Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERGLIKEMIA
CI Institusi : Erik Irham Lutfi S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh :

yuliyanti
NIM. 16621053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2020

LEMBAR PENSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Ca Colon


Nama Mahasiswa

Yuliyanti
NIM. 16621054

Telah di Setujui
Di : Kediri
Tanggal : September 2020

CI Institusi

Erik Irham Lutfi,S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIDN. 071607851
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hiperglikemia menjadi permasalahan global tidak terkecuali di Indonesia


(Soelistijo et al., 2015. Hiperglikemia disebabkan tubuh kekurangan insulin(158).
Kejadian hiperglikemia dapat memicu terjadinya penurunan sekresi insulin yang
akibatnya meningkatkan resistensi insulin (Arifin, Natalia, & Kariadi, 2010).
Resistensi insulin akan membentuk suatu lingkaran yang samasama membuat
kerugian dimana hiperglikemia meningkat akan menyebabkan produksi insulin
dalam tubuh semakin berkurang (Arifin et al., 2010).
Insulin merupakan hormon berbasis protein yang berfungsi untuk mengatur
kadar glukosa darah dalam tubuh. Peran insulin sangat penting terutama saat terjadi
peningkatan kadar glukosa darah yang berlebih (hiperglikemia) dalam tubuh
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Hiperglikemia merupakan keadaan terjadi peningkatan kadar glukosa darah
yang melebihi batas normal yang umumnya dialami oleh penderita DM.
Hiperglikemi adalah keadaan peningkatan kadar glukosa darah diatas 200 mg/dl dan
merupakan gejala awal terjadinya penyakit diabetes melitus (DM).
Hiperglikemia yang tidak terkontrol akan menyebabkan hiperosmolaritas
(Barski, Kezerle, Zeller, Zektser, & Jotkowitz, 2013). Hiperosmolaritas menstimulasi
proses diuresis osmotik dalam tubuh, sehingga cairan dan elektrolit intra sel keluar
ke ekstra sel. Perpindahan cairan ini menyebabkan sel mengalami penurunan
komposisi cairan tubuh dan menyebabkan dehidrasi (Tokuda et al., 2010).
Tatalaksana utama hiperglikemia dengan pemberian terapi cairan atau
rehidrasi. Terapi cairan pasien hiperglikemia akut akan memberikan efek adanya
penurunan kadar glukosa darah pada pasien hiperglikemia (80% pasien pada empat
jam pertama. Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume
intravaskular dan extravaskular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan
juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan
menurunkan kadar hormon kontra insulin sehingga memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin. Jenis cairan yang diberikan sesuai dengan pedoman tatalaksana
kegawatan hiperglikemia adalah cairan isotonik (NaCl 0,9%)
Hal terpenting dalam koreksi hiperglikemia dengan rehidrasi cairan adalah
pemantauan pasien terus menerus terkait dengan status hemodinamikanya. Hal ini
bertujuan untuk mencegah munculnya komplikasi akibat pemberian terapi, yaitu
kelebihan volume cairan pada ekstra sel dan gangguan keseimbangan elektrolit
akibat pemberian elektrolit tubuh dari luar.
Penyakit diabetes mellitus yang mengalami hiperglikemia memerlukan
perhatian yang khusus dalam melalukan perawatan di ruangan, sehingga dapat
mengontrol kadar gula dan dapat menurunkan kadar gula darah klien.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian hiperglikemia.

2. Mengetahui etiologi hiperglikemia.

3. Mengetahui PATOFISILOGI (Patway) hiperglikemia.

4. Mengetahui klasifikasi hiperglkemia.

5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik hiperglikemia.

6. Mengetahui penatalaksanaan hiperglikemia.

7. Mengetahui askep teoritis dari hiperglikemia

1.3 Manfaat

1. Bagi penulis

Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien hiperglikemia.

2. Bagi profesi keperawatan

sebagai bahan acuan intervensi dalam penanganan hiperglikemia.

