Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN
GANGGUAN KESTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DIRUANG TERATAI DI RS
Tk. II dr. SOEPRAOEN MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen


Praktek Profesi Keperawatan Dasar (PPKD)

Disusun Oleh:
Lu’lu’ Luthfiatun Ulinnuha
2022611008

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar glukosa darah yang
mengalami kenaikan (Hiperglikemi) atau penurunan (Hipoglikemi) dari rentang normal.
Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah terjadi pada pasien Diabetes Melitus karena
diafungsi pancreas, resistensi insulin, disfungsi hati. Sedangkan keadaan yang
menyebabkan terjadinya penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) dapat dipicu oleh
penggunaan insulin atau obat glikemik oral, hiperinsulinemia, endokrinopati, diafungsi
hati, disfungsi ginjal kronis, efek agen farmakologis, tindakan pembedahan neoplasma,
dan gangguan metabolik bawaan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

B. PATOFISIOLOGI
Ketidakstabilan kadar glukosa darah pada diabetes melitus tipe 2 terjadi karena
sekresi insulin (Soegondo, 2015). Resistensi insulin terjadi karena kegagalan
penhambilan glukosa oleh otot. Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini di
kompensasikan oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan
pogresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun dan menimbulkan
hiperglikemia. Hiperglikemi awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal
melakukan pengambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi
insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang berlebihan dan
mengakibatkan memingkatnya glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi
memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengam fenomena
glukotoksisitas. Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adipose,
sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan gangguan proses pengambilan
glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Fenomena
ini yang disebut dengan lipotoksisitas (Soegondo, 2015). Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkatyang normal atau sedikit meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe 2.
Selain hiperglikemi adapun hipoglikemi pada diabetes tipe 3 yang terjadi akibat
pemberian insulin preparat oral yang berlebihan. Konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang
atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu
makan tertunda atau bila pasien lupa makan camilan. Sebagai contoh, hipoglikemia siang
hari terjadi bila insulin regular yang disuntikkan pada pagi hari mencapai puncaknya,
sementara kerja NPH atau insulin Lente yang diberikan pada pagi hari. Hipoglikemia
pada tengah malam dapat terjadi akibat pencapaian puncak kerja NPH atau insulin Lente
yang disuntikkan pada malam hari, khususnya bila pasien tidak makan camilan sebelum
tidur (Brunner & Suddarth, 2015).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemia
adalah penurunan respons hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemia. Keadaan ini
terjadi pada sebaian pasien diabetes militus tipe 2 telah menderita diabetes selama
bertahun-tahun. Penurunan respons adrenergik tersebut berhubungan dengan salah satu
komplikasi kronis diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa
darah, limpahan adrenalin yang normao tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala
adrenergik yang lazim seperti perpirasi dan perasaan lemah. Keadaan hipoglikemia ini
mungkin baru terdeteksi setelah timbul gangguan sistem sarag pusat yang sedang atau
berat (Brunner & Suddarth, 2015).
C. PATHWAY

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ketidakstabilan kadar glukosa darah dibagi menjadi dua yaitu (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
1. Tanda dan gejala hipoglikemia
a. Mayor
Subjektif : mengantuk, pusing
Objektif : gangguan koordinasi, kadar glukosa dalam darah / urine rendah
b. Minor
Subjektif : palpitasi, mengeluh lapar
Objektif : gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh, sulit bicara,
berkeringat
2. Tanda dan gejala hperglikemia
a. Mayor
Subjektif : lelah , lesu
Objektif : kadar glukosa dalam darah/ urine tinggi
b. Minor
Subjektif : mulut kering, haus meningkat
Objektif : jumlah urin meningkat

