Anda di halaman 1dari 239

TUTORIAL DAY 2

MINGGU 3 BLOK 3.4


A N I N D I A S A L WA S A L S A B I L A

1 8 1 0 3 1 1 0 1 9

2 1 D
Highlight Materi Mata tenang visus turun perlahan

Minggu 3 Mata tenang visus turun mendadak


Mata Tenang Visus Turun Perlahan

Kelainan refraksi: Miopia (4A), Hipermetropia (4A), Astigmatisme (4A), Presbiopia (4A),
Ambliopia (2) (include strabismus yang merupakan kelainan kedudukan bola mata)

Kelainan lensa: katarak (2)

Kelainan pada retina: retipoati diabetikum(2), retinopati hipertensi (2), ARMD (2), retinitis
pigmentosa
Mata Tenang Visus Turun Mendadak

Kelainan lensa

Kelainan retina: ablasio retina (2), perdarahan vitreus (1), oklusi


pembuluh darah retina (2)

Kelainan N.Opticus: neuropati optic (2), neuritis optic (2), edema


papil (2), atrofi optic (2)
Materi yang akan dibahas Minggu ini:
1. Hipermetropia (RINGAN: SKDI 4A)

2. Miopia (RINGAN: SDKI 4A)

3. Presbiopia (SKDI 4A)

4. Astigmatisme (RINGAN: SKDI 4A)

5. Katarak ( SKDI 2)

6. Strabismus

7. Ambliopia (SKDI 2)

8. Ablasio retina (SKDI 2)

9. Perdarahan vitreous (SKDI 1)

10. Neuropati optic (SKDI 2)


ANATOMI MATA
LENSA
• Bikonveks ,tebal 3,5-5 mm, Diameter 6,4-9 mm

• Transparan, avaskuler, persyarafan(-)

• Komponen lensa :

Kapsul anterior&posterior, semipermiabel


(air,elektrolit),elastis

Epitel subkapsul anterior, Selapis sel kuboid, Mitotik


(germinative zone)  lens fiber (ukuran >,kelenturan<)

Korteks anterior&posterior, outermost lens fibers

Nukleus,↑ usia → ↑ nuclear sclerosis


KOMPOSISI LENSA
• 66 % air,umur >,air <,elastis <(presbiopia)
• 33 % protein,water soluble (crystalline,81%)
water insoluble (urea soluble/in)
Mempertahankan transparansi
   Umur tua (katarak)
crystalline (51%)
water insoluble >
Bersifat antigen
• Elektrolit , K 120 mM, Na 20 mM, Ca 30 mM
Fungsi lensa
• Refraksi , menfokuskan objek jauh ke
retina.
Relaksasi M siliaris  Zonula zinn teregang Diameter Ant-Post minimal
• Akomodasi, menfokuskan objek dekat ke
retina.
Kontraksi M siliaris Zonula zinn kendor
Lensa cembung (kapsul elastis, lensa lentur)
RETINA
• Merupakan membrane transparan tipis jaringan saraf yang melapisi 2/3 posterior bola mata,
kecuali pada area diskus optic

• Lapisan retina ke anterior bola mata dan berakhir secara sirkumferensial 360 derajat di ora
serata

• Retina beserta PD retina dan diskus optic membentuk fundus okuli (bagian dalam bola mata
yang terluhat melalui pemeriksaan oftalmoskopi)

• Pada pemeriksaan oftalmoskopi/funduskopi retina akan terlihat cerah dan berwarna jingga,
karena dibalik retina yang transparan tdpt latar belakang pigmen melanin dari lapisan RPE dan
koroid

• Bagian sentral retina posterior dikenal sebagai macula lutea. Makula memiliki ketajaman
penglihatan terbaik yang bertanggung jawab untuk penglihatan sentral

• Pusat macula disebut fovea (daerah paling tipis dari retina, avascular, tdd dari sel kerucut tanpa
sel batang)
• Retina terdiri atas 10 lapisan dengan lapisan sebelah dalam yaitu retina neurosensorik dan lapisan sebelah luar yaitu lapisan epitel pigmen retina

• Lapisan paling dalam beraposisi dengan vitreus dan lapisan paling luar melekat kuat pada koroid

• Diantara retina neurosensorik dan epitel pigmen reina terdapat ruang postensial ( yang terdapat terisi caira jika terjadi ablasio retina)

• 10 lapisan retina dari luar ke dalam:

- Epitel pigmen retina (RPE) dan lamina basal

- Segmen dalam dan segmen luar sel foto reseptor

- membrane limitans eksterna

- lapisan inti luar sel fotoreseptor (tdd sel batang dan sel kerucut)

- lapisan pleksiform luar

- lapisan inti dalam

- lapisan pleksiform dalam

- lapisan sel ganglion

- lapisan serabut saraf

- membrane limitans interna

• Serabut saraf retina akan memasuki diskus optic yang berbentuk oval. Pusat diskus optic terletak di sebelah nasal pusat retina. Pada diskus optic tidak terdapat
jaringn retina, dan tidak terdapat fotoreseptor sehingga struktur ini diproyeksi kan sebagai bintik buta
• NEUROSENSORIS RETINA
• Dibedakan 3 lapis :

• Eksternal : Fotoreseptor

• Intermediate : Lapisan nuklear dalam

• Inner : Lapisan sel gangglion

• 2 Sinaptic atau plexiform

• Lapisan plexiform luar

• Lapisan plexiform dalam


• Fotoreseptor
• Rod

• Penglihatan remang-remang

• Penglihatan perifer

• Sensitifitas yang besar untuk blue-green

• Cone

• Penglihatan sentral

• Penglihatan warna

• Tajam penglihatan

• Penglihatan pada cahaya terang


• Epitel pigmen retina
1 lapis sel kuboid

Kaya dengan melanin

Mengandung 3.5 juta sel

Kepadatan berkurang dari fovea sentral ke perifer

Fungsi :

Fagositosis

Metabolisme retinol

Outer retinal barrier

Absorbsi cahaya

Sintesis matrix ekstraseluler

Regulasi transport ion dan bahan-bahan metabolite


• Ruang subretina

Mikrovili EPR

Matrix ekstraseluler (matrix fotoreseptor)

Tekanan hidrostatik pada EPR dari vitreous

Transport aktif cairan subretina oleh EPR

Tekanan osmotik plasma

• Vaskularisasi Retina

• A. centralis retina → 2/3 dalam

• Cabang a. opthalmica dari A. Carotis interna

• Masuk ke retina via Papil nervus optikus


• Cabang Superior dan Inferior

• Mendarahi sampai Lapisan nuklear dalam


• Inner blood retinal barrier

• Khoriokapilaris → 1/3 luar

• Berasal dari Koroid

• Cabang dari a ciliaris posterior brevis

• A cilioretina (20 %)
• MAKULA
• Sentral retina

• Fotoreseptor Cone

• Mengandung Lutein dan Zeaxanthin

• Diameter 6 mm

• Sentral → foveola (1.5 mm)

• Fovea
• daerah melingkari foveola

• 3.5 mm lateral diskus optikus

• Avaskular zone

• Warna agak gelap


Nervus Opticus

Merupakan kumpulan dari 1 jt akson yang bermula di lapisan sel ganglion


retina dan terus berlanjut ke arah korteks oksipital

Berdasarkan topografi, dibagi atas 4 regio:


- Regio intraocular: dpt dilihat sbg papil - Regio intracranial: kiasma  tractus
- Regio intraorbital: annulus of zinn,
saraf optic/diskus optic/optic nerve head - Regio intrakanalikular optikus  badan genikulatum lateral 
selubung meningeal
(bintik buta) radiasio optikus korteks visual
N. Optikus Intra Oculer
Papila N.optikus
 Bulat lonjong
 Merah kekuningan
 C/D : 0.3-0,6
 Arteri dan Vena sentralis
 Arteri dan Vena sentralis
 TIK  papil jadi edema
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Visus

• Tajam penglihatan ( visus )


- Tanpa dan dengan kacamata
- Setiap mata diperiksa terpisah
- Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada jarak 5- 6 m
dengan mata tanpa akomodasi

• Digunakan Kartu Snellen, E Chart, Cincin Landolt, Kartu Gambar


Allen
• Snellen

• E chart

• Cincin landolt
• Mata hanya dapat membedakan 2 titik terpisah bila titik
tersebut membentuk sudut 1 menit ( minimum separable )

• Objek huruf / angka yang masih bisa dikenali mata. Bila


membentuk sudut 5 menit dan setiap titik dipisahkan oleh
sudut 1 menit

• Sudut 5 derajat = Sudut visualis


TAJAM PENGLIHATAN (VISUS)

