Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Hemorroid

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih


vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran
vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa
unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.
Menurut Riwanto, Hemorrhoid adalah pelebaran dan inflamasi dari
pleksus arteri-vena di saluran anus yang berfungsi sebagai katup untuk
mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Selain itu pleksus arteri-vena
tersebut juga dapat mengalami perdarahan.
Menurut Dorland, Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah
normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm.
Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar.
Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid adalah dilatasi
varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior”.

Gambar 1. Hemorroid Interna

2
3.2 Anatomi dan Fisiologi

Rektum panjangnya 15-20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula


mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok
kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul
pada fleksura perinealis.

Gambar 2. Anatomi Rectum

Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum
mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch.
Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya
tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra
(kantong) dan tenia (pita) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot
longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum,
terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rectum bila ini
terisi maka imbullah perasaan ingin buang air besar.

3
Anus adalah lubang yang merupakan tempat keluarnya kanalis anal,
anus berbentuk oval dengan diameter panjangnya mengarah antero posterior
dan terletak pada garis tengah dari perineum, pada tempat yang disebut anal
triangle yang letaknya antara perineal body di depan dan os cocygeus dari
belakang.
Kanalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang
berfungsi untuk mengeluarkan feses. Secara anatomi, kanalis analis memiliki
panjang kurang lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm, yang berjalan ke bawah dan
belakang dari ampulla rekti sampai anus. Selain saat defekasi, dinding kanalis
analis dipertahankan oleh musculus levator ani dan musculus sphincter ani
supaya saling berdekatan. Mekanisme sphincter ani memiliki tiga unsur
pembentuk yakni musculus sphincter ani externus, musculus sphincter ani
internus, dan musculus puborectalis.
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos
stratum circulare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara
involuntar. Sedangkan musculus sphincter ani externus dilapisi oleh otot lurik
sehingga bekerja secara voluntar. Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar
diperoleh dari arteri hemorrhoidalis superior, arteri hemorrhoidalis medialis, dan
arteri hemorrhoidalis inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan
kelanjutan langsung dari arteri mesenterika inferior. Arteri hemorrhoidalis
medialis merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna, dan arteri
hemorrhoidalis inferior merupakan cabang arteri pudenda interna.
Sistem vena pada kanalis analis berasal dari vena hemorrhoidalis
superior dan vena hemorrhoidalis inferior. Vena hemorrhoidalis superior
berasal dari plexus hemorrhoidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke
dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena
porta. Vena hemorrhoidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda
interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava.
Sistem simpatik dan sistem parasimpatik memegang peranan penting
dalam persarafan rektum. Serabut simpatik berasal dari plexus mesenterikus
inferior dan sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion-ganglion simpatis
lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Sedangkan persarafan parasimpatik
berasal dari saraf sakral II,III, dan IV.

4
Gambar 3. Vaskularisasi Anus

Vaskularisasi rectum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh


melalui arteri hemoroidalis superior, media, inferior. A.Hemoroidalis superior
merupakan kelanjutan akhir mesenterica inferior. A.Hemoroidalis media
merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. A.Hemoroidalis inferior
merupakan cabang dari A.pudenda interna yang merupakan cabang dari
A.Iliaca interna. Sedangkan vena-vena kanalis anal dan rectum berasal dari 2
pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di mukosa
di atas anorectal juntion dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang
terletak di bawah anorektal juntion dan diluar lapisan.
Persyarafan rectum terdiri dari sistem simpatis dan parasimpatis
dimana serabut simpatis berasa dari pleksus mesenterikus inferior dan dari
sistem para sacral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas ke
II,III,IV persyarafan parasimpatis (nervi erigentes) berasal dari sacral II,III,IV.
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang
biasanya ditemukan ditiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan

9
bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal
dan terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri
rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga
menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar. Bantalan
hemoroid adalah jaringan normal dalam saluran anus dan rectum distal
sebagai fungsi kontinens yaitu menahan pasase abnormal gas, feses cair dan
feses padat Fungsi lainnya adalah efektif sebagai katup kenyal yang
“watertight”. Bantalan hemoroid normal terfiksasi pada jaringan fibroelastik
dan otot polos dibawahnya. Hemoroid interna dan eksterna saling
berhubungan, terpisah linea dentate. Jaringan hemorrhoid mengandung
struktur arterio-venous fistula yang dindingnya tidak mengandung otot, jadi
pembuluh darah tersebut adalah sinusoid, bukan vena.
Selubung otot sangat berkembang seperti pada bagian saluran cerna,
dibagi menjadi lapisan otot lar logitudinal dan lapisan dalam sirkular. Lapisan
sirkular pada ujung atas canalis ani menebal membentuk spincter ani internus
involunter. Sphincter internus diliputi oleh lapisan otot bercorak yang
membentuk sphincter ani ekstenus volunter.