E. TERAPI
1. Penatalaksanaan hiperglikemia
Penatalaksanaan hiperglikemia dimulai dengan diet, latihan, jasmani, penyuluhan dan
terapi insulin atau obat oral. Diet dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
glukosa pada tubuh. Manfaat latihan jasmani adalah untuk mengurangi resistensi
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin. Penyuluhan dilakukan agar masyarakat
atau klien DM Tipe II bisa lebih memahami mengenai penyakitnya sehingga mampu
mencegah komplikasi. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi
tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi metabolik
berat, misalnya : ketoasidosis, stres berat,berat badan yang menurun dengan cepat,
atau adanya keton uria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau
tersier (Perkeni, 2015).
2. Penatalaksanaan hipoglikemia
Pasien yang mengalami hipoglikemia harus cepat mendapat penanganan. Lakukan
pengecekan kadar glukosa terlebih dahulu untuk memastikan klien benar mengalami
hipoglikemia. Apabila kadar glukosa darah klien rendah dan jika klien masih sadar
dapat dilakukan sendiri oleh klien yaitu minum larutan gula 10-30 gram. Untuk
pasien tidak sadar dilakukan pemberian injeksi bolus dekstrosa 15-25 gram. Bila
hipoglikemia terjadi pada klien yang mendapat terapi insulin maka selain
menggunakan dekstrosa dapat juga menggunakaan injeksi glucagon 1 mg
intramuscular. Penggunaan glucagon diberikan apabila dekstrosa intravena sulit
dilakukan. Pada klien koma hipoglikemia yang terjadi pada klien yang mendapat
bolus dekstrosa harus diteruskan dengan infus dekstros 10% selama kurang lebih 3
hari. Jika tidak ada kemungkinan klien akan koma lagi. Lakukan monitor glukosa
darah 3- 6 jam sekali dan pertahankan kadarnya 90-180% mg (Wiyono, 2014).
ASKEP TEORI

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk mengidentifikasi, mengenal
masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Dermawan, 2012).
1. Indentitas pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, no. RM, tangggal masuk, tanggal pengkajian, sumber
informasi.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir,
pelo, perubahan emosional, penurunan ksadaran.
3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, keadaan kulit, saturasi
oksigen, berat badan, dan tinggi badan.
a. Pemeriksaan kepala dan leher
b. Pemeriksaan mulut dan tenggorokan
c. Pemeriksaan thorax dan dada
d. Pemeriksaan payudara dan ketiak
e. Pemeriksaan abdomen
f. Pemeriksaan genetalia dan anus
g. Pemeriksaan eksremitas atas dan bawah
h. Pemeriksaan sistem neurologi
i. Pemeriksaan kulit dan kuku
6. Data penunjang
Pemeriksaan darah, fungsi tiroid, urine dan kultur pus

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan prioritas:

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin


(D.0027)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien, ditentukan dan
merencanakan intervensi keperawatan (Dermawan, 2012).

Diagnosa keperawatan 1

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam masalah dapat


teratasi

Kriteria hasil

SLKI : kestabilan kadar glukosa darah (L. 03022)

1. Koordinasi meningkat
2. Kesadaran meningkat
3. Mengantuk menurun
4. Pusing menurun
5. Lelah / lesu menurun
6. Keluhan lapar menurun
7. Gemetar menurun
8. Berkeringat menurun
9. Mulut kering menurun
10. Rasa haus menurun
11. Perilaku aneh menurun
12. Kesulitan bicara menurun
13. Kadar glukosa darah membaik
14. Kadar glukosa dalam urine membaik
15. Palpitasi membaik
16. Perilaku membaik
17. Jumlah urine membaik

SIKI :

Manajemen hiperglikemia ( I.03115)

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia


2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis.
penyakit kambuhan)
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia, polivagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi

Terapeutik

7. Berikan asupan cairan oral


8. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
9. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik

Edukasi

10. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
12. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
13. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
14. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan)

Kolaborasi

15. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu


16. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
17. Kolaborasipemberian kalium, jika perlu

Manajemen hipoglikemia (I.03115)

Observasi

1. Identifkasi tanda dan gejala hipoglikemia


2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia

Terapeutik

3. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu


4. Batasi glucagon, jika perlu
5. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
6. Pertahankan kepatenan jalan nafas
7. Pertahankan akses IV, jika perlu
8. Hubungi layanan medis, jika perlu

Edukasi

9. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat


10. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
12. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang penyesuaian
program pengobatan
13. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
14. Anjurkan pengelolaan hipoglikemia(tanda dan gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
15. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis. mengurangi
insulin atau agen oral dan/atau meningkatkan asupan makanan untuk
berolahraga

Kolaborasi

16. Kolaborasi pemberian dextros, jika perlu


17. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai