Anda di halaman 1dari 7

Tugas

Anatomi Anus

Disusunoleh :
Vina Cyrilla 112017083
Cindy Elvina Harsono 112017165

Pembimbing :
dr. M. Galih Irianto, SpF

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA LAMPUNG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UKRIDA
Periode 12 November s/d 8 Desember 2018
Anatomi Anus
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum
berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan, persarafan,
serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.

Gambar I.1. Anatomi anorektum

Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis
analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka terhadap
rangsang nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka
terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus
nyeri sekali. Darah vena diatas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang
berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3cm. Batas antara kanalis anus disebut
garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. linea pectinea / linea
dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada kolumna rectalis
(Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula
rectalis. Didaerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum.
infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel.
Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu melakukan colok
dubur dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin
sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi
posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengah
dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus.
Otot-otot yang berfungsi mengatur mekanisme kontinensia adalah :

1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani


2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
3. Sfingter ani internus (otot polos)

Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan


terpenting dalam mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-
rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.

Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, ke
kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa ischiorectalis, ke
posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra
dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus
perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring
anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani
mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.
Pendarahan arteri. arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung
a.mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan.
Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan
letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan sebuah
diperempat lateral kiri. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka
interna, sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis antara
arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna
penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik didaerah percabangan aorta dan a.iliaka.
Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin perdarahan di
kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya
sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan darah segar yang berwarna
merah dan bukan darah vena warna kebiruan.

Pendarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis


internus dan berjalan kearah kranial kedalam v.mesenterika inferior dan seterusnya melalui
v.lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan ronggga perut menentukan
tekanan di dalamnnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena didalam hati,
sedangkan embolus septik dapat menyebabkan pileflebitis, v.hemoroidalis inferior mengalirkan
darah ke dalam v.pudenda interna dan v. hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.

Penyaliran limf. pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang
menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus
mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v.hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limf mesenterika
inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada
anatomi saluran limf ini.

Persarafan, Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif
terhadap rasa sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik berasal
dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion
simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju ke arah
struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi.
persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.
Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan
cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada
waktu operasi radikal panggul seperti ekstirpasi radikal rektum atau uterus, dapat menyebabkan
gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.

Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan didalam anus, tekanan
didalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin sukar untuk menahannya
didalam usus. Tekanan pada suasana istirahat didalam anus berkisar antara 25-100mmHg dan
didalam rektum antara 5-20mmHg. Jika sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses
sukar dipertahankan.

Defekasi. Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid
kedalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bola isi sigmoid
masuk kedalam rektum, dirasakan oleh rektum dan menimbulkan keinginan untuk defekasi.
Rektum mempunyai kemauan khas untuk mengenai dan memisahkan bahan padat, cair dan gas.
Sikap badan sewaktu defekasi yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti.
Defekasi terjadi akibat refleks peristalsis rektum, dibantu oleh mengedan dan relaksasi sfingter
anus eksternal. Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan
relaksasi yang utuh, peristalsis kolon dan rektum tidak terganggu, dan struktur anatomi organ
panggul yang utuh.

Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan
apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses
terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf
enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon
descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus
dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi
defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter
dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-
otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang
dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau
melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.

Anus pada korban sodomi


Korban sodomi akan memiliki anus berbentuk corong, anus bolong seperti tabung.
Terjadi penurunan tonus sfingter anus dan kerusakan saraf pada korban sodomi berulang.
Sfingter anus adalah otot disekitar anus yang bertugas menahan atau merenggang. Akibat
perlakuan sodomi korban biasanya akan mengalami masalah dengan organ pencernaannya.
Terutama saat buang air besar akan kesulitan menahan (inkontinensia alvi).

Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003
2. Purwaningrum J, Soekry E. Analisa Pidana Sodomi pada anak. Surabaya: Perhimpunan
dokter Forensik Indonesia; 2017
3. Joseph N, Savitri T. Bahaya Sodomi bagi kesehatan mental dan fisik. Diunduh dari :
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/bahaya-sodomi-pelecehan-seksual/.
24/11/2018

Anda mungkin juga menyukai