Anda di halaman 1dari 17

Pendahuluan

Retina merupakan bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang fungsinya mirip
dengan film pada kamera. Elemen optik mata akan memfokuskan gambar ke retina dan
mengubah cahaya menjadi sinyal biokimia kemudian menjadi impuls listrik dan kemudian
impuls listrik disampaikan ke otak. Bila retina terjadi pemisahan dengan lapisan bawahnya
dinamakan dengan ablasio retina atau retinal detachment. Ablasio retina adalah suatu
keadaan terpisahnya lapisan bagian dalam retina dari epitel pigmen retina (retinal pigment
epithelium, koroid). Keadaan ini merupakan keadaan emergensi mata setelah oklusi arteri
retina sentral, trauma kimia pada mata, dan endoftalmitis karena dapat menyebabkan cacat
penglihatan atau kebutaan yang menetap.1-3
Anatomi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh corpus cilliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak
rata. Permukaan luar retina sensoris berhubungan dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Di sebagian besar
tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Namun pada diskus optikus dan ora serrata,
retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada
ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk
antara koroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan
dalam corpus cilliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel
pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreous.1,4

Gambar 1. Struktur Bola Mata4


Lapisan-lapisan retina mulai dari dalam adalah (1) membran limitans interna, (2)
lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus
optikus, (3) lapisan sel ganglion, (4) lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan
sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar, (5) lapisan inti dalam badan-badan sel
bipolar amakrin dan horizontal, (6) lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8)
membran limitans eksterna, (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan
kerucut, dan (10) epitel pigmen retina.1,5

