Anda di halaman 1dari 8

Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No.

1, January 2021

Penggunaan Dan Pemilihan Obat Antidiabetes pada Pasien Diabetes


Rawat Jalan di Puskesmas Karang Rejo Tarakan

Prima Harlan Putra1 dan Dharma Permana2*


1
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta Pusat 10510
2
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI,
Jakarta Pusat 10510
*Koresponden : dharma.permana@yarsi.ac.id

ABSTRAK

Latar belakang
Prevalensi diabetes pada tahun 2000 untuk semua kelompok usia adalah 2,8%, angka ini diperkirakan
akan meningkat hingga 4,4% pada tahun 2030. Menurut Riset Kesehatan Dasar di Indonesia prevalensi
DM pada tahun 2013 mencapai 2,1% tetapi hanya 1,5% yang telah terdiagnosis diabetes mellitus, untuk
mengobati diabetes mellitus diperlukan obat-obat antidiabetes.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes mellitus
rawat jalan di Puskesmas Karang Rejo Tarakan
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam
medik pasien yang lengkap dari pasien diabetes mellitus yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Karang
Rejo Tarakan pada periode Januari-April 2017. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien yang
baru pertama kali mendapat terapi antidiabetes.
Hasil dan Diskusi
Pasien diabetes mellitus baru yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 52 pasien, terdiri dari 34 (65,38%)
berjenis kelamin perempuan dan 18 (34,62%) berjenis kelamin laki-laki, dan usia kejadian diabetes
mellitus terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Obat antidiabetes yang paling banyak digunakan
antara lain Metformin (64,29%), Glimepiride (18,57%), dan Glicazida (17,14%). Pemberian obat
antidiabetes digunakan sebagai monoterapi (65,38%), adalah Metformin (51,92%) dan kombinasi 2 obat
yang digunakan yaitu Metformin+Glimepiride (17,31%) dan Metformin+Glicazida (17,31%).
Kesimpulan
Metformin digunakan sebagai obat antidiabetes baik monoterapi maupun kombinasi, dan terapi kombinasi
2 obat digunakan apabila dalam waktu 3 bulan sasaran gula darah pasien tidak mencapai target.

Kata kunci: Diabetes mellitus, Antidiabetes, Rawat Jalan dan Puskesmas


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRACT

Background
The prevalence of diabetes in 2000 for all age groups was 2.8%, this figure is expected to increase to
4.4% in 2030. According to Basic Health Research in Indonesia the prevalence of DM in 2013 reached
2.1% but only 1.5% of those have been diagnosed with diabetes mellitus, to treat diabetes mellitus, need
antidiabetic drugs.

ISSN (Online) : 2716-4578 38


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021
Aim
This study aims to determine the use of antidiabetic drugs in outpatient diabetes mellitus patients at
Karang Rejo Tarakan Healts Center
Research Methods
The research methods was descriptive by collecting secondary data from medical records of complete
patients from diabetes mellitus patients undergoing outpatient care at Karang Rejo Tarakan Health Center
in the period January-April 2017. Samples that match the inclusion criteria were patients who were first
receiving antidiabetic therapy.
Result and Discussion
Diabetes mellitus patients who match the inclusion criteria were 52 patients, consisting of 34 (65.38%)
female and 18 (34.62%) male, and the age of diabetes mellitus occurred in patients over the age of 40
years old. The most widely used antidiabetic drugs include Metformin (64.29%), Glimepiride (18.57%),
and Glicazide (17.14%). The administration of antidiabetic drugs used as monotherapy (65.38%), was
Metformin (51.92%) and the combination of 2 drugs used were Metformin+Glimepiride (17.31%) and
Metformin+Glicazide (17.31%).
Conclusion
Metformin is used as an antidiabetic drug both monotherapy and combination, and combination therapy
of 2 drugs is used if within 3 months the patient’s blood sugar does not reach the target.