• Bila tajam penglihatan 6/6  dapat melihat huruf pada jarak 6 m,


yang orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 m

• Bila tajam penglihatan 6/30  pasien hanya dapat membaca huruf


pada baris yang menunjukkan angka 30 (dapat membaca huruf
pada jarak 6 m yang oleh orang normal dapat dibaca pada jarak 30
m
• Bila tidak bisa mengenali huruf terbesar maka
dilakukan hitung jari

Misal :

Bila pasien dapat menghitung jari pada jarak 3 m 


visus 3/60
• Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pd
jarak 1 m  visus 1/300

• Bila hanya dapat melihat cahaya  visus 1 / ~


PEMERIKSAAN REFRAKSI
• Pameriksaan mata dilakukan dengan memeriksa mata
satu persatu, untuk membedakan penurunan visus akibat
kelainan organic dengan refraksi, pakai pin hole disc.
Membaik  refraksi, tidak  organic/non refraksi
• Cara :
1. Anamnesa : kabur jauh atau dekat
2. Pemeriksaan mata sepintas apakah ada
kelainan patologis lain
3. Periksa tajam penglihatan

30
• Frame

31
Lensa Minus
Okluder / Penutup

Lensa Plus
32
Pemeriksaan Refraksi Subjektif

I. Cara coba-coba ( trial and error )


1. Perkiraan anomali refraksi dari hasil pengukuran tajam penglihatan pakai
kartu uji snellen pada jarak 5 atau 6 m

2. Pasang gagang kacamata (trial frame) tutup satu mata.

33
3. Coba dengan lensa plus atau minus yang kira-kira sesuai dengan
kurangnya visus.

contoh : visus 5/50  mulai dengan sferis minus 2 D atau plus 2 D

4. Perhalus dengan menambah atau mengurangi lagi dengan lensa +/- 0,5
D sampai visus terbaik.

5. Bila visus kurang dan tak ada kelainan mata lainnya mungkin astigmat.

34
II. Cara pengabutan ( fogging )

• Untuk mencegah akomodasi, fokus dengan


sengaja dimajukan ke depan retina
• Cara memasang lensa + (misalnya + 4 D) 
pasien mengatakan kabur  kurangi sedikit-
sedikit sampai menjadi tegas.

35
Pemeriksaan refraksi objektif

Dengan memakai alat-alat tertentu seperti:

1. Retinoskop cermin (yang berlubang kecil ditengah)

2. Retinoskop streak ( sumber cahaya berbentuk garis )

3. Retinoskop spot ( sumber cahaya berbentuk spot atau


bulat)

36
38
HIPERMETROPIA
R I N G A N : S K D I 4 A
MIOPIA
R I N G A N : S K D I 4 A
PRESBIOPIA
S K D I 4 A
ASTIGMATISME
R I N G A N : S K D I 4 A
DEFINISI
• Astigmatisme merupakan keadaan optic mata dimana sinar-sinar sejajar tidak dibiaskan
pada 1 titik focus tunggal kaerna kelengkungan (kurvatura) dan kekuatan refraksi
permukaan kornea dan atau kensa berbeda beda diantara berbagai meridian  sehingga
terdapat lebih dari 1 fokus
• Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan sinar
pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik.

• Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak
didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan
retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina
Epidemiologi
• Insiden kelainan ini masih sukar ditentukan di Indonesia.

• Perdami cabang DKI Jakarta pada tahun 1987- 1988 mengadakan survey kesehatan mata pada
murid-murid Sekolah Dasar da Madrasah .Ibtidaiyah, menemukan jumlah anak dengan tajam
penglihatan tidak normal sebanyak 68.590 murid (lebih 10%) dari 613.466 murid, tanpa merinci
bentuk kelainan tajam penglihatan.

• Higashiyama (1975), melaporkan jumlah astigmatisme pads anak-anak sekolah didaerah sekitar
Tokio, sebanyak 26% dari kelainan refraksi yang ditemukan pada anak-anak sekolah dasar
(Elementary School) dan 11,6% dari kelainan refraksi yang ditemukan pada murid sekolah lanjutan
pertama (Junior high school).
Klasifikasi

Astigmatisme dibedakan menjadi

• astigmatisme regular : apabila meridian utama mempunyai


orientasi yang konstan sepanjang pupil dan perbedaan kekuatan
refraksi nya konstan disetiap titiknya. Mata mempunyai 2 meridian
utaama yang terletak saling tegak lurus dan meridian utama ini
adalah meridian yang mempunyai kekuatan pembiasan terkuat dan
terlemah  seberkas cahaya akan difokuskan pada 2 garis fokus

• astigmatisme irregular: orientasi meridian utama serta besar


astigmatisme berubah-ubah
Klasifikasi astigmatisme regulae berdasarkan posisi relative garis fokusnya dibedakan jadi
5 tipe:

1. Astigmatisma miopi simpleks: satu garis focus pada retina, sedangkan garis focus
lain terletak di depan retina

2. Astigmatisma hipermetropi simpleks: satu garis focus pada retina, garis focus lain
terletak di belakang retina

3. Astigmatisma miopi kompositus: kedua garis focus berada di depan retina

4. Astigmatisma hipermetropi kompositus: kedua garis focus terletak di belakang


retina

5. Astigmatisma misktus: satu garis focus di depan retina dan garis focus lain di
belakang retina
KLASIFIKASI berdasarkan orientasi meridian utama:

1. Astigmatisma with the rule: kekuatan pembiasan terbesar terdapat pada meridian
vertical. Tipe ini dikoreksi dengan lensa silinder negatif pada axis 180 (banyak pada
anak-anak)

2. Astigmatisme against the rule: kekuatan pembiasan terbesar terletak pada meridian
horizontal, dikoreksi dengan lensa silinder negative dengan aksis 90

3. Astigmatisma oblik: kekuatan pembiasan terbesarnya pada meridian sekitar 45 dan 135
 Pembagian derajat astigmat:

Astigmat ringan: < 1.50 D


Astigmat sedang: 1.50 D-2.50 D
Astigmat tinggi: > 2.50 D

Koreksi astigmat pada anak: koreksi penuh


Etiologi
• Secara spesifik belum diketahui

• Herediter dan ada sejak lahir, dapat berubah seiring pertambahan usia (bertambah atau berkurang)

• Post trauma kornea  karena terbentuk jaringan parut setelah keratitis

• Keratokonus  penyakit degenerasi kolagen kornea dimana kornea semakin menipis progresif
dan terbentuk konus  astigmatisme tinggi yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata

• Etiologi astigmatisme ireguler :

- Kelainan kornea  sikatrik kornea, operasi (terbanyak)

- Kelainan lensa  katarak insipien, katarak imatur


Manifestasi Klinis dan Diagnosis
• Pada astigmatisme ringan hanya terdapat pandangan kabur.

• Pada yang tidak dikoreksi akan terjadi nyeri kepala atau kelelahan mata dan mengaburkan mata pada segala
arah

• Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan refraksi subjektif menggunakan juring astigmat (astigmatism dial
technique) atau menggunakan alat Jackson cross cylinder

• Keratometer  pengukuran kelengkungan (jari-jari) kornea untuk mengkonfirmasi dan kuantifikasi perbedaan
kelengkungan kornea pada meridian utama

• Pemetaan topografi  gambaran permukaan kornea menyeluruh

• Cakram placido  peralatan sederhana untuk memeriksa permukaan kornea dan memperkirakan kelengkungan
kornea
Pemeriksaan astigmatisma Cara pengaburan (fogging technique)
·           Setelah penderita dikoreksi untuk hipermetropia atau myopia yang ada, maka
tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif
3. penderita diminta melihat kisi-kisi juring astigmatisme
·           Penderita ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring
pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditaruh sumbu lensa silinder atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.
·           Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder ini dinaikkan sampai garis juring kisi-
kisi astigmatisme vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau
semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder yang ditambahkan.
·           Kemudian penderita diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan
ditaruh lensa negatif sampai penderita melihat jelas pada kartu Snellen. (Vaughan,
1995)
Tatalaksana
• Kacamata: pilihan pertama  lensa silinder mempunyai tambahan kekuatan pembiasan
pada meridian tertentu. Penggunaan lensa silinder dapat digabungkan dengan kelainan
refraksi lain (myopia, hypermetropia, presbiopi). Untuk mengurangi distorsi bayangan 
lensa silinder negative

• Lensa kontak: pada kasus astigmatisme tinggi atau irregular. Dapat memberikan
penglihatan lebih tajam dan lapangan pandang lebih luas