Gambar 2. Lapisan Retina5


Retina mempunyai tebal 0.1 mm pada ora serrata dan 0.56 mm pada kutub posteror. Di
tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5.5-6 mm yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina
temporal. Daerah ini ditetapkan sebagai area centralis yang secara histologis merupakan
bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari 1 lapis. Macula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal
kuning-xantofil. Fovea berdiameter 1.5 mm ini merupakan zona avascular retina pada
angiografi fluorosens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami
penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-
akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang
lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm
lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0.25 mm yang secara klinis
tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor
kerucut. Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang
tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal.1,5
Retina menerima darah dari 2 sumber, koriokapilaris yang berada tepat di luar
membrane Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari
arteri retina sentralis yang memperdarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya
diperdarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-
lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.1
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel berkerucut meningkat di
pusat macula (fovea), semakin berkurang ke perifer. Di foveola terdapat hubungan hamper
1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan
di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea
berperan dalam resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang baik,
keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik
di foveola. Sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras,
dan penglihatan malam (skotopik).1
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avascular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen
penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada
fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas 2 komponen, sebuah protein opsin dan
sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin yang terbentuk dari 7 heliks
transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal yang merupakan turunan
dari vitamin A. saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami
isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk
itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua. Puncak absorpsi cahaya oleh
rhodopsin terjadi pada panjang gelombang 500 nm, yang merupakan daerah biru hijau pada
spectrum cahaya.1
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-warnanya tidak
dapat dibedakan. Sewaktu retina beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spectrum
retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm menjadi 560 nm, dan muncul sensasi
warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau
menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spectrum cahaya
tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam
(skotopik) oleh fotoreseptor batang.1
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam proses
penglihatan. Epitel ini bertanggungjawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor,
transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara
koroid dan retina. Membran basalis sel-sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam
membrane Bruch yang juga tersusun atas matriks ekstraselular khusus dan membrane basalis
koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan
terbatas dalam melakukan regenerasi.1
Ablasio Retina
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan bagian dalam retina dari epitel
pigmen retina (retinal pigment epithelium, koroid). Terdapat 3 jenis utama ablasio retina,
yaitu ablasio regmatogenosa, ablasio traksi, dan ablasio serosa atau hemoragik.1,3,6
Ablasio retina regmatogenosa merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Ablasio
tipe ini ditandai dengan pemutusan (suatu regma) total (full-thickness) retina sensorik, traksi
vitreus dengan derajat bervariasi dan mengalirnya viteus cair melalui robekan ke dalam ruang
subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan spontan vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia, afakia, degenerasi
lattice, dan trauma mata. Oftalmoskop indirek binocular dengan depresi sklera
memperlihatkan peninggian retina sensorik yang lepas dan berwarna translusen dengan salah
satu atau lebih pemutusan retina sensorik total, misalnya robekan berbentuk tapal kuda,
lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak
pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenisnya; robekan tapal kuda paling sering terjadi
di kuadran superotemporal, lubang atrofik bundar di kuadran temporal, dan dialisis retina di
kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan retina multipel, defek-defek tersebut biasanya
terletak 90 derajat satu sama lain.1,3,6
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetikum
proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferatif, retinopati
prematuritas, atau trauma mata. Dibandingkan dengan ablasio retina regmatogenosa, ablasio
retina akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi,
biasanya tidak meluas ke ora serrata. Gaya-gaya traksi menarik retina sensorik menjauhi
epitel pigmen di bawahnya secara aktif, menuju basis vitreus. Traksi ini disebabkan oleh
pembentukan membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblast dan sel
glia atau sel epitel pigmen retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di
sepanjang arkade-arkade vascular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer
dan macula. Traksi fokal dari membran-membran selular dapat menyebabkan robekan retina
dan menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa –traksi.1,3,6
Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan
retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina
sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit-
penyakit degeneratif, inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat macam-
macam hal mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.1,3,6
Anamnesis
Keluhan awal pasien dengan ablasio retina biasanya adalah adanya kilatan cahaya
(photopsia) yang berhubungan dengan traksi dari retina dan terkadang disertai dengan adanya
bayangan benda berukuran kecil hingga besar yang tampak melayang-layang pada
penglihatan, biasanya seperti bintik-bintik hitam kecil hingga tali panjang (floaters) akibat
sineresis atau pemisahan vitreus, atau adanya pigmen, darah, atau sel-sel radang patologis;
dan kehilangan penglihatan. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya bayangan pada pinggir
penglihatan yang biasanya diabaikan tetapi lama kelamaan menyebar ke seluruh lapang
pandang. Gangguan penglihatan biasanya dideskripsikan seperti berkabut, ireguler, atau
seperti tirai. Tanyakan onset, durasi, lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya
keluhan. Cepat timbulnya gejala dari keluhan pasien karena pada ablasio retina, hilangnya
penglihatan biasanya mendadak, terutama di bagian perifer kemudian menyebar ke sentral
dalam waktu jam-minggu. Kilatan cahaya muncul karena pemisahan dari vitreus posterior.
Gel dari vitreus berpisah dari retina dan merangsang jaringan retina sehingga menghasilkan
phosphenes (melihat cahaya tanpa cahaya benar-benar masuk ke mata) dan sensasi kilatan
