Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF DENGAN HEMOROIDEKTOMI


PADA PASIEN Tn. A DENGAN HEMOROID
CI Institusi : Erik Irham Lutfi S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh :

Fransiska Marsilen Sada Wea


NIM. 17621060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2021

LEMBAR PENSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Ca Mamae

1
Nama Mahasiswa

Fransiska Marsilen Sada Wea


NIM. 17621060

Telah di Setujui
Di : Kediri
Tanggal : September 2021

CI Institusi

Erik Irham Lutfi,S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIDN. 071607851

2
LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

1.1 Konsep Dasar

1.1.1 Pengertian

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di

daerah anus yang berasal dari plexus homorrhoidalis. Hemoroid eksterna

adalah pelebaran vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau

luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada

dibawah mukosa (submukosa) diatas atau di dalam linea dentate. (Sudoyo

Aru,dkk 2009)

Hemorhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena

hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum diketahui

secara jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai

penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga

submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari

pleksus vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di

bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan yang

mendasarinya untuk membentuk depresi inter hemorrhoidalis. Hemorhoid

sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik

pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu

berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis. (Isselbacher, 2000)

3
Pada sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena sistemik

dan portal pada daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa

terjadi pada hipertensi portal. Hipertensi portal menyebabkan peningkatan

tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal hepatica, dengan

peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran pembuluh darah

vena di daerah anus. (Underwood, 1999)

Hemorrhoides atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi

darah. Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang

disebut venectasia atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan

oleh bendungan dalam susunan pembuluh vena. Hemorhoid disebabkan

oleh obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu terjadi

bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosis hati,

herediter atau penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada

pria tua, atau tumor pada rectum. (Bagian Patologi F.K.UI, 1999)

1.1.2 Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan

membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).

Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi

oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis

ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci).

4
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan

berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior

mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga

proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior mendarahi

belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon

sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum

berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari

arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Gambar 2.1

Keterangan :

1. Rektum

Rektum (rectum) adalah sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12

sampai 15 cm yang berada di antara ujung usus besar (setelah kolon

sigmoid/turun) dan berakhir di anus.

5
Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk sementara waktu,

memberitahu otak untuk segera buang air besar, dan membantu

mendorong feses sewaktu buang air besar. Ketika rektum penuh

dengan feses, maka rektum akan mengembang dan sistem saraf akan

mengirim impuls (rangsangan) otak sehingga timbul keinginan untuk

buang air besar.

2. Kolom Anal

Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah sejumlah

lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan jaringan otot di

bagian atas anus. Fungsi kolom anal adalah sebagai pembatas dinding

anus.

3. Anus

Anus adalah pembukaan yang dilewati oleh kotoran manusia saat

kotoran tersebut meninggalkan tubuh.

4. Kanalis Anal

Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang sekitar 4 cm

yang dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh

mukosa glandular rektal. Fungsi kanalis anal adalah sebagai

penghubung antara rektum dan bagian luar tubuh sehingga feses bisa

dikeluarkan.

6
5. Sfingter Anal Internal

Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah cincin

otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan keliling 2,5 sampai 4

cm. Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal eksternal

meskipun letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi

sfingter anal internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat

buang air besar.

6. Sfingter Anal Eksternal

Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat otot lurik

berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus. Panjangnya

sekitar 8 sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal adalah untuk

membuka dan menutup kanalis anal.

7. Pectinate Line

Pectinate line (terjemahan masih dipertanyakan) adalah garis yang

membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian sepertiga (bawah)

anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas dan bawah

pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika wasir terjadi

di atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut disebut wasir internal

yang tidak menyakitkan. Sedangkan jika di bawah, disebut wasir

eksternal dan menyakitkan. Asal embriologinya juga berbeda, bagian

atas dari endoderm, sedangkan bagian bawah dari ektoderm.

7
2. Fisiologi

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena

mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis

superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati).

Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka

sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis

antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan

portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke

dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.

Gambar 2.2

Keterangan :

1. Internal hemorrhoid

Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut

dengan hemorrhoid internal.

8
2. External hemorrhoid

Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka

disebut hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari

linea pectinea dan diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah

epitel anus, yang berupa benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :

1) Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal

dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra.

2) Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen

kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan,

akhirnya merangsang defekasi.

Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek

gastrokolik setelah makan, terutama setelah makan yang pertama kali

dimakan pada hari itu.

Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding

rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh

sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh

sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem

saraf voluntary.

9
Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua

dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf

splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan

relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi,

otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus

anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada

waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat

dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar

otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara

terus-menerus (maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat

dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani.

Dinding rektum secara bertahap menjadi rileks, dan keinginan defekasi

menghilang. Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang

sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah

kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa. Bila defekasi

tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan keinginan defekasi menghilang.

Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras,

dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses

yang keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka

disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan

menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna,

dan hal ini merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa

rektum). (Price,2005)

10
1.1.3 Etiologi

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena

hemorrhoidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus,

seperti :

1. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit

2. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban

duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok)

3. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor

abdomen)

4. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan

hormonal)

5. Usia tua

6. Konstipasi kronik

7. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik

8. Hubungan seks peranal

9. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan

buah)

10. Kurang olahraga/imobilisasi

(Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction.

11
1.1.4 Tanda dan Gejala

a. Tanda

1) Perdarahan

Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feses

yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur

dengan feses. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna

merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.

2) Nyeri

Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid

interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami

trombosis dan radang.

b. Gejala

1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.

2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat

tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri

setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak

dapat dimasukkan.

3) Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan

ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.

4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus

rangsangan

12
Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui

menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk

gangguan saluran cerna bagian bawah yang lain waktu

endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar). Pasien sering mengeluh

menderita hemorhoid atau wasir tanpa ada hubungan dengan gejala rektum

atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungan

dengan hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna

yang mengalami trombosis. (Sjamsuhidajat, 1998)

Gejala yang paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur,

nyeri, pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur, sekret atau keluar

cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar, dan rasa tidak

nyaman di daerah pantat. (Merdikoputro, 2006)

Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita hemorrhoid

interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna

merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis

pada anus atau kertas pembersih sampai pada pendarahan yang terlihat

menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari

vena, darah yang keluar berwarna merah segar.

Pendarahan luas dan intensif di pleksus hemorrhoidalis menyebabkan

darah di anus merupakan darah arteri. Datang pendarahan hemorhoid yang

berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.

13
Hemorhoid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat

menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal penonjolan ini

hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh reduksi sesudah selesai

defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemorrhoid interna didorong

kembali setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya hemorhoid dapat

berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak

dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada

pakaian dalam merupakan ciri hemorhoid yang mengalami prolaps

menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal

sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus

menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat

trombosis yang meluas dengan udem meradang. (Sjamsuhidajat, 1998)

Apabila hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan merupakan gambaran

yang biasa sampai situasi dipersulit oleh trombosis, infeksi, atau erosi

permukaan mukosa yang menutupinya. Kebanyakan penderita mengeluh

adanya darah merah cerah pada tisu toilet atau melapisi feses, dengan

perasaan tidak nyaman pada anus secara samar-samar. Ketidaknyamanan

tersebut meningkat jika hemorhoid membesar atau prolaps melalui anus.

Prolaps seringkali disertai dengan edema dan spasme sfingter.