• Bedah refraktif  LASIK (laser insitu keraomileusis) atau PRK (photo refractive
keratectomy)
Kesimpulan
Astigmatisme
KATARAK
S K D I 2
Definisi
• Kekeruhan lensa yang dapat menimbulkan gejala penurunan kualitas fungsi penglihatan
berupa penurunan sensitivitas kontras serta tajam penglihatan

• Penurunan kemampuan tajam penglihatan karna lensa merupakan organ transparan yang
memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar masuk kedalam mata agar jatuh tepat
retina, baik jarak jauh atau dekat
Etiologi
• Penyebab multifaktorial, tetapi degeneratif yang utama
Penyakit sistemik seperti DM

Steroid

Dapat mempercepat timbulnya katarak


Epidemiologi
• Depkes RI 1993-1996, angka kebutaan 1,5% dengan penyebab utama katarak (0,78%) ->
prevalensi buta katarak kedua tertinggi di dunia
80% kasus buta katarak seharusnya dapat dicegah
Patogenesis
• Katarak senilis -> katarak akibat proses penuaan

• melibatkan berbagai proses meliputi


perubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga membentuk kekeruhan

Bertambahnya lapisan serat lensa yang lama kelamaan membuat lensa mengeras, padat, berpigmen,
dan mengeruh

Kekeruhan timbul bisa terjadi pada nukleus, korteks, atau subkapsular

Faktor lingkungan berkorelasi signifikan dengan prevalensi katarak adalah kebiasaan merokk serta
pajanan UV
• Katarak dapat terjadi karna trauma
Trauma tumpul, kekeruhan terjadi karna memar (kontusio) pada jaringan lensa

• Katarak dapat terjadi karna peradangan intraokular (uveitis dan trauma)


Dapat menyebabkan kekurahan lensa selain tentunya sinekia posterior

• Katarak dapat terjadi karna trauma


Pada DM, dapat mempercepat terjadinya katarak akibat meningkatnya kadar sorbitol intrasel
didalam serat lensa sehingga terjadi degenerasi serat lensa lebih cepat
ETIOLOGI KATARAK (1)
▪ KONGENITAL DAN DEVELOPMENTAL :
. Herediter : autosomal dominan
. Infeksi intrauterin (TORSCH)
. Abnormalitas kromosom: Sindroma Down
. Penyakit sistemik : Galaktosemia
. Idiopatik

64
MORFOLOGI KATARAK
KONGENITAL
▪ 1. Nuclear: berkaitan dengan microphthalmos.

▪ 2. Lamellar: dapat bersifat Autosomal Dominan,  pada penyakit sistemik atau infeksi intrauterin. 

▪ 3. Coronary (supranuclear):bersifat sporadik

▪ 4. Blue dot opacities (cataracta punctata caerulea)

▪ 5. Sutural

▪ 6. Anterior polar cataract : data bersifat flat atau pyramidal opacity.

▪ 7. Posterior polar cataract

▪ 8. Central ‘oil droplet’ opacities: khas pada galaktosemia.

▪ 9. Membranous cataract

▪ 10. Total congenital cataract : berkaitan dengan herediter atau infeksi intrauterin

65
KATARAK KONGENITAL
▪ Klinis : Lensa keruh (leukokoria)
. Parsial – total (Red Reflex -)
. Unilateral – bilateral
▪ Th/ .Indikasi operasi : . Diameter opacity > 3 mm (Red Reflex -)
. Sentral . Padat/keruh
. Katarak bilateral (operasi sebelum usia 10 minggu)
. Katarak unilateral (operasi sebelum usia 6 minggu)
> Mencegah ambliopia deprivasi (nystagmus), supresi (strabismus)
Penyulit : . Uveitis fakoanafilaktik
. Glaukoma sekunder
. Katarak sekunder

66
REHABILITASI VISUAL PADA KATARAK
KONGENITAL PASKAOPERASI
▪ Kacamata  pada kasus afakia bilateral

▪ Lensa kontak  pada kasus afakia unilateral

▪ Implantasi Lensa Intraokular  pada anak >2 tahun

▪ Terapi oklusi  Mencegah amblyopia

▪ Follow up, red reflex, refraksi, komplikasi

67
Katarak senilis (Age Related Cataract)
▪ Penyebab kebutaan utama di Indonesia
▪ Morfologi katarak senilis:
▪ K.Nuklear, visus jauh kurang
Nukleus makin besar,sklerotik  peningkatan
indek refraksi nucleus  miopisasi
putih kekuninganan > coklat > k’hitam’
/K.Nigra, ‘Brunescent nuclear cataract’
▪ K.Kortikal, visus jauh kurang
Hidrasi korteks  lensa membengkak  intumesen  miopisasi
Bentuk : cuneiform (wedge shaped) or radial spoke-like opacities
▪ K.Subkapsular post’or/cupuliform, visus dekat kurang
Gambaran vacuolated, granular,atau plaque-like

68
Stadium Katarak Senilis
▪ Katarak Insipien
Keruh tdk teratur,kortek ant,post
Poliopia,’Shadow test’/Iris shadow (+)
▪ K.Imatur
Partially opaque, masih terdapat korteks yang jernih
Intumesen:Air >,lensa bengkak,kapsul tegang,
’Artificial Myopia’
KOA(BMD) dangkal → Glaukoma phakomorfik
Iris shadow (+)

69
Stadium Katarak Senilis
▪ K.Matur
Keruh difus,ukuran lensa N’, KOA N’
Deposit Ca > perkapuran > lensa sangat putih
Iris shadow (-)
▪ K.Hipermatur , K.Morgagni
Korteks m’cair,kapsul lensa m’kerut,
lensa warna kuning, KOA dalam
‘Shadow test’ pseudo iris shadow (+)
Penyulit : uveitis fakotoksik, glaukoma fakolitik
70
Katarak Komplikata
▪ Penyakit intraokuler
. Iridosiklitis,khoroiditis(uveitis ant’or,post’or),
. Glaukoma Akut (Glaukomflecken)
. Ablasio retina,retinitis pigmentosa,miopia tinggi
.Tumor intraokular,iskemia okular
. Paska bedah mata (vitrektomi, trabekulektomi)

71
Katarak Komplikata
▪ Penyakit sistemik
. Diabetes Melitus (K.Diabetes), Galaktosemia
. Hipoparatiroid,tetani infantil ( Ca<), nutrisi
. Miotonia distrofi
. Dermatitis atopik
Th/ operasi , visus < , penyulit

72
Katarak Traumatika
▪ Lensa keruh k/ trauma tumpul(‘vossius ring’)

, trauma tajam, ionizing radiation,

IOFB/ metallosis(siderosis, calcosis),

radiasi infrared (glassblower cataract)

, electric shock

▪ ‘ Monocular cataract’

▪ Penyulit : Glaukoma,uveitis

▪ Th/ Visus < , penyulit

73
Katarak Sekunder
▪ ‘After cataract’

▪ Pos-op operasi ECCE/fakoemulsifikasi

▪ ‘Wedl /bladder’ cell → Soemmering ring → ‘Elschnig pearls’

▪ Penebalan/fibrosis kapsul posterior

▪ Th/ . Visus <,penyulit

. Kapsulektomi posterior

. Nd YAG Laser Posterior Capsulotomy

74
Manifestasi klinis
• Datang dengan keluhan buram seperti terhalang kabut yang tidak dapat diperbaiki dengan
pemberian kacamata

• Sebelum lensa keruh, proses penuaan menyebabkan lensa bertambah tebal sehingga terjadi
miopisasi akibat titik fokus tertarik ke depan retina -> disebut juga second sight

• second sight -> orangtua atau penderita presbiopia tidak perlu kacamata untuk melihat dekat,
tetapi semakin buram untuk melihat jauh

• Katarak senilis -> kekeruhan pada nukleus lensa sehingga dapat memberi gejala berupa kesan
melihat lebih jelas pada malam hari dibanding siang -> karna pupil terbuka lebih lebar
sehingga memungkinkan cahaya masuk ke perifer lensa
• Perubahan indeks refraksi akibat kekeruhan lensa tidak merata dibagian2 lensa
menimbulkan gejala melihat ganda/diplopia

• Diplopia yg dapat terjadi > diplopia monokular, OK jika satu mata ditutup, bayangan
ganda tidak hilang.