3. Bagi institusi pendidikan

sebagai sumber infoemasi atau ilmu bagi mahasiswa tentang hiperglikemia.

4. Bagi pelayanan kesehatan

Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di rumah sakit


BAB II
TINJAUAN TEORI
A. HIPERGLIKEMIA
1. DEFINISI
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan kadar glukosa darah yang
ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah ≥200 mg/dL dan gula
darah puasa ≥126 mg/dL (PERKENI, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO) hiperglikemia adalah kadar glukosa darah >126 mg/dl,
dimana kadar glukosa darah antara 100-126 mg/dl dianggap suatu keadaan
toleransi abnormal glukosa (Kemenkes RI, 2014). Selain itu, hiperglikemi
merupakan keadaan di mana glukosa darah seseorang sedang dalam tingkat
yang tinggi, dikarenakan insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak dapat
berfungsi secara efektif, glukosa yang ada dalam darah tidak dapat digunakan
menjadi energi karena tidak dapat memasuki sel tubuh dan tetap menumpuk
dalam darah sehingga kadar glukosa darah menjadi tinggi. Pada keadaan kronik
umumnya terjadi pada penyakit diabetes mellitus menyebabkan angka
kematian dan kecacatan yang tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya.
(Yuliadi, 2014; Children’s Diabetes Services, 2010)

2. ETIOLOGI
Penyebab dari hiperglikemia tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya
diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang
memegang peranan penting yang lain akibat pengangkatan pankreas,
pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi
herediter, obesitas, faktor imunologi pada penderita hiperglikemia khususnya
DM terdapat bukti adanya suatu respon auto imun. Respon ini merupakan
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.
Penyebab hiperglikemia umumnya mencakup penggunaan terlalu sedikit
insulin, tidak menggunakan insulin sama sekali, kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan insulin yang meningkat akibat operasi, trauma, kehamilan, stress,
pubertas, atau infeksi, kurang aktivitas fisik, dan membentuk resisten insulin
sebagai akibat adanya antibodi insulin (Smeltzer & Bare, 2013, Rumahorbo,
1999).
Selain itu, terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi
hiperglikemia, antara lain karakteristik individu, obesitas, asupan makanan,
konsumsi sumber karbohidrat, dan konsumsi sayuran. Faktor karakteristik
responden dibagi menjadi faktor urbanisasi yang dilihat dari lokasi penelitian,
usia, jenis kelamin, sosial ekonomi yang dilihat dari tingkat pendidikan, jumlah
penghasilan, dan jumlah pengeluaran, kebiasaan merokok dan kebiasaan
melakukan aktivitas fisik serta olah raga. Faktor obesitas dibagi menjadi
obesitas berdasarkan IMT dan obesitas berdasarkan lingkar pinggang. Faktor
asupan makanan dibagi menjadi asupan energi, asupan karbohidrat, asupan
lemak, asupan serat, indeks glikemik dan beban glikemik. Faktor konsumsi
sayuran dibagi menjadi konsumsi sayuran hijau dan sayuran berwarna
(Ardiningsih, 2013)

3. PATOFISIOLOGI
Pada mulanya sel beta pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa
keadaan stress yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak adekuat
(defisiensi insulin). Terdapat 3 efek utama kekurangan insulin sebagai berikut
pengurangan penggunaan glukosa oleh sel – sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi darah setinggi 300-1200 mg/hari/100ml, peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah – daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolism lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler
yang menyebabkan aterosklerosis, dan pengurangan protein dalam jaringan
tubuh (Priyanto, 2012). Pada keadaan stres tersebut terjadi peningkatan hormon
glukagon sehingga pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat
pemakaian glukosa perifer, yang akhirnya menimbulkan hiperglikemia. Karena
tingginya glukosa dalam darah melebihi ambang batas renal, hal ini
menyebabkan glucosuria. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan cairan dan elektrolit
tubuh berkurang. Perfusi ginjal menurun dan sebagai akibat sekresi hormon
lebih meningkat lagi. Manifestasi klinis yang muncul yaitu polyuria dan
dehidrasi (Corwin, 2009).

4. Patway
5. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun – tahun
mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien
dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan
gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi
metabolic diabetes (Agustien, 2013). Gejala awal umum yang sering muncul
pada penderita hiperglikemi (akibat tingginya kadar glukosa darah) seperti
polifagia, polidipsi, polyuria, kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering, rasa
kesemutan, kram otot, visus menurun, penurunan berat badan, dan kelemahan
tubuh. (Smeltzer & Bare, 2013)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis penyakit pada pasien hiperglikemia dan diabetes mellitus
didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan
hanya atas dasar adanya glukosurianya saja. Berikut perbedaan antara hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dL) menurut PERKENI pada tahun 2015 :
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar GDS Plasma vena <110 110-199 ≥200
Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar GDP Plasma vena <110 110-125 ≥126
Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Menurut Smeltzer & Bare pada tahun 2013, pemeriksaan penunjang yang
umum diperlukan pada penderita hiperglikemia adalah glukosa darah, aseton
plasma, asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol, osmolitas serum. Berikut
interpretasi nilai yang kerap muncul pada pemeriksaan pasien hiperglikemia :

PEMERIKSAAN PENUNJANG HASIL KETERANGAN


Glukosa darah >200 mg/dL Meningkat
Aseton plasma Positif secara
Positif
mencolok
Asam lemak bebas >5% Meningkat
Kadar lipid >200 mg/dL Meningkat
Kolesterol >200 mg/dL Meningkat
Osmolitas serum 300-330 mOsm/l Meningkat

Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan elektrolit yang terdiri natrium,


kalium, fosfor, hemoglobin glikosilat, glukosa darah arteri, trombosit darah,
ureum kreatinin, amilase darah, insulin darah, pemeriksaan fungsi tiroid, urin,
kultur dan sensivitas :

a. Natrium; mungkin normal, meningkat atau menurun.


