Anda di halaman 1dari 12

I.

Definisi

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus dari pleksus
hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu hemoroid eksterna berupa pelebaran vena
subkutan di bawah atau di luar linea dentata sedangkan hemoroid interna berupa pelebaran
vena submukosa di atas linea dentata.1

II. Epidemiologi

Data menunjukkan bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan menderita


hemoroid. Pada data kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD Dr. Soegiri
Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335 pasien dan tahun 2010
tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data bulan Januari sampai September
2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh kunjungan pasien hemoroid sebanyak 304 pasien.
Dari data di atas diketahui bahwa masih banyak penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain: aktivitas fisik, pola
makan, kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.2
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang,
dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-orang yang berumur
50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi karena orang lanjut usia sering
mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis
karena proses mengejan.3

III. Anatomi

Canalis ani panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla
recti ke anus. Canalis ani dibatasi pada bagian posterior oleh corpus anococcygeale, yang
merupakan massa jaringan fibrosa yang terletak antara canalis ani dan os coccygis. Di lateral
di batasi oleh fossa ischiorectalis yang terisi lemak. Pada pria, di anterior dibatasi oleh corpus
perineale, diafragma urogenitalis, urethra pars membranacea, dan bulbus penis. Pada wanita,
di anterior dibatasi oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis dan bagian bawah vagina.3

Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit
bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar,
kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen
yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon
mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 – 10 lipatan longitudinal
berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas
oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk.
Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan
transversal. Alur – alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada
akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya
kira – kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna
analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.3,4,11

Bantalan hemoroid adalah jaringan normal dalam saluran anus dan rectum distal untuk
fungsi kehidupan bersosial yang normal dapat berfungsi sebagai berikut. Fungsi kontinens
yaitu menahan pasase abnormal gas, feses cair dan feses padat Fungsi lainnya adalah efektif
sebagai katup kenyal yang “watertight”.. Bantalan vaskuler arterio-venous, matriks jar. ikat
dan otot polos. Bantalan hemoroid normal terfiksasi pada jaringan fibroelastik dan otot polos
dibawahnya. Hemoroid interna dan eksterna saling berhubungan, terpisah linea dentate.
Jaringan hemorrhoid mengandung struktur arterio-venous fistula yang dindingnya tidak
mengandung otot, jadi pembuluh darah tersebut adalah sinusoid, bukan vena.4,11
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus
vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ),
kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di
antara ketiga letak primer tesebut. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan
penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan
di dalam jaringan di bawah epitel anus.5,11
IV. Klasifikasi

Hemoroid umumnya diklasifikasikan sebagai internal, eksternal, atau campuran.


hemoroid internal adalah hemoroid yang berada di atas Garis dentate, sedangkan yang
eksternal terletak di bawah Garis dentate. Klasifikasi ini memiliki implikasi penting untuk
perawatan. karena kurangnya atau tidak adanya rasa nyeri pada internal hemoroid maka
perawatanya pun mempunyai banyak pilihan daripada yang eksterna. Hemoroid eksterna
diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut
hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung
syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag
berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan
sedikit pembuluh darah.6
Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :6

Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum


Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk dan inkarserasi.

V. Manifestasi Klinik

Sebagian besar pasien datang mengunjungi klinik rawat jalan dengan keluhan
anorektal akan mengira bahwa mereka mempunyai hemoroid.Perdarahan, nyeri, dan
tonjolan adalah gejala yang paling umum yang berhubungan dengan masing-masing
komponen ini terdapat variasi dalam tingkat keparahan berdasarkan apakah internal,
eksternal, atau kombinasi predominate. Rasa gatal juga bisa terjadi, meski terasa gatal,
lebih sering akibat pruritus ani.6,7

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma
oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada
perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang
membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps.
Akan sulit membedakan hanya dengan satu gejala dimana external hemoroid yang
membersar dan terdapat inflamasi dengan hemoroid interna yang prolapse. Keluarnya
mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupkan ciri hemoroid yang
mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus
dan rangsangan mukus. Di sisi lain, hemoroid eksternal lebih mungkin terjadi rasa sakit
terutama saat mereka membesar Atau terjadi peradangan. Kehadiran rasa sakit inilah yang
bisa membantu membedakan apakah itu internal atau eksternal trombosis yang luas
dengan edema dan radang juga bias menampilkan gejala yang signifikan.7
VI. Pemeriksaan

Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien sering duduk
berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan
umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain
seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi
apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan
yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan.7,8

Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan denganKonsentrasi pada daerah


perut, selangkangan, dan perianal.Biasanya pasien akan diperiksa pada posisi telentang
pertama sebelum beralih ke jackknife rawan atau lateral kiri atau posisi sims. Pada
pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat
diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan
menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.7,8

Pada pemeriksaan anoskopi dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat
sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta
mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps
akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam
anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.3,6

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan


oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan
keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap
adanya darah samar.3,6
VII. Diagnosis Banding

Perdarahan rectum yang merupakan menifestasi utama hemoroid interna juga terjadi pada
karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, colitis ulserosa, dan penyakit lain yang
tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto
barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif bergantung pada keluhan dan
gejala penderita. Prolaps rectum harus juga dibedakan dari prolapse mukosa akibat hemoroid
interna.7

Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit dibedakan dari
hemoroid yang mengalami prolapse. Lipatan kulit luar yang lunak akibat thrombosis
hemoroid eksterna sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit sentinel pada garis
tengah dorsal yang disebut umbai kulit dapat menunjukkan adanya fisura anus.7

VIII. Penatalaksanaan
A. Terapi Non Bedah8
1. Terapi Obat Obatan

Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong dengan
tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi
usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan
mengejan berlebihan.

Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek
anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem
umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan
kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan
hangat juga dapat meringankan nyeri.

2. Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol


dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang
longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang
kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas
dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan
dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri.Penyulit penyuntikan termasuk
infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat
yang disuntikan.

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan terapi yang
efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah
atau prolaps.

3. Ligasi dengan Gelang Karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang
karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol
dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator
dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu
kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan
dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.

Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan.
Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan.
Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid
mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.

4. Krioterapi

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan dengan
cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka
krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet
dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi
proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi
ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya.
Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.

5. Infra Red Coagulation (IRC)

Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu menimbulkan nekrosis
jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu
radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput
mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai
akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami
perdarahan.

B. Terapi Bedah8
1. Teknik Milligan – Morgan

Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid
tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian
dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk
mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.

Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat
dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan
eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara
keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah
kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.

Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang
terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil
terlalu banyak jaringan.

2. Teknik Ferguson – Heaton

Closed hemorrhoidectomy dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada 3 prinsip


pada teknik ini. Pertama untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa
mengorbankan anoderm. Kedua, untuk memperkecil serous discharge post op dan
mempercepat proses penyembuhan dengan cara mendekatkan anal kanal dengan epitel
berlapis gepeng (anoderm). Ketiga, untuk mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat
komplikasi luka terbuka luas yang diisi jaringan granulasi. Indikasi dilakukan teknik ini
adalah perdarahan berlebihan, hemoroid tidak terkontrol dengan rubber band ligation,
prolaps hebat disertai nyeri, dan adanya penyakit anorectal lain.
3. Bedah Stapler

Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau
Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter
berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik
Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan
sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di
depan dan pendorong di belakangnya.

Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus.
Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid
dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan
kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke
posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai
bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.

IX. Komplikasi

Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah
pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah
dapat sangat banyak.9

Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat
menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi
jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan
keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.9

Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan
mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
X. Prognosis

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua
kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Ketika dilakukan
dengan baik, operasi hemoroidektomi memiliki tingkat kekambuhan 2-5%. Teknik
nonoperatif, seperti ligasi pita karet, menghasilkan tingkat kekambuhan 30-50% dalam waktu
5-10 tahun. Namun, kekambuhan bisa terjadi apabila tanpa perawatan nonoperatif lanjutan.
Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.10,12
XI. Daftar Pustaka
1. Cintron, H.J. 2007. The ASCRS textbook of colon and rectal surgery: Anatomy and
Embriology the Colon, Rectum, and Anus. Springer-Verlag, Inc, New York:1-25.
2. Ganz, R.A. 2013. The Evaluation and Treatment Hemorrhoids: A Guide for the
Gastroenterologist. CLINICAL GASTROENTEROLOGY AND HEPATOLOGY,
11:593–603.
3. Lohsiriwat, V. 2012. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical
management. World J Gastroenterol, 18(17): 2009-2017.
4. Cintron, J. 2007. The ASCRS textbook of colon and rectal surgery: Benign Anorectal:
Hemorrhoids. Springer-Verlag, Inc, New York:156–177.
5. Rakinic, J. et. al. 2014. Hemorrhoid and Fistulas: New Solution to Old Problems.
Current Problems in Surgery, 51: 98-137.
6. Lohsiriwat, V. 2015. Treatment of hemorrhoids: A coloproctologist’s view. World J
Gastroenterol, 21(31): 9245-9252.
7. Sjamsuhidajat, R., Karnadihardja, W., Prasetyono, T. O. H., dan Rudiman, R. 2014.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Hall, J.F. 2013. Modern Management of Hemorrhoidal Disease. Gastroenterol Clin N
Am, 42:759–772.
9. Hardy, A. 2014. The acute management of haemorrhoids. Ann R Coll Surg
Engl,96:508–511.
10. Izadpanah, A.2013. Minimally Invasive Treatment of Hemorrhoidal Disease. Annals
of Colorectal Research,1(2):41-6.
11. Paulsen F. & Waschke J. 2012. Sobota Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. Jakarta: ECG.
Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar
Asisten Anatomi FKUNS.
12. Varut L. Hemoroids: From basic pathophysiology to clinical management. World
Gastroenterol. 2012. 18(17): 2009–2017

Anda mungkin juga menyukai