• Kekeruhan tidak merata juga mengakibatkan cahaya masuk difouskan terpencar pada
retina sehingga menimbulkan keluhan pendar/silau (glare)
Diagnosis
• Katarak pada pemeriksaan oftalmologis berupa kekeruhan lensa

• Katarak matur dapat dikenali melalui pemeriksaan pupil, cukup dengan menggunakan
senter, dimana pupil terlihat berwarna putih akibat lensa sudah mengalami kekeruhan total

• Jika kekeruhan lensa sebagian dikenal sebagai katarak imatur,kondisi ini relatif lebih sulit
dikenali dengan senter

• Biomikroskop lampu celah atau slitlamp lebih membantu menemukan kekeruhan kecil
pada lensa
PEMERIKSAAN KELAINAN LENSA
▪ 1.Uji tajam penglihatan(visus)

▪ 2.Pemeriksaan lensa

. Pupil dilebarkan dg midriatikum

. Lampu celah(Slit lamp)

. Oftalmoskop (‘Red reflex’/ refleks fundus )

. Lup

. Lampu senter

78
Slit lamp biomicroscopy
• Pemeriksaan lain, shadow test -> pemeriksaan kekeruhan lensa menggunakan senter yang
disorotkan oblique ke arah pupil
Katarak nuklear yang cukup tebal, sebagian lensa keruh akan menjadi alas yang memantulkan
kembali sinar senter yang jatuh melalui pupil sehingga membentuk bayangan iris berbentuk bulan
sabit

Pemeriksaan ini kurang dapat diterapkan pada jenis katarak kortikal dan subkapsular serta katarak
dini yang kekeruhan masih relatif tipis
Shadow
test
• Pemeriksaan lebih akurat dengan oftalmoskop direk
Dimulai dengan melebarkan pupil dan pemeriksa melihat ke arah pupil mengunakan oftalmoskop
dari jarak 50 cm dari pasien

Lensa jernih tanpa kekeruhan memberikan gambaran refleks fundus berupa warna oranye yang
homogen

Lensa dengan kekeruhan akan memperlihatkan bayangan gelap menutupi refleks fundus
Tatalaksana
• Antioksidan (vit C &E) dapat mengurangi angka kejadian katarak

• Pemberian tetes mata N-asetylcarnosine di middle east menunjukan kekeruhan lensa


berkurang setelah 6 bulan tetapi di RSCM hanya kualitas fungsi penglihatan subjektif
yang membaik

• Pemberian kacamata dapat dilakukan pada katarak dini, tetapi ini hanya meningkatkan
tajam penglihata, memperbaiki sensitivitas kontras dan keluhan lain seperti silau
• Pengobatan definitif untuk memperbaiki fungsi penglihatan pada katarak -> operasi katarak
Prinsip adalah mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan implan disebut lensa tanam
intraokular untuk mencapai tajam penglihatan maksimal

Teknik -> extracapsular cataract extraction dengan implantasi lensa intraokular (IOL)

Tekniknya adalah mengeluarkan lensa keruh setelah membuka dan meninggalkan kapsul lensa
posterior yang akan menjadi tempat implantasi IOL

Teknik ini dapat menggunakan manual atau dengan mesin fakoemulsifikasi

Teknik fakoemulsifikasi menggunakan mesin yang bekerja berdasarkan getaran ultrasound untuk
memecah lensa menjadi fragmen berukuran lebih kecil dan kemudian diaspirasi
Indikasi & Tujuan Operasi Katarak
▪ Perbaikan visus, perkembangan visus

▪ Mencegah amblyopia (agar red reflex +)

▪ Glaukoma fakomorfik

▪ Glaukoma fakolitik

▪ Uveitis fakoantigenik

▪ Dislokasi lensa ke COA

▪ Katarak menghalangi pemeriksaan fundus (DM,Glaukoma)

▪ Katarak menghalangi terapi (Laser pada Retinopati Diabetik)

88
Operasi Katarak
▪ Anestesi: . Lokal , GA (anak, takut,neurosis)
▪ Tehnik : . ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)
. ECCE (Extracapsular Cataract Extraction)
. Manual SICS (Small Incision Cataract Surgery)
. Fakoemulsifikasi
▪ Persiapan : Visus, Red reflex (-), anel test (+), infeksi (-),
TIO Normal, Keadaan umum baik

89
Katarak Merupakan suatu
keadaan kekeruhan pada
lensa

Katarak kongenital
capsular subcapsular
Katarak yang didapat
• Senilis
Kortikal nuclear
• Traumatika
• Sekunder
Klasifikasi katarak
berdasarkan
morfologi
Katarak senilis
• Merupakan katarak terbanyak

• Terjadi pada orangtua diatas 50 tahun

• Akibat berkurangnya kejernihan lensa

• Tatalaksana:
• Operasi katarak dilakukan
bila stadium katarak sudah
matur, terdapat 2 jenis
operasi: ECCE, dan ICCE

Katarak matur Katarak


hipermatur/morgagni
STRABISMUS
S K D I 2
Definisi
• Strabismus adalah deviasi salah satu atau kedua bola mata dari posisi normalnya,
sehingga seseorang sulit untuk mengarahkan kedua bola mata secara simultan saat
hendak memfokuskan pandangan pada sebuah objek

• Stabismus dibagi menjadi 2


Strabismus concomitant adalah strabismus dengan sudut deviasi yang sama pada seluruh arah
gerakan bola mata dengan otot ekstraokular masih dapat bergerak maksimal

Strabismus incomitant adalah strabismus dengan sudut deviasi berbeda pada berbagai posisi lirikan
disertai pergerakan otot ekstraokular yang terbatas. Pola deviasi “A” dan “V” termasuk dalam
strabismus incomitant
Strabismus konkomitan
Strabismus incomitant
SUMBU DAN PERGERAKAN
BOLA MATA

Axes of Fick
 X : transversal
 Y : sagital
 Z : vertikal
Jenis gerakan bola mata:
 Duksi (pergerakan satu mata)
Pergerakan dua mata:

Versi : kedua mata bergerak ke arah sama

Vergen : kedua mata bergerak berlawanan arah


EXTRAOCULAR
MUSCLES
• Strabismus paralitik

• Strabismus non paralitik


• Sudut deviasi tidak sama ke semua arah

• Sudut deviasi bertambah besar bila melihat ke arah otot yang


parese

• Sudut deviasi berkurang / hilang bila melihat ke arah yang


berlawanan dengan otot yang parese.
GAMBARAN KLINIS
STRABISMUS

 Pada umumnya dapat dilihat dari:


- Usia timbulnya deviasi
- Besarnya sudut deviasi
- Ada/tidaknya amblyopia
- Ada/tidaknya faktor herediter
- Jenis dan besarnya kelainan refraksi
- Besarnya deviasi jauh dan dekat
- Pola fiksasi (satu mata/bergantian)
Akomodatif
1. Refraktif : (hipermetrop, AC/A ratio normal)
2. Non refraktif : (high AC/A ratio)
Gambaran klinis
- Usia timbulnya deviasi : ± 2,5 th ( 2-7 th)
- Besarnya sudut deviasi : kecil (15-20 prisma dioptri)
- Amblyopia : sering
- Faktor heriditer : (+)
- Kelainan refraksi : - Refraktif : hypermetropia
- Non refraktif : High AC/A
- Deviasi jauh dan dekat : - Refraktif : dev jauh = dekat
- Non refraktif : dev dekat > dev jauh
- Pola fiksasi : satu mata (yg sehat)

TERAPI : - Refraktif : kaca mata (+) & miotik


- Non refraktif : kaca mata bifokal & miotik
Non akomodatif
1.Esotropia kongenital
 Kelainan di pusat akomodasi konvergensi

Gambaran klinik :
- Usia timbulnya deviasi : < 6 bulan
- Besarnya sudut deviasi : besar > 50 prisma
- Amblyopia: jarang ( cross fixation)
- Faktor heriditer: (+)
- Kelainan refraksi : kecil / (-)
- Deviasi jauh dan dekat : sama
- Pola fiksasi : bergantian

TERAPI: Operasi - Recess m.rectus medial dan


Resect m.rectus lateral
- Bilateral recess m. rectus medial
2.Esotropia didapat
 Akibat adanya kel. sensoris spt: katarak, ptosis
kongenital, leukoma cornea, kel.retina.