b. Kalium; normal atau peningkatan semu (perpindahan selular),
selanjutnya akan menurun.
c. Fosfor; lebih sering menurun.
d. Hemoglobin glikosilat; kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat
dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus
DKA yang berhubungan dengan insiden.
e. Glukosa darah arteri; Biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
f. Trombosit darah; Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositiosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
g. Ureum kreatinin; mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal
h. Amilase darah; mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankretitis akut sebagai penyebab dari DKA.
i. Insulin darah; Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan
insufiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi).
j. Pemeriksaan fungsi tiroid; peningkatan aktifitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine; Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
l. Kultur dan sensifivitas; Kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen penatalaksanaan hiperglikemia
(Doenges, 1999 dan Priyanto, 2012):
a. Diet
1) Komposisi makanan
Tahap pertama dalam perencanaan makan adalah mendapatkan
riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasan makan pasien dan gaya
hidupnya. Tujuan yang paling penting dalam penatalaksanaan diet
bagi penderita hiperglikemia adalah pengendalian asupan kalori total
untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan
pengendalian kadar glukosa darah. Persentase kalori yang berasal dari
karbohidrat, protein dan lemak. Distribusi kalori dari karbohidrat saat
ini lebih dianjurkan dari pada protein dan lemak.
a) Karbohidrat
Karbohidat yang diperlukan pada penderita hiperglikemia
per porsi makanan antara 60% sampai dengan 70%
b) Protein
Protein yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per
porsi makanan antara 10% sampai dengan 15%
c) Lemak
Lemak yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per
porsi makanan antara 20% sampai dengan 25%
d) Jumlah kalori perhari
Kalori yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per
hari antara 1100 sampai dengan 2300 Kkal. Sedangkan kebutuhan
kalori basal menurut jenis kelamin antara lain laki-laki sebesar 30
Kkal/kg BB dan perempuan 25 Kkal/kg BB.
2) Penilaian status gizi
Penilaian status gizi penderita hiperglikemia dapat dilakukan
dengan rumus BBR.
BBR = TB-100 X 100%
3) Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang
bekerja Kalori yang diperlukan penderita DM dalam sehari
menurut status
gizinya antara lain
a) Kurus (BB X 40 s/d 60 Kal/hari)
b) Normal atau ideal (BB X 30 Kal/hari)
c) Gemuk (BB X 20 Kal/hari)
d) Obesitas (BB X 10 s/d 15 Kal/hari)
b. Latihan Jasmani.
Latihan jasmani merupakan salah satu prinsip dalam
penatalaksanaan hiperglikemia. Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan
jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan
jasmani yang dimaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging, senam
dan berenang. Batasi jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang
memerluka pergerakan, seperti menonton televisi (PERKENI, 2015)
c. Edukasi
Penyuluhan perawatan diri pada penderita sangat diperlukan untuk
mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik
maupun penyulit akut yang ditakuti penderita, khusunya dilakukan pada
kelompok resiko tinggi, seperti pasien dengan umur diatas 45 tahun,
kegemukan lebih dari 120% BB idaman atau IMT > 27 kg/m, memiliki
riwayat hipertensi > 140/90 mmHg, keluarga memiliki riwayat DM, pasien
dengan pemeriksaan penunjang menunjukan dislipidemia, HDL 250
mg/dl, Para TGT atau GPPT (TGT > 140 mg/dl s/d 2200 mg/dl), glukosa
plasma puasa derange/GPPT > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl). Penyuluhan
dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui beberapa cara yaitu ceramah,
seminar, diskusi kelompok dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk
mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku.
d. Obat berkaitan hiperglikemia
1) Obat hiperglikemia oral
Obat yang biasa diberikan pada pasien hiperglikemia yang diberikan
via oral antara lain Sulfoniluria: glibenglamida, glikosit, gliguidon,
glimiperide, glipizide, Biguanit (Metformin), Inhibitor glucosidase,
dan Tiosolidinedlones
2) Insulin
Berdasarkan cara kerjanya, insulin dibagi tiga yaitu insulin yang
kerja cepat (20 menit) contohnya insulin reguler, insulin kerja sedang
contohnya insulin suspense, dan insulin kerja lama seperti insulin
suspense seng.
B. SENAM KAKI DIABETES
1. Definisi
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
hiperglikemia untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
peredaran darah bagian kaki (Melati, 2017). Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan
mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan
kekuatan otot betis, paha dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi
(Priyanto, 2012).
2. Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh setelah melakukan senam kaki ini adalah
memperbaiki sirkulasi darah pada kaki pasien hiperglikemia, sehingga nutrisi
lancer terdistribusi kejaringan tersebut. Selain itu, untuk menurunkan kadar
glukosa darah pada lansia hiperglikemia (Harahap, 2016).
3. Manfaat senam diabetes
a. Jantung
Otot jantung bertambah kuat dan bilik jantung bertambah besar, sehingga
denyutan kuar dan daya tamping besar. Kedua hal ini akan meningkatkan
efisiensi kerja jantung. Dengan efisiensi kerja yang tinggi, jantung tak
perlu berdenyut terlalu sering (Kushartanti dalam Priyanto, 2012).
b. Pembuluh darah
Elastisitas pembuluh darah akan bertambah, karena berkurangnya
timbunan lemak dan penambahan kontraktilitas otot dinding pembuluh
darah. Elastisitas pembuluh darah yang tinggi akan memperlancar jalannya
darah dan mencegah timbulnya hipertensi (Kushartanti dalam Priyanto,
2012).
c. Paru – paru
Elastisitas paru – paru akan bertambah, sehingga kemampuan berkembang
kempis juga akan bertambah. (Kushartanti dalam Priyanto, 2012)
d. Otot
Kekuatan, kelenturan dan daya tahan otot akan bertambah. Hal ini
disebabkan oleh bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya
system penyediaan energi di otot (Kushartanti dalam Priyanto, 2012).
e. Ligamentum dan tendo
Ligamentum dan tendo akan bertambah kuat, demikian juga
perlekatan tendo pada tulan (Kushartanti dalam Priyanto, 2012)

4. Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun, sebaiknya diberikan sejak
pasien didiagnosa menderita diabetes mellitus sebagai tindakan pencegahan
dini. Senam kaki ini juga dikontradiksi pada klien yang mengalami perubahan
fungsi fisiologis seperti dyspnea atau nyeri dada. Keadaan seperti itu perlu
diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki. Selain itu kaji keadaan
umum dan keadaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam kaki tersebut,
cek tanda – tanda vital dan status respiratori, kaji status emosi pasien (suasana
hati/mood, motivasi) (PERKENI, 2015).

5. Sensitivitas atau sirkulasi darah ujung telapak kaki hiperglikemia


Pengukuran sensitivitas dilakukan dengan cara membandingkan hasil
pengukuran sensitivitas atau kepekaan antara yang menggunakan jarum, sikat
dengan kapas. Kriteria sensitivitas pada ujung telapak kaki adalah 0 (tidak ada
sensitivitas), 1 (sensitivitas kurang), 2 sensitivitas sedang dan 3 sensitivitas
baik (normal).
Penyebab terjadinya luka atau kelainan pada kaki pasien penderita diabetes
adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darh dan
kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan adalah
kelainan pada saraf, sedangkan kelainan pembuluh darah lebih berperan nyata
pada penyembuhan luka sehingga menentukan nasib kaki. Keadaan kelainan
saraf dapat mengenai saraf sensorik, motoric dan otonom (Priyanto, 2012)
C. SLOW DEEP BREATHING
1. Definisi
Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi
(Tarwoto, 2011). Sedangkan menurut Tarwoto pada tahun 2012, menyatakan
bahwa SDB adalah Teknik pernapasan dengan frekuensi bernapas kurang dari
10 kali permenit dan fase inhalasi yang Panjang. Slow deep breathing adalah
gabungan dari metode napas dalam (deep breathing) dan napas lambat
sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan napas dalam dengan
frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali per menit.

2. Tujuan
Slow deep breathing bertujuan sebagai relaksasi untuk menurunkan aktivitas
metabolic guna menurunkan kadar glukosa dalam darah. Teknik relaksasi ini
dilakukan dengan Teknik pernapasan yang terdiri atas pernapasan abdomen
(diafragma) dan purse lips breathing (Kozier, et al. 2010)

3. Mekanisme kerja
Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks
serebri sedangkan pernapasan yang spontan atau automatic dilakukan oleh
medulla oblongata. Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf
otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf simpatis dan meningkatkan
respons saraf parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas
tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas
tubuh sehingga, sehingga menurunkan konsumsi oksigen dan dapat
menurunkan aktivitas metabolic. Penurunan aktivitas metabolic diharapkan
dapat menurunkan kebutuhan insulin sehingga kadar gula darah dapat
menurun (Siswanti, 2017).
2.1 ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.1 Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian

perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data

tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap

berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama

1. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau

muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

b. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung

seperti Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

2. Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak

gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif

terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM

tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut

akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)


b. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan

keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan

menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui

status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor

kulit jelek , mual muntah.

c. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa

pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

d. Pola ativitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan

sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada

tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas

sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e. Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga

klien mengalami kesulitan tidur

f. Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada

luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami

penurunan, gangguan penglihatan.

g. Persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,

lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem)

h. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita

malu dan menarik diri dari pergaulan.

i. Seksualitas

Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta

memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan

pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko

lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.

j. Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang

negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan

penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang

kontruktif/adaptif.

k. Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka

pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi

mempengarui pola ibadah penderita.