Keywords: Diabetes mellitus, Antidiabetic, Outpatient and Healts Center

PENDAHULUAN Terapi farmakologis terdiri dari obat oral


Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu dan bentuk suntikan yaitu insulin
penyakit atau gangguan metabolisme kronis (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
dengan multi-etiologi yang ditandai dengan 2011). Tersedia beberapa kelas obat anti-
tingginya kadar gula darah disertai dengan diabetes, diantaranya metformin,
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid sulfonylurea, nonsulfonylurea secretagogue,
dan protein serta menghasilkan komplikasi penghambat alpha glucosidase,
kronik seperti mikrovaskular, thiazolidinedione, glucagon-like peptide-1
makrovaskular, dan gangguan neuropati analog, dan penghambat dipeptidyl
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin peptidase-4 (Ripsin CM, dkk, 2009.
(DiPiro JT, dkk, 2008). American Diabetes Association, 2012).
Pada tahun 2000 diperkirakan Pemberian injeksi insulin dapat merupakan
prevalensi diabetes untuk semua kelompok tambahan dari pengobatan oral atau juga
usia adalah 2,8%, angka ini diperkirakan digunakan tersendiri (Ripsin CM, dkk,
akan meningkat hingga 4,4% pada tahun 2009).
2030. Dengan kata lain, jumlah penderita
diabetes diperkirakan akan meningkat dari METODE
171 juta ditahun 2000 hingga 366 juta pada Jenis penelitian ini menggunakan
tahun 2030 (Wild S., dkk, 2004). Di metode deskriptif kuantitatif untuk melihat
Indonesia, prevalensi DM pada tahun 2013 obat-obatan antidiabetes yang digunakan
mencapai 2,1% tetapi hanya 1,5% yang telah sebagai terapi pada pasien diabetes mellitus
terdiagnosis oleh dokter dengan diabetes di Puskesmas. Pengambilan data dilakukan
mellitus. Sedangkan berdasarkan jenis secara retrospektif yaitu data yang diambil
kelamin, diabetes mellitus lebih sering merupakan data pada periode Januari – April
terjadi pada perempuan dibandingkan laki- 2017 di Puskesmas.
laki (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Populasi target adalah seluruh penderita
diabetes mellitus rawat jalan yang datang ke

ISSN (Online) : 2716-4578 39


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021

puskesmas. Pengambilan sampel dilakukan oleh dokter sesuai konsensus pengelolaan


secara total sampling, yaitu semua subjek diabetes mellitus tipe 2 tahun 2015 dan yang
penelitian berupa pasien diabetes mellitus baru pertama kali mendapat terapi
rawat jalan yang datang ke puskesmas serta antidiabetes. Analisis data disajikan secara
memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien yang deskriptif dengan menjelaskan karakteristik
baru terdiagnosa mengidap diabetes mellitus tiap variabel penelitian.

HASIL
Tabel 1. Persentase Pasien Diabetes Mellitus berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelaim Jumlah Pasien Persentase (%)
Perempuan 34 65,38%
Laki-laki 18 34,62%
Total 52 100%
Tabel 1 menunjukkan bahwa wanita lebih berisiko mengidap diabetes
penderita diabetes pada periode tersebut karena secara fisik wanita memiliki peluang
banyak diderita oleh pasien berjenis kelamin peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
perempuan, sesuai dengan hasil Riset besar. Sindroma siklus bulanan
Kesehatan Dasar tahun 2013 yang (premenstrual syndrome) dan pasca-
menyatakan bahwa diabetes mellitus lebih menopouse yang membuat distribusi lemak
sering terjadi pada perempuan dibandingkan tubuh menjadi mudah terakumulasi (Irawan,
laki-laki. Jika dilihat dari faktor risiko, 2010).
Tabel 2. Persentase Pasien Diabetes Mellitus berdasarkan usia
Jumlah
Usia (tahun) Persentase (%)
Pasien
31 – 40 6 11,54%
41 – 50 16 30,77%
51 – 60 18 34,62%
61 – 70 11 21,15%
> 71 1 1,92%
52 100%
Tabel 2 menunjukan Peningkatan peningkatan intoleransi glukosa. Adanya
risiko diabetes seiring dengan umur, proses penuaan menyebabkan berkurangnya
khususnya lebih dar 40 tahun, disebabkan kemampuan sel β pankreas dalam
karena pada usia tersebut mulai terjadi memproduksi insulin (Sunjaya, 2009).

Tabel 3. Persentase Pasien Diabetes Mellitus Dikelompokkan berdasarkan


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Klasifikasi Diabetes Jumlah
Persentase (%)
Mellitus pasien
Tipe 1 - -
Tipe 2 52 100%
Tipe lain - -
Gestasional - -
Total 52 100%

ISSN (Online) : 2716-4578 40


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021
Tabel 3 menunjkan terapi pada makanan yang seimbang, sesuai dengan
pasien diabetes mellitus terbagi 4. Yang kebutuhan kalori masing-masing individu.
pertama adalah edukasi yang terdiri dari Yang ketiga adalah latihan jasmani 3-4 kali
dukungan untuk pasien dalam memahami seminggu, masing-masing selama kurang
perjalanan alami penyakitnya dan lebih 30 menit. Yang keempat adalah
pengelolaannya. Yang kedua adalah terapi intervensi farmakologi (Perkumpulan
nutrisi medis merupakan prinsip pengaturan Endokrinologi Indonesia, 2015).
makan pada penyandang diabetes yaitu

Tabel 4. Distribusi penggunaan golongan obat dan jenis obat.