Gambaran klinik
- Usia timbul deviasi: 6 bulan stlh timbul kel.sensoris
- Besarnya sudut deviasi: kecil
- Ambliopia: tergantung usia timbul kel. sensoris
- Faktor heriditer: (-)
- Kelainan refraksi : kecil / (- )
- Deviasi jauh dan dekat : sama
- Pola fiksasi : satu mata

TERAPI: Operasi ( Recess m.rectus medial dan Resect


m.rectus lateral)
1. Eksotropia intermitten
Biasanya dari eksoforia yang berkembang jadi
eksotropia (akibat kelelahan,penyakit umum,tidak
konsentrasi/melamun, perubahan anatomis orbita
karena faktor usia)

2. Eksotropia konstan
- Timbul sejak lahir
- Eksotropia intermitten yang berkembang
jadi konstan.
Gambaran klinik

- Usia timbulnya deviasi: kongenital < 6 bln


intermitten: 2-7 th
- Sudut deviasi: besar ( > 50 prisma )
- Amblyopia : kongenital (+); intermitten (-)
- Faktor heriditer: (+)
- Kelainan refraksi : kecil / (-)
- Deviasi jauh dan dekat :
*kongenital: sama
*intermitten: jauh>dekat
- Pola fiksasi: kongenital : satu mata
intermitten: bergantian
TERAPI

 Operasi: Recess m.rectus lateral


Resect m.rectus medial
PADA EKSOTROPIA

A Pattern
 :
Bila deviasi waktu melihat kebawah
lebih besar dari melihat keatas
(minimal 10 PD)
PADA EKSOTROPIA

V Pattern
 :
Bila deviasi waktu melihat keatas
lebih besar dari pada melihat ke
bawah
(minimal 15 PD )
PADA ESOTROPIA
A Pattern :
Bila deviasi waktu melihat
keatas lebih besar dari
melihat kebawah
(minimal 10 PD)
PADA ESOTROPIA

V Pattern :
Bila deviasi waktu melihat
ke bawah lebih besar dari
melihat keatas
(minimal 15 PD )
Penyebab : Disfungsi M.Obliq, disfungsi M.Rectus Horizontal

Pengobatan: - Tenotomi

- Recess

- Supra/ infraplacement
Epidemiologi
• Berdasarkan data epidemiologi, strabismus sering terjadi pada anak berusia di bawah 6
tahun, dengan puncak awitan usia 3 tahun.

• Strabismus juga dapat terjadi pada orang dewasa, dengan rerata usia 40-50 tahun.

• Strabismus dapat menyebabkan gangguan perkembangan visual dengan komplikasi


tersering yang ditemukan adalah ambliopia.

• Selain itu, sebanyak 50-73% dari seluruh kejadian kebutaan terjadi pada strabismus.
Etiologi

• Primer
Idiopatik

Kongenital

• Sekunder
kelumpuhan saraf kranial,

space occupying lesions (SOL)

gangguan refraksi.

Kecelakaan lalu lintas (85%)

Penuaan

Penyakit endokrin dan neurologis, seperti Graves disease, stroke, dan kelumpuhan saraf kranial
Faktor risiko
• Pada bayi dan anak
Riwayat kehamilan, seperti penyulit dan riwayat merokok saat hamil

Kelahiran prematur

Riwayat keluarga dengan strabismus

Sindrom dan kelainan kongenital tertentu, seperti Down Syndrome dan hidrosefalus


• Pada dewasa
Pertambahan usia

Faktor predisposisi untuk penyakit kardiovaskular, stroke, dan kelumpuhan saraf kranial, misalnya
gaya hidup, stress, kurangnya aktivitas fisik, dan penyakit kronis seperti hipertensi

Gangguan refraksi seperti miopia

Penyakit autoimun

Tumor intrakranial
Diagnosis
• Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik strabismus, perlu diperhatikan tanda bahaya, yaitu:
Red reflex yang abnormal

Keterbatasan gerakan abduksi

Diplopia

Nyeri kepala

Nystagmus

Kecenderungan kepala menoleh pada sisi tertentu

Gangguan neurologis, seperti Cerebral Palsy


• Pemeriksaan inpeksi
deviasi pada salah satu atau kedua mata,

inspeksi refleks cahaya pada kornea, 

red reflex dan papiledema,

bentuk muka dismorfik,

postur kepala yang abnormal.


• Pemeriksaan visus juga penting dilakukan mengingat kemungkinan komplikasi ambliopia
atau penurunan ketajaman penglihatan pada mata yang mengalami defek.

• Membedakan jenisnya concoimitant atau incomitant

• Melihat pergerakan bola mata, apakah terjadi paralisis atau retriksi yang mengindikasi
trauma okuli, inflamasi orbital, atau tumor orbita.

• Kelumpuhan saraf kranial memerlukan pemeriksaan pencitraan kepala untuk mengeklusi


adanya keadaan patologis intrakranial, seperti massa intrakranial dan aneurisma.
Hirschberg test 
• Pemeriksaan refleks fundus
menggunakan oftalmoskop, dimana pemeriksa berdiri 0,5 meter di depan anak dengan memegang
oftalmoskop pada angka 0 sambil melihat cahaya (refleks fundus) yang dipantulkan.

Hasil yang normal adalah warna jingga-kemerahan dengan ukuran dan bentuk yang sama pada
kedua mata.
Prism cover test
Tatalaksana
• Tujuan utama penatalaksanaan strabismus adalah memperbaiki posisi kedua mata,
sehingga memperbaiki penglihatan binokular, stereopsis, dan mengembalikan postur
tubuh.

• Penatalaksanaan strabismus meliputi kacamata, prisma, operasi, olahraga melatih otot


mata, dan obat-obatan.

• Strabismus dengan ambliopia juga dapat diterapi dengan eye patch pada mata yang sehat.
Terapi non farmakologis

• Kacamata -> Kacamata digunakan untuk mengoptimalkan Best Corrected Visual Acuity (BCVA)


kedua mata, sehingga memperbaiki penglihatan binokular dan proses fusi oleh sistem visual
Pada pasien esotropia, pemberian lensa dengan kekuatan dioptri positif akan membantu merelaksasi sistem
akomodasi dan vergence, sehingga mengurangi sudut konvergen.

Eksotropia dapat dibantu dengan pemberian lensa dengan kekuatan dioptri negatif sehingga menginduksi mata
agar melakukan akomodasi konvergen

Lensa prisma juga dapat digunakan untuk mengoreksi deviasi strabismus ke berbagai arah deviasi.

Kacamata prisma digunakan untuk mengubah sudut bias cahaya yang datang ke retina agar bayangan jatuh
tepat di titik yang sama pada kedua mata.
• Terapi oklusi -> dilakukan dengan “menutup” (oklusi) mata yang sehat.
dievaluasi setelah 4 bulan dilakukan oklusi , jika berhasil maka dilanjutkan dan evaluasi 4 bulan
berikutnya jika tidak maka dihentikan
• Pembedahan

• Tujuan utama -> mengembalikan penglihatan binokular dan memperbaiki kemampuan


fusi dengan cara memperbaiki posisi bola mata dan kemampuan motoriknya ke posisi
awal atau mendekati posisi awal tanpa membatasi pergerakan bola mata.

• Indikasi pembedahan pada strabismus adalah:


Esotropia >15 derajat prisma dioptri

Eksotropia >20 derajat prisma dioptri

Deviasi vertikal >8-10 derajat prisma dioptri


• Pembedahan dilakukan dengan melakukan reseksi dan resesi otot ekstraokular. Reseksi akan
memperkuat otot ekstraokular, sedangkan otot yang diresesi akan melemah

• Risiko komplikasi yang sering timbul setelah dilakukan pembedahan adalah kemerahan dan nyeri pada
mata
Ringan: komplikasi yang bersifat self-limiting dan tidak menyebabkan perubahan outcome operasi, seperti abrasi
kornea

Sedang: komplikasi yang memerlukan terapi tambahan yang tidak berhubungan dengan strabismus, namun tidak
mengganggu outcome operasi, seperti skleritis anterior dan reaksi alergi terhadap polyglactin 910 sutures

Berat: komplikasi yang berpotensi untuk menyebabkan gangguan visual outcome, seperti perforasi orbita dengan
atau tanpa vitreous loss
Komplikasi
• Ambliopia
Ambliopia adalah penurunan ketajaman visual pada salah satu atau kedua mata karena adanya
gangguan perkembangan penglihatan.

Strabismus dengan deviasi ≥8 derajat prisma dioptri dari posisi primer berisiko untuk mengalami
ambliopia.

• Strabismus dapat sembuh dengan sequelae, yang meliputi gangguan ketajaman visual,


gangguan persepsi kedalaman objek (3D) (stereopsis), ambliopia pada mata yang
deviasi, dan diplopia
AMBLIOPIA
S K D I 2
DEFINISI
Amblyos : redup,pudar,suram
Ops : mata

• Amblyopia adalah kondisi berkurangnya tajam penglihatan walau dengan koreksi terbaik yang biasanya terjadi
unilateral, yang tidak berhubungan dengan kelainan structural anatomi mata maupun jalur visual posterior

• Lebih sering berhubungan dengan keadaan anisohiperporia dibandingkan myopia atau anisometropia

• Kondisi bilateral kadang terjadi pada hyperopia berat, myopia, astigmatisme yang terjadi pada kedua mata

• Merupakan penyebab umum penurunan tajam penglihatan unilateral pada masa anak-anak. Namun, Sebagian besarnya
dapat dicegah dan reversible jika dideteksi secara dini dan mendapat intervensi yang tepat. Skrinning  berperan
penting untuk deteksi yang bisa dilakukan di layanan Kesehatan primer dan penting dilakukan secara berkala

• Ambliopia biasanya melibatkan tajam penglihatan sentral, yang bagian perifer biasanya tidak terganggu
Epidemiologi
• Prevalensi kejadian ambliopia di dunia diperkirakan mencapai 1,75% dari seluruh penduduk.

