, tidak disertai menggigil maupun berkeringat.

- Mual dirasakan pasien sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai muntah

dengan frekuensi 1x sehari berisi air, Saat ini mual muntah tidak ada.
- Nafsu makan menurun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Nyeri kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan disertain nyeri pada daerah

retro-orbital

- Nyeri otot dan sendi di seluruh badan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Badan terasa lemah, lesu sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Bintik kemerahan di kedua tangan dan kaki sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Riwayat perdarahan seperti mimisan tidak ada

- Nyeri pada abdomen tidak ada

- Sesak nafas dan batuk tidak ada

- BAK warna dan jumlah dalam batas normal.

- BAB berwarna kehitaman tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

 Tidak ada riwayat gangguan perdarahan

 Tidak ada riwayat hipertensi

 Tidak ada riwayat diabetes mellitus

Riwayat penyakit keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat ekonomi, sosial dan lingkungan

 Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal di rumah dengan kondisi lingkungan yang lembab.
3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Vital Sign

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis Kooperatif

TekananDarah : 110/80

Nadi : 98x/menit

Nafas : 20x/ menit

Suhu : 37,9 oC
Tinggi : 160 cm
Berat badan : 55 kg
IMT : 21,4

Status Generalisata

Kepala : Normocephal

Rambut : Hitam dan tampak lebat

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar

Gigi dan Mulut : Perdarahan gusi tidak ada

Leher : Tidak tampak pembesaran KGB dan kelenjar tiroid, JVP 5+2 cmH2o

Kulit : Tampak ptekie di kedua lengan dan kaki


Thorax

Paru

Inspeksi : Statis : bentuk dada normochest, dada simetris kiri dan kanan, tidak

terlihat ada massa, tidak terlihat adanya venektasi.

Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.

Palpasi : Fremitus dinding dada kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordir teraba di 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas kiri jantung 1 jari medial LMCS RIC V, batas kanan jantung linea

sternalis dextra, batas atas RIC II

Auskultasi : Irama reguler, tidak ada murmur

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : Teraba supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : Tidak terdapat nyeri ketok dan nyeri tekan CVA

Alat kelamin dan anus: Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstremitas :

Ekstremitas atas: nyeri sendi (+), edema (-), terdapat ptekie


Ektremitas Bawah: nyeri sendi (+), edema (-), terdapat ptekie

Pemeriksaan Laboratorium

26-01-2023 26-01-2023 28-01-2023


(pagi) (malam)

Hematokrit 50,5% 48% 48%


Hb 16,3 16,8 16,6
Trombosit 76.000 58.000 84.000
Leukosit 3.000 1.800 2.900
GDS - 122 -

Kesan :
 Leukopenia dan Trombositopenia

4. Diagnosis Kerja

Dengue Hemorrhagic Fever Grade I

5. Penatalaksanaan
- IVFD RL 30tpm
- Paracetamol 3x500 mg PO
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
6. Rencana
- NS1 Ag
- Serologi
- Fungsi hati dan ginjal
- Elektrolit
- Monitoring hemodinamik
BAB 4

DISKUSI

Dilaporkan seorang pasien Perempuan usia 36 tahun dengan diagnosis Dengue

hemoragic fever grade 1 diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Dari autoanamnesis pasien didapatkan demam sejak 4 hari SMRS, demam tinggi,

terus menerus, tidak disertai menggigil, dan tidak berkeringat. Demam disertai nyeri di

belakang mata, kepala dan sendi-sendi seluruh tubuh.. Manifestasi DHF dimulai dengan

demam tinggi, 2-7 hari serta gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri

kepala. Demam sebagai gejala utama pada semua kasus.

Buang air besar dan buang air kecil normal. Demam disertai gejala lain yang sering

ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan, anoreksia, nyeri kepala, dan nyeri

otot dan sendi. Ini merupakan gejala khas yang dapat ditemukan pada demam yang

disebabkan oleh virus. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di

daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok.