cahaya.3,7-9
Riwayat obat-obat mata yang digunakan belakangan ini, riwayat trauma pada kepala
atau daerah mata perlu ditanyakan pada pasien karena penyebab ablasio retina adalah
penipisan retina dan terjadinya trauma. Riwayat penyakit dahulu seperti miopi tinggi, riwayat
operasi mata (ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokular, prosedur pada retina),
riwayat penyakit mata seperti perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, retinopati diabetik.
Riwayat penyakit keluarga seperti apakah ada yang mengalami keluhan yang sama karena
ada beberapa penelitian yang mengatakan ada keturunan pada ablasio retina.3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan visus. Pemeriksaan segmen
anterior juga perlu dilakukan untuk melihat ada tidaknya tanda trauma, tes konfrontasi
(membantu menentukan lokasi dari ablasi retina), dan pemeriksaan segmen posterior.1,7-9
Pemeriksaan fisik mata awal yang dilakukan adalah pemeriksaan visus. Pemeriksaan
visus (uji penglihatan sentral) dilakukan untuk melihat fungsi mata. Gangguan penglihatan
memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan
turunnya visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan.
Pemeriksaan ini menggunakan Snellen Chart yang berisi sederetan huruf dengan ukuran
yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah
yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Snellen Chart dari jarak 6 m
karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa
akomodasi. Pembacaan mula-mula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu
menutup mata kiri lalu dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan dinyatakan dalam
pecahan sebagai berikut: V =d/D
V = ketajaman penglihatan (visus)
d = jarak yang dilihat oleh penderita
D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal
Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan.1,9
Bila dengan Snellen Chart tidak bisa maka dilakukan finger counting test di mana
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3
meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat
dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. Apabila
finger counting test tidak dapat melihat maka dilakukan hand movement test dengan uji
lambaian tangan, bila dapat melihat lambaian tangan maka visusnya adalah 1/300. Apabila
mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan,
keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar
pada jarak tidak berhingga. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau NLP (no light perception).1,9
Pemeriksaan mata segmen anterior perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan palpebra,
konjungtiva, sklera, kornea, camera oculi anterior, iris, pupil, dan lensa mata. Pada
pemeriksaan palpebra, dilihat apakah palpebra superior dan inferior ada entropion atau
ektopion, spasme, trikiasis, edema, lagoftalmus, ptosis. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan
pemeriksaan fornix bawah dan eversi kelopak atas dengan cotton bud, dilihat apakah anemis,
merah, adanya benda asing. Pemeriksaan kornea melihat apakah jernih atau tidak, adanya
benda asing, laserasi, arcus senilis, erosi. Pemeriksaan camera oculi anterior dilihat
menggunakan senter/penlight dari arah oblik untuk mengetahui apakah COA dalam atau
dangkal. Iris dan pupil diperiksa dengan disinari langsung dan diamati warna iris, ukuran
pupil, refleks cahaya langsung dan konsensual, bila adanya dilatasi pupil saat disinari,
kemungkinan mengindikasikan adanya trauma sebelumnya (Marcus-Gunn +). Lensa
diperiksa juga dengan sinar, apakah ada kekeruhan atau tidak.1,9-11
Pemeriksaan tekanan bola mata bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu tonometri digital,
schiotz, dan tonometeri non-kontak. Tonometri digital dilakukan dengan jari dengan
dibandingkan dengan pemeriksa. Pada ablasio retina, kemungkinan tekanan bola mata
hipotoni (>4-5mmHg dari mata normal).1
Gerakan bola mata dilakukan dengan pemeriksa melakukan gerakan angan dari 8 arah
sambil melihat pergerakan bola mata ke 8 arah tersebut.9,10
Tes konfrontasi (uji penglihatan perifer) dengan menggunakan tangan pemeriksa dan
tekhnik paling mudah. Dalam tes ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter
dengan pemeriksa. Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian
pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke
mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan
antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien
mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan
dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan lapang
pandang (visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan
jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
Biasanya pada ablasio retina, lapang pandang menyempit terutama pada bagian perifer.3,10
Pemeriksaan mata segmen posterior dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop.
Funduskopi dilakukan untuk melihat retina dan pengamatan papil nervus optik. Selama
funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan pandangan matanya jauh ke depan.
Oftalmoskopi dibagi menjadi dua, yaitu direk dan indirek. Oftalmoskop direk genggam
memperlihatkan gambaran monocular fundus dengan pembesaran 15 kali. Karena mudah
dibawa dan menghasilkan gambaran diskus dan struktur vaskular retina yang detil. Saat
pasien menatap objek yang jauh dengan mata sebelahnya, pemeriksa mula-mula mebawa
detil retina ke dalam focus. Karena seluruh pembuluh retina muncul dari diskus dicari dengan
mengikuti salah satu cabang utama pembuluh darah ke tempat berbagai cabang tersebut
berasal. Dari sini, berkas sinal oftalmoskop diarahkan sedikit ke nasal dari garis pandang
pasien atau sumber visual, kemudian diteliti bentuk, ukuran, dan warna diskus, ketajaman
tepinya, dan ukuran bagian sentralnya yang pucat. Rasio ukuran cawan terhadap ukuran
diskus penting untuk diagnosis glaukoma. Daerah makula terletak kira-kira 2 kali diameter
diskus optikus di sebelah temporal tepi diskus. Sebuah refleksi putih kecil atau refleks
menjadi petanda fovea sentralis. Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang
lebih gelap dan berbatas kurang tegas, dinamakan makula. Cabang-cabang pembuluh darah
retina mendekati dari segala arah tetapi berhenti tepat di fovea. Dengan demikian lokasi
fovea dipastikan dengan tidak adanya pembuluh darah retina. Pembuluh retina utama
kemudian diperiksa dan diikuti sejauh mungkin kea rah distal masing-masing kuadran
(superior, inferior, temporal, nasal). Vena lebih gelap dan lebih besar daripada arteri
pendampingnya. Perhatikan warna, kelokan, dan caliber pembuluh darah, selain juga
kelainan yang ada, seperti aneurisma, perdarahan, atau eksudat. Ukuran dan jarak dalam
fundus sering diukur dalam diameter diskus (DD, ukurannya umumnya 1.5-2 mm.
oftalmoskop indirek binokular memerlukan dilatasi pupil yang lebar. Alat ini dipasang di
kepala pemeriksa dan memungkinkan pandangan binokular melalu sepasang lensa dengan
kekuatan tetap. Perbedaannya adalah pada bayangan dan perbesarannya. Pada oftalmoskop
indirek, yang dilihat adalah bayangan retina yang dibentuk oleh lensa kondensasi di tangan
sedangkan oftalmoskop direk memfokuskan pada retina itu sendiri. Oftalmoskop indirek
memberikan lapang pandang yang lebih luas sedangkan direk memberikan lapang pandang
yang lebih kecil.1,9,10
Oftalmoskop diperlukan untuk memeriksa vitreus apakah ada pigmen atau tobacco dust
(Shafer sign) yang 70% menandakan adanya robekan retina.1
Gambar 3. Funduskopi4