(glukoneogenesis), dan memperbaiki


Tabel 4. Metformin merupakan obat
ambilan glukosa di jaringan perifer.
antidiabetes golongan biguanida yang
Metformin merupakan pilihan pertama pada
penggunaannya sebagai monoterapi atau
sebagian besar kasus diabetes mellitus tipe 2
dikombinasikan dengan golongan
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
sulfonilurea seperti glimepiride dan
2015).
glicazida. Metformin mempunyai efek
utama mengurangi produksi gula hati

Tabel 5. Distribusi penggunaan obat antidiabetes sebagai monoterapi.


Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Glimepiride 4 7,69%
Glicazida 3 5,77%
Metformin 27 51,92%
Total 34 65,38%

Tabel 5 Metformin merupakan obat Penelitian ini sejalan dengan penelitian


dengan efek samping minimal atau keuntungan Guidoni di Sao Paulo Brazil (2012) didapatkan
lebih banyak. Hal ini dikarenakan metformin dari 3.892 penderita diabetes mellitus tipe 2
dapat menurunkan kadar glukosa darah tanpa yang memakai metformin sejumlah 1.245 orang
menyebabkan peningkatan berat badan dan lebih (32,0%) (Guidoni CM, 2012).
kecil kemungkinan untuk terjadinya
hipoglikemia (Malin SK, dkk, 2014).

Tabel 6. Distribusi penggunaan obat antidiabetes sebagai terapi kombinasi 2 obat.


Kombinasi Obat Frekuensi Persentase (%)
Metformin + Glimepiride 9 17,31%
Metformin + Glicazida 9 17,31%
Total 18 34,62%

ISSN (Online) : 2716-4578 41


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021

Tabel 6. Terapi kombinasi ini terjadi perbaikan kadar gula darah (DiPiro
memiliki efek sinergis karena kedua JT, dkk, 2008). Bila pasien datang sejak
golongan obat ini memliki efek terhadap awal dengan kadar HbA1C ≥ 9% maka bisa
sensitivitas reseptor insulin. Sulfonilurea langsung diberikan terapi kombinasi 2
akan mengawali dengan merangsang sekresi macam obat. Dalam pemilihan obat perlu
pankreas yang memberi kesempatan dipertimbangkan keamanan (hipoglikemi,
senyawa biguanidaa untuk bekerja efektif pengaruh terhadap jantung), efektivitas,
(Depkes RI, 2005). ketersediaan, toleransi pasien dan harga
Terapi kombinasi diberikan pada (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
pasien apabila dalam waktu 3 bulan setelah 2015).
menggunakan antidiabetes oral tunggal tidak

PEMBAHASAN Analisa persentase pasien diabetes


mellitus di Puskesmas Karang Rejo Tarakan
Diabetes Melitus berdasarkan jenis berdasarkan usia seperti tertera pada tabel 7
kelamin menunjukkan bahwa 11,54% (6 pasien)
Analisa persentase pasien diabetes mellitus berusia 31-40 tahun, 30,77% (16 pasien)
di Puskesmas Karang Rejo Tarakan berusia 41-50 tahun, 34,62% (18 pasien)
berdasarkan jenis kelamin seperti yang berusia 51-60 tahun, 21,15% (11 pasien)
tertera pada tabel 6 menunjukkan bahwa berusia 61-70 tahun, dan 1,92% (1 pasien)
pasien diabetes mellitus berjenis kelamin berusia diatas 71 tahun. Hal ini sejalan
perempuan berjumlah 34 pasien (65,38%) dengan penelitian tentang hubungan faktor
sedangkan pasien berjenis kelamin laki-laki risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan
berjumlah 18 pasien (34,62%). Hal ini hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus
menunjukkan bahwa penderita diabetes pada tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mataram
periode tersebut banyak diderita oleh pasien Tahun 2014 yang menunjukkan bahwa
berjenis kelamin perempuan, sesuai dengan kejadian diabetes mellitus banyak diderita
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 pasien dengan umur ≥ 40 tahun yaitu
yang menyatakan bahwa diabetes mellitus sebanyak 45 orang (90,0%) dibandingkan
lebih sering terjadi pada perempuan dengan yang mempunyai umur ≤ 40 tahun
dibandingkan laki-laki. sebanyak 5 orang (10,0%). Peningkatan
Jika dilihat dari faktor risiko, wanita risiko diabetes seiring dengan umur,
lebih berisiko mengidap diabetes karena khususnya lebih dar 40 tahun, disebabkan
secara fisik wanita memiliki peluang karena pada usia tersebut mulai terjadi
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih peningkatan intoleransi glukosa. Adanya
besar. Sindroma siklus bulanan proses penuaan menyebabkan berkurangnya
(premenstrual syndrome) dan pasca- kemampuan sel β pankreas dalam
menopouse yang membuat distribusi lemak memproduksi insulin (Sunjaya, 2009).
tubuh menjadi mudah terakumulasi (Irawan, Diabetes Melitus berdasarkan tipe
2010). Hasil penelitian ini tidak sejalan Diabetes
dengan penelitian oleh Fatmawati yang Analisa persentase pasien diabetes
memberikan hasil berbeda. Jenis kelamin mellitus di Puskesmas Karang Rejo Tarakan
tidak berhubungan dengan kejadian Diabetes berdasarkan klasifikasi diabetes seperti
Melitus Tipe 2 (Fatmawati, 2010). tertera pada tabel 8 menunjukkan bahwa
Diabetes Melitus berdasarkan usia 100% (52 pasien) mengalami diabetes