• Kejadian ambliopia pada murid sekolah dasar di DKI Jakarta yang berusia lebih atau sama dengan 6
tahun mencapai 2,7%.

• Sedangkan di Manado, kejadian ambliopia pada murid sekolah dasar menunjukkan angka 2%.

• Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara angka kejadian ambliopia pada laki-laki dan
perempuan, namun penelitian yang dilakukan oleh Ganekal, dkk. menunjukkan adanya sedikit
perbedaan distribusi terjadinya ambliopia berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan.
Etiologi
Amblyopia terjadi akibat adanya gangguan perkembangan penglihatan pada usia dini yang
disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu seperti:

• Strabismus

• Anisometropia atau kelainan refraksi bilateral berat (isoametropia)

• Deprivasi stimulus (akibat kekeruhan pada jalur penglihatan, misalnya ptosis, katarak,
tumor palpebra)
Patofisiologi
MEKANISME DASAR TERJADINYA AMBLYOPIA:

1. Adanya gangguan penglihatan


binokuler
2. Kurang tegasnya bayangan yang
jatuh di fovea
3. Gabungan kedua faktor diatas
Manifestasi Klinis
• Amblyopia strabismus: bentuk paling umum dari amblyopia (juling). Heterotrophia
khususnya esodeviasi yang terus menerus terjadi pada satu mata merupakan penyebab
tersering. Mata yang terkena  melihat bentuk objek terdistorsi (berubah menjadi
berkelok-kelok/metamorfopsia)

Helveston: - esotropia 80%


- eksotropia 17%
Pollard : - esotropia 51,9%
- eksotropia 15,5%
• Ambliopia anisometropia: terjadi karena adanya perbedaan kekuatan refraksi pada kedua mata
yang menyebabkan bayangan pada salah satu mata akan jatuh diluar fokus dibandingkan dengan
mata yang lain. Ambliopia dapat terjadi sebagai efek langsung dari bayangan yang tidak tegas
maupun akibat kompetisi inhibisi interokular yang terjadi sebagai adaptasi visual terhadap
terjadinya diplopia dan konfusi optik. Derajat perbedaan kelainan refraksi yang dapat menyebabkan
terjadinya ambliopia anisometropia adalah hiperopia >1.50 D, miopia >3.00 D, dan astigmatisme
>2.00 D. Pada ambliopia anisometropia, umumnya posisi kedua bola mata baik atau tidak terdapat
strabismus sehingga identifikasi pasien dengan ambliopia anisometropia lebih sulit dan lebih sering
menyebabkan keterlambatan dalam deteksi dan terapi.
• Ambliopia isoametropia: merupakan kondisi dengan penurunan tajam penglihatan
bilateral yang terjadi pada kelainan refraksi simetris yang tinggi pada kedua mata
sehingga retina kedua mata menerima bayangan yang tidak tegas dan dapat menyebabkan
terjadinya keterlambatan perkembangan neurofisiologis sistem visual dan ambliopia.
Kondisi ini paling sering ini terlihat pada pasien dengan hiperopia sangat tinggi. Derajat
kelainan refraksi yang dapat menyebabkan ambliopia isoametropia yaitu hiperopia >4,00-
5,00D, myopia >5,00-6,00D, dan astigmatisme >2,00-3,00D
• Sebelumnya, penelitian menyatakan bahwa strabismus merupakan penyebab utama ambliopia,
namun penelitian saat ini menunjukkan bahwa penyebab utama ambliopia adalah keadaan
anisometropia. Prevalensi kejadian ambliopia yang disebabkan karena anisometropia terus
meningkat seiring dengan berjalannya waktu, yaitu 30% pada tahun 1990 hingga 2000, 56% pada
tahun 2000 hingga 2010, dan 73,70% pada tahun 2010 hingga 2017 dari seluruh kasus ambliopia.
Selain itu, anisometropia juga lebih sering ditemukan pada ambliopia berat
• Amblyopia deprivasi (paling jarang, tapi paling berat): jika terdapat hambatan dimanapun
di sepanjang sumbu penglihatan (kekeruhan media refraksi)  terjadi
deprivasi/kekurangan stimulus  penurunan pembentukan bayangan  amblyopia.
Penyebab utama  katarak kongenital(katarak juvenilis). Selain itu juga bisa karena 
kekruhan kornea dan perdarahan vitreus
Diagnosis
• Terdapat penurunan tajam penglihatan yang bukan disebabkan kelainan struktur mata yang tidak dapat
dikoreksi maksimal dengan kacamata

• Pemeriksaan tajam penglihatan  fenomea crowding (sulit mendeteksi huruf jika ditampilkan dalam satu
barisan linear bersama huruf lain di Snellen chart dibandingkan jika huruf ditampilkan secara individual

• Tajam penglihatan mata amblyopia:


20/30 atau perbedaan 2 baris snellen
atau lebih buruk
• Amblyopia
- Ringan : 20/30 – 20/70
- Sedang : 20/80 – 20/120
- Berat : lebih buruk dari 20/120
Tatalaksana
• Menghilangkan penyebab terhalang media penglihatan, misalnya Tindakan ekstraksi katarak pada bayi

• Mengoreksi setiap kelainan refraksi dengan sikloplegik (kacamata sekitar sebulan, lalu control dan nilai kiri dan kanannya) jika
tidak ad perbaikan  oklusi

• Mendayagunakan/merangsang pemakaian mata yang bermasalah dengan cara membatasi penggunaan mata yang
normal/dominan (cara oklusi)

• Penalisasi (atropin tetes,kaca mata, kombinasi atropin dan kaca mata) yang ditetesi pada mata yang sehat sehingga dia kabur
dan mata sakit bisa dipakai kerja (tapi hanya bisa pada kasus ringan –sedang)

• CAM vision stimulator

• Terapi obat
L-Dopa (Levodopa/Carbidopa)
• Operasi  dilurusin matanya
DETEKSI MASSAL
AMBLYOPIA
PADA ANAK USIA < 7 TAHUN

TNO stereoscopic test ;


Alat ini terdiri dari buku yang
tiap lembarnya mempunyai
gambar dengan tajam penglihatan
stereoskopik berbeda
Photo Screening

Dengan cara ini dapat


mendeteksi kelainan yang
menyebabkan ambliopia
(strabismus, kelainan
refraksi dan kekeruhan
media)
ABLASIO RETINA
S K D I 2
Ablatio retina

• Terlepasnya lapisan
neurosensoris dan
lapisanpigmen pada retina
Rhegmatogen

Traksional

Eksudatif
Ablatio rhegmatogen
• Ablasio paling umum ditemukan

• Lepsnya retina didahului proses kompleks dengan predisposisi defek seluruh ketebalan
retina, pencairan viterus. Defek ini disebabkan oleh 2 factor: degenerasi perifer berupa
penipisan retina dan robekan retina karena tarikan jaringan vitreus pada retina. Defek
 memperoleh akses ke ruang subretina sehingga terjadi pemisahan lapisan sensorik
retina dari RPE

• Gejala awal: fotopsia dan floaters, diikuti ggn lapangan pandang sampai penurunan
tajam penglihatan. Fotopsia  sensasi melihat kilatan cahaya akibat tarikan vitreus
thdp retina  apabila tarikan cukup kuat  robek retina. Terkadang bisa terjadi
perdarahan vitreus kalau PD juga robek.