3.3 Etiologi

A. Idiopatik
Penyebabnya tidak jelas tetapi kemungkinan faktor yang berperan
B. Herediter
Dalam hal ini kemungkinan lemahnya dinding pembuluh darah
merupakan keturunan.
C. Anatomi
Vena di daerah mesentrorium tidak memiliki katup.sehingga darah
mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus
hemoroidalis.

10
3.4 Patofisiologi

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion)


atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di
dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh
arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia.

Gambar 4. Inflamasi hemoroid

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan


penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras
secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap
bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak
adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang

11
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau
inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis
hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast.
Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan
vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah
pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan
perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga
terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Terjadinya wasir dikarenakan bagian dari saluran anus keluar, karena
proses degeneratif (penyusutan) dari jaringan penyangga fibro elastik yang
disebut park ligament. Karena proses tersebut tersebut membuat arus balik
darah mengalami gangguan (macet). Macetnya aliran darah dikarenakan
aliran darah ditutup normalnya aliran darah masuk melalui arteri dan keluar
melalui vena. Dengan kata lain ada gangguan dari vena balik. Tersumbatnya
aliran darah ini karena adanya tekanan dari penutupan sphincter (otot) anus.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk
degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin
sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi.
Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast
growth factor dari sel mast.

3.5 Faktor Resiko

A. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
B. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis
C. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.

12
D. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
E. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
F. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh
karena ada sekresi hormone relaksin.
G. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.

3.6 Klasifikasi

Diagnosa hemoroid dapat ditegakkan salah satunya dengan anoskopi.


Anoskopi adalah pemeriksaan pada anus dan rektum dengan menggunakan
sebuah spekulum. Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemorrhoid
tersebut.
Secara anoskopi, berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas :
A. Hemorrhoid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang
timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.
B. Hemorrhoid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior
dan media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani.
Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar
35% penduduk yang berusia di atas 25 tahun. Hemorrhoid eksterna
diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang merupakan suatu
hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

13
Gambar 5. Hemoroid interna dan eksterna

Hemorrhoid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele


dari hematoma akut. Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid
interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 :
1. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruaan pada pinggir anus
dan sebenarnya adalah hematom. Tanda dan gejala yang sering timbul
adalah:
 Sering rasa sakit dan nyeri
 Rasa gatal pada daerah hemoroid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor sakit
2. Kronik
Hemoroid eksterna kronik terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit
anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Hemorrhoid interna dikelompokkan ke dalam 4 derajat, yakni:
a) Derajat I : bila terjadi pembesaran hemorrhoid yang tidak prolaps ke
luar kanalis analis yang hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
b) Derajat II : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dan menghilang atau
dapat masuk kembali ke dalam anus secara spontan.

14
c) Derajat III : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dimana harus
dibantu dengan dorongan jari untuk memasukkannya kembali ke
dalam anus.
d) Derajat IV : prolaps hemorrhoid yang yang permanen. Prolaps ini
rentan dan cenderung mengalami trombosis dan infark.
Resiko perdarahan dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan
berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas
hemorrhoid.

3.7 Gejala Klinis

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid yaitu:


A. Hemoroid internal
- Prolaps dan keluarnya mukus.
- Perdarahan.
- Rasa tak nyaman.
- Gatal.
B. Hemoroid eksternal
- Rasa terbakar.
- Nyeri ( jika mengalami trombosis).
- Gatal.
3.8 Diagnosis

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:


A. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan
adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga
akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II
hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan
hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada
hemoroid derajat IV yang telah mengalami thrombosis.

15
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan
adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada
kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami
prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis.
Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan
rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan
thrombosis.
B. Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan
vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal
yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak
dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan
mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah
mengalami thrombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya
fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan
tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan.
a) Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti
adakah jaringan/tonjolan yang muncul.
b) Palpasi
Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi
nyeri dalam anal kanal. Dinilai juga tonus dari spicter ani.. Bisanya
hemorrhoid sulit untuk diraba, kecuali jika ukurannya besar.