ISSN (Online) : 2716-4578 42


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021

mellitus tipe 2. Adapun terapi pada pasien sebanyak 34 pasien (65,38%) mendapat
diabetes mellitus terbagi 4. Yang pertama monoterapi dan sebanyak 18 pasien
adalah edukasi yang terdiri dari dukungan (33,96%) mendapat terapi kombinasi dengan
untuk pasien dalam memahami perjalanan dua obat.
alami penyakitnya dan pengelolaannya. Distribusi penggunaan obat antidiabetes
Yang kedua adalah terapi nutrisi medis sebagai monoterapi
merupakan prinsip pengaturan makan pada Analisa penggunaan antidiabetes secara
penyandang diabetes yaitu makanan yang monoterapi sesuai yang tertera pada tabel 11
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori menunjukkan bahwa dari 34 pemberian
masing-masing individu. Yang ketiga adalah secara monoterapi, sebanyak 4 item (7,69%)
latihan jasmani 3-4 kali seminggu, masing- merupakan glimepiride, 3 item (5,77%)
masing selama kurang lebih 30 menit. Yang merupakan glicazida, dan sebanyak 27 item
keempat adalah intervensi farmakologi (51,92%) merupakan metformin. Menurut
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
2015). (2015) metformin merupakan obat dengan
Distribusi penggunaan golongan obat dan efek samping minimal atau keuntungan lebih
jenis obat antidiabetes banyak. Hal ini dikarenakan metformin
Analisa penggunaan obat dan jenis obat dapat menurunkan kadar glukosa darah
yang digunakan seperti yang tertera pada tanpa menyebabkan peningkatan berat badan
tabel 9 menunjukkan bahwa dari 70 item dan lebih kecil kemungkinan untuk
obat antidiabetes yang digunakan, sebanyak terjadinya hipoglikemia (Malin SK, dkk,
25 item (35,71%) merupakan golongan 2014).
sulfonilurea dengan jenis obat glimepiride Penelitian ini sejalan dengan
dan glicazida, dan 45 item (64,29%) penelitian Guidoni di Sao Paulo Brazil
merupakan golongan biguanida dengan jenis (2012) didapatkan dari 3.892 penderita
obat metformin. Golongan biguanida berupa diabetes mellitus tipe 2 yang memakai
metformin merupakan obat yang paling metformin sejumlah 1.245 orang (32,0%)
banyak digunakan. (Guidoni CM, 2012).
Metformin merupakan obat Distribusi penggunaan obat antidiabetes
antidiabetes golongan biguanida yang sebagai terapi kombinasi 2 obat
penggunaannya sebagai monoterapi atau Analisa penggunaan antidiabetes
dikombinasikan dengan golongan sebagai terapi kombinasi dua obat sesuai
sulfonilurea seperti glimepiride dan yang tertera pada tabel 12 menunjukkan
glicazida. Metformin mempunyai efek bahwa dari 18 pemberian antidiabetes
utama mengurangi produksi gula hati sebagai terapi kombinasi dua obat,
(glukoneogenesis), dan memperbaiki didapatkan hasil yang sama yaitu sebanyak 9
ambilan glukosa di jaringan perifer. pasien (17,31%) mendapatkan terapi
Metformin merupakan pilihan pertama pada kombinasi metformin-glimepiride dan 9
sebagian besar kasus diabetes mellitus tipe 2 pasien (17,31%) mendapat terapi kombinasi
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, metformin-glicazida. Metformin-glimepiride
2015). merupakan salah satu terapi kombinasi yang
Ddistribusi variasi penggunaan obat direkomendasikan oleh Persatuan
antidiabetes Endokrinologi Indonesia tahun 2015. Terapi
Analisa variasi penggunaan obat kombinasi ini memiliki efek sinergis karena
antidiabetes seperti tertera pada tabel 10 kedua golongan obat ini memliki efek
menunjukkan bahwa dari 52 pasien, terhadap sensitivitas reseptor insulin.