• retina robek pigmen RPE terlepas dan masuk ke rongga vtreus  gejala floaters
(sensasi melihat objek berwarna coklat kehitaman dg bg ukuran)
Ablatio traksional
• Merupakan kondisi sekunder dari kelainan retina yang berkaitan dengan proliferasi
membrane neovaskuler sbg respon kondisi iskemik retina

• Dapat ditemukan pada kasus retinopati diabetic, oklusi vena retina sentral atau cabang,
uveitis posterior

• Proliferasi membrane neovaskuler  membrane berkontraksi dan membuat tarikan pada


permukaan retina  ablasio retina (tidak didahului dengan robekan spt di regmatogen)

• Keluhan: tajam penglihatan menurun mendadak, floaters karena rupture neovascular atau
perdarahan vitreus
Ablatio eksudatif
Manifestasi Klinis
• Penglihatan tertutup Sebagian atau tirai

• Tajam penglihatan menurun pada Snellen chart

• Tekanan bola mata dapat normal atau rendah

• Pem penting  funduskopi direct/indirect

• Bila ablasio haanya di retina perifer  tajam penglihatan biasanya normal (visus 6/6), tetapi dengan lapangan pandang yang
terganggu seperti tertutup tirai di sisi bersesuaian

• Bila ablasio sudah sampai macula  penurunan tajam penglihatan drastic sampai 1/~

• Pada funduskopi terlihat hilangnya refleks fundus akibat hilangnya transparansi lapisan retina yang terlepas. Retina terlihat
berwarna keabuan, terangkat berbentuk bulosa dengan PD yang tampak bergelombang

• Lokasi tersering ablasio  temporal

• Pemeriksaan USG sangat berguna unutk melihat morfologi retina yang lepas
Tatalaksana
• Harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata

• Penanganan inisial  mengurangi mobilisasi (bedrest), berbaring ke sisi tirai (jika tirai di
nasal mata kanan, berusaha baring k kiri)

• Bedah  satu satunya tatalaksana khususnya untuk regmatogen dan traksional. Bisa
dengan scleral buckle dan vitrektomi atau keduanya. Tindakannnya kompleks bisa dengan
laser dan krioterapi, endotamponade dengan gas atau silicon pol

• Ablasio eksudatif  medikamentosa sesuai etiologi


PERDARAHAN
VITREOUS
S K D I 1
Definisi
• Salah satu penyebab tersering gangguan penurunan tajam penglihatan mendadak baik
akut atau subakut

• Insiden -> 6-7 kasus per 100.000

• Gangguan penglihatan bergantung berat-ringannya perdarahan terjadi


Klasifikasi

• 3 mekanisme berkaitan dengan etiologi perdarahan

• Ruptur neovaskular retina


Proliferative diabetic retinopathy

Okulasi vena retina sentral (CRVO) atau okulasi vena retina cabang (BRVO) iskemik

Penyakit eales, dll

• Ruptur pembuluh darah normal di retina


Trauma tumpul kepala/bola mata

Posterior vitreous detachment

Robekan retina

• Kelainan pembuluh darah koroid-retina


Choroidal neovaskularization (CNZ) pada degenerasi makular terkait usia (ARMD)

Tumor khoroid

Makroaneurisma retina

Polypoidal choroidal vasculopathy


Manifestasi klinis

• Gejala yang dapat muncul -> melihat floaters (bintik


terbang) sampai penurunan tajam penglihatan berat,
baik sentral (skotoma) atau total.
Diagnosis
• Anamnesis
Riwayat trauma

Riwayat operasi intraokular

DM

Hipertensi

Anemia sel sabit

Miopia gravis
• Pemeriksaan klinis dengan biomikroskop atau funduskopi akan terlihat darah merah di
vitreous posterior dari lensa atau kekeruhan kemerahan difus, hiangnya refleks merah
fundus, terhalangnya struktur di segmen posterior

• Perlu ditentukan etiologi perdarahan, kadang sulit karna kekeruhan media yang sangat
terbal -> lakukan USG mata terutama untuk enentukan ada atau tidaknya tanda ablasio
retina
Tatalaksana

• Perdarahan vitreous disebebkan oleh robekan retina dengan atau tanpa ablasio retina -> rujuk

• Bila tidak maka pasien dapat diobservasi selagi mencari etiologi atau faktor seperti DM, hipertensi,
dll

• Terapi medikamentosa sesuai etiologi dan manifes klinis sekunder

• Saat observasi pasien disarankan untuk menjaga dan menempatkan posisi kepala tetap lebih tinggi
(semi-fowler), harapan pendarahan mengendap ke sisi inferior karna gravitasi

• Bila berhasil visualisasi retina terutama superior lebih jelas sehingga dapat membantu funduskopi
untuk diagnosis maupun terapi seperti fotokoagulasi laser

• Observasi 4-8 minggu dan bila tidak ada perubahan dapat dilakukan virektomi
NEUROPATI OPTIK
S K D I 2
Definisi
• Neuropati optic  istilah umum untuk semua kelainan yang mengenai saraf optic
(n.optic)

• Dapat ringan-berat (tergantung penyebab)

• Bisa unilateral – bilateral

• Dapat memberikan gambaran papil nervus optikus yang normal bila mengenai bagian
posterior atau retro bulbar, memberikan gambaran edema papil n.optikus bila mengenai
anterior saraf optik
Klasifikasi
Berdasarkan penyebab

• Inflamasi: neuritis optic, neuromyelitis optic

• Vaskular: anterior iskemik optic neuropathy, posterior iskemik optic neuropathy

• Kompresif/infiltrative: neoplastic/non

• Herediter

• Toksik

• Trauma

• Peningkatan TIK  papilla edema

• Glaukomatosa

• Anomali saraf optic: kongenital, drusen


Manifestasi Klinis
• Kehilangan tajam penglihatan

• Gangguan penglihatan warna

• Gangguan lapangan pandang

• RAPD pada kasus unilateral

• Edema pada gambaran papil saraf optic

Hal yang harus diperhatikan:

• Onset hilang tajam penglihatan: akut (iskemik dan inflamasi) dan progresif (neuropati optic toksik)

• Gangguan penglihatan warna yang terjadi

• Nyeri pada pergerakan bola mata (neuritis optika)

• Gambaran funduskopi

• Kelainan yang menyertai pada retina (neuritis)


Neuritis optik
• Proses inflamasi dan demielinisasi pada n opticus

• Lebih banyak pada wanita dan biasanya pada usia muda

• Apabila inflamasi mengenai papil n. opticus  disebut papillitis yang ditandai edema pada papil

• Apabila inflamasi mengenai n. optikus bagian belakang bola mata  neuritis retrobulbar

• Dapat dibagi atas tipe tipikal dn atipikal. Tipe tipikal  tidak ditemukan penyebab, sering pada
wanita muda dengan penyakit yang “self limiting”  sering dihubungkan dengan multiple
sclerosis. Tipe atipikal  disebabkan oleh TB, sarcoidosis,dll

• Insiden  dunia : 1-5 orang per 100.000 pddk


• Klinis: penurunan fungsi penglihatan mendadak sentral (90%),biasanya unilateral, rasa
nyeri disekitar bola mata terutama bila mata digerakkan (90%), ggn penglihatan warna,
serta lapangan pandang, penurunan sensitivitas kontras, RAPD +, edema papil optic (pada
papillitis), papil normal (pada neuritis retrobulbar)
Gejala

• Fundus: papil edema, hiperemis, batas kurang


jelas
• Retrobulbar : fundus tdk ada kelainan
• Reflek pupil langsung melambat,(-)
• Refleks pupil tak lansung : baik
• RAPD +
• Skotoma sentral
Fundus: Papil sembab, batas kabur, kapiler
&vena retina melebar & berkelok-kelok,
perdarahan, eksudat putih di makula
Tatalaksana

• Tipe tipikal  dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Injeksi steroid iV bermanfaat dalam
menurunkan kekambuhan

• Tipe atipikal  obati penyebab dengan tetap memberikan steroid (oral atau IV)

• Kortikosteroid  pengobatan utama. Ada 2 tipe dosis: 1. prednisone oral dosis 1 mg/kgBB/hari
selama 14 hari kemudian penurunan dosis tiap minggu. 2. injeksi prednisolone 4x250 mg selama 3
hari, diikuti oral 1 mg/kgbb/hari dan penurunan dosis tiap minggu

• Pasien biasanya mengalami perbaikan tajam penglihatan dalam 1 minggu

• Prognosis umumnya baik dan penglihatan dapat kembali normal


Neuritis optic
Iskemik optic neuropathy
• Suatu keadaan iskemik hingga infark n.opticus

• Bila iskemia mengenai papil n.optikus  anterior ischemic optic neuropathy

• Bila terjadi pada bagian . Optikus di blkg bola mata  posterior ischemic optic
neuropathy
Neuropati optic kompresif/ infiltratif
• Berbagai lesi di orbita maupun intracranial  kompresi/infiltrasi pada n.opticus

• Lesi ini dapat mmberikan gambaran papil optic yang normal atau edem

• Klinis: penurunan visus progresif tanpa nyeri, dapat 1 atau 2 mata, dapat disertai sakit
kepala bila ada peningkatan TIK

• Bila terjadi lesi di orbita  proptosis serta diplopia


Leber Hereditary Optic Neuropathy
• Herediter, diturunkan secara maternal karena mutase pada DNA mitokondria

