TINJAUAN PUSTAKA
2
3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi hemorrhoid di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan yang diperoleh dari rumah sakit di 33 provinsi terdapat 355 rata-
rata kasus hemorrhoid, baik hemorrhoid eksternal maupun internal11.
Hemorrhoid di Indonesia juga tergolong cukup tinggi. Di RSCM Jakarta pada
tahun 2015 hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien kolonoskopi.
Sedangkan di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun 2015 dari 1575
kasus di instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16%
dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.
Kejadian hemorrhoid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah
dari orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemorrhoid. Hal
tersebut terjadi karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga
terjadi penekanan berlebihan pada pleksus hemorrhoidalis karena proses
mengejan3.
2.3 Klasifikasi
Diagnosa hemorrhoid dapat ditegakkan salah satunya dengan anoskopi.
Anoskopi adalah pemeriksaan pada anus dan rektum dengan menggunakan
sebuah spekulum. Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemorrhoid
tersebut. Secara anoskopi, berdasarkan letaknya:
a. Hemorrhoid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang
timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.
b. Hemorrhoid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan
media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani.
6
Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar
35% penduduk yang berusia di atas 25 tahun. Hemorrhoid eksterna
diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang merupakan suatu
hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemorrhoid eksterna kronis atau
skin tag biasanya merupakan sequele dari hematoma akut4.
b. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan. Pada konstipasi
diperlukan waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat
mengejan dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada
8
c. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter
pun juga menjadi tipis. Karena sphincternya lemahmaka dapat timbul
prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal
tersebut menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi
penekanan berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang dipicu oeh proses
mengejan untuk mengeluarkan tinja. Pada tahun 2009, sebuah penelitian
pada pasien hemorrhoid usia 16-80 tahun di Park Klinik Berlin mengambil
kesimpulan bahwa faktor usia diatas 46 tahun memiliki risiko tinggi
terhadap kejadian hemorrhoid13.
9
d. Genetik
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak
lahir akan memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan
tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasidan
lain-lain. Dalam suatu penelitian dengan subjek pria dan wanita usia >40
tahun di Semarang tahun 2007 menunjukkan bahwa riwayat hemorrhoid
dalam keluarga merupakan faktor risiko hemorrhoid5.
f. Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian
hemorrhoid adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor
rektal, dan lain-lain.Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya
terganggu dan menyebabkan penekananplexus hemorrhoidalis5.
j. Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.
Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem
vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan
bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga
dapat menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang berlebihan
pada plexus hemorrhoidalis. Sebuah penelitian di Hospital for Sick
Children Toronto dari 88 orang ibu hamildidapatkan 99% dari responden
tersebut mengalami hemorrhoid14.
2.6 Patofisiologi
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
12
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari hemorrhoid dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan:
a) Inspeksi Hemorrhoid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan
di regio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemorhoid
derajat II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus akan
tetapi sebagian hemorrhoid yang tertutup kulit dapat kelihatan sebagai
pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, terutama sekali pada posisi
anterior kanan. Hemorrhoid derajat III dan IV yang besar akan segera
dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang
bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang
berwarna keunguan atau merah7.
b) Palpasi Hemorrhoid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan
pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat
dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah hemorrhoid berlangsung beberapa
lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis,
hemorrhoid dapat diraba. Hemorrhoid interna tersebut dapat diraba
sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar
rektum bagian bawah. Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang
kemudian berkelok-kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga
ada istilah hemorrhoid sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut “ primary
piles/ sites of Morgandan” berada pada jam 3, 7, dan 117.
c) Anoskopi diperlukan untuk menilai hemorrhoid interna yang tidak
menonjol keluar7.
14
2.9 Tatalaksana
Pada penderita hemorrhoid dapat ditangani dengan 2 (dua) macam
penatalaksanaan, yaitu:
1) Penatalaksanaan Medis
a. Nonfarmakologi
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya
hemorrhoid dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan ini
berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan
pengobatan yang harus selalu ada dalam setiap bentuk dan derajat
hemorrhoid. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program
(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku buang air. Bersamaan dengan program BMP
tersebut di atas,biasanya juga dilakukan tindakan kebersihan lokal
dengan cara merendam anus dalam air sehingga eksudat atau sisa tinja
yang lengket dapat dibersihkan.
15
b. Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologis bertujuan untuk memperbaiki defekasi
sekaligus meredakan atau menghilangkan keluhan serta gejala. Obat-
obat farmakologis hemorrhoid dapat dibagi atas17:
Memperbaiki defekasi. Serat bersifat laksatif memperbesar
volume tinja dan meningkatkan peristaltic.
Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan
nyeri. Bentuk suppositoria untuk hemorrhoid interna dan
ointment untuk hemorrhoid eksterna.
Menghentikan perdarahan campuran diosmin dan hesperidin.