Gambar 4. Ablasio Retina3


Etiologi
Ablasio retina tipe regmatogenosa terjadi karena adanya trauma yang merupakan faktor
pencetus pada mata yang berbakat, seperti mata dengan miopi tinggi, paska retinitis, dan
retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia
terjadi pada tahun pertama.8,9
Ablasio retina tipe taksi terjadi biasanya karena adanya adanya diabetes mellitus
proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi sehingga terjadi
jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan
menurun tanpa rasa sakit.8,9
Ablasio retina tipe eksudatif terjadi karena adanya penyakit sekunder pada mata,
penyakit pada epitel pigmen retina, koroid seperti yang terjadi pada skleritis, koroiditis,
tumor retrobulbar, radang uvea, idiopatik.8,9
Epidemiologi
Insidensi dari ablasio retina (yang masih memiliki lensa) non-trauma pada populasi di
dunia adalah 1 per 10000 orang pertahunnya (0.01%), dan akibat trauma hanya berbeda
sedikit dengan non-trauma. Sedangkan secara keseluruhan, insidensi dari ablasio retina pada
populasi dunia adalah 3.3% pertahun dan 15%nya adalah tipe ablasio retina regmatogenosa.2

Sekitar 40-50% dari pasien ablasio retina memiliki myopia, 30-40% telah menjalani
operasi katarak, 10-20% mengalami trauma pada mata. Ablasio retina akibat trauma paling
sering terjadi pada pasien muda dan miopi paling sering pada usia (25-45 tahun). Walaupun
belum ada data yang spesifik tentang insidensi ablasio retina pada olahraga yang melakukan
kontak (seperti tinju) tetapi ditemukan bahwa terjadi peningkatan risiko untuk mengalami
ablasio retina.3

Ablasio retina dapat muncul pada setiap usia, tetapi yang paling sering adalah pada usia
40-70 tahun (rata-rata pada laki-laki: 57 tahun, perempuan: 62 tahun). Hanya 3-4% ablasio
retina yang terjadi pada usia kurang dari 16 tahun. Ablasio retina secara keseluruhan lebih
sering terjadi pada laki-laki sedangkan ablasio retina non-trauma lebih sering pada
perempuan (65.1%) daripada laki-laki (55.7%).3