Prolaps, jika tidak diobati biasanya menjadi kronik karena muskularis

tetap teregang, dan penderita mengeluh mengotori celana dalamnya

dengan nyeri sedikit. Hemorhoid yang prolaps bisa terinfeksi atau

mengalami trombosis, membrane mukosa yang menutupinya dapat

berdarah banyak akibat trauma pada defekasi. (Isselbacher, dkk, 2000)

14
Hemorrhoid eksterna, karena terletak di bawah kulit cukup sering terasa

nyeri, terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya. Peristiwa

ini menyebabkan pembengkakan biru yang terasa nyeri pada pinggir anus

akibat trombosis sebuah vena pada pleksus eksterna dan tidak harus

berhubungan dengan pembesaran vena interna. Karena trombus biasanya

terletak pada batas otot sfingter, spasme anus sering terjadi. Hemorrhoid

eksterna mengakibatkan spasme anus dan menimbulkan rasa nyeri. Rasa

nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat keinginan untuk

defekasi. Tidak adanya keinginan defekasi, penderita hemorhoid dapat

terjadi konstipasi. Konstipasi disebabkan karena frekuensi defekasi kurang

dari tiga kali per minggu. (Isselbacher, dkk,1999)

Hemorhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan. Mula-

mula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat masuk

sendiri dengan spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak dapat

masuk ke anus dengan sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan

tangan. Bila tidak segera ditangani, hemorhoid itu akan menonjol secara

menetap dan terapi satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada

celana dalam penderita sering didapatkan feses atau lendir yang kental dan

menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab. Sehingga sering

pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus.

(Murbawani, 2006)

15
1.1.5 Faktor Risiko

11. Keturunan : Dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah

12. Anatomi : Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus

hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya

13. Pekerjaan : Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus

mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid

14. Umur : Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,

otot sfingter menjadi tipis

15. Endokrin : Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas

anus (sekresi hormone relaksin)

16. Mekanis : Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan

meninggi dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi

prostate

17. Fisiologis : Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada

derita dekompensasio kordis atau sirosis hepatik

18. Radang adalah faktor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di

daerah berkurang

1.1.6 Klasifikasi Haemoroid

Menurut asalnya hemorhoid dibagi dalam :

1) Hemorrhoid Interna

2) Hemorrhoid Eksterna

Dan dapat dibagi lagi menurut keadaan patologis dan klinisnya,

misalnya meradang, trombosis atau terjepit. (Bagian Bedah

16
F.K.UI,1994)

1 Hemorrhoid Interna

Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila

membesar terdapat peningkatan yang berhubungan dalam massa

jaringan yang mendukungnya, dan terjadi pembengkakan vena.

Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut

dengan hemorrhoid interna. (Isselbacher, dkk, 2000)

Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa

terjadi proksimal terhadap otot sphincter anus. Hemorrhoid interna

merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada

rektum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada

tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri

lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat diantara ketiga letak

primer tersebut. (Sjamsuhidajat, 1998).

Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan

diliputi oleh lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan

vena hemorrhoidalis interna. Pada penderita dalam posisi litotomi

terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles

disebut: three primary haemorrhoidalis areas. (Bagian Bedah F.K.

UI, 1994)

Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis

interna. Trombosis akut pleksus hemorrhoidalis interna adalah

17
keadaan yang tidak menyenangkan. Pasien mengalami nyeri

mendadak yang parah, yang diikuti penonjolan area trombosis.

(David, C, 1994)

2 Hemorrhoid Eksterna

Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka

disebut hemorrhoid eksterna. (Isselbacher, 2000)

Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh kulit biasa di

dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan karena

dilatasi vena hemorrhoidalis.

Ada 3 bentuk yang sering dijumpai :

1. Bentuk hemorhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea

2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorhoid yang terjepit

3. Bentuk skin tags

Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh

mengedan, tapi dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan

benjolan dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan menandakan

adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi,

abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan

hemorrhoid eksterna yang prolaps dan terjepit, terutama kalau ada

edema besar menutupinya.

Sedangkan penderita skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali

kalau ada infeksi. Hemorrhoid eksterna trombotik disebabkan oleh

pecahnya venula anal. Lebih tepat disebut hematom perianal.

18
Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak, yang dijumpai

pada salah satu sisi muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa,

seperti hematom, akan mengalami resolusi menurut waktu.

(Dudley, 1992 )

Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan

dapat dijumpai timbul pada pleksus analis eksternus di bawah

tunika mukosa epitel gepeng, di dalam pleksus hemorrhoidalis

utama dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya.

Trombosis analis eksternus pada hemorhoid biasa terjadi dan

sering terlihat pada pasien yang tak mempunyai stigmata

hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui, mungkin karena

tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan

berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena.

Pasien memperlihatkan pembengkakan akut pada pinggir anus

yang sangat nyeri. (David, C, 1994)

Menurut derajat hemoroid sebagai berikut :

Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-)

Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara

spontan

Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual

Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali

(Merdikoputro, 2006)

19
1.1.7 Gambaran Hemoroid

1. Secara Makroskopik

Hemorhoid terdiri dari pembuluh vena yang melebar dan tipis yang

menonjol di bawah mukosa anus dan rektum. Dalam keadaan yang tidak

terlindungi, maka mudah terkena trauma dan mungkin mengalami

trombosis. (Robbins, 1995)

Hemorrhoid Interna

Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan

belakang, dan kiri lateral. ( Sjamsuhidajat, 1998 )

(www. health yahoo. com, 2006) (www. thesahara. net, 2006)

Gambar 2.3

20
Hemorrhoid Eksterna

(www. photo bucket. com, 2006) (www. bizimhastanemis. com, 2006)

Gambar 2.4

Hemorrhoid Interna dan Eksterna

(www. venapro. com, 2006)

Gambar 2.5

21
Trombosis Hemorrhoid

(www. unboundedmedicine. com,

2006) Gambar 2.6

Prolaps Hemorrhoid

(www. thesahara. net, 2006)

Gambar 2.7

2. Secara Mikroskopik

Hemorhoid secara mikroskopik tampak dinding vena yang menipis terisi

thrombus yang kadang-kadang telah menunjukkan tanda-tanda organisasi

seperti rekanalisasi. (Patologi, F.K.UI, 1999)

22
Trombosis Hemorrhoid

Gambar 2.8

1.1.8 Patofisiologi

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan

aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor

etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada

kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit

hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid,

karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal.

Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi

aliran balik.

Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid

eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa

pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya

merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid

trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal

karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

23
Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau

dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid

eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom

akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri

dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah. (Price, 2005)

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :

Derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar

kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk

sendiri ke dalam anus secara spontan.

Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam

anus dengan bantuan dorongan jari.

Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk

mengalami thrombosis dan infark. (Sudoyo,2006)

Gambar 2.9

24
Menurut Nugroho (2011) hemoroid dapat disebabkan oleh tekanan

abdominal yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga

menyebabkan dilatasi pada vena. Dilatasi tersebut dapat dibagi menjadi 2,

yaitu :

a. Interna (dilatasi sebelum spinter)

1) Bila membesar baru nyeri

2) Bila vena pecah, BAB berdarah anemia

b. Eksterna (dilatasi sesudah spingter)

1) Nyeri

2) Bila vena pecah, BAB berdarah-trombosit-inflamasi

Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya

menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau

prolaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi kecil yang

bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan

ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid kemungkinan gangguan

oleh venous return. (Muttaqin, 2011)

25
Patofisiologi
Hemoroid
terlalu lama duduk di Peradangan pada
Konsumsi makanan kehamilan
rendah serat toilet (atau saat usus, seperti kolitis
obesitas
membaca ulseratif atau
penyakit Crohn

Feses kecil dan Penurunan relatif venous


mengejan return di daerah perianal
(yang disebut dengan efek Peningkatan
selama BAB
tourniquet) frekuensi BAB

PeningkatanPelebaran dari vena-vena di dalam pleksus hemoroidalis Seringnya penggunaan


vena portal otot-otot perianal
Melemahnya struktur
pendukung dan
memfasilitasi prolaps Kondisi
penuaan