Obat analgesik dan pelembut tinja mungkin bermanfaat. Terapi
topikal dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif untuk
menghilangkan rasa sakit daripada lidokain (Xylocaine). Pada
pasien hemorrhoid eksternal berat, pengobatan dengan eksisi
atau insisi dan evakuasi dari trombus dalam waktu 72 jam dari
onset gejala lebih efektif daripada pengobatan konservatif.
c. Tindakan Medis Minimal Invasive
Penatalaksanaan invasif dilakukan bila manajemen konservatif
mengalami kegagalan,antara lain:
a) Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang,misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan
diberikan ke submukosa didalam jaringan areolar yang longgar
dibawah hemorrhoid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan
meninggalkan parut. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama
dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif
untuk hemorrhoid interna derajat I dan II4.
b) Ligasi dengan gelang karet/Rubber Band Ligation
Penatalaksanaan ini digunakan pada hemorrhoid yang besar atau
mengalami prolaps.Penempatan gelang karet ini cukup jauh dari
16
2) Ambulatory Treatment
a) Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati atau larutan
quinine dan urea 5%. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam
jaringan areolar yang longgar di bawah hemorrhoid interna dengan
tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi
fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah
atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri.Penyulit penyuntikan termasuk infeksi,
prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas
terhadap obat yang disuntikan. Terapi ini cocok untuk hemorrhoid
interna grade I yang disertai perdarahan Kontra indikasi teknik ini
adalah pada keadaan inflammatory bowel desease, hipertensi portal,
kondisi immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis
hemorrhoid yang prolaps. Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat
penyuntikan cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu
17
f) Generator galvanis
Jaringan hemorrhoid dirusak dengan arus listrik searah yang
berasal dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada
hemorrhoid interna.
3) Terapi Bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemorrhoid derajat III dan IV. Terapi bedah
juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak
dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
dapat ditolong segera dengan hemorrhoidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemorrhoidektomi adalah
eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan.
Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal
dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus
digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi
deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional ( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser
sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan
prinsip kerja stapler)
Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemorrhoid di 3 tempat utama.
Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada
tahun 1973. Basis massa hemorrhoid tepat diatas linea mukokutan
dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian
dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
20
Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan
konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser
21
Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemorrhoid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di
Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemorrhoid merupakan jaringan alami yang terdapat
di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar.
Kerjasama jaringan hemorrhoid dan m. sfinter ani untuk melebar dan
mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur.
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemorrhoid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan
hemorrhoid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemorrhoid
ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu
dibuang semua.
22
23
Terapi
Keluhan dapat dikurangi dengan rendam duduk menggunakan
larutan hangat, salep yang mengandung analgesik untuk mengurangi nyeri
atau gesekan pada waktu berjalan, dan sedasi. Istirahat di tempat tidur
dapat membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.
Pasien yang datang sebelum 48 jam dapat ditolong dan berhasil
baik dengan cara segera mengeluarkan trombus atau melakukan eksisi
lengkap secara hemorrhoidektomi dengan anestesi lokal. Bila trombus
sudah dikeluarkan, kulit dieksisi berbentuk elips untuk mencegah
bertautnya tepi kulit dan pembentukan kembali trombus dibawahnya.
Nyeri segera hilang pada saat tindakan dan luka akan sembuh dalam waktu
singkat sebab luka berada di daerah yang kaya akan darah.
Trombus yang sudah terorganisasi tidak dapat dikeluarkan, dalam
hal ini terapi konservatif merupakan pilihan. Usaha untuk melakukan
reposisi hemorrhoid ekstern yang mengalami trombus tidak boleh
dilakukan karena kelainan ini terjadi pada struktur luar anus yang tidak
dapat direposisi.
Dilatasi anus merupakan salah satu pengobatan pada hemorrhoid
interna yang besar, prolaps, berwarna biru dan sering berdarah atau yang
biasa disebut hemorrhoid strangulasi. Pada pasien hemorrhoid hampir
selalu terjadi karena kenaikan tonus sfingter dan cincin otot sehingga
menutup di belakang massa hemorrhoid menyebabkan strangulasi. Dilatasi
27
2.10 Komplikasi
Dalam tindakan operatif pada kasus hemorrhoid terdapat beberapa
komplikasi yang sering terjadi:
1) Refleks Vasovagal
2) Perdarahan Jaringan pada tindakan eksisi dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan sekunder. Hal ini sangat jarang terjadi, namun bila terjadi
harus diwaspadai. Perdarahan ini umumnya dapat berhenti secara
spontan.Pemberian fraksi kecil flavonoid dari Diosmin dan Hesperidin
(Daflon) dapat mengurangi perdarahan secara signifikan. Dari pengalaman
dari 12 pasien yang mengalami perdarahan sekunder pasca
hemorrhoidektomi, injeksi submukosa dari epinefrin 1:10.000 melalui
protoskop dapat mengontrol hemostasis.
3) Infeksi Sepsis merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi. Sepsis
umumnya terjadi pada pasien dengan defisiensi imun.
2.11 Prognosis
28