Pada pasien dengan afakia, insidensi dari ablasio retina adalah 1-5% dan setengahnya
muncul pada tahun pertama setelah operasi. Diduga karena sekunder dari PVD (Posterior
Vitreous Detachment). Operasi katarak dengan ECCE (extracapsular cataract extraction) dan
IOL (intraocular lens) memiliki insidensi 0-2% ablasio retina pada tahun pertama setelah
operasi. Ablasio retina meningkat setelah operasi mata dengan bocornya vitreus. Pada pasien
dengan miopi tinggi (>8D atau panjang aksialnya > 24mm) memiliki risiko ablasio retina
yang tinggi. Prevalensi ablasio retina dengan miopi 0.7-6%. Ada penelitian yang mengatakan
bahwa pasien dengan miopi diatas 5D yang usianya 60 tahun keatas memiliki risiko ablasio
retina 2.4% dibandingkan pasien yang emetropia yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas
(0.06%). Glaukoma juga merupakan faktor risiko dan dilaporkan 4-7% pasien dengan
glaukoma sudut terbuka yang kronik mengalami ablasio retina.2
Patofisiologi
Stimulasi patologis ke retina dan produksi dari phosphenes akan menyebabkan
photopsia. Ablasio retina bila terjadi pada makula maka akan terjadi penurunan visus.
Floaters merupakan gejala visual yang paling sering dikeluhkan, bila terjadi floaters yang
besar secara mendadak di penglihatan sentral maka dapat mengindikasikan adanya pelepasan
vitreus posterior. Pasien akan melihat floater sirkular bila pelepasan vitreus berasal dari
sekitar nervus optikus (Weiss Ring). Bila onset awal floaters terkait dengan cahaya
mengindikasikan kemungkinan adanya robekan retina. Photopsia dan floaters tidak
membantu dalam menentukan posisi robekan retina, tetapi defek lapang pandang dapat
menentukan hal tersebut.2
Ablasio retina regmatogenosa (RRD) dikarakteristikan dengan robeknya retina dari
tempatnya, robekan ini disebabkan oleh adanya traksi vitreoretina (pelepasan vitreus
posterior akibat likuifikasi vitreus) yang menyebabkan akumulasi dari cairan vitreus ke
bagian bawah retina yang terpisah dari RPE (retina pigment epithelium). RRD biasanya
disebabkan karena adanya prekursor seperti sineresis vitreus (likuifikasi atau pencairan dari
vitreus) dan adanya gaya traksi yang dapat menghasilkan robekan retina kemudian cairan
akan mengumpul pada ruang subretina. Terjadinya sineresis dan pencairan vitreus pada mata
miopia 10-15 tahun lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan
penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka vitreus mengalami disintegrasi.
Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi vitreus posterior. Oleh karenanya vitreus
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga vitreus tidak menekan
retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, vitreus menarik perlekatan
vitreoretina; adanya gaya traksi yang cukup kuat pada gerakan bola mata ke area dimana
vitreus masih menempel maka retina akan robek, perlekatan vitreus yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif (perubahan degeneratif
retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh
darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina). RRD biasanya
muncul pada pasien dengan miopi dan miopi tinggi, degenerasi lattice, lubang pada retina,
robekan berbentuk tapal kuda, afakia, pseudoafakia (sesudah ekstraksi katarak intrakapsular,
gerakan vitreus pada gerakan mata akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan
akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan
koroid). Infeksi juga dapat menyebabkan RRD, seperti toxoplasmosis, CMV.6-10
Gambar 5. Ablasio Retina Regmatogenosa8

Ablasio retina akibat traksi (TRD) muncul saat retina tertarik oleh RPE karena adanya
gaya traksi. Traksi ini dialirkan ke retina baik karena adanya pembentukan membrane
vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblas, makrofag, dan sel glia atau sel
epitel pigmen retina. Tipe ini paling sering terjadi pada pasien dengan retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, proliferative sickle retinopathy, retinopati
prematuritas, dan trauma. Saat terjadi kontraksi dari jaringan fibrosa pada kavitas vitreus atau
periretina akan menyebabkan ablasio retina akibat traksi.1,6