Hemoroid Anoreksia

Intake nutrisi
Nyeri Kompresi Peradangan pada
tidak adekuat
saraf lokal pleksus hemoroidalis

Perdarahan anus feses darah


Intervensi Ruptur vena Risiko
Prolaps ketidakseimbangan
pleksus keluarGangguan
anus nutrisi kurang dari kebutuhan
Intervensi bedah
skleroterapi Respons
hemoroidektomi defekasi
psikologis

Anemia preoperatif
Intoleransi aktivitas
Port de Respons Kecemasan
entree serabut lokal pemenuhan
informasi

Risiko
infeksi

Pasca
Kerusakan
Luka bedah
jaringan lunak
pascabedah pascabedah

(Muttaqin & Sari, 2011)

26
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Colok Dubur

Diperlukan untuk menyingkirkan kemugkinan karsinoma rektum. Pada


Gangguan defekasiRespons psikologis

hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya

tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri Kecemasan pemenuhan informasi

2) Anoskop

Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol

keluar

3) Proktosigmoidoskopi

Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses

radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi

1.1.10 Penatalaksanaan

a. Keperawatan

Hemorrhoid merupakan sesuatu yang fisiologis, maka terapi yang

dilakukan hanya untuk menghilangkan keluhan, bukan untuk

menghilangkan pleksus hemorrhoidalis. Pada hemorrhoid derajat I dan

II terapi yang diberikan berupa terapi lokal dan himbauan tentang

perubahan pola makan.

Dianjurkan untuk banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah yang

banyak mengandung air. Hal ini untuk memperlancar buang air besar

sehingga tidak perlu mengejan secara berlebihan. Pemberian obat

melalui anus (suppositoria) dan salep anus diketahui tidak mempunyai

27
efek yang berarti kecuali sebagai efek anestetik dan astringen. Selain

itu dilakukan juga skleroterapi, yaitu penyuntikan larutan kimia yang

marengsang dengan menimbulkan peradangan steril yang pada

akhirnya menimbulkan jaringan parut. Untuk pasien derajat III dan IV,

terapi yang dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan hemoroidektomi.

Terapi ini bisa juga dilakukan untuk pasien yang sering mengalami

perdarahan berulang, sehingga dapat sebabkan anemia, ataupun untuk

pasien yang sudah mengalami keluhan-keluhan tersebut bertahun-

tahun. Dalam hal ini dilakukan pemotongan pada jaringan yang benar-

benar berlebihan agar tidak mengganggu fungsi normal anus.

(Murbawani, 2006)

Ada berbagai macam tindakan operasi. Ada yang mengikat pangkal

hemoroid dengan gelang karet agar hemoroidnya nekrosis dan terlepas

sendiri. Ada yang menyuntikkan sklerosing agen agar timbul jaringan

parut. Bisa juga dengan fotokoagulasi inframerah, elektrokoagulasi

dengan arus listrik, atau pengangkatan langsung hemoroid dengan

memotongnya dengan pisau bedah. (Faisal,2006)

Hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna di diagnosa dengan

membuat inspeksi, pemeriksaan digital, melihat langsung melalui

anoskop atau proktoskop. Karena lesi demikian sangat umum, harus

tidak dianggap sebagai penyebab perdarahan rectal atau anemia

hipokromik kronik sampai pemeriksaan seksama telah dibuat terhadap

28
saluran makanan yang lebih proksimal. Kehilangan darah akut dapat

terjadi pada hemorrhoid interna. Anemia kronik atau darah samar

dalam feses dengan adanya hemorrhoid besar namun tidak jelas

berdarah, memerlukan pencarian untuk polip, kanker atau ulkus.

Hemorhoid berespons terhadap terapi konservatif seperti sitz bath atau

bentuk lain seperti panas yang lembab, suppositoria, pelunak feses, dan

tirah baring. Hemorrhoid interna yang prolaps secara permanen yang

terbaik diobati secara bedah, derajat lebih ringan dari prolaps atau

pembesaran dengan pruritus ani atau pendarahan intermitten dapat

diatasi dengan pengikatan atau injeksi larutan sklerosing. Hemorrhoid

eksterna yang mengalami tombosis akut diobati dengan insisi,

ekstraksi bekuan dan kompresi daerah yang diinsisi setelah

pengangkatan bekuan.

Tidak ada prosedur yang sebaiknya dilakukan dengan adanya radang

anus akut, proktitis ulserativa, atau colitis ulserativa. Proktoskopi atau

kolonoskopi sebaiknya selalu dilakukan sebelum hemorrhoidektomi.

(Isselbacher, dkk,2000)

Terapi hemorrhoid non medis dapat berupa perbaikan pola hidup,

makan dan minum, perbaikan cara/pola defekasi (buang air besar).

Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada

dalam setiap bentuk dan derajat hemorrhoid. Perbaikan defekasi

disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet,

cairan, serat tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku buang air.

Dianjurkan untuk posisi jongkok waktu defekasi dan tindakan menjaga

29
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15

menit 3 kali sehari. Pasien dinasehatkan untuk tidak banyak duduk

atau tidur, namun banyak bergerak/jalan. Pasien harus banyak minum

30-40 cc/kgBB/hari, dan harus banyak makan serat (dianjurkan sekitar

30 gram/hari) seperti buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu

suplementasi serat komersial. Makanan yang terlalu berbumbu atau

terlalu pedas harus dihindari. (Merdikoputro, 2006)

b. Medis

1) Penatalaksanaan Koservatif

a) Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif,

dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi

seperti kodein. (Daniel,W.J)

b) Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi

cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang

air besar.

c) Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat

mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.

Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk

mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat

membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas

serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana

mekanismenya. (Acheson, A.G)

30
2) Pembedahan

Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan

penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan

pembedahan.

HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi

tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain : (Acheson, A.G)

a. Hemoroid internal derajat II berulang

b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala

c. Mukosa rektum menonjol keluar anus

d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura

e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif

f. Permintaan pasien

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu : (Halverson, A & Acheson,

A.G)

a. Skleroterapi

b. Rubber band ligation

c. Infrared thermocoagulation

d. Bipolar Diathermy

e. Laser haemorrhoidectomy

f. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation

g. Cryotherapy

h. Stappled Hemorrhoidopexy

31
1.1.11 Pencegahan

a. Konsumsi makanan tiggi serat seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan

kacang-kacangan karena dapat membuat feses menjadi lunak sehigga

mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vea anus.

b. Minuman air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak

kekurangan cairan tubuh.

c. Melakukan kegiatan seperti olahraga rutin (seperti : jogging, senam,

berenang).

d. Mengubah kebiasaan buang air besar. Bila ingin buang air besar

segeralah ke kamar mandi karena akan menyebabkan feses menjadi keras

dan jangan duduk terlalu lama. (Merdikoputro, 2006)

(Gotera, 2006).

1.1.12 Komplikasi
Hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan Pasca
bedah strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps
dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005)

Komplikasi hemoroid antara lain :

1 Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien

takut mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin

keras dan semakin memperberat luka di anus

32
2 Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula

(saluran tak normal) dari selaput lendir usus/anus.

3 Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.

4 Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot

lingkar dubur sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga,

tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan besar. Dan jika

tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk. (Dermawan, 2010)

2.2 Asuhan Keperawatan perioperatif Teoritis

2.1 Konsep Perioperatif


2.1.1 Definisi Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif adalah praktik keperawatan yang akan dilakukan
secara berkesinambungan sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, dan berakhir di ruang rawat post operasi. Hal
ini dilakukan tanpa memandang riwayat atau klasifiksi pembedahan
(maryunani, 2015).
Keperawatan perioperatif merupakan bagian dari ilmu medis yang tidak
lepas dari ilmu bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin
berkembang akan memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan
perioperatif (Muttaqin, 2009).