3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Vital Sign


Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah

dan pernafasan pada pasien dengan pasien hiperglikemia bisa tinggi atau

normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami

perubahan jika terjadi infeksi.

b. Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi

komplikasi kulit terasa gatal.

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran

kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous

Pressure) normal 5-2 cmH2.

d. Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan

cepat dan dalam.

e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f. Pemeriksaan Abdomen

Dalam batas normal

g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Sering BAK

h. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan

i. Pemeriksaan Ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa

baal

j. Pemeriksaan Neurologi

GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik

3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas


2.2.3 RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
KH : - Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
membaik Terapeutik :
 Status nutrisi membaik
 Tingkat pengetahuan meningkat - Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan

60
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Penyembuhan luka membaik karakteristik, durasi, frekuensi,
 Tingkat cidera menurun kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

61
 Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik
nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi


Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
KH : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Tingkat nyeri menurun dan sistematik
 Integritas kulit dan jaringan
membaik Terapetik
 Kontrol resiko meningkat
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien

62
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement

63
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Tingkat keletihan menurun dalam aktivitas tertentu
Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
 Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/

64
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

65
2.2.3 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam

proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi

pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam,

2011).

2.2.4 EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana

evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode

evaluasi ini menggunakan SOAP

66
REFERENSI

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed. 3. Jakarta:
EGC.
KEMENKES RI. 2014. INFODATIN Pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI : Waspada Diabetes eat well live well.
PERKENI. 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
di Indonesia 2015.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2013. Buku ajar keperawatan medical bedah bruner & suddarth
edisi 8. Jakarta : EGC
Yuliadi, Edwina Priliantika, CHaidir Mochtar. 2014. Hiperglikemia dan
hubunganna dengan fungsi ginjal pada pasien dengan batu ginjal. Diakses
pada 20 Oktober 2018 pada http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S-
pdf- Edwina%20Priliantika%20Yuliadi
Ardiningsih, Eka Setya, Ratu Ayu Dewi Sartika. 2013. Factor – factor
berhubungan dengan hiperglikemia pada orang dewasa di Kota Depok dan
Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2010 (Analisis data sekunder).
Diakses pada
20 Oktober 2010 pada http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-11/S52528-
Eka
Priyanto, Sigit. 2012. Pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar
gula darah pada aggregate lansia diabetes mellitus di Magelang. Diakses
pada 20 Oktober 2018 pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300843-
T30470%20-%20Pengaruh%20senam.pdf

67
Agustien. 2013. Efek hiperglikemia postpradinal terhadap kemampuan memori
jangka pendek pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas
Cipondoh Tangerang. Diakses pada 20 Oktober 2018 pada
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335125-T33032- Rinnelya
%20Agustien.pdf
Kushartanti dalam Priyanto, 2012. Diabetes educator training. Yogyakarta,
Fakultas Kedokteran UGM.

Tarwoto. 2011. Pengaruh latihan slow deep breathing terhadap intensitas nyeri
kepala akut pada pasien cedera kepala ringan. Diakses pada 20 Oktober
2018 pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280088-
T%20%20TARWANRO.pdf
Tarwoto. 2012. Latihan slow deep breathing dan kadar gula darah penderita
diabetes melitus tipe 2. Diakses pada 20 Oktober 2018 pada
https://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/8457Latihan_Slow_Dee
p_Breathing_dan_Kadar_Gula_Darah_Penderita_Diabetes_Melitus_Tipe_
2.pdf
Siswanti, Heny, Tri Kurniati, Nana Supriyatna. 2017. Perbandingan pengaruh
kombinasi senam dm dan slow deep breathing (sdb) dengan kombinasi
senam dm dan progressive muscle relaxation (pmr) terhadap kadar glukosa
darah (kgd) pada klien dm type 2 di puskesmas welahan i kabupaten jepara
jawa tengah, tahun 2016. Diakses pada 20 Oktober 2018 pada
http://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/ijp/article/download/266/185

68

Anda mungkin juga menyukai