Ablasio retina serosa atau eksudatif dikarakteristikan dengan adanya akumulasi cairan
pada ruang subretina dan tidak adanya robekan retina atau traksi. Ablasio ini terjadi akibat
penumpukan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel
pigmen retina dan koroid, inflamasi, infeksi. Selama RPE dapat memompa cairan yang ada di
dalam ruang subretina ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi di ruang subretina tersebut.
Tetapi bila proses ini terganggu akibat RPE kekurangan asupan metabolik (iskemik), cairan
akan mulai terakumulasi dan pelepasan retina akan muncul. Akumulasi juga dapat berupa
darah. Inflamasi dapat menyebabkan SRD termasuk skleritis posterior, penyakit kolagen
vaskular. Penyakit vaskular seperti hipertensi malignan, toksemia pada kehamilan, oklusi
arteri dan vena, tumor, iatrogenik (akibat dari operasi ablasio retina).1,6

Pemeriksaan Penunjang
Slit-lamp digunakan untuk melihat ada tidaknya trauma. Fungsinya untuk melihat
segmen anterior lebih jelas.1
Pada kasus dengan fotofobia yang berat, edema periorbita, atau adanya katarak, dapat
digunakan ultrasonografi mata. USG ini dapat mendeteksi adanya ablasio retina dan berguna
untuk pasien anak dan pasien yang tidak koperatif, dan pada edema periorbita yang menutupi
retina, katarak. Vitreus akan terlihat lusen sedangkan retina yang lepas berwarna opak karena
adanya traksi dari permukaan retina oleh jaringan fibrosis intravitreal terutama pada
retinopati diabetikum.6

Gambar 6. USG Mata8

Manifestasi Klinis
Keluhan awal pasien biasanya adanya kilatan cahaya (photopsia). Pendaran atau kilatan
cahaya dapat menyebabkan sakit kepala bilateral. Pasien mengeluhkan sering melihat benda
yang melayang, dari titik-titik, benang, hingga benda yang lebih besar (floaters) karena
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi
vitreus itu sendiri terutama di bagian posterior. Pasien akan melihat bayangan berkembang
atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen.
Penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjukkan adanya
keterlibatan makula. Hilangnya penglihatan biasanya dimulai dari perifer, dengan semakin
besarnya ablasio maka makula juga dapat terkena sehingga penglihatan sentral juga mulai
hilang dalam hitungan jam-minggu. Pasien biasanya mendeskripsikan dengan seperti melihat
ada tirai atau bayangan yang bergerak di penglihatannya. Karena retina tidak mempunyai
reseptor nyeri, robeknya retina tidak disertai dengan nyeri. Pada pemeriksaan dengan
oftalmoskop retina akan berwarna pucat dengan lipatan-lipatan berwarna putih. Retina akan
berlipat-lipat dan berubah-ubah bentuknya bila kepala digerakan. Lipatan ini menetap bila
disebabkan oleh tarikan dari badan kaca, walaupun kedudukan kepala berubah. Pembuluh
darah menjadi lebih gelap dan berkelok-kelok sesuai lekukan retina.6-9
Tatalaksana
Pencegahan penting pada tatalaksana ablasio retina. Penggunaan pelindung mata
direkomendasikan untuk orang yang akan melakukan olahraga kontak terutama bila terdapat
miopi yang sedang-berat. Pasien yang pernah dioperasi katarak harus diberitahu terkait gejala
dan tanda dari ablasio retina.3

Tatalaksana utama ablasio retina adalah tindakan pembedahan. Tujuan utama bedah
ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina; digunakan
krioterapi atau laser untuk menimpulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik
sehingga mencegah influx cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan
subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina. Diterapkan berbagai teknik
bedah.1

Pada retinopeksi pneumatik udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam
vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi korioretina yang
diinduksi oleh laser atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Teknik ini
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan
pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan
tidak ada traksi vitreoretina.1

Sclera bulking mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi korioretinanya


terbentuk, dengan melekukan sklera menggunakan eksplan yang dijahitkan pada daerah
robekan retina. Teknik ini juga mengatasi traksi vitreoretina dan menyingkirkan cairan
subretina dan robekan retina. Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus
tertentu yang sesuai. Komplikasinya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat
fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstusi eksplan, dan
kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferatif.1

Vitrektomi pars plana memungkingkan pelepasan traksi vitreo-retina, drainase internal


cairan subretinal, jika diperlukan dengan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat, dan
penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya
atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama. Teknik
ini digunakan bila terdapat robekan retina multiple, di superior atau di posterior; bila
visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus; dan bila ada vitreoretinopati
proliferatif yang bermakna. Vitrektomi menginduksi pembentukan katarak dan mungkin
dikontraindikasikan pada mata fakik.1

