Anda di halaman 1dari 33

REFERAT RETINOSKISIS

NAMA : TELAGA BIROE


NIM : 030.14.192
PEMBIMBING : dr. Harindra Pandji Soediro,SpM
ANATOMI RETINA
 Menyusun dua pertiga posterior dinding bola mata
 Merupakan jaringan saraf berlapis tipis dan semi transparan
 tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior
STRUKTUR ANATOMIS PADA RETINA
 Diskus optikus
 Makula : diameter 5,5-6 mm, sel ganglion lebih dari satu lapis, mengandung pigmen xantofil
(kuning).
 Fovea : depresi ditengah makula, diameter 1,5 mm.
 Foveolar : membentuk lantai fovea, diameter 0,25 mm
 Umbo : depresi ditengah foveolar
PERDARAHAN RETINA

 Arteri koriokapilaris : untuk 1/3 lapisan luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti
luar, lapisan fotoreseptor, lapisan pigmen retina
 Cabang-cabang arteri centralis retinae : untuk 2/3 bagian retina
FISIOLOGI RETINA

 Berfungsi sebagai reseptor dan transduser


 Fotoreseptor terdiri dari
1. Sel kerucut → semakin rapat di makula → perbandingan sel kerucut dan sel ganglion di fovea
1:1→ fovea berfungsi untuk ketajaman penglihatan, dan warna.
2. Sel batang → semakin rapat di perifer → sejumlah fotoreseptor dihubungkan pada satu sel
ganglion → untuk penglihatan gerak, kontras, penglihatan malam.
 Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang
fotosensitif. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofor.
Opsin tersebut mengelilingi kromoformnya (retinal) yang merupakan turunan dari vitamin A.
 Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal →isomerasi menjadi all-trans-retinal →all-
trans-retinol. Perubahan ini akan mencetuskan penghantaran kaskade kedua (secondary messenger
cascade).
 Puncak absorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang
merupakan daerah biru-hijau pada spectrum cahaya. fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
absorbsi panjang gelombang untuk sel kerucut yaitu
1. biru 430 nm.
2. hijau 540 nm.
3. merah 575 nm.
 Suatu objek akan bewarna apabila objek tersebut secara elektif memantulkan atau menyalurkan
sinar dengan panjang gelombang dalam spectrum cahaya tampak 400-700 nm.
 Penglihatan siang hari (fotopik) terutama di perantarai sel kerucut, senja hari (mesopik)
diperantarai kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik) diperantarai oleh sel batang.
 Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina yang berperan penting dalam proses penglihatan.
Epitel bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara retina dan koroid.
PEMERIKSAAN FUNDUS
OFTALMOSKOPI DIREK
1. memperlihatkan gambaran monokular fundus dengan pembesaran 15 kali.
2. merupakan standar pemeriksaan medis umum dan pemeriksaan oftalmologik.
3. Intensitas cahaya, warna, dan ukuran titik sumber cahaya dapat disesuaikan,
demikian pula titik fokus oftalmoskop yang dapat diatur dengan roda lensa
yang ditentukan dulu oleh pemeriksa.
KEGUNAAN OFTALMOSKOPI DIREK
 Pemeriksaan segmen anterior.
dilakukan dengan lensa plus tinggi dan oftalmoskop difokuskan utuk melihat
gambaran konjungtiva, kornea, dan iris.
 Pemeriksaan refleks merah.
jika cahaya pemeriksa tepat sejajar sumbu visual, lubang pupil normalnya
dipenuhi warna jingga kemerahan yang terang dan homogen, yang dihasilkan
dari pantulan sumber cahaya oleh fundus.
 Pemeriksaan fundus.
1. Oftalmoskop dipegang sedekat mungkin dengan pupil yang sudah dilebarkan (1-2 inch).
Sesuaikan ukuran titik dan kekuatan pencahayaan.
2. Saat pasien menatap objek yang jauh dengan mata sebelahnya, periksa detil retina mula-mula
