Retina merupakan bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang fungsinya mirip
dengan film pada kamera. Elemen optik mata akan memfokuskan gambar ke retina dan
mengubah cahaya menjadi sinyal biokimia kemudian menjadi impuls listrik dan kemudian
impuls listrik disampaikan ke otak. Bila retina terjadi pemisahan dengan lapisan bawahnya
dinamakan dengan ablasio retina atau retinal detachment. Ablasio retina adalah suatu
keadaan terpisahnya lapisan bagian dalam retina dari epitel pigmen retina (retinal pigment
epithelium, koroid). Keadaan ini merupakan keadaan emergensi mata setelah oklusi arteri
retina sentral, trauma kimia pada mata, dan endoftalmitis karena dapat menyebabkan cacat
penglihatan atau kebutaan yang menetap.1-3
Anatomi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh corpus cilliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak
rata. Permukaan luar retina sensoris berhubungan dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Di sebagian besar
tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Namun pada diskus optikus dan ora serrata,
retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada
ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk
antara koroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan
dalam corpus cilliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel
pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreous.1,4
Sekitar 40-50% dari pasien ablasio retina memiliki myopia, 30-40% telah menjalani
operasi katarak, 10-20% mengalami trauma pada mata. Ablasio retina akibat trauma paling
sering terjadi pada pasien muda dan miopi paling sering pada usia (25-45 tahun). Walaupun
belum ada data yang spesifik tentang insidensi ablasio retina pada olahraga yang melakukan
kontak (seperti tinju) tetapi ditemukan bahwa terjadi peningkatan risiko untuk mengalami
ablasio retina.3
Ablasio retina dapat muncul pada setiap usia, tetapi yang paling sering adalah pada usia
40-70 tahun (rata-rata pada laki-laki: 57 tahun, perempuan: 62 tahun). Hanya 3-4% ablasio
retina yang terjadi pada usia kurang dari 16 tahun. Ablasio retina secara keseluruhan lebih
sering terjadi pada laki-laki sedangkan ablasio retina non-trauma lebih sering pada
perempuan (65.1%) daripada laki-laki (55.7%).3
Pada pasien dengan afakia, insidensi dari ablasio retina adalah 1-5% dan setengahnya
muncul pada tahun pertama setelah operasi. Diduga karena sekunder dari PVD (Posterior
Vitreous Detachment). Operasi katarak dengan ECCE (extracapsular cataract extraction) dan
IOL (intraocular lens) memiliki insidensi 0-2% ablasio retina pada tahun pertama setelah
operasi. Ablasio retina meningkat setelah operasi mata dengan bocornya vitreus. Pada pasien
dengan miopi tinggi (>8D atau panjang aksialnya > 24mm) memiliki risiko ablasio retina
yang tinggi. Prevalensi ablasio retina dengan miopi 0.7-6%. Ada penelitian yang mengatakan
bahwa pasien dengan miopi diatas 5D yang usianya 60 tahun keatas memiliki risiko ablasio
retina 2.4% dibandingkan pasien yang emetropia yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas
(0.06%). Glaukoma juga merupakan faktor risiko dan dilaporkan 4-7% pasien dengan
glaukoma sudut terbuka yang kronik mengalami ablasio retina.2
Patofisiologi
Stimulasi patologis ke retina dan produksi dari phosphenes akan menyebabkan
photopsia. Ablasio retina bila terjadi pada makula maka akan terjadi penurunan visus.
Floaters merupakan gejala visual yang paling sering dikeluhkan, bila terjadi floaters yang
besar secara mendadak di penglihatan sentral maka dapat mengindikasikan adanya pelepasan
vitreus posterior. Pasien akan melihat floater sirkular bila pelepasan vitreus berasal dari
sekitar nervus optikus (Weiss Ring). Bila onset awal floaters terkait dengan cahaya
mengindikasikan kemungkinan adanya robekan retina. Photopsia dan floaters tidak
membantu dalam menentukan posisi robekan retina, tetapi defek lapang pandang dapat
menentukan hal tersebut.2
Ablasio retina regmatogenosa (RRD) dikarakteristikan dengan robeknya retina dari
tempatnya, robekan ini disebabkan oleh adanya traksi vitreoretina (pelepasan vitreus
posterior akibat likuifikasi vitreus) yang menyebabkan akumulasi dari cairan vitreus ke
bagian bawah retina yang terpisah dari RPE (retina pigment epithelium). RRD biasanya
disebabkan karena adanya prekursor seperti sineresis vitreus (likuifikasi atau pencairan dari
vitreus) dan adanya gaya traksi yang dapat menghasilkan robekan retina kemudian cairan
akan mengumpul pada ruang subretina. Terjadinya sineresis dan pencairan vitreus pada mata
miopia 10-15 tahun lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan
penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka vitreus mengalami disintegrasi.
Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi vitreus posterior. Oleh karenanya vitreus
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga vitreus tidak menekan
retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, vitreus menarik perlekatan
vitreoretina; adanya gaya traksi yang cukup kuat pada gerakan bola mata ke area dimana
vitreus masih menempel maka retina akan robek, perlekatan vitreus yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif (perubahan degeneratif
retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh
darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina). RRD biasanya
muncul pada pasien dengan miopi dan miopi tinggi, degenerasi lattice, lubang pada retina,
robekan berbentuk tapal kuda, afakia, pseudoafakia (sesudah ekstraksi katarak intrakapsular,
gerakan vitreus pada gerakan mata akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan
akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan
koroid). Infeksi juga dapat menyebabkan RRD, seperti toxoplasmosis, CMV.6-10
Gambar 5. Ablasio Retina Regmatogenosa8
Ablasio retina akibat traksi (TRD) muncul saat retina tertarik oleh RPE karena adanya
gaya traksi. Traksi ini dialirkan ke retina baik karena adanya pembentukan membrane
vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblas, makrofag, dan sel glia atau sel
epitel pigmen retina. Tipe ini paling sering terjadi pada pasien dengan retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, proliferative sickle retinopathy, retinopati
prematuritas, dan trauma. Saat terjadi kontraksi dari jaringan fibrosa pada kavitas vitreus atau
periretina akan menyebabkan ablasio retina akibat traksi.1,6
Ablasio retina serosa atau eksudatif dikarakteristikan dengan adanya akumulasi cairan
pada ruang subretina dan tidak adanya robekan retina atau traksi. Ablasio ini terjadi akibat
penumpukan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel
pigmen retina dan koroid, inflamasi, infeksi. Selama RPE dapat memompa cairan yang ada di
dalam ruang subretina ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi di ruang subretina tersebut.
Tetapi bila proses ini terganggu akibat RPE kekurangan asupan metabolik (iskemik), cairan
akan mulai terakumulasi dan pelepasan retina akan muncul. Akumulasi juga dapat berupa
darah. Inflamasi dapat menyebabkan SRD termasuk skleritis posterior, penyakit kolagen
vaskular. Penyakit vaskular seperti hipertensi malignan, toksemia pada kehamilan, oklusi
arteri dan vena, tumor, iatrogenik (akibat dari operasi ablasio retina).1,6
Pemeriksaan Penunjang
Slit-lamp digunakan untuk melihat ada tidaknya trauma. Fungsinya untuk melihat
segmen anterior lebih jelas.1
Pada kasus dengan fotofobia yang berat, edema periorbita, atau adanya katarak, dapat
digunakan ultrasonografi mata. USG ini dapat mendeteksi adanya ablasio retina dan berguna
untuk pasien anak dan pasien yang tidak koperatif, dan pada edema periorbita yang menutupi
retina, katarak. Vitreus akan terlihat lusen sedangkan retina yang lepas berwarna opak karena
adanya traksi dari permukaan retina oleh jaringan fibrosis intravitreal terutama pada
retinopati diabetikum.6
Manifestasi Klinis
Keluhan awal pasien biasanya adanya kilatan cahaya (photopsia). Pendaran atau kilatan
cahaya dapat menyebabkan sakit kepala bilateral. Pasien mengeluhkan sering melihat benda
yang melayang, dari titik-titik, benang, hingga benda yang lebih besar (floaters) karena
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi
vitreus itu sendiri terutama di bagian posterior. Pasien akan melihat bayangan berkembang
atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen.
Penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjukkan adanya
keterlibatan makula. Hilangnya penglihatan biasanya dimulai dari perifer, dengan semakin
besarnya ablasio maka makula juga dapat terkena sehingga penglihatan sentral juga mulai
hilang dalam hitungan jam-minggu. Pasien biasanya mendeskripsikan dengan seperti melihat
ada tirai atau bayangan yang bergerak di penglihatannya. Karena retina tidak mempunyai
reseptor nyeri, robeknya retina tidak disertai dengan nyeri. Pada pemeriksaan dengan
oftalmoskop retina akan berwarna pucat dengan lipatan-lipatan berwarna putih. Retina akan
berlipat-lipat dan berubah-ubah bentuknya bila kepala digerakan. Lipatan ini menetap bila
disebabkan oleh tarikan dari badan kaca, walaupun kedudukan kepala berubah. Pembuluh
darah menjadi lebih gelap dan berkelok-kelok sesuai lekukan retina.6-9
Tatalaksana
Pencegahan penting pada tatalaksana ablasio retina. Penggunaan pelindung mata
direkomendasikan untuk orang yang akan melakukan olahraga kontak terutama bila terdapat
miopi yang sedang-berat. Pasien yang pernah dioperasi katarak harus diberitahu terkait gejala
dan tanda dari ablasio retina.3
Tatalaksana utama ablasio retina adalah tindakan pembedahan. Tujuan utama bedah
ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina; digunakan
krioterapi atau laser untuk menimpulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik
sehingga mencegah influx cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan
subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina. Diterapkan berbagai teknik
bedah.1
Pada retinopeksi pneumatik udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam
vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi korioretina yang
diinduksi oleh laser atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Teknik ini
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan
pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan
tidak ada traksi vitreoretina.1
Pembedahan pada ablasio retina, 5-10% gagal karena pertumbuhan dari jaringan
fibrosis pada permukaan retina setelah beberapa minggu. Isi jaringan fibrosis tersebut adalah
sel darah putih, fibrin, sel-sel inflamasi yang berhubungan dengan penyembuhan post-
operasi, astrosit retina, dan RPE yang masuk ke kavitas vitreus saat robekan retina terbentul.
Jaringan fibrosis mungkin akan menyebabkan traksi sehingga mengakibatkan adanya
pelepasan kembali (vitreoretinopati proliferatif)1,8