Pembedahan pada ablasio retina, 5-10% gagal karena pertumbuhan dari jaringan
fibrosis pada permukaan retina setelah beberapa minggu. Isi jaringan fibrosis tersebut adalah
sel darah putih, fibrin, sel-sel inflamasi yang berhubungan dengan penyembuhan post-
operasi, astrosit retina, dan RPE yang masuk ke kavitas vitreus saat robekan retina terbentul.
Jaringan fibrosis mungkin akan menyebabkan traksi sehingga mengakibatkan adanya
pelepasan kembali (vitreoretinopati proliferatif)1,8

Gambar 7. Waktu untuk Berobat8


Gambar 8. Tipe Operasi Ablasio Retina8
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah hilangnya penglihatan saat pemeriksaan
visus (tidak dapat melihat gerakan tangan, atau persepsi cahaya nol) terutama bila makula
ikut terkena. Bila ablasio sudah berlangsung lama maka pada retina timbul gangguan
metabolisme. Zat-zat toksik akan ditimbulkan menyebabkan degenerasi dan atrofi dari retina.
Karena sel batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sehingga menjadi
rusak sebab sumber makanannya terputus.10,11
Prognosis
Karena retina merupakan jaringan yang neuro-sensitif, prognosis lapang pandang sulit
diprediksi. Bila ablasio retina tidak terkena pada makula maka prognosisnya cenderung baik.
Sedangkan prognosis paskabedah tergantung dari keadaan makula, jika sudah terlepas
biasanya hasil tidak sempurna, tetapi jika makula masih melekat, tindakan bedah harus segera
dilakukan dan akan mendapatkan hasil yang lebih baik.10
Kesimpulan
Ablasio retina adalah pemisahan retina sensorik dengan epitel pigmen retina di
bawahnya. Terdapat tiga jenis utama, yaitu ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina
akibat traksi, dan ablasio retina serosa atau hemoragik. Pada anamnesis didapatkan adanya
photopsia, floaters, lapang pandang mulai berkurang dari perifer kemudian semakin ke
sentral. Sedangkan pada pemeriksaan fisik dilakukan dengan oftalmoskop untuk funduskopi,
didapatkan lepasnya retina dan koroid, retina berwarna pucat, permukaan retina berlekuk-
lekuk, dan pembuluh darah retina berkelok-kelok sesuai lekukan retina. Tatalaksana yang
tepat adalah pembedahan.
Daftar Pustaka
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: oftalmologi umum. Ed. 17. Jakarta: EGC;
2017. h. 12-4, 30-42, 196-7.
2. American Optometric Association. Care of the patient with retinal detachment and
related peripheral vitreoretinal disease. America: American Optometric Association;
2010. p.1-38.
3. Pandya HK. Retinal detachment July 2018. Available from URL:
https://emedicine.medscape.com/article/798501-overview, 2018 December 28th.
4. Kolb H. Simple anatomy of the retina May 2005. Available from URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11533/, 2018 December 28th.
5. Hildebrand GD, Fielder AR. Anatomy and physiology of the retina. America:
Springer; 2011. p.39-50.
6. Ghazi NG, Green WR. Pathology and pathogenesis of retinal detachment. Eye:
Cambridge Ophthalmological Symposium (2002) 16, 411–421.
8th
7. Bowling B. Kanski clinical ophthalmology: a systematic approach. Ed. Australia:
Elsevier; 2016. p.682-9.
8. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and management of suspected retinal detachment. A
Fam Physcian 2005; 69 (7): 1691- 7.
9. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed.5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015. h.10-1, 13-6, 192-5.
10. Sundaram V, Barsam A, Alwitry A, Khaw PT. Training in ophthalmology: the
essential clinical curiculum. Oxford: Oxford University Press; 2009. p. 118-21, 142-3.
11. Wu L. Regmatogenous retinal detachment Feb 2017. Available from URL:
https://emedicine.medscape.com/article/1224737-overview#a4, 2018 December 28th.

Anda mungkin juga menyukai