dengan cara mengikuti percabangan pembuluh darah ke asalnya. Sinar diarahkan sedikit ke nasal
dan diteliti bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan dan ukuran bagian sentralnya
yang pucat “cawan fisiologik”. Dan menilai rasio ukuran cawan terhadap diskus.
3. Daerah makula terletak kira-kira dua kali diameter diskus optikus di sebelah temporal tepi
diskus. Releksi putih kecil atau refleks menjadi pertanda fovea sentralis. Cabang-cabang
pembuluh darah berhenti di dekat fovea, dengan demikian dipastikan fovea tidak terdapat
pembuluh retina.
4. Pembuluh darah retina diperiksa dan diikuti sejauh mungkin ke arah masing-
masing kuadran (superior, inferior, temporal, nasal). Vena lebih gelap dan lebih
tebal dibandingkan dengan arteri. Perhatikan warna, arah, dan kelokan
pembuluh darah.
OFTALMOSKOPI INDIREK BINOKULAR (BIO)
 digunakan bersama dengan slit lamp atau headset (loupe kepala)
 Cahaya diteruskan kedalam fundus melalui lensa kondensasi yang di letakan
pada titik tengah mata
LENSA YANG DIGUNAKAN
 Lensa 20 D dengan pembesaran 3 kali dan lapang pandang 45º.
 Lensa 28 D dengan pembesaran 2.27 kali dan lapang pandang 53º digunakan untuk memeriksa
pasien dengan pupil yang kecil.
 Lensa 40 D menghasilkan pembesaran 1.5 kali dan biasanya digunakan untuk melakukan
pemeriksaan pada anak kecil
TEHNIK
 Pasien diposisikan supine atau bersandar pada kursi bukan duduk tegak lurus.
 Pupil harus dilatasi dan menurunkan pencahayaan sekitar.
 Lensa diletakan pada jarak interpupil yang sesuai dan sinar di selaraskan
dengan lensa sehingga sinar terletak di tengah-tengah frame penglihatan.
 Pasien diminta untuk tetap membuka kedua mata dan bila diperlukan kelopak
mata pasien dengan lembut di angkat menggunakan jari.
 Lensa di ambil dengan satu tangan dengan bagian mendatar menghadap
pasien.
 Fundus bagian perifer di periksa di awal agar pasien dapat beradaptasi dengan
penyinaran.
 Pasien dapat diminta untuk menggerakan mata sesuai dengan posisi optimal
untuk mempermudah pemeriksaan.
RETINOSKISIS
 DEFINISI
Merupakan kondisi dimana bagian retina terpisah atau terbelah menjadi dua
bagian oleh proses pengisian cairan kedalam cavitas. lesi pada retina terlihat
menonjol, seperti bula atau tampak seperti melepuh (blister like). Lapisan dalam
retina tampak mulus dan rapih tidak berombak-ombak dengan pergerakan bola
mata. Lapisan ini mungkin ditemukan pembuluh darah yang sklerotik atau terdapat
deposit berbentuk bintik keputihan atau snow like.
RETINOSKISIS DEGENERATIF
 Merupakan kelainan retina perifer didapat yang sering ditemukan dan diyakini terbentuk dari
gabungan degenerasi kistoid perifer yang sudah ada. Elevasi kistik tersebut paling sering
ditemukan pada kuadran inferotemporal, diikuti kuadran superotemporal. Mikrokistoid terdiri dari
vesikel-vesikel kecil dengan batas yang tidak jelas pada latar belakang berwarna putih keabuan.
Terdapat dua bentuk pada retinoskisis degenerative :
 Retinoskisis degeneratif tipikal.
Membentuk daerah bundar atau oval yang merupakan retina yang terlepas pada
lapisan pleksiform luar. Pada lapisan retina bagian luar, perluasan ke posterior dan
pembentukan lubang jarang terjadi.
 Retinoskisis degenerative reticular.
Ditandai daerah-daerah retina terpisah dan berbentuk bundar atau oval dilapisan serat saraf dan
membentuk suatu elevasi bulosa pada lapisan retina bagian dalam yang sangat tipis. Lubang pada
retina terbentuk pada 23% kasus, dan mungkin terjadi perluasan posterior.