ISSN (Online) : 2716-4578 43


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021

Sulfonilurea akan mengawali dengan 2017 sejumlah 26.947 pasien. Pasien


merangsang sekresi pankreas yang memberi diabetes mellitus baru yang digunakan
kesempatan senyawa biguanidaa untuk sebagai sampel sebanyak 52 pasien, terdiri
bekerja efektif (Depkes RI, 2005). dari 34 (65,38%) berjenis kelamin
Terapi kombinasi diberikan pada perempuan dan 18 (34,62%) berjenis
pasien apabila dalam waktu 3 bulan setelah kelamin laki-laki, dan usia kejadian diabetes
menggunakan antidiabetes oral tunggal tidak mellitus terjadi pada pasien dengan usia
terjadi perbaikan kadar gula darah (DiPiro diatas 40 tahun. Obat antidiabetes yang
JT, dkk, 2008). Bila pasien datang sejak paling banyak digunakan antara lain
awal dengan kadar HbA1C ≥ 9% maka bisa Metformin (64,29%), Glimepiride (18,57%),
langsung diberikan terapi kombinasi 2 dan Glicazida (17,14%). Pemberian obat
macam obat. Dalam pemilihan obat perlu antidiabetes digunakan sebagai monoterapi
dipertimbangkan keamanan (hipoglikemi, (65,38%), adalah Metformin (64,29%) dan
pengaruh terhadap jantung), efektivitas, kombinasi 2 obat yang digunakan yaitu
ketersediaan, toleransi pasien dan harga Metformin+Glimepiride (50%) dan
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Metformin+Glicazida (50%). Terapi
2015). kombinasi 2 obat digunakan apabila dalam
waktu 3 bulan sasaran gula darah pasien
KESIMPULAN tidak mencapai target.
Total pasien di Puskesmas Karang Rejo
Tarakan periode 1 Januari 2017 – 29 April

DAFTAR PUSTAKA Malin SK, Kashyap SR. 2014. Effects of


American Diabetes, Association. 2012. metformin on weight loss: potential
Standards of medical care in diabetes-- mechanism. Curr Opin Endocrinol
2012. Diabetes Care. 35 Suppl 1: S11– Diabetes Obes.
63. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
2005. Rencana Strategi Departemen diabetes melitus tipe 2 di Indonesia
Kesehatan. Jakarta: Departemen 2011. (p: 4-10, 15-29)
Kesehatan Republik Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015.
DiPiro, JT., et al. 2008. Pharmacotherapy: A Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada
Pathophysiologic Approach (7th Pasien Diabetes Mellitus, PB.
Edition). USA: McGraw-Hill. PERKENI. Jakarta.
Guidoni CM, Borges AP, Freitas OD, Pereira Ripsin CM, Kang H, Urban RJ. 2009.
LR. 2012. Prescription pattern for "Management of blood glucose in type 2
diabetes mellitus ans theurapethic diabetes melitus". Am Fam
implications: a population-based Physician 79 (1): 29–36.
analisys. Pharmaceutical Assistance and Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan
Clinical Pharmacy Research Center Penelitian dan Pengembangan
(CPAFF). Universitas Sao Paulo Brazil: Kesehatan, Departemen Kesehatan,
56/2. Republik Indonesia.
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Sunjaya, I Nyoman. 2009. “Pola Konsumsi
Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Makanan Tradisional Bali sebagai
di Daerah Urban Indonesia (Analisa Faktor Risiko Diabetes mellitus Tipe 2
Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis. di Tabanan.” Jurnal Skala Husada Vol.
Universitas Indonesia. 6 No. 1: 75-81

ISSN (Online) : 2716-4578 44


Yarsi Journal of Pharmacology Vol 2, No. 1, January 2021

Wild S., Roglic G., Green A., et al. 2004. Global for the year 2000 and projections for
Prevalence of Diabetes: Estimates for 2030. Diabetes Care, 27, 1047-1053.

ISSN (Online) : 2716-4578 45

Anda mungkin juga menyukai