16
c) Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur diperlukan menyingkirkan
adanya karsinoma rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka
selaput lendir akan menebal, bila sudah terjadi jejas akan timbul
nyeri yang hebat pada perabaan.
C. PEMERIKSAAN HEMOROID
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi
dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi
hemoroid. Ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi
mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah
anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal
canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi,
anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa
banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura
anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan
menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan
pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan
perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid.

Gambar 5. Anaskopi dan Sigmoidoskopi

17
3.9 Diagnosis Banding

Selama evaluasi awal pasien, kemungkinan penyebab lain dari gejala-


gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa
serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan melanoma
anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah
diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
A. Nyeri
 Fisura anal
 Herpes anal
 Proktitis ulseratif
 Proctalgia fugax
B. Massa
 Karsinoma anal
 Perianal warts
 Skin tags
C. Nyeri dan massa
 Hematom perianal
 Abses
 Pilonidal sinus
D. Nyeri dan perdarahan
 Fisura anal
 proktitis
E. Nyeri, massa, dan perdarahan Hematom perianal ulseratif
F. Massa dan perdarahan Karsinoma anal
G. Perdarahan
 Polips kolorektal
 Karsinoma kolorektal
 Karsinoma anal

18
3.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara


sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.
A. Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi
jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-
obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen
serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat
direkomendasikan pada derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup
lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan
mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada
penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan
hemoroid, meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi
tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi
meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya. Injeksi larutan
sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.
Membantu mencegah prolaps.

B. Pembedahan
Menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik
dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan.

19
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a) Hemoroid internal derajat II berulang.
b) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c) Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e) Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f) Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
1. Skleroterapi.
Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt
solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi
sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi
fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan
menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik ini
murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena
tingkat kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation.
Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan
nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini
adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation.
Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi
panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini
menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid.
Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

20
4. Bipolar Diathermy.
Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya
digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang
dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri.
Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid
tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran
darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan
kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel
dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan
hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang
paling jarang dilakukan untuk hemoroid.
8. Stappled Hemorrhoidopexy.
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada
bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi
selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar
hemorrhoidectomy.
9. Hemorrhoidectomy
Hemorrhoidectomy merupakan metoda pilihan untuk
penderita derajat III dan IV atau pada penderita yang mengalami
perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan cara
lain.Penderita yang mengalami hemorrhoid derajat IV yang
mengalami trombosis dan nyeri yang hebat dapat segera ditolong
dengan teknik ini. Prinsip yang harus diperhatikan pada

21
hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan
yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu spincter
ani. Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga
selama operasi dan hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan
sebagai ekstirpasi radikal. Jaringan yang patologis diangkat.
Spincter dengan hati-hati diekspos dan ditinggalkan selama
pengankatan hemorrhoid. Kepastian hemostasis harus benar-benar
diperhatikan.
Di Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson
dan Heaton lebih dikenal karena:
 mengambil jaringan patologis
 perbaikan jaringan cepat
 lebih nyaman
 gangguan defekasi minimal
Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-
Morgan, tahun1973. Ada 2 variasi daras tindakan bedah
hemorrhoidectomy, yaitu:
a) Open hemorrhoidectomy
b) Closed hemorrhoidectomy

3.11 Pencegahan

Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:


a. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses
menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar,
sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.
b. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari.
c. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras
feses. Hindari mengedan.

22
3.12 Komplikasi

Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang


pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan
portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini
mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering
terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan
anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi
jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak
menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat
masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

3.13 Prognosis

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat


menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih
dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil
yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi
dengan makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala
hemoroid. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik.
Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan
makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala
hemoroid.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:


Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2010. hal. 788-792.
2. Syamsuhidayat R, Jong W.D, Buku Ajar Bedah, EGC, Jakarta, pemeriksaan
penunjang: 910-912.
3. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran
Pencernaan.
4. Guyton B, Hall J, penyunting. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC; 2008. hal.830.
5. Arullani A and Capello G. Diagnosis and Current Treatment of Hemorrhoidal
Disease. Angiology. 1994;45:560-565.
6. Nelson, Heidi MD., Roger R. Dozois, MD., Anus, in Sabiston Text Book of
Surgery, Saunders Company, Phyladelphia
7. Schwartz, Seymour I, Principles of Surgery, 2 vol, Ed. 6, New York, Mc Graw-
Hill Publishing Company
8. Way, Lawrence W, Current Surgical Diagnosis and Treatment, Lange Medical
Publications

24

Anda mungkin juga menyukai