Pada keluarga, tidak ada anggota keluarga yang menderita DHF, tetapi disekitar

rumah pasien banyak terdapat genangan air. Nyamuk dengue merupakan nyamuk yang

senang berada di air yang tergenang ,tempat gelap, dan dan tempat- tempat yang padat. Saat

nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke dalam

tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5 – 7 hari fase demam. Nyamuk

kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada

individu antara lain ditentukan oleh status imun dan factor genetik pejamu.
Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran komposmentis

E4M6V5, Tekanan darah 110/80 nadi 98 kali/menit , pernafasan 20 x/menit, suhu 37,9º C.

Pada pemeriksaan khusus anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung tidak ada, cor dan pulmo

dalam batas normal, abdomen supel, nyeri tekan epigastrium (-) dan pada ekstremitas akral

dingin tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya trombositopenia .

Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi virus seperti adanya demam tinggi

yang mendadak disertai gejala nyeri sendi, dan anoreksia. Hasil ini dapat memperkuat

kemungkinan terjadinya infeksi virus berupa DHF. Apabila ditemukan gejala demam

ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma

dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Pada pasien ditemukan

demam berlangsung sudah 4 hari, tinggi terus menerus, ptekie positif, dan dari hasil

laboratorium didapatkan trombositpenia, maka dapat ditegakkan diagnosis Dengue

Hemorragic Fever Grade I.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain terapi cairan agar mencegah

terjadinya gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan pemberian cairan infus RL 30 tpm,

serta dianjurkan untuk banyak minum air putih. Selain itu penatalaksanaan yang dapat

dilakukan adalah terapi simptomatis, karena DHF merupakan infeksi virus /self limited

disease, maka terapi spesifik untuk DHF ini tidak ada. Demam pada pasien diatasi dengan

pemberian paracetamol 3x500mg. Pemberian lansoprazol bertujuan untuk mengatasi

dispepsia yang dialami pasien. Pemberian ranitidin bertujuan untuk mengatasi mual yang

terjadi pada pasien.

Hal yang terpenting dalam penatalaksanaan pasien DBD adalah terapi cairan.

Penyebab kematian pada DBD adalah terjadinya Dengue Shock Syndrome/ DSS, akibat

terjadinya kebocoran plasma tersebut. Kematian karena DBD banyak terjadi pada anak. DSS

sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian cairan

Prognosis pada Dengue Hemorrhagic Fever ditentukan dari beberapa faktor yaitu

umur pasien, seberapa cepat mengenali kebocoran plasma, ada atau tidaknya tanda-tanda
bahaya DHF dan apakah sudah terdapat komplikasi dimana paling sering adalah DSS.

Dengan deteksi dini pada kebocoran plasma yang baik maka pengobatan atau terapi cairan

yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik dapat diberikan sehingga dapat menurunkan

angka kematian dan kecacatan akibat DHF. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam

dubia ad bonam dan quo ad fungsionam dubia ad bonam.

Hal lain yang harus diperhatikan pada pasien dengan DBD adalah edukasi mengenai penyakit

DBD itu sendiri. Mulai dari penyebabnya, bagaimana dapat terjadinya DBD, apa saja

gejala dan tanda yang dapat muncul, serta tanda bahaya sehingga dapat dibawa ke dokter

segera untuk penanganan lebih lanjut. Pencegahan terjadinya DBD juga seharusnya

diterangkan kepada pasien, seperti dengan melakukan 3M (menguras bak mandi, mengubur

barang2 bekas, dan menutup tempat penampungan air). Selain itu juga melakukan beberapa

plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu

pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,

memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata laksana


infeksi virus dengue pada anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2014.
2. World Health Organization. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. Geneva: WHO Library Cataloguing; 2009
3. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed 6,
jilid I. Jakarta: Internal Publishing; 2014: 539-548
4. World Health Organization. Dengue: Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Hemorraghic Fever. India : WHO Library
Cataloguing; 2011

5. Soedarmo S., Gama H., Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis Edisi 2. Jakarta: IDAI.

6. Cris Tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculapius, 2014

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna Publishing:; 2009.
8. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever
Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense Council
Issue Paper; 2009.
9. Kusriastuti R. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 2009 dan
Tahun 2008.Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI; 2010.

Anda mungkin juga menyukai