PREVALENSI
 Retinoskisis lebih sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun dan banyak ditemukan pada wanita.
 Terjadi pada sekitar 5% populasi usia di atas 20 tahun dan pada penderita hypermertopia.
 Terdapat pada sekitar 4% populasi
 ditemukan bilateral pada sekitar 30% individu yang terkena
PATOGENESIS
Retinoskisis diyakini berkembang dari degenerasi mikrokistoid melalui proses
penggabungan degenerative kavities, yang menyebabkan terjadinya pemisahan
neurosensory retina menjadi lapisan dalam (inner) dan lapisan luar (outer), dengan
pemisahan neuron dan hilangnya fungsi penglihatan pada area yang terkena.
DIAGNOSIS

GEJALA
 Photopsia dan floater jarang ditemui..
 Pasien biasanya tidak menyadari bila terdapat gangguan penglihatan atau asimptomatik.
 Biasanya gejala dirasakan oleh pasien dan ditemukan bila sudah didapati perdarahan retina.

TEMUAN KLINIS
 Early retinoskisis biasanya melibatkan inferotemporal retina perifer, menunjukan
microkistoid degenerasi besar-besaran dengan elevasi retina yang halus dan
immobile berbentuk dome shaped atau seperti kubah.
 Elevasi yang ditemukan bersifat convex, halus, tipis, dan relative immobile.
 Terdapat lembaran tipis di bagian dalam kavitas.
 Progress dari lesi bersifat mengelilingi sampai seluruh retina perifer terkena.
Bentuk tipikal biasanya berada pada anterior ekuator dan bentuk retikular
menyebar di bagian posterior.
 Permukaan lapisan dalam dapat ditemukan snow flake serta sclerosis pembuluh
darah.
 Kerusakan mungkin ditemukan pada satu atau kedua lapisan. Kerusakan lapisan
dalam biasanya kecil dan bulat sedangkan lapisan luar biasanya lebih besar
dengan sudut tergulung dan berada di belakang ekuator.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 PERIMETRI
Untuk mendeteksi scotoma absolut pada retinoskisis. Terdapat dua metode dasar penyajian objek dalam
pemeriksaan :
 Perimetri statik. Yaitu lokasi yang berbeda dalam lapang pandang diuji satu-persatu. Sebuah
objek sulit misalnya cahaya lemah disajikan pada lokasi tertentu. Jika tidak terlihat, intensitas
cahaya ditingkatkan secara bertahap sampai dapat terdeteksi yang disebut sensitivitas ambang
pada lokasi tersebut. Hal ini dilakukan pada lokasi lain sehingga sensitivitas cahaya berbagai
titik dalam lapang pandang digabungkan dan membentuk gambaran lapang pandang.

 Perimetri kinetik. Dimulai dengan uji sensitivitas seluruh lapang pandang dengan objek uji
yang tetap. Objak itu digerakan perlahan dari perifer ke pusat sampai pertama kali terlihat dan
dilakukan hal serupa dari berbagai arah akan tercipta batas-batas peta yang disebut isopter.
Isopter membentuk batas daerah terlihatnya objek, diluar batas itu objek tidak terlihat.
 OCT (OPTICAL COHERENCE TOMOGRAPHY)
akan terdapat gambaran perpisahan pada lapisan pleksiform luar. OCT
merupakan pencitraan sayat-lintang lanjut yang digunakan untuk mengamati dan
menilai struktur intraocular dengan prinsip analog dengan ultrasonografi, tetapi alat
ini menggunakan cahaya dengan panjang gelombang 820 nm sebagai
pengganti suara.
 FOTOKOAGULASI LASER ARGON
pada lapisan retina bagian luar yang diarahkan melalui robekan lapisan bagian dalam, menghasilkan
respon abu-abu yang sama dengan yang terdapat pada daerah retina normal didekatnya. Laser yang
digunakan pada terapi oftalmologis adalah laser termal.
KOMPLIKASI

 Jarang terjadi walaupun bentuk retikular paling banyak menyebabkan komplikasi.