2.1.2 Tahap-Tahap Keperawatan Perioperatif


Keperawatan perioperatif terbagi atas beberapa tahap yang saling
berkesinambungan, tahap tersebut terdiri dari tahap praoperatif, intraopratif,
dan pasca operatif (Maryunani, 2015).
a. Tahap Praoperatif
Fase perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil
hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau
klasifikasi pembedahan. Praoperasi bisa dimulai sejak pasien berada
dibagian rawap inap, poliklinik, bagian bedah sehati, atau di unit gawat
darurat yang kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat
praoperatif.
33
b. Tahap Intraoperatif
Fase intraoperatif adalah suatu masa dimana psien sudah berda di meja
pembedahan sampai ke ruang pulih sadar
c. Tahap Pascaopratif
Pasca operasi adalah tahap akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
tahap ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan
kondisi pasien. Bagi perawat perioperatif perawatan pasca operasi di

34
8

mulai sejak pasien dipindahkan ke ruang pemulihan sampai diserah-


terimakan kembali kepada perawat ruang rawat inap atau ruang intensif.
2.1.3 Peran dan Tugas Team dalam Perioperatif
a. Ahli bedah
Ahli bedah adalah dokter yang melakukan prosedur pembedahan, dokter
bedah bisa menjadi dokter utama pasien dengan cara dipilih oleh dokter
sesuai masalah pasien atau pun pasien sendiri yang memilih tetapi harus
kompeten dalam permasalahan pasien.
b. Asisten ahli bedah
Asisten bedah adalah asisten yang ahli bedah bisanyanya dokter yang
berfungsi sebagai peran pembantu ahli bedah selam prosedur
pembedahan.
c. Perawat instrumen (scrub nurse)
Perawat instrumen adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi
wewenang dan ditugaskan dalam mengelola asket alat pembedahan
selama tindakan pembedahan berlangsung.
d. Perawat sirkuler
Perawat sirkuler adalah tenaga perawat profesional yang diberi
wewenang dan tanggungjawab membantu kelancaran pelaksanaan
tindakan pembedahan
e. Ahli anestesi
Ahli anestesi adalah tenaga keperawtan profesional yang diberi
wewenang dan tanggungjawab dalam membantu terselenggaranya
pelaksanaan tindakan pembiusan di kamar operasi

2.1.4 Etika Kerja dan Sikap Petugas di Kamar Operasi


Etika kerja petugas di kamar operasi:
1. Setiap petugas / profesi yang bertugas di kamar operasi harus memiliki
dan melaksanakan etika kerja yang seharusnya ditaati.
2. Etika kerja di kamar opersi merupakan nilai-nilai / norma tentang sikap
perilaku/budaya yang baik yang telah disepakati oleh masing-masing
kelompok profesi di kamar operasi

8
9

3. Anggota tim melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan


baik serta penuh kesadaran terhadap pasoien keluarga
(Maryunani, 2015)
Sikap petugas di kamar operasi antara lain:
1. Caring yaitu penuh perhatian terhadap klien
2. Conscience (penuh kesadaran) yaitu memiliki pengetahuan atau hal baik
dan benar. Moral judgement yang menjaga seseorang dari melanggar
prinsip-prinsip etik seseorang
3. Disiplin, suatu perilaku yang mengembangkan pengendalian diri atau taat
aturan dan efisiensi
4. Teknik merupakan metode atau prosedur dalam menciptakan karya yang
artistik atau melakukan tindakan yang ilmiah dan mekanis

2.1.5 Klasifikasi Prosedur Operasi

Table 2.1 Klasifikasi Prosedur Operasi


No Kategori Operasi Definisi Contoh Karakteristik
Pembedahan
1 Operasi bersih kontaminasi herniorafi dilakukan pada daerah
(clean) endogen tanpa radang, tidak
minimal, luka membuka saluran nafas,
tidak terinfeksi orofaring
2 Operasi bersih kontaminasi appendiktomi operasi membuka
terkontaminasi bakteri dapat saluran nafas, cerna,
(clean terjadi dari kemih dan reproduksi
contaminated) sumber endogen
3 Operasi kontaminasi perbaikan operasi pada luka
terkontaminasi telah terjadi trauma baru, terbuka lebih dari 6 jam
(contaminated) terbuka kejadian
4 Oprasi kotor dan dijumpai drainase abses operasi pada luka yang
terinfeksi (dirtyinfeksi, jaringan melewati golden period
infectius) mati atau atau terdapat jaringan
kontaminasi non vital yang luas
mikroba
Sumber: Maryunani, 2015

2.2 Asuhan Keperawatan Perioperatf


2.2.1 Definisi Asuhan Keperawatan Perioperatf
Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu
ilmu bedah. keperawatan perioperatif terdiri dari beberapa fase, diantaranya
pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan perioperatif merupakan

9
10

asuhan keperawatan yang dilakukan secara berkesinambungan, asuhan


keperawatan dimulai dari praoperatif dibagian rawat inap, poliklinik, unit
gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat
perioperatif hingga pasien di operasi (intraoperatif) kemudian dilakukan
pemulihan diruang pemulihan sampai dengan pemantauan kondisi pasien
membaik yang dilakukan di ruang rawat inap (pasca operasi) (Muttaqin
(2009).

2.2.2 Pengkajian Keperawatan Perioperatif


Pengkajian dilakukan untuk menggali permasalahan pada pasien
sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan kondisi
pasien (Muttaqin, 2009).
1. Pengkajian praoperatif
Pengkajian pada fase praoperatif dilakukan untuk menggali permasalahan
pada pasien sehingga perawat dapat melakukan intervensi dan evaluasi
pre operatif dengan cepat dan tanggap. Pengkajian adalah langkah
pertama proses keperawatan serta disusun agar perawat dan klien dapat
merencenakan hasil pasca operasi yang optimal (Hipkabi, 2014).
Pengkajian praoperatif pada kondisi klinik terbagi atas 2 bagian yaitu:
pengkajian komprehensif yang dilakukan perawat pada bagian rawap
inap, poliklinik, dan unit gawat darurat, pengkajian klarifikasi ringkas
dilakukan oleh perawat perioperatif di kamar operasi (Muttaqin, 2009).
Pengkajian praoperatif terdiri dari beberapa pengkajian diantaranya:
a. Pengkajian umum meliputi: identitas pasien dan persetujuan operasi
(informed consent).
b. Riwayat kesehatan meliputi: penyakit yang pernah diderita (lama
hemoroid dan jumlah sakit hemoroid), riwayat alergi, skala nyeri
c. Psikososial meliputi: kecemasan, citra diri, pengetahuan, persepsi dan
pemahaman terhadap hemoroid
d. Pemeriksaan fisik meliputi: tingkat kesadaran, tanda-tanda vital dan
head to toe (terutama pada bagian anus dan genitalia)
e. Pengkajian diagnostik meliputi: pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaaan echocardiography.