• Umumnya laki-laki usia muda

• Umumnya kehilangan penglihatan bilateral

• Diagnosis: analisis genetik


Toxic optic neuropathy
• Metanol, etilenglikol, timbal, pelarut organic, etambutol, amiodaron
Neuropati optic karena trauma
• Dapat berisifat langsung maupun tidak langsung

• Tipe langsung  mengenai n. opticus

• Tipe tidak langsung  efek daya desakan mengenai daerah kepala khususnya dahi 
efek mekanis  ggn vaskularisasi n opticus
Neuropati optic glaukomatosa
• Bilateral

• Sebagian besar  glaucoma primer sudut terbuka stad lanjut


Anomali Saraf Optik
• Drusen papil saraf optic  gambaran kristal perkapuran pada papil n. opticus

• Anomali papil saraf optic kongenital


Tatalaksana
• Bergantung pada jenis dan penyebabnya
Papiledema
 Etiologi : masa intrakranial (SOL), tumor otak, bekuan
darah/perdarahan, perdarahan sub arakhnoid otak,
aneurisma yg pecah,radang, abses otak

 Umumnya bilateral
 Unilateral:
Sindroma Foster Kennedy: sebelah edema & satu lagi
atropi
Etiologi : tumor belakang bola mata
Papiledema

 Tekanan intrakranial meninggi ,Vena retina sentralis


terhambat, aliran aksoplasmik terhambat
 Fundus: Papil sembab, batas kabur, kapiler &vena
retina melebar & berkelok-kelok, perdarahan,
eksudat putih di makula, radier
 Mirip : hipertensi maligna
arteri sempit, bercak putih( cotton wool
exudate)
Kelainan :

Visus bagus pada stadium awal

Jelek pada stadium kronis atau mengenai jalur


visuil

Sefalgia terus menerus, muntah


Gejala lain:

• Sefalgia terus menerus, muntah

• Visus masih lumayan, kecuali sdh kronis atau mengenai jalur visuil
Atropi Nervus Optikus

 Akibat lanjut dari lesi atau penyakit pd nervus optikus,tumor,


degenerasi syaraf,herediter atau didapat
 Fundus : papil terlihat pucat.

1. Primer : pucat, batas tegas

2. Sekunder: papil pucat,batas kabur


Etiologi: papilitis, papiledema, neuropati iskkemik anterior
Atropi Nervus Optius dapat disebabkan:

Trauma nerv.optikus rusak

Tumor sinus sfenoidalis atau sinus ethmoidalis

Lesi jalur visuil anterior timbul atropi setelah beberapa lama.

Lesi jalur visuil posterior tdk menimbulkan atropi


• Keracunan logam berat, Hg,Pb, metanol atau obat tertentu.obat
kina, TBC

• Peradangan n.optikus intrakranial

• Jika disertai terganggunya syaraf III,IV,VI disebut Sindroma Apeks


orbita
Gejala

• Visus sangat kabur


• Lapangan pandang sempit

atau buta sama sekali


Atropi Nervus Optikus
TAMBAHAN
BAHAN
RETINOPATI
HIPERTENSI

Gambaran khas pada


retinopati hipertensi
berupa gambrana
copper wire dan
silver wire
RETINOPATI
DIABETIKUM
Merupakan kelainan pada retina
pada pasien diabetes akibat
komplikasi mikrovaskular DM

NPDR
• Terdapat kelainanseperti mikroaneurisma atau
cotton wool spot
PPDR
• NPDR+ Soft exudates/hard exudates

PDR
• PPDR+ Neovaskularisasi
RETINOPATI DIABETIKA
• Suatu disfungsi progresif dari pembuluh darah retina  yang disebabkan oleh hiperglikemia
kronik

• Mikroangiopati progresif ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus
yang meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler, vena-vena

• Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan
penurunan jumlah perisit.
RETINOPATI DIABETIKA

• Patogenesis
• Belum diketahui

• Hiperglikemia jangka lama

• Kerusakan endotel kapiler


• Hilangnya perisit
• Penebalan membran basal
• Perubahan lumen vaskuler
• Dekompensasi endotel
RETINOPATI DIABETIKA
• Klasifikasi

Berdasarkan stadium atau perjalanan penyakit

1. Non Proliferative Diabetic Retinopathy

2. Pre Proliferative Diabetic Retinopathy

3. Proliferative Diabetic Retinopathy

4. Diabetic Maculopathy
RETINOPATI
• NPDR
DIABETIKA
Ringan:
• Mikroaneurisma minimal 1

• Perdarahan intra retina berupa dot dan blot

• Eksudat keras

Sedang :
• Cotton wool spot

• Dan/ atau IRMA

Berat : (4:2:1) rule


• Adanya 1 dari 3 karakter dibawah
• Perdarahan blot 4 kuadran
• Venous beading >2kuadran
• IRMA > 1 kuadran

Sangat berat
• Adanya 2 atau lebih dari 3 karakter diatas
RETINOPATI DIABETIKA
• Pre PDR
• Pelebaran vena retina, venous turtuosity- venous beading

• IRMA

• Arteriolar abnormality

• Nerve fibre layer infarcts- cotton wool spots

• Mikroaneurisma dan perdarahan retina berat

• Daerah-daerah non perfusi


RETINOPATI
DIABETIKA
• PDR
Awal
• NVD /NVE
• Perdarahan preretina dan atau vitreous

Risiko tinggi
• NVD ¼ - 1/3 DD + perdarahan
vitreous
• NVD sedang-berat dengan/tanpa
perdarahan
• NVE ½ DD _ perdarahan vireous

Lanjut
• Perdarahan vitreous ekstensif
• Ablatio retina yang mengenai makula
• Diabetic Maculopathy (CSME)
Edema makula ≤ 500 µm dari makula

Eksudat keras ≤ 500 µm dari makula


dengan penebalan retina didekatnya

Penebalan retina >1 DD jika lokasinya


≤ 1 DD dari makula
RETINOPATI DIABETIKA
• Penatalaksanaan
• Kontrol gula darah

• Injeksi anti VEGF (vascular endothelial Growth factor)

• Fotokoagulasi laser

• Fokal/Grid

• PRP

• Vitrektomi Pars plana


RETINOPATI DIABETIKA
• Follow-up

Status Retinopati Follow-up(bln)

Tidak ada retinopati (hanya mikroaneurisma) 12


NPDR ringan/sedang tanpa edema makula 6-12
NPDR ringan/sedang dengan non CSME 4-6
NPDR ringan/sedang dengan CSME 3-4
NPDR berat/sangat berat 3-4
PDR 2-3
ARMD

• Merupakan degenerasi macula


akibat usia lanjut

• Gambaran khas funduscopy:


drussen

• Pemeriksaan penunjang: Amsler


grid
AGE RELATED MACULAR
DEGENERATION (ARMD)
• Age Related Macular Degeneration
Penurunan tajam penglihatan pada satu atau kedua mata pada
usia diatas 50 tahun akibat kerusakan lapisan luar retina, RPE,
membrana Bruch’s dan koriokapilaris

Perubahan yangterjadi :
• Berkurangnya ketebalan dan distribusi
fotoreseptor
• RPE : hilangnya melanin, lipofuchsin dan
penumpukan residual bodies
• Deposit lamina basal
ARMD
• Insiden
Umur :
• 43 - 54 tahun : 3.9%
• >75 tahun : 22.8 %

Kelamin
• Tidak ada perbedaan
• Tipe exudative : > 75 tahun wanita >>

• Klasifikasi
Dry : nonneovascular/noneexudative

Wet : neovasculer/exudative
ARMD

• Tipe Dry
Klinis :

penurunan visus perlahan, simptomatik

fundus : drusen berbentuk bulat, kuning

Terapi :

Roborantia mengandung vitamin antioksidan


ARMD
• Tipe Wet
• Kilnis
• Visus menurun mendadak,
metamorphopsia, skotoma sentral
• Fundus
• Neovasculer dari koriokapilaris
• Sikatrik fibrovaskuler disiformis
• Perdarahan subretina
• Perdarahan vitreous
• Ablatio retina eksudatif

• Terapi
• Roborantia
• Kacamata pelindung
• Anti VEGF
• PDT
Kelainan pembuluh darah retina
• Penatalaksanaan
Penyakit dasar

Okuler

• Massase okuler

• TIO turunkan dgn mendadak

• Pemberian streptokinase (trombolitik) atau tissue plasminogen activator (tPa)

• Pemberian aspirin/persantin untuk jangka panjang


Kelainan pembuluh darah retina
• Penatalaksanaan
• Obati penyakit dasar

• Deteksi komplikasi

• Fotokoagulasi laser

• Anti inflamasi atau anti VEGF

Anda mungkin juga menyukai