 Ablatio retina jarang terjadi walaupun kedua lapisan mengalami kerusakan dan hanya 1% yang
mengalami ablatio retina. Ablatio retina dapat terjadi melalui dua cara,
1. adanya lubang di lapisan retina bagian luar dan tidak adanya lubang di lapisan bagian dalam
memungkinkan cairan kista melalui defek tersebut. Jenis ini biasanya tidak atau progresifitasnya
lambat sehingga membentuk garis dermakasi dan jarang memerlukan terapi.
2. lubang-lubang terbentuk pada lapisan bagian dalam maupun luar. Hal ini menyebabkan kolaps
skisis dan terjadinya ablatio retina total.
 Pendarahan vitreous jarang terjadi.
TATALAKSANA

 bila tidak terdapat kerusakan pada kedua lapisan dan tidak memerlukan pemeriksaan rutin, perlu
melakukan pemeriksaan setiap 1 sampai 2 tahun sekali.
 bila terjadi kerusakan pada kedua lapisan atau menyebar ke bagian posterior dari ekuator.
Photography dan pemeriksaan lapang pandang perlu di lakukan dengan OCT (optical coherence
tomography) bila terdapat perluasan di bagian posterior. Retinopexy atau perbaikan dengan
pembedahan diindikasi bila terdapat perluasan ke arah fovea saat kemungkinan komplikasi ablatio
retina disangkal.
 Bila terjadi pendarahan vitreous, vitrectomy disarankan untuk dilakukan.
PROGNOSIS

 Riwayat perkembangan penyakit pada kasus ini hampir tidak pernah berkembang dari tempat
pertama kali ditemukan. Kebanyakan orang dengan retinoskisis dapat beraktivitas dengan baik
dan tanpa dilakukan intervensi.
RETINOSKISIS JUVENILIS TERKAIT X

 PREVALENSI
Terjadi pada 1 dalam setiap 15,000 sampai 30,000 dari kasus makular degenerasi pada anak-anak. Kasus
ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dan jarang terjadi pada perempuan.
Sering terjadi pada uisa 5 sampai 10 tahun.
 PATOLOGI
Terjadi mutasi pada gen RS1→ produksi asam amino protein 224 (retinoschisin) menurun → pemisahan
lapisan berukuran kecil pada retina.
DIAGNOSIS

GEJALA
 Terjadi pada anak berusia 5 sampai 10 tahun dengan kesulitan untuk membaca, jarang disertai
juling atau nystagmus terjadi pada bayi yang terkait dengan retinoschisis perifer lanjutan,
seringkali dengan pendarahan vitreous. Perempuan karier umumnya ditemukan tanpa gejala.
TEMUAN KLINIS
 Muncul striae “spoke like” yang memancar seperti jari-jari ban dari foveola
 Bintik keputihan “drusen-like” dan variasi pigmen mungkin terlihat. Makula
kadang normal

 Terlihat defek berbentuk oval ,vitreous veil, Jaringan dendritik berwarna perak di perifer
•Komplikasi termasuk perdarahan vitreous dan intra-schisis, neovaskularisasi, eksudasi subretinal,
dan jarang terjadi rhegmatogenous atau transial ablasi retina dan ruptur traumatis dari foveal schisis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 FAF (FUNDUS AUTOFLUOROSENCE)