10
11

2. Pengkajian fase intraoperatif


Pengkajian yang dilakukan oleh perawat intraopertif lebih kompleks dan
harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat segera dilakukan
tindakan keprawatan yang sesuai sehingga kejadian pada pasien baik
yang bersifat resiko maupun aktual dapat teratasi (Muttaqin, 2009).
Pengkajian yang dilakukan intraoperatif meliputi:
a. validasi identitas
b. proses keperawatan pemberian anestesi dan prosedur pembedahan,
c. konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi
3. Pengkajian pasca operatif
Pengkajian pascaoperasi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari
kamar operasi ke ruang pemulihan pengkajian meliputi:
a. Pengkajian respirasi
b. Pengkajian sirkulasi
c. suhu tubuh
d. kondisi luka
e. nyeri
f. gastrointestinal
g. genitourinar
h. cairan dan elektrolit
i. dan keamanan peralatan (Muttaqin, 2009).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan Perioperatif


Diagnosa keperawatan yaitu menentukan arah perawatan yang akan
diberikan pada satu atau seluruh tahap pembedahan. Diagnosa keperawatan
digolongkan berdasarkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama
pengkajian (Muttaqin, 2009).
1. Pre Operatif
Diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (2018) yang lazim muncul pada fase pre operatif antara lain :
a. Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional Operasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis

11
12

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaprnya informasi


(SDKI, 2018)
2. Intra Operatif
Diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (2018) yang lazim muncul pada fase intraoperatif antara lain :
a. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
b. Risiko hipotermi dibuktikan dengan suhu lingkungan rendah
(SDKI, 2018)
3. Post Operatif
Diagnosa keperawatan berdasar kan Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (2018) yang lazim muncul pada fase pre operatif antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik
b. Risiko hipotermi perioperatif dibuktikan dengan terpapar suhu
lingkungan rendah
c. Risiko Jatuh dibuktikan dengan efek agen farmakologis (SDKI, 2018)

12
13

2.2.4 Intervensi Keperawatan Perioperatif


Intervensi keperawatan adalah segala jenis treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untukmencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang mucul pada fase pre,intra dan
post operatif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) meliputi:

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan pada fase pre,intra dan post operatif
NO DIAGNOSA TUJJUAN INTERVENSI
Pre Operatif
1. Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan Observasi :
situasional Operasi tindakan keperawatan a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal : kondisi,
diharapkan cemas dapat waktu, stresor)
terkontrol, dengan b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
kriteria hasil: c) Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan non verbal)
1. Secara verbal dapat
Teraupetik :
mendemonstrasikan
a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
teknik menurunkan
kepercayaan
cemas
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
2. Mencari informasi
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
yang dapat
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
menurunkan cemas
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3. Menggunakan teknik
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
relaksasi unntuk
g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan
menurunkan cemas
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
4. Menerima status
datang
kesehatan
Edukasi :
14

a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami


b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :


pencidera fisiologis tindakan keperawatan a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri intensitas nyeri.
berkurang dengan b) Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c) Identifikasi nyeri non verbal
1. Pasien mengatakan d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
nyeri berkurag e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
2. Pasien tampak rileks f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
3. Tanda – tanda vital g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
dalam batas normal h) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik :
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
( misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin.)
15

b) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal : suhu


ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
Intra Operatif
1. Resiko perdarahan Setelah dilakukan Observasi :
b.d proses tindakan keperawatan a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
pembedahan diharapkan resiko b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
perdarahan tidak terjadi, kehilangan darah
dengan kriteria hasil: c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
1. Tidak ada tanda – d) Monitor koagulasi
tanda perdarahan
Teraupetik :
hebat
a) Pertahankan bedrest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasif, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah dekubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
16

Edukasi :
a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi
d) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
f) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian produk darah , jika perlu
c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
2. Resiko cedera b.d Setelah dilakukan a) Pastikan posisi pasien yang sesuai dengan tindakan operasi
prosedur pembedahan tindakan keperawatan b) Cek integritas kulit
diharapkan cedera tidak c) Cek daerah penekanan pada tubuh pasien selama operasi
terjadi, dengan kriteria d) Hitung jummlah kasa, jarum, bisturi, depper, dan hitung
hasil: instrumen bedah
1. Tubuh pasien bebas e) Lakukan time out
dari cedera f) Lakukan sign out
3. Risiko hipotermi Setelah dilakukan Observasi :
perioperatif tindakan keperawatan a) Monitor suhu tubuh
berhubungan dengan diharapkan hipotermi b) Identifikasi penyebab hipotermia, ( Misal : terpapar suhu
suhu lingkungan dapat dicegah dengan lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
rendah kriteria hasil: metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
Suhu tubuh dalam batas c) Monitor tanda dan gejala hipotermia
normal
Teraupetik :
17

a) Sediakan lingkungan yang hangat ( misal : atur suhu ruangan)


b) Ganti pakaian atau linen yang basah
c) Lakukan penghangatan pasif (misal : selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
d) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
e) Lakukan penghangatan aktif internal ( misal : infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat)
Post Operatif
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :
pencidera fisik tindakan keperawatan a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri intensitas nyeri.
berkurang dengan b) Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c) Identifikasi nyeri non verbal
4. Pasien mengatakan d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
nyeri berkurag e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
5. Pasien tampak rileks f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Tanda – tanda vital g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
dalam batas normal h) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik :
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
( misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin.)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
18

c) Fasilitasi istirahat dan tidur


d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
2. Risiko hipotermi Setelah dilakukan Observasi :
perioperatif tindakan keperawatan a) Monitor suhu tubuh
berhubungan dengan diharapkan hipotermi b) Identifikasi penyebab hipotermia, ( Misal : terpapar suhu
suhu lingkungan dapat dicegah dengan lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
rendah kriteria hasil: metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
Suhu tubuh dalam batas c) Monitor tanda dan gejala hipotermia
normal
Teraupetik :
a) Sediakan lingkungan yang hangat ( misal : atur suhu ruangan)
b) Ganti pakaian atau linen yang basah
c) Lakukan penghangatan pasif (misal : selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
d) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
e) Lakukan penghangatan aktif internal ( misal : infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
19

Hangat
2.2.5 Implementasi Keperawatan Perioperatif
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi intervensi
dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan ifisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan
didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Muttaqin, 2009).

2.2.6 Evaluasi Keperawatan Perioperatif


Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang

diberikan. hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi

atau tidak masalah klien, mencapai tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Muttaqin,

2009)

20
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF DENGAN
HEMOROIDEKTOMI PADA PASIEN Tn. A DENGAN
HEMOROID RUANG IBS RSUD UNGARAN

I. Asuhan Keperawatan Pre Operatif


A. Pengkajian Umum
1. Nama : Sdr.A
2. Umur : 20 tahun
3. Alamat : Dsn. Klego RT. 02/ RW.04 Rembes,
Ungaran
Jenis kelamin :L
4. Nomor Rekam Medis 256691
5. Ruang : Cempaka
6. Diagnosa Keperawatan : Hemoroid interna grade IV
7. Tindakan Operasi : Hemoroidektomi
8. Jenis Anestesi : Spinal Anastesi
9. Kamar Operasi : Ruang OK 1
10. Dokter Bedah : dr. Syr
11. Ahli Anastesi : dr. U
12. Perawat Anastesi : Ns.S.
13. Scrub Nurse : Ns.Y
14. Waktu : 22 Januari 2020

B. Pengkajian Pre Operasi


1. Data Subjektif
Tn. A mengeluh ada benjolan di anus dan tidak bisa masuk lagi,
nyeri hebat disekitar anus. BAB klien bercampur darah. Dari hasil
pengkajian nyeri dengan PQRST didapatkan hasil P (nyeri saat aktifitas
dan BAB), Q (nyeri seperti terbakar), R (nyeri pada bagian anus dan tidak
menyebar), S (skala nyeri 6), T (nyeri hilang timbul, kadang menetap).
2. Data Objektif
Tn.A terlihat cemas dan takut. Klien terlihat meringis kesakitan
menahan nyeri.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang

21
Klien mengatakan nyeri pada saat BAB dan aktivitas. BAB klien
bercampur darah hingga akhirnya klien dibawa ke RSUD Ungaran
Kabupaten Semarang untuk mendapatkan perawatan. Setelah
diperiksa klien didiagnosa hemoroid grade IV dan harus dilakukan
tindakan pembedahan hemoroidektomi. Klien saat ini dirawat diruang
Cempaka.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn.A mengatakan sudah lama mengalami hemoroid dan pada
saat BAB atau kecapekan sering merasa nyeri dan seperti ada yang
keluar dari anus tetapi bukan feses melainkan bagian dari hemoroid.
Sebelumnya pasien belum pernah melakukan operasi.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga Tn.A tidak ada yang mengalami hipertensi,
diabetes mellitus maupun penyakit menular lainnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Composmentis (baik)
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Heart rate : 80 kali/menit
3) Respiratory rate : 21 kali/menit
4) Suhu : 36,6oC

c. Pemeriksaan head to toe


1) Kepala
Bentuk kepala mesochepal, tidak ada benjolan di kepala, tidak
ada laserasi di kepala, rambut kusam, lurus, tipis, dan tidak beruban.
2) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
3) Mata
Bentuk kedua mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva tidak
anemis, dan sclera tidak ikterik.
4) Hidung
Rongga hidung bersih, tidak ada polip, tidak terdapat nafas
cuping hidung.
5) Telinga
Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, telinga bersih tidak
ada serumen.

22
6) Mulut
Mukosa mulut tidak kering, tidak terdapat peradangan pada
kedua tonsilnya, tidak ada stomatitis, tidak tampak tanda-tanda
sianosis
7) Dada
a) Paru
Inspeksi : napas teratur, pergerakan dada kanan dan kiri saat
inspirasi maupun ekspirasi simetris, RR 20 x/mnt
Palpasi : tidak teraba benjolan di sekitar dada pasien
Perkusi : terdengar suara sonor di seluruh permukaan paru
Auskultasi : tidak terdengar suara tambahan ronchi maupun
wheezing.
b) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak pada intercosta keIV-V, pada
mid clavicula
Palpasi : ictus cordis teraba pada mid klavikula sinistrai 4-5
Perkusi : letak jantung dalam batas normal bersuara redup
Auskultasi : terdengar suara jantung S1 dan S2
8) Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada distensi
Auskultasi : suara gerakan peristaltic 10x/menit,
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limpa
Perkusi : suara timpani pada bagian abdomen
9) Genetlia dan Perineal
Klien tidak mengalami gangguan pada alat kelaminnya. Pada anus
klien terdapat bagian hemoroid yang keluar.
10) Ekstermitas
Atas : tangan kanan dan kiri dapat digerakan dengan baik, tidak
ada edema, tidak ada laserasi, tidak sianosis, capillary refill
kembali < 2 detik.
Bawah : kaki kanan dan kiri dapat digerakan dengan baik, tidak
ada
edema, tidak ada laserasi, tidak sianosis, capillary refill
kembali < 2 detik
11) Kulit

23
Warna kulit sawo matang, tidak ada sianosis kulit bersih

5. Premedikasi
Klien mendapatkan terapi Ceftriaxone 1x2 gr, Ketorolac 3x30 mg dan
Ondansentron 2x4 mg.

6. Daftar Masalah
No Tanggal Data Tanggal TTD
Etiologi
Jam Fokus Teratasi
1 Rabu DS : agen injury Nyeri
Px mengatakan nyeri hebat
22/01/20 biologi akut
disekitar anus
20 P (nyeri saat BAB), Q
10.30 (nyeri seperti terbakar),
hemoroid
R (nyeri pada bagian anus
wib.
dantidak menyebar), S (skala
nyeri 6), T (nyeri hilang
nyeri akut
timbul, kadang menetap).
Px
DO :
Ku : cukup
 BAB klien bercampur
darah
 px tampak meringis
kesakitan
 px tampak gelisah
TD : 120/80
mmHg, dan N : 80 x/menit,
RR : 21 x/menit, suhu : 360C.
2 Rabu DS Kurang
Ansietas
Klien kurang paham tentang
22/01/20 terpapar
prosedur tindakan operasi.
20 informasi
10.35 Klien menanyakan tentang
wib. tindakan yang akan dilakukan
Tindakan
DO
Klien terlihat cemas dan Pembedahan
ketakutan
TD : 120/ 80 mmHg, Nadi : 80
Cemas
x/menit

ansietas

7. Diagnosa Keperawatan 24
a. Nyeri akut
b. ansietas

8. Intervensi Keperawatan

No Tgl/jam Diagnosa Tujuan Intervensi TTD

1 Rabu Nyeri Akut Setelah dilakukan 1. Lakukan


22/01/20 asuhan dan pengkajian nyeri
20 Tindakan secara
11.40 Keperawatan komprehensif
Wib selama 1x 30 menggunakan
menit diharapkan: PQRST
 keluhan nyeri 2. Observasi reaksi
menurun
 meringis non verbal dari
menurun
ketidaknyamanan
 gelisah
menurun 3. Gunakan tehnik
 kesulitan tidur komunikasi
menurun
 klien mampu terapeutik.
mengontrol 4. Ajarkan tekhnik
nyeri relaksasi nafas
 klien mampu
menggunakan dalam.
tehnik
relaksasi

2 Rabu ansietas Setelah dilakukan 1. Jelaskan semua


22/01/20 Tindakan prosedur dan apa
20 11.45 keperawatan yang dirasakan
Wib selama 1x 30 selama prosedur.
menit diharapkan
25
kecemasan klien 2. Temani pasien
teratasi dengan untuk memberikan
kriteria hasil : keamanan dan
 verbalisasi mengurangi takut
khawatir akibat 3. Instruksikan pada
kondisi yang di
hadapi menurun pasien untuk
 perilaku gelisah menggunakan
menurun
tehnik relaksasi
 ekspresi wajah,
bahasa 4. Anjurkan pasien
tubuh,dan Untuk
tingkat aktivitas mengungkapkan
menunjukkan perasaan ketakutan
berkurangnya dan persepsi
kecemasan

26
9. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tanggal Implementasi Respon Klien TTD
Keperawatan jam
Nyeri Akut Rabu 1. Mendampingi klien Klien terlihat tenang Dwi
22/01/20 dan bina hubungan dan komunikatif H
20 saling percaya ketika diberi
pertanyaan dan ketika
10.35 bercerita.
wib 2. Mengkaji nyeri P (nyeri saat BAB),
secara komprehensif Q (nyeri seperti
terbakar),
R (nyeri pada bagian
anus dan tidak
menyebar),
S (skala nyeri 5),
T (nyeri hilang
timbul, kadang
menetap).
TD : 120/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
3. Mengobservasi tanda RR : 21 x/menit
– tanda vital. Suhu : 37,60C.

Klien mampu
melakukan relaksasi
4. mengajarkan teknik
nafas dalam seperti
relaksasi nafas dalam
yang diinstruksikan

27
oleh perawat

Ansietas Rabu 1. Menjelelaskan Klien mengatakan


22/01/20 semua prosedur dan paham tentang apa
20 11. 45 apa yang dirasakan yang dijelaskan
wib selama prosedur
Klien mengatakan
10.37 2. Menemani klien
rasa takut mulai
untuk memberikan
berkurang
keamanan dan
mengurangi takut
Klien melakukan
teknik relaksasi
3. Menginstruksikan
dengan baik
pada pasien untuk
menggunakan tehnik
Klien merasa takut
relaksasi
karena belum pernah
menjalani tindakan
4. Menganjurkan klien
operasi sebelumnya
untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi

28
10. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Tanggal Evaluasi TTD
Keperawatan Jam
Nyeri Akut Rabu S: klien menyatakan nyeri berkurang
22/01/2020 -P: nyeri saat BAB
-Q: nyeri seperti terbakar
12.00 wib
-R: nyeri pada anus.
-S: skala nyeri 5
-T: nyeri hilang timbul, kadang
menetap.
O:-Raut wajah nampak rileks
-Klien nampak tenang.
A: masalah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
Ansietas Rabu S : klien mengatakan mengerti akan
22/01/2020 tindakan operasi yang akan dilakukan
O : cemas klien tampak berkurang
12.00 wib
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi

II. Asuhan Keperawatan Intra Operatif


1. Tanggal Operasi : 22 Januari 202020
2. Waktu : 12.00
3. Posisi saat Operasi : Litotomy
4. Jumlah instrument :
a. Sebelum operasi :
ALAT ALAT HABIS LINEN OPERASI
PAKAI
1. Gauze (Kasaa)/Daremdoek : 30 1. Alcohol 70 % 1. Baju operasi : 3
2. Pean 6 2. Hipavic
buah
3. Kocher 2 3. Betadine 10%
2. Duk steril :
4. Pinset Anatomis 2 4. Sarung tangan
5. Pinset Chirurgi 2 5 buah
steril
6. Gunting 2 3. Duk besar lubang
5. Kassa 30 buah
7. Towel Klem 3
6. Nacl : 1 buah
8. Scapel Mess 1
9. Allis kelm 1 7. Spinal needle 4. Slup meja :

29
10.Ordinary Needle 1 8. O2 1 buah
9. Lidodex 5. Perlak :
10. Spuit 3 cc, 5cc,
buah
11. Aqua

b. Sesudah operasi :
ALAT ALAT HABIS LINEN OPERASI
PAKAI
1. Gauze (Kasaa)/Daremdoek : 30 1. Alcohol 70 % 6. Baju operasi : 3
2. Pean 6 2. Hipavic
buah
3. Kocher 2 3. Betadine 10%
7. Duk steril :
4. Pinset Anatomis 2 4. Sarung tangan
5. Pinset Chirurgi 2 5 buah
steril
6. Gunting 2 8. Duk besar lubang
5. Kassa 30 buah
7. Towel Klem 3
6. Nacl : 1 buah
8. Scapel Mess 1
7. Spinal needle 9. Slup meja :
9. Allis kelm 1
8. O2
Ordinary Needle 1 1 buah
9. Lidodex
10. Perlak :
10.Spuit 3 cc, 5cc,
11.Aqua 1 buah

5. Jenis Anastesi : Spinal Anastesi


6. Intravena Terapi : Asering
7. Inhalasi : O2 3 lt/mnt
8. Balance cairan :
a. Intake : Infus 1000 cc, obat 8 cc
b. Output : Perdarahan kurang lebih 150 cc
9. Penyulit Operasi : tidak ada
10. Analisa Data
No Tang Data Fokus ETIOLOGI TTD
PROBLEM
gal
Jam
1 Rabu DS :- Resiko
Anastesi
DO perubahan
22/01/
badan klien teraba sedikit suhu tubuh
hipotermi b. d
2020 penggunaan
dingin, S : 360C. Perubahan suhu tubuh
11. 10 obat anastesi
RR : 20x/m dan
pemajanan
Resiko hipotermi lingkungan
operasi.
wib

11. Diagnosa Keperawatan


a. Resiko tinggi hipotermi berhubungan
30 dengan penggunaan obat anastesi
dan pemajanan lingkungan operasi.

12. Intervensi Keperawatan


No Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
Jam Keperawatan
1 Rabu Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor
22/01/2020 hipotermi tindakan dan suhu tubuh
2. Monitor
11.15 berhubungan asuhan
TD, nadi,
dengan keperawatan
RR
penggunaan selama 1x 45
3. Selimuti
obat anastesi menit diharapkan:
pasien
a) Suhu tubuh
dan pemajanan
untuk
dalam rentang
lingkungan
mencegah
normal
operasi.
b) Nadi dan RR hilangnya
dalam rentang kehangatan
normal tubuh
4. Monitor
suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit

31
13. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Tanggal Implementasi Respon Klien TTD


Keperawatan jam

Resiko Rabu 1. Memonitor suhu Suhu tubuh klien


hipotermi 22/01/202 tubuh dalam masih dalam
berhubungan 0 11.20 rentang normal
dengan wib S : 36 ° C
2. Memonitor Tekanan
penggunaan obat
Darah , Nadi, RR
anastesi dan TD : 116/73
pemajanan S : 36ºC
lingkungan RR : 21x/menit
operasi. 3. Menyelimuti pasien Nadi : 73x/menit
untuk mencegah SpO2 : 100%
hilangnya
kehangatan tubuh Klien terpasang
selimut hangat
4. Memonitor warna,
dan kelembaban
kulit

Tidak ada sianosis,


CTR < 2 detik

14. Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Tanggal Evaluasi TTD
Keperawatan Jam

32
Resiko Rabu S:-
hipotermi 22/01/20 O : klien tidak mengalami hipotermi,
berhubungan 20 12.55 CTR < 2 detik
dengan Wib TD : 116/73 mmHg
penggunaan S : 36ºC
obat anastesi RR : 21x/menit
dan Nadi : 73x/menit
Pemajanan SpO2 : 100%

33
lingkungan A : masalah belum teratasi
operasi. P : pertahankan intervensi

III. Asuhan Keperawatan Post Operatif


1. Data Subjektif
Klien merasakan badannya lemas setelah dilakukan operasi.
2. Data Objektif
Kesadaran : Composmentis
Bibir nampak kering, terdapat luka insisi di bagian anus
Tanda-tanda vital : TD: 116/73mmHg, N: 73x/menit, RR: 21 x/menit,
S: 36,3 0C, SaO2 = 100%.
CRT : < 2 detik
Perdarahan : terpasang tampon pada bagian anus
Data lain : Turgor kulit baik
3. Standart Score
Penilaian Bromage Score
SKOR KRITERIA
1 Tidak dapat memindahkan kaki atau berlutut
2 Hanya mampu menggerakkan kaki dan jari
3 Hanya mampu menggeser kaki
4 Dapat menekuk lutut tapi tidak penuh
5 Mampu menekuk lutut tapi tahanan kaki lemah
6 Mampu mengangkat sebagian kaki dan menekuk kaki
dengan kuat
Skor klien adalah 1

4. Analisa data
N Tanggal Data Fokus TTD
Etiologi PROBLEM
o
Jam
1 Rabu DS : klien Efek agen Resiko cedara
. 22/01/2020 mengatakan badan farmakologi jatuh b.d
11.45 lemas (anastesi) imobilisasi
DO :
keadaan klien tampak
lemah dan bingung Tidak dapat
Nilai Bromage score memindahkan
adalah 1 kaki dan lutut

Resiko cedera

5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera : jatuh berhubungan dengan immobilitas fisik.
34
6. Intervensi Keperawatan

35
No Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
Jam Keperawatan
1. Rabu Resiiko Setelah 1. Pindahkan
22/01/2020 cedera : jatuh dilakukan pasien
11.45 wib berhubungan tindakan dan dengan aman
2. Sediakan
dengan asuhan
lingkungan
immobilitas keperawatan
yang aman
fisik selama 1x 30
untuk pasien
menit
3. Pasang side
diharapkan:
rail tempat
Pasien terbebas
tidur
dari cedera.

7. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tanggal Implementasi Respon Klien TTD
Keperawatan jam
Resiko Rabu 1. Memindahkan klien Petugas
cedera jatuh 22/01/20 dengan aman memindahkan
berhubungan 20 klien dengan aman
dengan 11.50 tanpa
immobilitas Wib menimbulkan
fisik 2. Menyediakan cedera
lingkungan yang aman
untuk klien Side rail terpasang

3. Memasang side rail


tempat tidur

Side rail sudah


terpasang dengan
benar.

36
8. Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Tanggal Evaluasi TTD


Keperawatan Jam
Resiko Rabu S:-
cedera : jatuh 22/01/2020 O : klien tidak mengalami cedera
berhubungan 12.00 wib tambahan di ruang operasi
dengan A : masalah teratasi
immobilitas P : hentikan intervensi
Fisik

9. Serah terima klien pindah ruang


a. Situation :
Nama: Sdr. A umur 20 tahun, tanggal masuk kamar operasi 22 Januari
2020 dengan hemoroidektomi.
b. Masalah Keperawatan :
Resiko tinggi cedera jatuh
c. Background:
Klien tampak lemas dan lemah, terpasang tampon pada bagian anus,
terpasang infus Asering 20 tpm pada tangan kiri klien.
d. Assessment:
Klien tampak lemas dan lemah, TD: 116/73mmHg, N: 73x/menit, RR:
21x/menit.