menunjukan berbagai kelainan makula, seperti “spoke like pattern”. FAF menggunakan kamera
fundus yang ditingkatkan atau pemindaian laser ophthalmoscopy memungkinkan visualisasi
akumulasi lipofuscin pada epitel pigmen retina. Ruang lingkup FAF digunakan secara klinis untuk
manejemen degenerasi makula atau berbagai keadaan yang belum dapat didefinisikan secara jelas
1. OCT (OPTICAL COHERENCE TOMOGRAPHY)
berguna untuk melihat perkembangan makulopati, ruang kistik mungkin ditemukan pada lapisan
ini dalam dan pleksiform luar. Tetapi fovea mungkin tampak tidak beraturan.
2. ERG (ELECTRORETINOGRAM)
Mata dengan skisis perifer menunjukkan karakteristik yang selektif penurunan amplitudo b-wave
dibandingkan dengan a-wave pada pengujian skotopik dan photopik.
 mengukur aktivitas listrik retina, ketika dirangsang oleh cahaya intensitas yang memadai, aliran
ion – terutama natrium dan kalium - diinduksi masuk atau keluar dari sel-sel tersebut saat suatu
potensi dihasilkan.
 A wave merupakan defleksi negatif cepat kornea awal yang dihasilkan oleh fotoreseptor.
 B wave adalah amplitudo pakan defleksi positif besar yang lebih lambat walaupun
dihasilkan oleh sel Müller dan bipolar. Hal ini secara langsung tergantung pada
fotoreseptor fungsional dan ukurannya menjadi ukuran yang cocok untuk integritas
fotoreseptor.
 Amplitudo diukur dari puncak A wave dan B wave yang terdiri dari subkomponen b1 dan
b2, yang pada awalnya menunjukan aktivitas sel batang dan kerucut dan menunjukan
perbedaan respon sel batang dan kerucut dengan tehnik yang tepat. Gelombang-b
ditingkatkan dengan adaptasi gelap dan peningkatan stimulus cahaya.
 C wave adalah defleksi ketiga (negatif) yang dihasilkan oleh RPE dan fotoreseptor.
 Latency adalah interval untuk memulai a-wave setelah stimulus diterapkan.
 Waktu implisit adalah interval dari stimulus puncak ke gelombang-b.
EOG (ELECTRO-OCULOGRAM)
 normal pada mata dengan maculopathy terisolasi
 subnormal pada mata dengan lesi perifer tingkat lanjut.
 Electro-oculogram (EOG) mengukur standing potensial antara muatan positif pada kornea dan
muatan negaitf pada bagian belakang mata yang mencerminkan aktifitas epitel dan fotoreseptor.
hasilnya dihitung dengan membagi tinggi maksimal potensi cahaya (‘puncak cahaya’) oleh tinggi
minimal potensi dalam gelap (‘puncak gelap’). Ini dinyatakan sebagai rasio (rasio Arden) atau
sebagai persentase. Itu nilai normal lebih besar dari 1,85 atau 185%.
TATALAKSANA
 Penghambat anhidrase karbonat topikal atau oral dapat memperbaiki keadaan
kavitas skisis yang terbentuk dan terlihat pada OCT dengan dosis pemberian
500mg perhari.
 Viteroctomy mungkin diperlukan untuk perbaikan perdarahan vitreus atau ablasi
retina, tetapi secara teknis menantang untuk di lakukan.
 Terapi gen sedang diselidiki, dengan tujuan memulihkan fungsi normal dari
kelainan protein retinoschisis.
 Konseling genetik diperlukan untuk menjelaskan bahwa laki-laki dengan
retinoskisis terkait x resesif menyebabkan mutasi genetik dan akan diturunkan
kepada anak perempuan sebagai karier yang bersifat asimptomatik.
Sedangkan pada anak laki-laki akan diturunkan penyakit yang sama.
PROGNOSIS

 Penglihatan biasanya tetap stabil untuk 5 sampai 6 dekade setelah penyakit


tersebut pertama kali ditemukan. Intervensi biasanya diperlukan untuk
memperbaiki kelainan pada mata yang menyertai
DAFTAR PUSTAKA

 Riordan EP, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2015.

 Kanski JJ, Bowling B. Kanski Clinical Ophtalmology. 8th ed. China: Elsevier:2016.
 Kellog Eye Center Michigan Medicine. Retinoschisis. (https://www.umkelloggeye.org/conditions-treatments/retinoschisis) Accesed on 7 may
2018.

 Jones WL, Cavallerano AA, Morgan KM, Semes LP, Sherman JP, Vandervort RS, Woolbridge RP. Optometric Clinical Pratice Guidline “Care
of the Patient with Retinal Derachment and Related Peripheral Vitreoretinal Disease. American Optometric Associaton;2004.

 Barash MD, Karth PA. Senile Retinoschisis. American Academy of Ophthalmology;2017.


 Lee B. X-Linked Retinoschisis. American Academy of Ophthalmology;2017.

 Lister Hill National Center for Biomedical Communications United States National Library of Medicine. X linked Juvenile Retinoschisis.
Unites States National Institutes of Health;2018.

 Zhang L, Reyes R, Lee W, Chen CL, Chan L, Sujirakul T, Chang S, Tsang SH. Rapid Resolution of Retinoshcisis with Acetazolamide.Doc
Ophthamol 2015;131(1).63-70.

Anda mungkin juga menyukai