Hasil laboratorium, asuhan keperawatan kamar bedah. Informed consent


lengkap

e. Recommendation:
1) Monitor perdarahan pada bagian insisi
2) Monitor adanya tanda-tanda infeksi pada luka insisi
3) Monitor tanda-tanda vital klien
4) Anjurkan klien untuk duduk setelah 1 x 24 jam post operasi
5) Kolaborasi pemberian terapi ondansentron 4 mg bila mual
37
6) Kolaborasi pemberian terapi ketorolac 30 mg
7) Kolaborasi pemberian terapi injeksi Ceftriaxone 2 x 1
gram
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit klien
dengan lunak tinggi serat.
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Synder, S. & Fradsen, G.. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of

Nursing (10th ed.). USA: Pearson Education.

Boyd, M. A. (2011). Psychiatric Nursing : Contemporary Practice (5th ed.)

Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3th ed). New

York: McGraw-Hill Education

Derr, P., McEvoy, M., & Tardiff, J. (2014). Emergency & Critical Care (8th ed.).

USA: Jones & Barlett Learning.

Donadini, M.P ., Ageno, W. & Douketis, J.D (2012). Management of bleeding

in patients receiving conventional or new anticoagulants: A practical and

case-based approach. Drugs, 72(15), 1965-1975.

Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th

ed.). UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.

Hockenberry, Marilyn J, Wilson, David. (2014). Wong’s Nursing Care of Infants

and Children. Elsevier Health Sciences.

Hurwitz, A., Massone, R. & Lopez, B.L. (2014). Acquired Bleeding Disoders.

Emergency Medicine Clinics of North America, 32(3), 691-713.


RESUM

1) Nama px : Ny.M (64 thn)


Diagnosa Medis : stroke non hemoragic

S :Klien mengatakan pusing,mual dan muntah,klien mengatakan tidak nafsu


makan
O : Ku : lemah
makanan di habiskan ½ porsi,minum+
TD : 150/70 mmhg, N : 80x/m, RR : 20x/m S : 36,5 OC
A : Defisit nutrisi
P:
1 Identifikasi status nutrisi
2 berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3 anjurkan px makan sedikit tapi sering
4 sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

I :

1 mengidentifikasi status nutrisi


2 memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3 menganjurkan px makan sedikit tapi sering
4 menyajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
E:
S : px mengatakan mual,px mengatakan sudh mau makan sedikit tapi sering
O : Ku : baik
px makan habis setengah porsi,minum+,mual+,muntah –
TD : 140/80 mmhg ,N : 80x/m,RR : 20x/m ,S : 36,70C
A : Masalah belum tertasi
P : Intervensi di lanjutkan
2) Nama pasien : Ny .D (58thn)
Dx medis : anemia

S :Px mengatakan panas sejak kemarin


O : Ku : lemas
akral teraba hangat,px tampak pucat,px tampak mengigil
TD : 130/90 mmhg ,N : 90x/m,RR : 28x/m S : 380C
A : Hipertermi
P:
1 Monitor suhu tubuh
2 longgarkan atau lepas pakaian
3 lakukan kompres hangat pada bagian dahi,leher,abdomen,dada,dan aksila
4 anjurkan px untuk banak minum air putih
5 anjurkan px tirah baring
I:
1 Memonitor suhu tubuh
2 melonggarkan atau lepas pakaian
3 melakukan kompres hangat pada bagian dahi,leher,abdomen,dada,dan
aksila
4 menganjurkan px untuk banak minum air putih
5 menganjurkan px tirah baring
E:
S : Px mengatakan suhu tubuh menurun
O:
Px tampak tenang,suhu kulit menurun
TD : 120/90 mmhg, N : 88x/m ,S 37,5 oC, RR : 21x/m
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
3) Nama px : Ny R (59thn)
Dx medis : DM Selulitis

S: Px mengatakan ada luka pada kaki sebelah kanan dan kiri


O:
ku :lemah
terdapat luka pada kaki sebelah kanan dan kiri,ada nanah pada aderah
luka,ada pembengkaan ,daerah luka terasa panas ,nyeri pada aderah
luka,warna area luka kemerahan,bau khas
TD : 120/80, N : 88x/m ,RR : 20x/m S : 37,5 OC
GDA : 285
A :gangguan integritas kulit
P:
1 BHSP
2 monitor karakteristik luka(warna,ukuran dan bau)
3 monitor tanda tanda infeksi
4 lakukan tindakan perawatan luka dengan menggunakan tehnik
aseptik/steril
5 ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
I:
1 BHSP
2 Memonitor karakteristik luka(warna,ukuran dan bau)
3 memonitor tanda tanda infeksi
4 melakukan tindakan perawatan luka dengan menggunakan tehnik
aseptik/steril
5 mengajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
E:
S : Px mengatakn nyeri ada lukanya berkurang
O : Ku : baik
masih ada push,warna luka kemerahan,bengkak menurun,masih ada
rasa panas pada daerah luka
TD : 120/80 N : 80x/m S : 36,7oC RR :22x/m
A : Masalah belum tertasi
P : Intervensi di lanjutkan

4) Nama Px : Ny M (50 Thn)


Dx medis : tumor labia mayor dekstra

S : Px mengatakan kemaluannya terasa nyeri


O:
Ku : sedang
P : Infeksi
Q :Nyeri seperti di tusuk tusuk
R :Genetalia
S :5
T : Nyeri yang di rasakan secara bertahap
TD : 110/80 N : 80 x/m RR : 20x/m S : 37,1OC
A : Nyeri Akut
P:
1 BHSP
2 Identifikasi skala nyeri
3 identifikasi faktor yang memperbert rasa nyeri
4 berikan kompres nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(komres hangat)
5 jelaskan strategi meredakan nyeri
6 ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (kompres
hangat dan relaksasi nafas dalam)
I:
1 BHSP
2 mengidentifikasi skala nyeri
3 mengidentifikasi faktor yang memperbert rasa nyeri
4 memberikan kompres nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(komres hangat)
5 menjelaskan strategi meredakan nyeri
6 mengajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
(kompres hangat dan relaksasi nafas dalam)
E:
S : Px mengatakan nyeri berkurang
O : Ku : baik
skla nyeri 4
px tampak tenang
TD : 110/80 N : 84 S : 36 RR : 20
A : MASALAH TERTASI SEBAGIAN
P :INTERVENSI DILANJUTKAN

5) Nama Px : Ny F (52 Thn)


Dx medis : anemia

S : px mengatakan tidak bisa tidur ,px mengatakan tidur malam hanya 3 jam
O:
Ku : cukup
TD : 120/80 N : 80 x/m RR : 18x/m S : 36,5 OC
A : Nyeri Akut
P:
1 BHSP
2 Identifikasi faktor penggangu tidur (fisik/psikologis
3 batasi wakti tidur siang
4 tetapkan jadwal tidur rutin
5 jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama sakit
I:
1 BHSP
2 mengidentifikasi faktor penggangu tidur (fisik/psikologis
3 membatasi wakti tidur siang
4 menetapkan jadwal tidur rutin
5 menjelaskan pentingnya tidur yang cukup selama sakit

E:
S : Px mengatakn ia sudah bisa tidur selama 5 jam
O : Ku : baik
Px tampak pucat,ada mata panda
TD : 120/80 N : 80 S : 36,5 RR : 18
A : MASALAH TERTASI SEBAGIAN
P :INTERVENSI DILANJUTKAN

Anda mungkin juga menyukai